Anda di halaman 1dari 14

PENYAKIT ANTRAKNOSA DAN BERCAK DAUN(Curvularia) PADA BIBIT

COSTARICA di PEMBIBITAN KELAPA SAWIT TANAH GAMBUT

Sumber: http://kak-oyon.blogspot.com/2012/01/penyakit-antraknosa-dan-bercak.html

Penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam kelompok bercak daun adalah yang disebabkan oleh
jamur-jamur patogenik dari genera Curvularia, Cochiobolus, Drechslera dan Pestalotiopsis
(Turner, 1981). Bercak daun yang disebabkan oleh Curvularia lebih dikenal sebagai hawar daun
curvularia. Penyakit ini terdapat di berbagai perkebunan kelapa sawit di Indonesia, tetapi tingkat
serangannya beragam tergantung pada kondisi lingkungan setempat dan tindakan agronomik
yang dijalankan (Purba, 1996 ; 1997 dan 2001).
Gejala
Umumnya dijumpai di PU tetapi gejala awal bisa jadi telah dimulai sejak di PA. Serangan dapat
terjadi selama periode kering dan basah. Gejala awal tampak berupa bintik kuning pada daun
tombak atau yang telah membuka, bercak membesar dan menjadi agak lonjong dengan panjang
7-8 mm berwarna coklat terang dengan tepi kuning atau tidak, bagian tengah bercak kadang kala
tampak berminyak. Pada gejala lanjut bercak menjadi nekrosis, beberapa bercak menyatu
membentuk bercak besar tak beraturan. Pada beberapa kasus bagian tengah bercak mengering,
rapuh, berwarna kelabu atau coklat muda .
Penyebab
Penyakit bercak daun kelapa sawit disebabkan oleh beberapa spesies jamur, antara lain
Curvularia eragrostidis, Curvularia spp., Drechslera halodes, Cochliobolus carbonus,
Cochliobolus sp, dan Pestalotiopsis sp. Jamur-jamur tersebut menyebar dengan spora melalui
hembusan angin atau percikan air yang mengenai bercak (Turner, 1971 dan 1981 ; Domsch et
al., 1980 ; Ellis, 1976 ; Hanlin, 1990).
Gambar. Gejala hawar daun Curvularia pada bibit
Faktor pendorong
Populasi bibit per satuan luas terlalu tinggi atau terlalu rapat (< 90 cm), atau keadaan pembibitan
yang terlalu lembab. Kelebihan air siraman dan cara penyiraman yang tidak tepat. Kebersihan
areal pembibitan yang kurang terpelihara. Banyak gulma yang merupakan inang alternatif bagi
patogen, terutama dari keluarga Gramineae di dalam atau di sekitar areal pembibitan. Aktivitas
pekerja di pembibitan.
Pengendalian
Menjarangkan letak bibit menjadi ³ 90 cm. Mengurangi volume air siraman sementara waktu.
Penyiraman secara manual menggunakan gembor lebih dianjurkan, dan sebaiknya diarahkan ke
permukaan tanah dalam polibek, bukan ke daun. Mengisolasi dan memangkas daun-daun sakit
dari bibit yang bergejala ringan-sedang, selanjutnya disemprot dengan fungisida thibenzol,
captan atau thiram dengan konsentrasi 0,1-0,2% tiap 10-14 hari, daun pangkalan harus dibakar.
Memusnahkan bibit yang terserang berat.
Selain dua penyakit penting di atas masih ada beberapa penyakit lain antara lain: penyakit busuk
akar, penyakit busuk pupus, penyakit busuk pangkal atas, penyakit marasmius dan penyakit karat
daun. Penyakit-penyakit ini keberadaannya kurang merugikan di perkebunan kelapa sawit.
Sumber: http://kliniksawit.com/penyakit-sawit/bercak-daun.html

Chemical: Thiram

Sumber: http://www.agrocn.com/products/products_2.php?
id=33&gclid=COO4jbjXg7YCFYR66wodvHgAzw
AB V
JAMUR

