Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PRINSIP PEMBELAJARAN SAINS ANAK


USIA DINI
(Disusun untuk memenuhi makalah perkembangan sains anak usia dini)

Mata Kuliah:

Perkembangan Kognitif AUD

Dosen Pengampu:

Novi Cynthia Yusnita, M.Pd

Disusun Oleh:
Agusria Gea

FALKUTAS
HUKUM DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN GURU PAUD
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan
rahmat dan keselamatan serta karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami berhasil
menyelesaikanMakalah ini yang isinya berjudul “prinsip pembelajaran sains anak usia
dini”

Berkat rahmat dan hikmat tuhan, akhirnya kami dapat membuat makalah ini tepat
waktu. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dengan baik sebagai pengetahuan
kita mengenai “prinsip pembelajaran sains anak usia dini” yang dialami setiap manusia.
Kami juga menyandari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna.

Kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Sekiranya laporan atau makalah yang telah kami susun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
dan kesilafan Dalam makalah ini.

Didalam makalah ini juga kami mengharapkan saran,pendapat,serta kritikan yang


bersifat membangun bagi kami supaya kesalahan bisa kami perbaiki dengan baik.akhir kata
kami ucapkan kepada kita semua terimakasih Syalom

Medan, Oktober 24 2023

Kelompok I

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
Latar Belakang........................................................................................................................4
Isi............................................................................................................................................4
Tujuan.....................................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
PRINSIP PEMBELAJARAN SAINS ANAK USIA DINI.......................................................6
Pembelajaran Sains Bagi Anak Terkena Gangguan Visual...................................................8
Pembelajaran Sains Bagi Anak Terkena Gangguan Pendengaran.........................................9
Pembelajaran Sains Bagi Anak Terkena Gangguan Fisik (Cacat Tubuh)..............................9
Pembelajaran Sains Bagi Anak Terkena Gangguan Emosional...........................................10
Tantangan dan pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini di Indonesia.............10
Hambatan Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini.................................10
BAB III.....................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................12
KESIMPULAN........................................................................................................................12
SARAN....................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

BAB I
3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia dini adalah fase perkembangan individu yang disebut sebagai golden age (usia
emas). Implikasinya pada bidang pendidikan pada anak usiadini perlu langkah yang tepat.
Melihat anak-anak merupakan calon penurus bangsa,maka dibutuhkan upaya yang baik
dalam memasukan Pendidikan pada anak. Artinya keberhasilan membina anak sejak dini
merupakan kesuksesan dimasa depan anak. Sebaliknya jika mengalami kegagalan dalam
membina, mengajar anak, pengasuhan, prilaku dan mendidiknya merupakan bencana bagi
kehidupan anak dimasa yang akan datang.

Untuk dapat mengoptimalkan Pendidikan pada anak usia dini biasa diawali dengan
pembelajaran karakteristik dan tujuan pembelajaran yang akan diterapkan termasuk dalam
bidang penerapan sains. Tujuan dan ruang lingkup sains akan banyak membantu dan
mengajar orang dewasa dalam penguasa program-program untuk anak usia dini yang
dianggap tepat.

pendidikan sains yang telah dirumusan harus mudah diamati, dinilai, sederhana dan
praktis. Tujuan tersebut dalam pengembangan pembelajaran sains adalah terkait dengan
fenomena-fenomena realitas terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sains adalah satu
pengungkap keberadaan dan rahasia alam raya berserta isinya dan merupakan salah
satu sarana mencapai tujuan hidup manusia sangat penting untuk dipahami dan dikuasai.
Kemajuan dibidang sains dapat mempercepat kemajuan, mempermudah dalam hidup,
mengurangi penderitaan,sehingga membuka pintu-pintu masa depan yang cerah dan
cermilang.

Realitas ternyata ditemukan juga hal-hal yang bersifat kontraiktifn misalnya


ditemukannya obat-obatan penyembuh, tetapi juga ditemukan juga racun-racun pemusnah
kehidupan misalnya bom atom dan nuklir.Pengembangan sains diarahkan dengan hal-hal
yang positif sesuai dengan norma-norma dan azas-azas kehidupan.

