Anda di halaman 1dari 13

Diskusi

Kelompok 4
TIB
By Claudia Alves
Anggota Kelompok 4
Adinda Ahda Sabila (21011216 )
Arief Dedy Dharmawan (21011231)
Ega Arman (21011113)
Katleya Rana Anugra (21011041)
Nathasya Permata Lovery (21011292)
Nia Desna Putri (21011170)
Video 1
Pada video ini menjelaskan awal mula penggunaan tes inteligensi dan bakat, yang dimulai dari
dinasti Han dimana tes ini digunakan dalam pemerintahan, pertenakan, dan pertanian bahkan
dalam bidang militer. Di negara Perancis tes ini terdapat pada pemadam kebakaran seperti
seberapa cepat pemadam kebakaran menaiki tangga dan memadamkan api, di Kanada tedapat
seleksi menjadi diplomat dilihat dari seberapa banyak bahasa yang di kuasai oleh seseorang.
Karena adanya perbedaan mengenai tes kemampuan dengan berbagai tujuan dan profesi maka
muncullah standardized test, atau tes yang bisa dilakukan untuk semua orang dengan waktu yang
telah ditentukan. Namun, terjadi kontra jika tes disamakan seperti di sekolah ada siswa yang hebat
dalam perhitungan, penalaran ataupun berpikir kritis dan lain sebagainya, maka dari itu sebuah
tes haruslah memiliki validitas dan reabilitas.
Video 2
Intelegensi adalah kemampuan untuk
belajar dari pengalaman, pemecahan
masalah, dan menggunakan untuk
beradaptasi dengan pengalaman
baru. Sedangkan tes intelegensi yaitu
tes yang digunakan untuk mengukur
dan membandingkan kemampuan
mental dengan skor numerik.
Sekitar abad ke 20, psikolog Inggris, Charles Spearman mengusulkan bahwa setiap individu memiliki
satu kecerdasan umum menyeluruh yang mendasari kemampuan mental yang spesifik, yaitu
Faktor-G. Spearman mengakui bahwa walaupun orang bisa punya talenta khusus seperti
memainkan bola basket atau solo saxophone atau permainan teka-teki, hal-hal tersebut masih
termasuk "G". Dan dia membantu mengembangkan prosedur statistikal yang disebut analisis faktor
untuk mencoba menemukan bagaimana kluster keterampilan tertentu dapat berhubungan satu
sama lain. Seperti orang yang tes kemampuan spasialnya bagus mungkin bagus dalam
perhitungan. Lalu kita bisa menunjuk kepada kluster atau faktor tersebut sebagai penafsiran spasial-
numerik. Tapi bagi Spearman, Faktor-G adalah faktor super yang terhubung pada semua perilaku
kecerdasan, dari arsitektur ke penyembuhan lalu kemampuan bertahan hidup, dan itu mengapa
orang yang salah satu tes kognitifnya baik, akan baik pula dalam bidang lain.
L. L. Thurstone, pionir psikometrik Amerika dan salah satu penantang teori Spearman, tidak suka
mengurutkan orang dari satu skalanya. Walaupun ide mereka tidak selalu serasi, Spearman dan
Thurstone membuka jalan untuk lebih banyak teori kontemporer pada kecerdasan.

Contohnya, psikolog Amerika Howard Gardner melihat kecerdasan sebagai berbagai kemampuan
yang muncul dalam bentuk berbeda-beda. Dia mencontohkan kerusakan otak dimana satu
kemampuan bisa hancur sementara yang lainnya tetap sempurna. Penderita Savant biasanya
memiliki kemampuan mental terbatas tapi punya satu kemampuan luar biasa. Bagi Gardner, ini
menunjukkan bahwa kita punya berbagai kecerdasan melebihi Faktor-G. Bahkan dia percaya kita
memiliki 8 kecerdasan, mulai dari kemampuan dalam angka dan kata hingga memahami ruang
fisik dan dunia alami.
Psikolog Amerika Robert Sternberg dasarnya setuju dengan Gardner, walaupun dia meringkasnya
menjadi tiga kecerdasan:

1. Analitikal atau kecerdasan memecahkan masalah,


2. Kecerdasan kreatif atau kemampuan adaptasi dengan situasi baru,
3. Kecerdasan praktikal untuk tugas sehari-hari.

Kedua model ini tampak masuk akal, dan karya Gardner serta Sternberg telah membantu para guru
mengapresiasi berbagai talenta siswa. Namun penelitian menyebutkan bahwa semua cara untuk
menjadi cerdas ini tak lepas dari faktor dasar kecerdasan yang mendasarinya.
Kecerdasan emosional, dibentuk pada 1997 oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer.

Memahami emosi berarti mampu untuk mengenalinya pada wajah, atau bahkan pada musik,
film, dan cerita.
Mengerti emosi berhubungan kepada kemampuan untuk memprediksi emosi dan bagaimana
mereka bisa berubah.
Mengendalikan emosi berarti mengetahui bagaimana mengekspresikan dirimu dengan tepat
dalam berbagai situasi.