“Jamur” termasuk organisme eukariotik karena sel penyusunnya telah memiliki membran inti. Sel jamur
juga memiliki dinding sel dari bahan kitin (chitine) yang merupakan polimer karbohidrat mengandung
nitrogen. Zat ini juga terdapat pada eksoskeleton hewan arthropoda, seperti laba-laba dan serangga.
Senyawa kitin bersifat kuat, tetapi fleksibel. Ini berbeda dengan tumbuhan umum yang dinding selnya
tersusun dari selulosa dan bersifat kaku.
Umumnya jamur merupakan organisme bersel banyak (multiseluler), tetapi ada juga yang bersel tunggal
(uniseluler), contohnya jamur ragi tape (Saccharomyces sp).
Tubuh jamur bersel banyak terdiri atas benangbenang halus yang disebut hifa. Kumpulan hifa jamur
membentuk anyaman yang disebut miselium. Pada jamur multiseluler yang hifanya tidak bersekat
(asepta), inti selnya tersebar di dalam sitoplasma dan berinti banyak. Jamur jenis ini disebut jamur
senositik (coenocytic). Sedang yang bersekat umumnya berinti satu dan disebut sebagai jamur monositik
(monocytic). Bentuk jamur mirip dengan tumbuhan, tetapi jamur tidak memiliki daun dan akar sejati.
Beberapa ahli mikologi membagi jamur menjadi dua kelompok berdasarkan bentuk tubuhnya, yaitu
kapang ( mold ) dan khamir ( yeast ).
Kebanyakan jamur termasuk dalam kelompok kapang. Tubuh vegetatif kapang berbentuk filamen
panjang bercabang yang seperti benang, di sebut hifa. Hifa akan memanjang dan menyerap makanan
dari permukaan subtrat ( tempat hidup jamur ). Hifa – hifa membentuk jaring – jaring benang kusut, di
sebut miselium. Beberapa hifa bersifat senositik, artinya hifa – hifa tidak terpisah dalam ruang – ruang
atau sel – sel melainkan membentuk sel raksasa berinti banyak.
Jamur dalam kelompok khamir bersifat uniseluler ( berinti satu ) bentuknya bulat atau oval. Khamir di
temukan hampir di semua tempat, seperti tanah, daun, buah, serta pada tubuh manusia. Khamir juga
penting dalam pembuatan roti dan makanan fermentasi.
A. Jamur memiliki ciri-ciri, antara lain:
1. Tubuh bersel satu atau banyak.
2. Tidak berklorofil, bersifat parasit atau saprofit.
3. Dinding sel dari zat kitin.
4. Tubuh terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa.
5. Hifa bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium.
6. Keturunan diploid singkat.
7. Reproduksi secara aseksual dengan pembentukan spora-spora. Jamur yang hidup di air pada
umumnya dengan spora-spora yang berbulu cambuk, jamur yang hidup di daratan spora-spora ada yang
dibentuk di dalam sel-sel khusus (misalnya pada asci) berupa endospora atau ada yang di luar, yaitu
pada basidium sehingga disebut eksospora.
(Marsusi, 2000:54)
8. Tumbuhan jamur merupakan generasi haploid (n).
B. Reproduksi jamur
Sebagian besar jamur bereproduksi dengan spora mikroskopis, yaitu spora reproduktif, yaitu sel
reproduksi yang tidak motil. Spora biasanya di hasilkan oleh hifa aerial yang terspesialisasi. Hifa areal
pada beberapa jamur membentuk struktur komplek yang di sebut badan buah. Spora di hasilkan dalam
badan buah. Ada tiga bentuk struktur reproduksi pada jamur yaitu gametogonium, sporangium, dan
konidiofor. Gametogonium adalah struktur tempat pembentukan gamet. Sporangium adalah struktur
tempat di bentuknya spora, kondiofor adalah hifa terspesialisasi yang menghasilakn spora aseksual yang
di sebut konidia.
C. Klasifikasi jamur
Jamur di klasifikasifikasikan berdasarkan struktur tubuh dan cara reproduksinya menjadi empat divisi,
yaitu zygomycota, ascomycota, basidiomycota, dan deuteuromycota.
1. Divisi Zygomycota
Sekitar 600 spesies jamur telah diidentifikasi masuk ke dalam divisio Zygomycota. Sebagian besar
mereka merupakan organisme darat yang hidup di tanah atau pada tumbuhan dan hewan yang
membusuk. Ada di antaranya yang membentuk mikorhiza, yaitu asosiasi saling menguntungkan antara
jamur-jamur dari divisio ini dengan tumbuhan tinggi.
Tubuh Zygomycota tersusun atas hifa senositik. Septa hanya ditemukan pada hifa bagian tubuh yang
membentuk alat reproduksi saja. Reproduksi seksualnya melalui peleburan gamet yang membentuk
zigospora. Berikut ini penjelasan lengkapnya:
Zigomycotina memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Hifa tidak bersekat dan bersifat koenositik (mempunyai beberapa inti).
b. Dinding sel tersusun dari kitin.
c. Reproduksi aseksual dan seksual.
d. Hifa berfungsi untuk menyerap makanan, yang disebut rhizoid.
Contoh: Rhizopus stoloniferus