B. Isi
 Pembelajaran sains pada anak yang mengalami gangguan
 Tantangan dan pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini di Indonesia
 . Tujuan penulisan

C. Tujuan

pembelajaran sains sejalan dengan kurikulum yang ada disekolah yaitu mengembangkan
anak secara utuh baik pikiran, hati dan jasmaninya. Mengembangkan intelektual, emosional
fisik jasmani maupun fisik kognitif, psikomotorik, afektif (Abruscato, 1982). Rumusan tujuan
didasarkan pada pertimbangan bahwa tugas utama sekolah dalah membantu anak mencapai

4
kebutuhan ( baik sekarang maupun yang akan datang). Sesuai dengan kondisi
lingkunganekologi, ekonomi sosial, dan kebutuhan akibat dari perkembangan IPTEK.
Tujuan mendasar dari pendidikan adalah untuk mengembangkan individu terhadap
pendidikan sains itu sendiri. Jadi focus program pengembangan pembelajaran sains untuk
memupuk pemahaman , minat dan penghargaan pada anak terhadap dunia dimana mereka
hidup (Su-maji, 1988).
Menurut Like Wilarjo (1988) focus tekanan pendidikan terletak pada bagaimana diri
dididik oleh alam agar kita menjadi manusia yang lebih baik. Dengan demikian tujuan
pendidikan sains diarahkan pada konsep-konsep dan dimensi-dimensinya.

Leeper (1994) penngembangan pembelajaran sainspada anak usia dini


hendaklah ditunjukan untuk merealitasikan 4 hal yaitu:
1. Agar anak memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya melalui
metode sains sehingga anak menjadi terampil.
2. Agar anak memilki sikap ilmiah
3. Agar anak mendapat pengetahuan dan informassains ilmiah , karena informasi merupakan
temuan dan rumusan yang objektif serta sesuai dengan kaidah-kaidah yang menaunginya.
4. Agar anak tertarik untuk menghayati sains yang ada di lingkungan dan alam sekitar.
. Membantu anak dalam menjelaskan gejala-gejala dan dapat memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari
6. Membantu anak untuk mangunakan teknologi sederhana
7. Membantu anak untuk mencintai lingkungan dan sadar akan keagungan TYE
Tujuan-tujuan pengajaran sains pada tingkat anak usia dini dapat disimpulkan menjadi 3
dimensi sebagai gagasan pokok yaitu:
1. dimensi produk,merupakan pendidikan yang diarahkan pada pengenalan dan penguasaan
fakta, prinsip, teori maupun aspek-aspek lain dalam bidang sains.
2. dimensi proses, merupakan tujuan yang diarahkan pada penguasaan ketrampilan pada cara
kerja sains, merupakan cara kerja dalam mengenal, mengendalikan dan
mengungkapkan segala sesuatu yang terkait dengan alam dengan metode ilmiah.
3. dimensi sikap sains, merupakan sikap atau karakter yang dibentuk oleh anak usia dini,
sehingga anak menjadi sasaran yang menjadi output serta outcame. Pembinaan dari waktu-
kewaktu diharapkan dapat meningkatkan;

Sikap jujur
b. Sikap kritis
c. Sikap kreatif
d. Sikap positif terhadap kegagalan
e. Sikap rendah hati
f. Sikap tidak mudah putus asa
g. Sikap keterbuakaan dann diuji
h. Sikap menghargai dan menerima masukan
i. Sikap berpedoman pada fakta dan data yang memadai
j. Hasrat ingin tahu yang tinggi
k. dan sebagainya

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PRINSIP PEMBELAJARAN SAINS ANAK USIA DINI

Menurut Yuliyanti (2010:24), pendekatan pembelajaran sains pada anak Taman Kanak-
Kanak hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip yang berorientasi pada kebutuhan anak
dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1. Berorientasi pada Kebutuhan dan Perkembangan Anak