Dan akhirnya, kecerdasan emosional juga berarti menggunakan emosi untuk beradaptasi atau
berpikir kreatif; seperti tahu bagaimana cara menghadapi konflik atau menenangkan teman yang
sedih atau untuk bekerja yang baik dengan orang lain. Tidak jauh berbeda dari kecerdasan kreatif,
kecerdasan emosional bisa diukur hingga tingkat tertentu melalui tes.
Percobaan pertama untuk mengukurnya di daerah Barat dimulai oleh ilmuwan Inggris Francis
Galton pada 1800. Mencontoh dari teori seleksi alam sepupunya yang terkenal Charles Darwin,
Galton berpikir bagaimana premis tersebut bisa memanjang menuju kemampuan alami manusia
dalam hal kecerdasan. Dia menyebut bahwa kecerdasan kita banyak berhubungan dengan
hereditas, jadi jika kita mendukung orang cerdas untuk saling berkembang biak, kita bisa saja
membuat sebuah ras super jenius. Studi yang bermaksud untuk meningkatkan populasi manusia
secara selektif, khususnya dengan mendukung perkembangbiakkan beberapa orang dan
menjatuhkan beberapa lainnya ini disebut "eugenika". Istilah yang dibuat sendiri oleh Galton.
Sekitar pergantian abad ke 20 dimana eugenika mulai terkenal, pemerintah Perancis memandatkan
semua anak harus masuk sekolah. Kebanyakan anak-ana belum pernah ada di dalam sebuah kelas
dan gurunya ingin tahu bagaimana mereka bisa membedakan anak yang membutuhkan atau anak
yang perlu bantuan ekstra. Alfred Binet dan Theodore Simon, dua psikolog Perancis yang diberi tugas
mengembangkan tes untuk mengukur usia mental anak.
Konsep dari usia mental anak pada dasarnya adalah level kemampuan dihubungkan dengan usia
kronologikal tertentu. Binet percaya tesnya bisa mengukur kemampuan mental seorang anak, tapi
kemampuan tersebut tidak kaku atau tetap. Dia percaya kemampuan seseorang bisa ditingkatkan
dengan perhatian yang tepat, disiplin diri dan latihan. Dengan kata lain, eugenika tidak ada.
Psikolog Jerman William Stern menggunakan revisi karya Binet dan Simon untuk menciptakan
pengukuran kemampuan inteligen atau IQ (Intelligence Quotient). Profesor Stanford, Lewis Terman
mulai mempromosikan penggunaan luas tes inteligen pada awal 1900, dan berkat bantuannya
pemerintah Amerika Serikat memulai tes inteligen besar-besaran pertama dunia pada rekrutmen
prajurit PD 1 dan imigran baru.
Para Nazi, Hitler, dan anak buahnya mengambil ide tes inteligen sebagai konklusi yang jauh lebih
buruk. Para Nazi sangat tertarik untuk menyingkirkan "pikiran-pikiran dangkal" dan sifat-sifat
yang tidak diinginkan saat sedang mencari cara untuk menguatkan ras mereka. Para Nazi
mensterilisasikan atau mengeksekusi ratusan ribu korban berdasarkan jawaban mereka pada
pertanyaan tes IQ yang sebenarnya lebih kepada mengikuti norma sosial daripada hanya mengukur
kecerdasan semata.
Sebagai Mahasiswa Psikologi...
Menanggapi video kontroversi tersebut, munculnya berbagai teori tidak lepas dari kritikan,
pertentangan dari para tokoh. Munculnya teori lain karena untuk menyempurnakan atau
menambahkan kekurangan dari teori yang ada. Perkembangan tes inteligensi diutarakan oleh
beberapa tokoh yang mengemukakan pendapatnya mengenai tes inteiigensi maka dari itu tidak
jarang dari mereka ada yang bertentangann dan munculnya teori baru mengenai tes inteligensi
lainnya
Seperti menurut Spearman, setiap individu memiliki satu kecerdasan umum menyeluruh yang
mendasari kemampuan mental yang spesifik dan kemampuan tersebut saling berhubungan
dengan kemampuan lainnya. Misalnya seorang anak yang hasil tes spasialnya bagus, juga memiliki
kemampuan dalam bidang perhitungan. Sedangkan menurut Thurstone, dimana setiap individu
memiliki potensi masing-masing. Umumnya banyak ditemui bahwa, misalnya anak yang kurang
dalam pemahaman perhitungan (angka) tetapi dia bisa dalam bidang seni. Seseorang akademisi
dan jenius yang kreatif, namun cukup lemah dalam bentuk lain kecerdasan: bentuk emosional.
Kecerdasan emosional berarti menggunakan emosi untuk beradaptasi atau berpikir kreatif; seperti
tahu bagaimana cara menghadapi konflik atau menenangkan teman yang sedih atau untuk
bekerja yang baik dengan orang lain. Tidak jauh berbeda dari kecerdasan kreatif, kecerdasan
emosional bisa diukur hingga tingkat tertentu melalui tes.

Anda mungkin juga menyukai