Reproduksi Zygomycotina

a. Aseksual
1) Ujung hifa membentuk gelembung sporangium yang menghasilkan spora.
2) Bila spora jatuh di tempat yang cocok akan tumbuh menjadi hifa baru.
3) Hifa bercabang-cabang membentuk miselium.
4) Tubuh jamur terdiri dari rhizoid, sporangiofor dengan sporangiumnya, dan stolon.
5) Sporangium menghasilkan spora baru.

b. Seksual
1) Dua ujung hifa berbeda, yaitu hifa– dan hifa+ bersentuhan.
2) Kedua ujung hifa menggelembung membentuk gametangium yang terdapat banyak inti haploid.
3) Inti haploid gametangium melebur membentuk zigospora diploid.
4) Zigospora berkecambah tumbuh menjadi sporangium.
5) Di dalam sporangium terjadi meiosis dan menghasilkan spora haploid. Spora haploid keluar, jika jatuh
di tempat cocok akan tumbuh menjadi hifa.
Peranan
Beberapa spesies zygomycota bermanfaat dalam pembuatan makanan mislnya rhizopus oryzae untuk
membuat tempe.

2. Divisi Ascomycota

Lebih dari 600.000 spesies Ascomycota telah dideskripsikan. Tubuh jamur ini tersusun atas miselium
dengan hifa bersepta. Pada umumnya jamur dari divisio ini hidup pada habitat air bersifat sebagai
saproba atau patogen pada tumbuhan. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang hidup bersimbiosis dengan
ganggang membentuk Lichenes (lumut kerak). Strukturnya adalah sebagai berikut:
1. Ciri-ciri Ascomycota
Ascomycota memiliki ciri-ciri, antara lain:
a. Hifa bersekat-sekat dan di tiap sel biasanya berinti satu.
b. Bersel satu atau bersel banyak.
c. Beberapa jenis Ascomycotina dapat bersimbiosis dengan ganggang hijau dan ganggang biru
membentuk lumut kerak.
d. Mempunyai alat pembentuk spora yang disebut askus, yaitu suatu sel yang berupa gelembung atau
tabung tempat terbentuknya askospora. Askospora merupakan hasil dari reproduksi generatif.
e. Dinding sel dari zat kitin.
f. Reproduksi seksual dan aseksual.
Contoh :
a. Sacharomyces cereviceae, untuk pembuatan roti.
b. Penicillium chrysogenum, untuk pembuatan antibiotik penisilin.
c. Penicillium notatum, untuk pembuatan antibiotik penisilin.
d. Neurospora sitophilla, untuk pembuatan oncom.
e. Neurospora crassa, untuk penelitian genetika, karena daur hidup seksualnya hanya sebentar.
2. Reproduksi Ascomycota
Reproduksi dapat dilakukan secara vegetatif (aseksual) dan generatif (seksual).
a. Aseksual
1) Bersel Satu (Uniselluler)
Dengan membentuk tunas, misalnya pada Sacharomyces cereviceae.
2) Bersel Banyak (Multiseluler)
Dengan konidia (konidiospora), misalnya pada Penicillium. Konidiospora, yaitu spora yang dihasilkan
secara berantai berjumlah empat butir oleh ujung suatu hifa, hifa tersebut disebut konidiofor.
b. Seksual
1) Bersel satu
Konjugasi antara dua gametangia (misalnya dua sel Sacharomyces, berfungsi sebagai gametangia),
menghasilkan zigot diploid (2n). Zigot membesar menjadi askus.
2) Bersel banyak
a) Hifa membentuk antheridium dan askogonium (oogonium).
b) Askogonium membentuk tonjolan yang disebut trikogen yang
menghubungkan antara askogonium dan antheridium.
c) Inti-inti askogonium berpasangan dan inti tersebut membelah membentuk hifa yang berisi satu
pasang inti (hifa dikarion= hifa berinti dua).
d) Hifa dikarion kemudian memanjang dan membentuk miselium yang akan membentuk badan buah.
e) Selanjutnya ujung-ujung dikarion membentuk askus.
f) Dua inti sel bersatu, kemudian mengadakan pembelahan meiosis, sehingga terbentuk askospora yang
haploid

3) Basidiomycota
Divisi Basidiomycotina adalah takson dengan Kingdom Fungi yang termasuk spesies yang memproduksi
spora dalam bentuk kubus yang disebut basidium. Secara esensial grup Ascomycota, mempunya 22,300
spesies. Basidiomycotina dibagi menjadi Homobasidimycotina (jamur yang sebenarnya); dan
Heterobasidiomycetes. Basidimycotina dapat dibagi lagi menjadi 3 kelas, Hymenomycotina
(Hymenomycetes), Ustilaginomycotina (Ustilaginomycetes), dan Teliomycotina (Urediniomycetes).
Basidimycotina mempunyai bentuk uniseluler dan multiseluler dan dapat bereproduksi secara generatif
dan vegetatif. Habitat mereka ada di terrestrial dan akuatik dan bisa dikarakteristikan dengan melihat
basidia, mempunyai dikaryon.