Salah satu kebutuhan perkembangan anak adalah rasa aman. Oleh karena itu jika
kebutuhan fisik anak terpenuhi dan merasa aman secara psikologis, maka anak akan
belajar dengan baik. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran
hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai
aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak. Tak terkecuali
dalam pembelajaran sains, minat sains anak dapat dibangkitkan melalui bermain sains
yang dirancang agar anak bisa bersosialisasi dengan teman, membangkitkan motivasi
dan rasa ingin tahu.
2. Bermain Sambil Belajar Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi,
menemukan dan memanfaatkan obyek-obyek yang dekat dengannya, sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga merupakan suatu
proses kreatif untuk bereksplorasi, mempelajari ketrampilan yang baru dan bermain
dapat menggunakan symbol untuk menggambarkan dunianya.
3. Selektif, Kreatif, dan Inovatif
Materi sains yang disajikan dipilih sedemikian rupa sehingga dapat disajikan melalui
bermain. Proses pembelajaran dilakukan melalui bermain. Proses pembelajaran
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu,
memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan
pembelajaran hendaknya juga dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya
dijadikan sebagai obyek, tetapi juga subyek dalam proses pembelajaran. Oleh karena
itu dibutuhkan kreativitas dan inovasi guru dalam menyusun kegiatan pembelajaran
sains. Kegiatan belajar di Taman Kanak-kanak dirancang untuk membentuk perilaku
dan mengembangkan kemampuan dasar yang ada pada diri anak usia Taman Kanak-
Kanak, dalam pelaksanaan pembelajaran sains harus disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan anak.

Menurut Sujiono (2008:12) Tahapan usia dalam pengembangan sains, pendekatan yang
digunakan dalamn kegiatan belajar sains pada peserta didik sangat tergantung pada
pengalaman, usia dan tingkat perkembangnnya. Untuk itu perhatikan beberapa indikator
berdasarkan kelompok atau usia seperti dibawah ini:

1. Usia 3-4 tahun: Mulai menjelajah dan melakukan penelitian terhadap apa yang ia lihat
sekitarnya, Mulai menyukai ilmu pengetahuan dan mau bekerja sama dengan orang
dewasa, Mulai berkembangnya kemampuan berbahasa. Mereka mulai berhubungan
dan melakukan diskusi, tetapi masih sulit dalam pengucapan kata-kata. Mereka
memerlukan orang dewasa untuk selalu mendengarkan dan “mengerti” apa yang

6
mereka ucapkan, Belajar jadi lebih mudah karena mereka sudah mulai mengerti
aktivitas yang akan dia kerjakan dan mulai percaya pada guru, orang tua atau
pengasuhnya.
2. Usia 4-5 tahun: Mulai menggunakan gambaran untuk mewakili dan mengungkapkan
ide-ide, Suka memikirkan penjelasan dari apa yang mereka teliti, baik itu fakta
ataupun imajinasi/fantasi, Mulai mampu menyeleksi aktivitas yang dilakukan. Pada
awalnya anak bereksperimen dengan bekerja di laboratorium baru kemudian
dipraktekan ditempat yang sesungguhnya. Sebagai contoh menanam biji dalam gelas
plastik bekas yang sudah diberi kapas dan air, kemudian peserta didik akan menanam
biji tersebut di tanah.
3. Usia 5-6 tahun: Tertarik pada buku-buku yang berhubungan dengan aktivitas dari
praktek sains dengan beberapa ilustrasi-ilustrasi berupa gambar, Mulai memahami
konsep sains yang bersifat abstrak, tetapi tetap dengan contoh-contoh nyata yang
konkret dan praktek langsung, Memiliki perhatian yang intens untuk berbagai
aktivitas sains, mereka mulai dapat menikmati kegiatan yang dilakukan dalam kurun
waktu beberapa hari misalnya, saat anak mengamati dan mengukur panjang batang
tumbuhan tanaman dari hari pertama, kedua, ketiga dan setelah lewat dari seminggu,
Dapat mengikuti tiga tahap tujuan dan menikmati bebrapa penelitian langsung dari
guru.