Daur hidup
Basidiomycetes mempunyai sistem reproduksi yang aneh. Kebanyakan merupakan heterotolik, tapi
dengan bipolar atau tetrapolar sistem kawin. Biasanya, somatogami (hyphogami) dilakukan.
Kebanyakan Basidiomycetes hidup sebagai dikariotik, miselium, dengan karyogami dan meiosis terjadi di
basidium. Berikut contoh diploid daur hidup: genus Xerula kadang ditemukan memproduksi klon diploid
sebagai spora, dan Armillaria, patogen hutan biasa, mempunyai miselium yang diploid, dimana
karyogami mengikuti plasmogami. Spora vegetatif (konidia) juga ditemukan di basidiomycetes.
4 ) Deuteromycota
Deuteromycota atau Jamur tak sempurna adalah jamur yang belum di ketahui cara reproduksi
seksulanya. Deuteromycota bereproduksi aseksual dengan spora vegetatif. Kelompok jamur ini tidak
diketahui cara reproduksi generatifnya sehingga disebut juga jamur imperpekti. Hifa berukuran
bersekat-sekat dan tubuhnya mikroskopis. Deuteromycota memiliki empat ordo:
Berikut anggota Deuteromycota:
1. Chladosporium
2. Curvularia
3. Trichophyton
4. Aspergillus oryzae
5. A. wentii
6. A. flavus
7. A. fumigatus
8. Fusarium

Siklus hidup
Reproduksi aseksual dengan menghasilkan konidia atau menghasilkan hifa khusus disebut konidiofor.
Kemungkinan jamur ini merupakan suatu perkembangan jamur yang tergolong Ascomycocetes ke
Basidiomicetes tetapi tidak diketahui hubungannya.
Cara hidup
Jamur ini bersifat saprofit dibanyak jenis materi organic, sebagai parasit pada tanaman tingkat tinggi ,
dan perusak tanaman budidaya dan tanaman hias. Jamur ini juga menyebabkan penyakit pada manusia ,
yaitu dermatokinosis (kurap dan panu) dan menimbulkan pelapukan pada kayu. Contoh klasik jamur ini
adalah monilia sitophila , yaitu jamur oncom. Jamur ini umumnya digunakan untuk pembuatan oncom
dari bungkil kacang. Monilia juga dapat tumbuh dari roti , sisa- sisa makanan, tongkol jagung , pada
tonggak – tonggak atau rumput sisa terbakar, konodiumnya sangat banyak dan berwarna jingga.
Fase pembiakan secara vegetative pada monilia sp. Ditemukan oleh dodge (1927) dari amerika serikat,
sedangakan fase generatifnya ditemukan oleh dwidjoseputro (1961), setelah diketahui fase
generatifnya, kenudian jamur ini dimasukkan golongan ascomycocetes dan diganti namanya menjadi
Neurospora sitophilla atau Neurospora crassa.
Reproduksi generative monilia sp dengan menghasilkan askospora. Askus – askus yang tumbuh pada
tubuh buah dinamakan peritesium, tiap askus mengandung delapan spora.
Contoh lain jamur yang tidak diketahui alat reproduksi seksualnya antara lain : chalado sporium,
curvularia, gleosporium, dan diploria. Untuk memberantas jamur ini digunakan fungisida , misalnya
lokanol dithane M-45 dan copper Sandoz.
B. Mikoriza
Adalah struktur yang terbentuk karena adanya simbiosis jamur dan akar tumbuhan tinggi. Frank, ahli
Botani berkebangsaan Jerman, merupakan orang yang pertama kali emnemukan hubungan simbiosis
antara akar tumbuhan dan jamur yang dinamakan Mikoriza pad atahun 1885.
Tipe Mikoriza ditinjau dari struktur anatomi, adalah sebagai berikut:
a.Ektomikoriza
Jamur ini tubuh buahnya seperti payung, bola atau alat bulat, hifanya hanya menembus korteks. Jamur
ini tidak dapat tumbuh dan bereproduksi tanpa bersimbiosis dengan akar tumbuhan inangnya. Dari
tumbuhan inagnya jamur memperoleh bahan makanan seperti gula, vitamin, asam amino, dan makanan
lainya, sedangkan tumbuhan inangnya mendapatkan air dan unsur – unsur dari tanah lebih banyak.
Jamur ini bersimbiosis dengan tanaman pinus bentuknya seperti payung.
b.Endomikoriza
Jamur ini bersimbiosis pada akar yang hifanya menembus sampai pada sampai pada sel – sel korteks.
Terdapat pada akar tanaman anggrek, kol, bit, dan berbagai pohon. Endomikoriza dapat hidup tanpa
bersimbiosis dan terdapat pada berbagai jenis pohon, di tanah, dan tidak memiliki inang khusus. Pada
tanaman polong – polongan, jamur ini dapat merangsang pertumbuhan bintil – bintil akar yang
bersimbiosis dengan rhizobium.
Keuntungan tumbuhan dengan adanya Mikoriza adalah sebagai berikut:
1) Pertumbuhannya lebih cepat dan dapat meningkatkan penyerapan unsur harta (terutama fosfat)l –
sel korteks.
2)Tumbuhan lebih tahan kekeringan karena Mikoriza dapat meningkatkan ketersediaan air
3)Mikoriza melindungi akar dari infeksi organisme yang patogen
4)Mikoriza dapat membentuk hormon auksin, sitokinin, dan giberelin yang berpengaruh dalam
peningkatan pertumbuhan tumbuhan
Sumber: http://artikelcasini.blogspot.com/2010/01/bab-v-jamur-jamur-termasuk-organisme.html

b. Fungi (jamur)
Berdasarkan struktur tubuhnya, jamur digolongkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah
(Thallophyta), tetapi jika dilihat dari ada tidaknya klorofil maka jamur dikelompokkan tersendiri,
tidak dijadikan satu kelompok dengan tumbuhan yang lain. Jamur tidak mempunyai klorofil
maka tidak dapat mensintesa sendiri makanan yang diperlukan. Mereka mengambil dari sisa-sisa
organisme dan mencernanya dengan cara enzimatis. Karena suhu dan kelembaban yang tinggi
maka di Indonesia ditemukan banyak sekali jamur dari berbagai jenis.

Berbagai jenis jamur

Jamur dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu.


1) Oomycotina (contoh: Pithium sp, Phytophora sp),
2) Zygomycotina (contoh Rhizopus oryzae, Rhizopus nigricans),
3) Ascomycotina (contoh: Saccharomyces crevice, Penicillium notatum),
4) Basidiomycotina (contoh: Volvariella volvacea, Puccinia graminis),
5) Deuteromycotina (contoh Chladosporium sp, Curvularia sp).
c. Lumut kerak (Lichenes)

Sumber : http://budisma.web.id/materi/sma/kelas-x-biologi/klasifikasi-morfologi-tumbuhan/

Fungisida
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari


Struktur 3-dimensi salah satu contoh fungisida, diiodometil-p-tolilsulfon

Fungisida adalah pestisida yang secara spesifik membunuh atau menghambat cendawan
penyebab penyakit.[1] Fungisida dapat berbentuk cair (paling banyak digunakan), gas, butiran,
dan serbuk.[1] Perusahaan penghasil benih biasanya menggunakan fungisida pada benih, umbi,
transplan akar, dan organ propagatif lainnya, untuk membunuh cendawan pada bahan yang akan
ditanam dan melindungi tanaman muda dari cendawan patogen.[1] Selain itu, penggunaan
fungisida dapat digunakan melalui injeksi pada batang, semprotan cair secara langsung, dan
dalam bentuk fumigan (berbentuk gas yang disemprotkan).[1] Fungisida dapat diklasifikasikan
menjadi dua golongan, yaitu fungisida selektif (fungisida sulfur, tembaga, quinon, heterosiklik)
dan non selektif (fungisida hidrokarbon aromatik, anti-oomycota, oxathiin, organofosfat,
fungisida yang menghambat sintesis sterol, serta fungisida sistemik lainnya).[2]

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Fungisida

KUPAS TUNTAS PENYAKIT BERCAK DAUN PADA BERBAGAI TANAMANAN


KEHUTANAN "