Menurut Mursid (2015:83) Berikut prinsip pembelajaran sains bagi anak usia dini:

a. Konkret dan dapat dilihat langsung. Anak dapat dilatih untuk membuat hubungan
sebab akibat jika dapat dilihat secara langsung.
b. Bersifat pengalaman. Pembelajaran hendaknya menekankan pada proses mengenalkan
anak dengan berbagai benda, fenomena alam.
c. Seimbang antara keadaan fisik dan mental. Dalam pembelajran sains kegiatan anak
berinteraksi dengan benda dikenal dengan hand on science. Anak dapat menggunakan
kelima indranya untuk melakukan observasi terhadap berbagai benda, gejala benda
dan gejala peristiwa.
d. Sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pembelajaran untuk anak usia dini harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik usia maupun dengan kebutuhan
individual anak.
e. Sesuai kebutuhan individual. Selain disesuaikan kelompok usia anak, pembelajaran
anak usia dini perlu meperhatikan keperluan individual.
f. Mengembangkan kecerdasan. Pembelajaran anak usia dini hendaknya tidak menjejali
anak dengan hafalan, tetapi mengembangkan kecerdasannya.
g. Sesuai langgam belajar anak. Tipe kecerdasan dan modalitas belajar yang berbeda
menyebabkan anak-anak belajar degan cara yang berbeda.
h. Kontektual dan multi konteks. Pembelajaran anak usia dini harus kontektual dan
menggunakan banyak konteks.
i. Terpadu. Pembelajaran anak usia dini sebaiknya bersifat terpadu atau terintegrasi.
j. Menggunakan esensi bermain. Pembelajaran anak usia dini menggunakan prinsip
belajar, bermain dan bernyanyi.
k. Belajar kecakapan hidup. Pendidikan anak usia dini mengembangkan diri anak secara
menyeluruh.
l. Belajar dari benda konkret. Mengajarkan angka 1,2 dan 3 akan lebih baik jika
berkoresponden dengan benda, misalnya 1 dengan 1 biji, 2 biji dan dengan 3 biji.

7
Setiap anak berhak mengembangkan diri dan memenuhi kebutuhan dasarnya
secara memadai. Setiap anak memiliki hak yang sama dalam bidang pendidikan dan
pembelajaran, sehingga ia dapat memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
yangdiperoleh.

Hak-hak dan kebutuhan dasar diatas keterlindungannya dijamin oleh negara


danpemerintahan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 28 ayat 2 Amandemen
UUD 1945.Dalam rangka mencapai hak dihadapkan pada suatu gangguan, misalnya
saja berbadan cacat.Ia berhak mendapatkan informasinya saja.Karena sesungguhnya
mereka itu secara intelegensi akan mampu menunjukkan kecerdasannya hanya saja
dengan cara perolehan yang agak berbeda. Jadi amat keliru, jika kita berusaha
menghambat atau bahkan menyingkirkan anak-anak yang mendapatkan gangguan dari
haknya untuk mendapatkan pembelajaran sains seperti yang dijamin oleh undang-
undang diatas. Adanya jaminan tersebut dapat kita ketahui dari salah satu butir
pernyataan Deklarasi Dakkar tentang pendidikan untuk semua, bahwa deklarasi
tersebut bertujuan untuk memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan
pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak sangat rawan dan kurang
beruntung. Empat tipe gangguan umum yang biasanya dialami oleh anak dalam
kegiatan pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran sains, yaitu:

B. Pembelajaran Sains Bagi Anak Terkena Gangguan Visual

Adalah anak-anak yang tidak mampu menggunakan indra penglihatannya untuk


mengenali suatu objek. Dengan kata lain anak mengalami kebutuhan pada matanya atau
tunanetra. Anak penderita gangguan visual tidak perlu dirujukkan pada suatu kelas khusus,
tetapi harus dipikirkan cara menanganinya. Janganlah anak tersebut disisihkan, karena yang
bersangkutan tidak mampu mengikuti materi, proses dan sikap sains atau tidak dapat
ditumbuhkan kemampuan sainsnya melalui kurikulum sains. Memodifikasi peralatan dan
bahan-bahan pembelajaran sains, sehingga anak-anak terganggu visualnya dapat sama-sama
mempelajari sains dalam kelas sama seperti anak normal. Dengan memodifikasi alat dan
bahan, proses penyerapan informasi, pembentukan sikap dan penanaman nilai dalam aktivitas
sains dan kegiatan lainnya dapat dilakukan anak secara efektif. Banyak cara yang dapat
ditempuh asalkan disesuaikan dengan karakteristik gangguan visual anak masing-masing.

Anak yang terkena gangguan visual juga perlu diberikan kesempatan dan informasi
yang sama, untuk itu perlu juga dikembangkan buku-buku bagi anak yang terkena gangguan
visual yang isi pesannya ekuivalen atau sama dengan buku-buku bacaan anak normal. Cara
mudah dilakukan adalah dengan audio-tape, yang isinya adalah bacaan buku-buku anak
normal. Cara lain atau strategi lain membelajarkan sains pada anak terkena gangguan visual
tersebut adalah dengan buku-buku sains braile, tentu untuk cara ini diperuntukkan bagi anak
yang telah mampu membaca huruf kata braile.

C. Pembelajaran Sains Bagi Anak Terkena Gangguan Pendengaran

Yang terpenting bagi anak terkena gangguan pendengaran adalah mendekatkan apa yang
harus mereka dengar dengan jarak kemampuan anak dapat mendengar secara baik.
Karakteristik utama (umum) anak terkena gangguan pendengaran adalah mereka dapat

8
menangkap suatu maksud (pesan/pikiran) dengan baik melalui keterampilan membaca gerak
bibir penutur/pembicara atau yang disajikan melalui simbol-simbol lainnya (terutama visual).
Guru sebaiknya mengikuti kursus kemampuan bahasa isyarat untuk anak tuli. Kursus
dapatdilakukan dirumah sakit, di universitas atau pusat-pusat pelayanan komunikasi untuk
anak-anak terkena gangguan (pendengaran) Penyebab diantaranya ada yang diakibatkan
bawaan sejak lahir, akibat penyakit disaluran pendengaran (gendang telinga), infeksi kelenjar
telina (amandel), memang lemah pendengaran (adenoid) atau gangguan pendengaran yang
bersifat temporal seperti akibat dari demam, penyakit flu atau reaksi suatu alergi tertentu.
Sebagai guru, harus bertindak cepat apabila terdapat anak yang terkena gangguan
pendengaran dikelas, atau anak kurang mampu menangkap apa yang disampaikan guru.

Karena banyak gangguan pendengaran permanen sifatnya diakibatkan oleh


penanganan infeksi disaluran pendengaran yang tidak cepat dan tepat.Demam, penyakit flu,
sakit tenggorokan bila dibiarkan secara terus- menerus berpotensial menyebabkan terjadinya
gangguan pendengaran yang permanen.

D. Pembelajaran Sains Bagi Anak Terkena Gangguan Fisik (Cacat Tubuh)

Gangguan utama terletatak pada kesulitan melakukan fungsi-fungsi tubuh : seperti


memegang objek, bergerak, menghentikan gerakan, perpindahan posisi tubuh dari satu posisi
ke posisi lain. Sehingga dalam kelas mungkin anak harus dibantu tongkat berdiri, kursi roda
atau peralatan lain sebagai penungkai tubuh atau bagian badan lainnya.

Prinsip pembelajaran adalah guru harus melakukan pendekatan terpadu, disamping


dia membantu anak juga menanamkan semangat bahwa anak-anak yang cacat sama hebatnya
dengan anak lainnya, ia dapat beraktivitas dan berprestasi. Mereka memiliki keterampilan
dan potensi untuk mengisi kehidupannya.