Oleh: Zaidil Firza - 16/12/2011 - 01:54:28


Kata Kunci: bercak daun, tanaman kehutanan

KUPAS TUNTAS PENYAKIT BERCAK DAUN


PADA BERBAGAI TANAMANAN KEHUTANAN

I. LATAR BELAKANG

Pengolahan hasil hutan tidak hanya hasil hutan berupa kayu, namun hasil hutan non-kayu juga harus
dipertimbangkan. Selain kayu, daun dan ranting juga dapat dimanfaatkan, seperti pada Eucalyptus
urophyllayang dapat diekstraksi menjadi minyak atsiri yang berguna untuk bahan desinfektan,
insektisida, fungisida, dan lain-lain (Sumadiwangsa, 1973). Namun, dalam kegiatan penanaman di
persemaian maupun di lapangan, tanaman-tanaman kehutanan seringkali ditanam secara monokultur,
sehingga sering timbul masalah gangguan penyakit hutan.
Penyakit tanaman merupakan suatu gangguan proses fisiologi pada tanaman yang timbul akibat
gangguan yang terjadi pada keseimbangan antara lingkungan dan penyebab penyakit, ditunjukkan oleh
perubahan bentuk morfologi bagian tanaman. Proses terjadinya penyakit dapat berlangsung apabila ada
tiga factor yang saling berinteraksi. Tiga faktor tersebut antara lain; adanya penyebab penyakit
(patogen) yang virulen, adanya tanaman inang yang rentan, dan kondisi lingkungan yang mendukung
proses terjadinya penyakit tersebut.
Salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman kehutanan adalah penyakit bercak daun. Penyakit
bercak daun ini apabila tidak dikendalikan akan mengakibatkan matinya jaringan daun, kemudian daun
menjadi kering dan rontok, penularan penyakit dari daun ke daun sangat cepat hingga seluruh daun
pada tanaman tersebut rontok, tanaman menjadi kering dan meranggas, hingga akhirnya menyebabkan
kematian.

II. TUJUAN

Untuk mengetahui gejala, jenis patogen, dan teknik pengendalian penyakit bercak daun pada berbagai
tanaman kehutanan. Informasi yang disajikan akan sangat berguna sebagai dasar pengambilan
keputusan tindakan pencegahan dan penanggulangan yang efektif dan efisien.

III. TINJAUAN PUSTAKA


Penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam kelompok bercak daun adalah yang disebabkan oleh fungi
patogenik dari genera Curvularia, Cochiobolus, Drechslera dan Pestalotiopsis (Turner, 1981). Tingkat
serangannya beragam tergantung pada kondisi lingkungan setempat dan tindakan silvikultur yang
dijalankan.
Di bidang agro, dikenal dua macam penyakit bercak daun, yaitu:
- Penyakit bercak daun awal.
- Penyakit bercak daun lambat.
Serangan kedua penyakit ini dimulai dari daun-daun pada bagian tanaman sebelah bawah, kemudian
menjalar ke daun-daun bagian atas. Adapun gejalanya sebagai berikut:
1. Penyakit Bercak Daun Awal
Gejala penyakit mulai timbul pada awal pertumbuhan. Daun yang terserang terdapat bercak-bercak
berbentuk bulat, berwarna coklat tua dan dikelilingi warna kuning yang sangat jelas. Tanaman yang
terserang berat, daunnya mengering, rontok, dan batangnya berwarna kehitaman.
2. Penyakit Bercak Daun Lambat
Gejala timbul pada tanaman yang lebih tua. Bercak yang timbul mirip dengan bercak daun awal, tetapi
warnanya kehitaman dan kadang-kadang mempunyai batas warna kuning yang tipis. Gejala serangan
penyakit bercak daun lambat juga dijumpai pada batang, tangkai daun, maupun stipula berupa bercak
memanjang berwarna hitam.

Jika tidak dikendalikan dengan baik, daun akan mengalami kekeringan, dan akhirnya rontok, meranggas,
serta menyebabkan kematian pada tanaman. Penyakit bercak daun bukan merupakan penyakit tular biji
(seed born disease) dan intensitas serangan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan tindakan
silvikultur yang dilakukan dalam perawatan tanaman. Tindakan silvikultur yang tepat dan efektif, sangat
membantu menekan perkembangan penyakit bercak daun hingga tingkat sangat rendah dan terkendali.

IV. PEMBAHASAN

a. Gejala Penyakit
Penyakit bercak daun gejalanya diawali dengan adanya bercak/noda pada daun dengan ukuran kecil tak
beraturan, lama kelamaan bercak berkembang menjadi besar, warna bercak coklat keabu-abuan di
bagian tengah dan sekelilingnya berwarna coklat kekuning-kuningan. Bercak akhirnya meluas menjadi
bentuk bercak nekrotik. Pada bercak yang tua (jaringan daun telah mati) tumbuh bintik-bintik kecil
berwarna coklat kehitaman-hitaman. Pada serangan berat, infeksi diawali pada helaian daun dekat
tangkai dengan warna hijau kotor, coklat, sampai kehitam-hitaman. Helai daun layu, akhirnya daun-daun
rontok, sehingga pohon kering meranggas tanpa daun. Boyce (1961) menyebutkan bahwa ciri khas dari
penyakit bercak daun adalah terbentuknya daerah-daerah mati pada daun (nekrotik), dengan ukuran
yang bervariasi mulai dari kecil sampai yang besar, bulat sampai bersiku atau tak beraturan, jaringan
yang mati tidak menyeluruh kecuali apabila sejumlah bercak saling menyatu dan membentuk bercak
yang luas, sehingga jaringan daun mati. Tubuh buah dari fungi (patogen) umumnya terbentuk pada
jaringan yang mati, terlihat sebagai noda coklat sampai kehitam-hitaman, di dalam tubuh buah
terbentuk spora.
Pengaruh pathogen terhadap fungsi fisiologi tumbuhan, terutama fotosintesis dapat diuraikan sebagai
berikut; fotosintesis merupakan fungsi dasar tumbuhan hijau yang membuatnya dapat merubah energi
cahaya menjadi energi kimia, selanjutnya dapat digunakan tumbuhan dalam aktivitas-aktivitas selnya.
Mengingat pentingnya peranan fotosintesis dalam kehidupan tumbuhan, maka jelas terlihat bahwa
apabila terjadi gangguan oleh patogen terhadap fotosintesis akan menghasilkan keadaan sakit pada
tumbuhan. Gangguan patogen terhadap fotosintesis jelas terlihat dari klorosis dan nekrotik yang meluas
akibat patogen, seperti halnya bercak daun yang menyerang E. urophylla menyebabkan kerusakan
jaringan daun atau defoliasi (pengguguran daun), sehingga proses fotosintesis akan menurun, karena
luas permukaan daun yang berfotosintesis menjadi berkurang (Agrios, G.N, 1988).

b. Identifikasi Patogen dan Faktor Pendorong


Jenis patogen yang menyebabkan penyakit bercak daun adalah jenis fungi dengan hifa bersekat. Hasil
penyimpanan contoh daun yang terserang penyakit dalam kelembaban diperoleh bintik-bintik coklat tua
agak kehitaman yang merupakan tubuh buah fungi. Bintik tersebut diamati secara mikroskopis,
merupakan tubuh buah yang bentuknya agak membulat, dengan lubang pengeluaran yang disebut
ostiole (Ngatiman &A. Illa, 2006). Jenis-jenis fungsi yang berperan sebagai patogen penyakit bercak daun
antara lain: Macrophoma sp. pada E. Urophylla, Botryodiplodia sp. pada anakan Pulai (Alstonia sp.),
Curvularia sp., Drechslera halodes, Cochliobolus carbonus, Cochliobolus sp, Pestalotiopsis sp.,
Helminthosporium sp., Cylindrocladiumsp.,Marssonina coronaria J.J. Davis, dengan gejala yang serupa
namun dengan variasi dalam proses terjangkitnya. Fungi-fungi tersebut menyebar dengan spora melalui
hembusan angin atau percikan air yang mengenai bercak (Turner, 1971 dan 1981; Domsch et al.,1980;
Ellis, 1976; Hanlin, 1990).
Konidia fungi berukuran sangat kecil dan diproduksi dalam jumlah besar pada permukaan daun dan
batang yang terserang patogen. Percikan air hujan atau air siraman, serangga, siput, dan manusia dapat
menyebarkan konidia patogen ke seluruh areal tanaman. Penyebaran penyakit yang utama biasanya
terjadi pada saat pemindahan tanaman sakit dari satu lokasi ke lokasi lain. Fungi dapat bertahan pada
rhizoma dan jaringan mati. Padasaat lingkungan tidak memungkinkan untuk hidup, patogen
mempertahankan dirinya dengan membentuk sklerotia, yaitu kumpulan hifa dengan dinding sel yang
tebal berbentuk bulatan kecil. Biasanya sklerotia berwarna coklat muda dan mudah dikenali karena
dapat dilihat dengan mata telanjang. Ketika kondisi lingkungan mendukung kebutuhan hidupnya,
sklerotia akan berkecambah dan kembali memulai siklus hidupnya. Oleh karena itu, fungi penyebab
bercak daun dapat bertahan di dalam tanah tanpa tanaman inang dalam waktu yang lama.
Beberapa faktor pendorong terjadinya penyakit bercak daun. antara lain; keadaan tanaman yang terlalu
rapat (jarak tanam), kondisi lingkungan yang terlalu lembab, kelebihan air pada media tanam,
kebersihan yang kurang terpelihara, dan banyaknya gulma yang merupakan inang alternatif bagi
patogen, terutama gulma dari familia Gramineae.