Tugas guru adalah bagaimana menanamkan kepada mereka agar tidak meyesali
keadaaannya, tetapi justru menjadi semangat dengan kondisinya itu.Tindakan-tindakan yang
harus dilakukan guru adalah berpikir kuat bagaimana mencari cara-cara interaksi alternatif
yang tepat sesuai dengan karakteristik cacat tubuh yang dialami anak. Anak harus disadarkan,
bahwa perbedaan mereka dengan anak lainnya (normal) sedikit saja, yaitu hanya dalam
mobilitas, tetapi dalam potensi dan kapasitas intelektual serta emosionalnya sama saja.

E. Pembelajaran Sains Bagi Anak Terkena Gangguan Emosional

Sejumlah anak menunjukkan prilaku yang merusak kemampuannya sendiri, sehingga


pengembangan dirinya dan peran sosialnya menjadi terganggu/terhambat oleh prilakunya
itu.Diakibatkan oleh banyak faktor. Mereka kurang percaya diri, penyebabnya bisa juga
karena mudah takut ( atau malah ditakuti ), sebab lain mungkin karena anak depresi ( tertekan
/ rendah diri ), atau memang anak punya sikap penentang ( menolak ) atau mungkin karena
mereka senang menghabiskan waktu sesuai-sekehendak hatinya. Gangguan tersebut
merupakan sebagian alasan mengapa anak tidak dapat beraktivitas secara baik dan wajar
dalam pembelajaran sains.Untuk mengetahui penyebabnya secara pasti, yang terbaik anak
haruslah dibawa ke psikolog.

9
B. Tantangan dan pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini di Indonesia
1. Hambatan Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini

Dilema dan hambatan pengembangan sains pada AUD di Indonesia tidak hanya dihadapi
oleh negara kita, tetapi juga banyak negara lainnya. Kairena pada umumnya sains merupakan
transpalantasi dari pendidikan sains yang berasal di barat, karena merupakan proses
transpalantasi, proses pertumbuhan sering menemui kendala yang bertautan dengan budaya
dan kebiasaan setempat, lokal atau regional.

Kesadaran bahwa sains merupakan bagian dari kehidupan dan tidak dapat di pisahkan,
apalagi dalam era kebebasan seperti saat ini. Tuntutan dan fenomena tersebut akan sangat
mencolok pada daerah-daerah perkotaan terutama di kota-kota besar. Sekolah-sekolah yang
berada di lingkungan elite dan perkotaan, cenderung sangat tinggi kemampuannya dalam
menyerap sains bagi perkembangan anak-anak didiknya, dan akan amat kontras sekali apabila
dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang berada di daerah dan desa-desa.

Hasilnya adalah terjadi berbagai kesenjangan antara lembaga pendidikan yang ada. Terjai
kesenjangan pengembangan pembelajaran sains antara daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan, hngga muncul nya fenomena sekolah favorit dan sekolah pinggiran, sekolah
unggul dan sekolah biasa. Hal tersebut secara umum berpengaruh pada proses dan produk
pendidikan, khususnya pengembangan pembelajaran sains.

Dengan meninjau pelaksanaan pendidikan sains di Indonesia khususnya pendidikan anak


usia dini, peengembangan pembelajaran sains masih terasing pada sebagian besar
masyarakat, apalagi bila dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan teknologi yag setiap
saat berubah dan melintas dihadapan kita.

1. Optimalisasi Peran Partisipan Dalam Pengembangan Pendidikan Sains Pada


Anak Usia Dini
Pendidikan dan pengembangan pembelajaran sains pada anak harus memfokuskan
tujuan pengembangannya pada tiga aspek utama yaitu pengetahuan (kognitif), proses
(keterampilan), dan prilaku (emosi dan perasaan).

Fokus pengembangan pengetahuan (kognitif), maksudnya adalah sasaran


pengembangan pembelajaran sains diarahkan agar anak menguasai konsep secara memadai
tetapi bukan konsep yang bersifat abstrak sifatnya, melainkan lebih kongkrit dan bermakna.
Fokus pada pengembangan proses (keterampilan) difasilitasi melalui pengalaman-
pengalaman pengoperasan melalui alat fisik dan indranya secara langsung pada objek-objek
sains sebagaimana yang telah dipahaminya. Sedangkan fokus pengembangan prilaku adalah
berusaha membangkitkan perasaan yang terkait dengan segala sains yang dipelajarinya,
sehingga sasaran sains yang digalinya menjadi lebih memiliki nilai dan sentuhan emosi sesuai
taraf perkembangan anak usia dini.

Beberapa upaya yang terkait dan akan sangat bermanfaat dalam optimalisasi
pengembangan pendidikan sains pada anak usia dini diantaranya:

10
1. Kurikulum pemgembangan pembelajaran sains bagi anak usia dini dikembangkan
terintegrasi
2. Harusnya dilakukan upaya terus menerus untuk peningkatan mutu pengajar dan staf
lainnya
3. Dalam upaya meningkatkan peran masyarakat, khusunya orang tua
4. Upaya pembuatan kebijakkan, promosi, publikasi kepada masyarakat potensial
5. Masyarakat memilki peran juga mengubah lingkungannya sebelum mengajukan
tuntutan perbaikan pendidikan sains dialamatkan pada guru
6. Menyikapi semua tindakan yang dilakukan
7. Pengembangan pembelajaran sains secara kontinyu dan konsisten
8. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengidentifikasi bantuan pengembangan
pembelajaran sains pada kelompok anak
9. Mengembangkan keunggulan dalam pengembangan pembelajaran sains
10. Melakukan dan menganjurkan perintisan sekolah-sekolah yang berwawasan sains

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berorientasi pada Kebutuhan dan Perkembangan Anak Salah satu kebutuhan


perkembangan anak adalah rasa aman. Oleh karena itu jika kebutuhan fisik anak terpenuhi
dan merasa aman secara psikologis, maka anak akan belajar dengan baik. Dengan demikian
berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang
disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing
anak. Tak terkecuali dalam pembelajaran sains, minat sains anak dapat dibangkitkan melalui
bermain sains yang dirancang agar anak bisa bersosialisasi dengan teman, membangkitkan
motivasi dan rasa ingin tahu.
Bermain Sambil Belajar Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi,
menemukan dan memanfaatkan obyek-obyek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran
menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif untuk
bereksplorasi, mempelajari ketrampilan yang baru dan bermain dapat menggunakan symbol
untuk menggambarkan dunianya.
Selektif, Kreatif, dan Inovatif Materi sains yang disajikan dipilih sedemikian rupa
sehingga dapat disajikan melalui bermain. Proses pembelajaran dilakukan melalui bermain.
Proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa
ingin tahu, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan
pembelajaran hendaknya juga dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya dijadikan
sebagai obyek, tetapi juga subyek dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan
kreativitas dan inovasi guru dalam menyusun kegiatan pembelajaran sains. Kegiatan belajar
di Taman Kanak-kanak dirancang untuk membentuk perilaku dan mengembangkan
kemampuan dasar yang ada pada diri anak usia Taman Kanak-Kanak, dalam pelaksanaan
pembelajaran sains harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak.

B. SARAN

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mempunyai beberapa saran antara lain :
1. Diharapkan guru-guru pendidikan anak usia dini dapat memahami perkembangan
profesinya sendiri
2. Diperlukan antusiasme guru dalam menangani sikap individu tentang perubahan dan
perkembangan anak
12
DAFTAR PUSTAKA

Abin syamsudin dalam Kartadinata (2004) Etika dan Profesi Keguruan. Jakarta. Universitas
Terbuka

Dedi Supriadi. 1998 Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based
Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember 1999.
Hlm. 14-22.
http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/profesi-kependidikan-di-
Indonesia.html
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), Cet. Ke-1, h. 45.
Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996.
Sujiono, Y. N. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks
PurwadarmintO, W.J.S., 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Djamarah, S.B., 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya.Usaha Nasional.
Sardiman, 2001 Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Rajawali
Usman. U.M, 2004.Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya

13
14

Anda mungkin juga menyukai