c. Pengendalian
Kelembapan yang tinggi di daerah tropis sangat baik bagi pertumbuhan tanaman, tetapikondisi seperti
itu ditambah dengan cahaya yang sedikit akan menghasilkan tanaman yang lemah dengan daun yang
tebal. Daun yang demikian sangat mudah terinfeksi patogen dan penyakit akan berkembangdengan
cepat. Pengendalian penyakit bercak daun yang disebabkan oleh berbagai fungi, dapat dilakukan dengan
cara silvikultur teknis,aplikasi fungisida kimia dan hayati.
Pengendalian secara silvikultur teknis meliputi pengaturan jarak tanam, sanitasi, serta waktu dan
carapenyiraman. Kelembapan sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyakit. Penanaman
dengan jarak tanam yang agak jarangdapat mengurangi kelembapan danmenurunkan intensitas
penyakit.Sanitasi seperti membuang danmembakar daun yang sakit, daun tua,daun yang jatuh, rhizoma
dan akaryang terserang penyakit, sertarumput atau tanaman lain di sekeliling kebun sangat penting
untukmencegah penyebaran penyakit.Lakukan penyiraman pada pagi hari agar daun telah kering pada
malam hari. Siram tanaman pada media tanam, sedapat mungkin hindarimembasahi daun.
Pengendalian lain dapat dilakukan dengan aplikasi fungisida biologi. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan, penambahan cendawanantagonis (cendawan yang dapatmenghambat pertumbuhan
cendawan patogen) seperti Gliocladiumsp. dan Trichoderma sp. ke dalamtanah akan membantu
mengurangijumlah patogen di dalam tanah danmenginduksi ketahanan tanamanterhadap penyakit.
Kedua cendawan antagonis tersebut juga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertumbuhan
tanaman. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Hias menunjukkan bahwa pemberian komposyang
mengandung Gliocladium (Gliocompost) meningkatkan kualitas dan kuantitas bunga padatanaman hias.
Bunga menjadi lebihbanyak dengan warna daun lebih gelap dan berkilat.
Fungisida kimia yang bersifat kontak dengan bahan aktif mankozeb dapat mengendalikan penyakit
bercak daun yang disebabkan oleh fungi penyebab bercak daun. Namun, sebaiknya penggunaan
fungisida kimia menjadi pilihan terakhir. Jikaterpaksa digunakan, hendaknya dipilih fungisida yang tepat
dengan dosis dan waktu yang sesuai dengan anjuran yang terdapat padalabel fungisida.

V. KESIMPULAN
- Gejala
Adanya bercak/noda pada daun, warna bercak coklat keabu-abuan di bagian tengah dan sekelilingnya
berwarna coklat kekuning-kuningan dan akhirnya meluas menjadi bentuk bercak nekrotik. Pada bercak
yang tua, tumbuh bintik-bintik kecil berwarna coklat kehitaman-hitaman. Pada serangan berat, infeksi
diawali pada helaian daun dekat tangkai dengan warna hijau kotor, coklat, sampai kehitam-hitaman.
Helai daun layu, akhirnya daun-daun rontok, sehingga pohon kering meranggas tanpa daun.

- Jenis Patogen
Macrophoma sp. pada E. Urophylla, Botryodiplodia sp. pada anakan Pulai (Alstonia sp.), Curvularia sp.,
Drechslera halodes, Cochliobolus carbonus, Cochliobolus sp, Pestalotiopsis sp., Helminthosporium sp.,
Cylindrocladium sp., Marssonina coronaria J.J. Davis, dengan gejala yang serupa namun dengan variasi
dalam proses terjangkitnya.

- Teknik Pengendalian
Pengendalian penyakit bercak daun yang disebabkan oleh berbagai fungi, dapat dilakukan dengan cara
silvikultur teknis, aplikasi fungisida kimia dan hayati.

VI. DAFTAR REFERENSI

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Menangani Penyakit Bercak Daun dan Antraknosa di Pembibitan Kelapa Sawit. Flyer
Pusat Penelitian Kelapa Sawit IOPRI.
Anonim. 2000. Penyakit Utama pada Kacang Tanah dan Cara Pengendaliannya. Lembar Informasi
Pertanian, II (11): 1-2.
Elviera, D. 1995. Deskripsi Fungi Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Anakan Pulai (Alstonia
pneumatophore Back.). Bogor: Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.
Ngatiman &A,Illa. 2006. Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Ekaliptus. Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman, III (3): 183-191.
Yusuf, E.S. 2010. Penyakit Bercak Daun Pada Leatherleaf. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, XXXII (4): 10-13.

DAFTAR LAMAN

Anonim. 2011. Klinik Sawit, 2011: Bercak Daun , (Online), (http://kliniksawit.com/index.php/penyakit-


sawit/bercak-daun.html ,
diakses 28 April 2011).

Anonim. 2010. Klinik Tani Online 2010-2011: Penyakit Bercak Daun (Marssonina coronaria J. J. Davis) ,
(Online),
(http://www.kliniktani.com/?p=7 , diakses 28 April 2011).
Share

Keterangan Penulis Artikel:


Nama: Zaidil Firza
E-mail: zaidil-firza@hotmail.com
Nama Institusi: Fakultas Kehutanan UGM
Alamat Institusi: Jl. Agro No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai