Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PSIKOLOGI

DOSEN PENGAMPU : Ns. Titin Aprilatutini,S.Kep.,M.Pd

NAMA KELOMPOK :

1. DIAZ MAHARANI
2. LISTYANA HAFSAH
3. VIVINA CAHYA
4. MENTARI SAPUTRI
5. ROSSY

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS BENGKULU
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman di era globalisasi semakin pesat dikarenakan pertukaran


informasi yang juga semakin cepat. Hal ini menyebabkan pembelajaran setiap siswa di
bumi semakin mudah dalam meningkatkan pengetahuannya. Setiap negara
mempersiapkan generasinya dengan berbagai macam metode pendidikan untuk
meningkatkan kualitas bangsanya. Bukan hanya pendidikan yang meningkatkan kualitas
secara akademisnya, tetapi juga meningkatkan intelegensinya.

Intelegensi adalah hal yang sangat penting dalam persaingan global ini. Seseorang
dengan intelegensi yang lebih tinggi mampu mempengaruhi orang-orang dengan inteegensi
yang lebih rendah darinya. Intelegensi tidak apat diukur dengan tinggi rendahnya tingkat
akademisnya. Intelegensi seseorang berkembang seiring dengan kemampuan seseorang
dalam menghadapi masalah. Ketika seseorang memperolah informasi baru dan
menerapkannya dalam memecahkan masalah yang dihadapinya maka intelegensi orang
tersebut telah meningkat, dan begitu seterusnya.

B. Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang intelegensi.
informasi tentang intelegensi sangat penting bagi setiap orang agar dapat meningkatkan
tingkat intelegensinya.
BAB II

ISI

A. Definisi

Menurut Chaplin dalam Rufaidah intelegensi diartikan sebagai:

(1) Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan
efektif.

(2) kemampuan .menggunakan konsep abstrak secara efektif. Garrt menyatakan bahwa
inteligensi setidak-tidaknya mencakup kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan
masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol.
Bischop mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan berbagai
jenis masalah. Alfred menyatakan ntelegensi sebagai penilaian atau disebut juga akal yang
baik (good sense), berfikir praktis (practical sense), inisiatif, kemampuan untuk
menyesuaikan diri sendiri pada keadaan serta kritik pada diri sendiri.

Menurut Stern dalam Sujanto intelegensi adalah kesanggupan jiwa untuk dapat
menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam suatu situasi yang baru. V. Hees
menyatakan bahwa intelegensi adalah sifat kecerdasan jiwa.

Pengertian intelegensi secara singkat adalah kemampuan seseorang dalam


menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Lingkungan baru yang dimaksud adalah
kondisi yang orang tersebut belum pernah alami, dengan demikian kondisi tersebut bisa
dikatakan dengan masalah baru.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi

Pendidikan memiliki kewajiban dan tugas untuk mengembangkan intelegensi


peserta didik agar berfungsi secara optimal. Sujanto mengidentifikasikan beberapa faktor
yang mempengaruhi intelegensi yaitu:

1. Pembawaan, ialah segala kesanggupan kita yang telah kita bawa sejak lahir, dan yang
tidak sama pada tiap orang.

2. Kemasakan, ialah saat munculnya suatu daya jiwa kita yang kemudian berkembang dan
mencapai saat puncaknya.

3. Pembentukan, ialah segala faktor luar yang mempengaruhi intelegensi di masa


perkembangannya.

4. Minat, inilah yang merupakan motor penggerak dari inelegensi kita.


Menurut Kohnstamm dalam Sujianto intelegensi itu dapat dikembangkan. Tetapi harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Dan hanya mengenai segi kwalitasnya saja. Syarat-syarat
itu ialah:

1. Bahwa pengembangan itu hanya sampai pada batas kemampuannya saja. Pengembang
tidak dapat melebihi batas itu. Dan setiap orang mempunyai batas-batas yang berlainan.

2. Terbatas juga pafa mutu intelegensi. Artinya seseorang tidak akan selesai
mengerjakan sesuatu diatas mutu intelegensinya.

3. Perkembangan intelegensi, bergantung pula kepada cara berfikir yang metodis.

C. Model-model Kecerdasan Alami

Beberapa model yang berbeda telah diusulkan untuk mengkategorikan inteligensi


(Sternberg dalam ). Apa saja perbedaan dan persamaan dari model yang satu dengan yang
lain?

1. Model Psikometrik

Spearman (1904, 1927) menyatakan teori kecerdasan dua faktor, sebuah teori yang
masih digunakan hingga hari ini (misalnya, Brand, 1996; Jensen, 1998, 2002). Teori ini
mengemukakan faktor umum (g) biasanya semua tugas yang membutuhkan kecerdasan
dan satu faktor spesifik (s) yang unik untuk setiap jenis tugas yang berbeda. Itulah dua
faktor yang dimaksudkan. Spearman (1904) mencetuskan ide ini sebagai hasil dari melihat
data yang diolah dengan teknik statistik dari penemuannya sendiri, analisis faktor, yang
mencoba mengidentifikasi sumber yang tersembunyi dari perbedaan individu (atau
lainnya) yang mendasari pengamatan sumber variasi dalam kinerja pengujian. Spearman
mengamati bahwa ketika dia menganalisis matriks korelasi, dua jenis faktor yang
tampak - faktor umum yang umum untuk semua tes, dan faktor spesifik yang unik
untuk setiap tes tertentu. Spearman (1927) mengakui dia tidak yakin apa dasar psikologis
dari g, tetapi menyarankan bahwa itu mungkin energi mental (istilah yang tidak pernah dia
definisikan dengan sangat jelas). Apa pun itu, itu adalah sumber tunggal dan utama
perbedaan individu dalam kinerja tes kecerdasan.

2. Teori Keterkaitan dan Hubungan

a. Teori Keterkaitan

Teori Spearman segera ditantang, dan terus ditantang hari ini (misalnya, Gardner, 1983;
Sternberg, 1999). Salah satu kritikus utama Spearman adalah psikolog Inggris Sir Godfrey
Thomson, yang menerima statistik Spearman tetapi bukan karena tafsirannya. Thomson
(1939) berpendapat bahwa adalah mungkin untuk memiliki faktor umum psikometrik
dalam ketiadaan kemampuan umum apapun. Secara khusus, ia berpendapat bahwa “g”
adalah realitas statistik tetapi artefak psikologis. Dia menyarankan bahwa faktor umum
mungkin hasil dari kerja yang sangat besar dari apa yang disebutnya obligasi, yang
semuanya diambil secara simultan dalam tugas intelektual. Bayangkan, misalnya, bahwa
masing-masing tugas intelektual yang ditemukan dalam baterai uji Spearman dan lainnya
membutuhkan keterampilan mental tertentu. Jika masing-masing sampel menguji semua
keterampilan mental ini, maka penampilan mereka akan berkorelasi sempurna satu sama
lain karena mereka selalu terjadi bersama. Dengan demikian, mereka akan memberikan
tampilan faktor umum tunggal, padahal sebenarnya ada banyak.

b. Teori Hubungan

Mereka menyatakan bahwa dalam sifatnya yang lebih alami, bentuk-bentuk operasi
intelektual yang lebih tinggi identik hanya dengan asosiasi atau pembentukan koneksi,
tergantung pada jenis koneksi fisiologis yang sama tetapi membutuhkan lebih banyak lagi.
Dengan argumen yang sama, orang yang inteleknya lebih besar atau lebih baik daripada
orang lain berbeda dengannya dalam analisisterakhir dalam memiliki, bukan semacam
proses fisiologis baru, tetapi hanya sejumlah besar koneksi dari jenis biasa.

3. Teori Thurstone tentang Kemampuan Mental Primer

Thurstone dan Thurstone (1941) mengemukakan keberadaan tujuh kemampuan mental


primer.

a. Pemahaman Verbal

Kemampuan untuk memahami materi verbal. Kemampuan ini diukur dengan tes seperti
kosakata dan membaca pemahaman.

b. Kemampuan Kelancaran Berbicara

Kemampuan yang terlibat dalam menghasilkan kata, kalimat, dan materi verbal lainnya.
Kemampuan ini diukur dengan tes seperti yang mengharuskan peserta ujian untuk
menghasilkan banyak kata mungkin dimulai dengan huruf tertentu dalam jumlah pendek
waktu.

c. Angka

Kemampuan untuk menghitung dengan cepat. Kemampuan ini

diukur dengan tes yang membutuhkan solusi masalah aritmatika

numerik dan sederhana masalah kata aritmatika.

d. Ingatan

Kemampuan mengingat string kata, huruf, angka, atau simbol atau benda lain.
Kemampuan ini diukur dengan serial- atau freerecall tes.

e. Kecepatan dalam Persepsi Sesuatu

Kemampuan mengenali huruf, angka, atau lainnya simbol dengan cepat. Kemampuan ini
diukur dengan tes proofreading, atau dengan tes yang membutuhkan individu untuk
mencoret surat yang diberikan (seperti A) dalam serangkaian huruf.
f. Penalaran Induktif

Kemampuan untuk berpikir dari yang spesifik ke yang umum. Kemampuan ini diukur
dengan tes seperti seri huruf (“Apa huruf yang muncul pada urutan berikut? b, d, g, k,. . . . ”)
Dan angka seri ("Apa nomor berikutnya dalam seri berikut? 4, 12, 10, 30, 28, 84,. . . ”).

g. Visualisasi spasial

Kemampuan yang terlibat dalam memvisualisasikan bentuk, rotasi objek, dan bagaimana
potongan-potongan teka-teki akan cocok bersama. Kemampuan ini diukur dengan tes yang
membutuhkan rotasi mental atau lainnya manipulasi objek geometris.

4. Teori Hirarki

Sir Cyril Burt (1949), yang dikenal terutama karena karyanya yang banyak dipertanyakan
tentang heritabilitas kecerdasan, menyarankan bahwa hirarki tingkat lima akan menangkap
sifat kecerdasan. Di puncak hirarki Burt adalah "pikiran manusia." Pada tingkat kedua,
"tingkat hubungan," adalah g dan faktor praktis. Di tingkat ketiga adalah asosiasi, pada
tingkat keempat, persepsi, dan pada tingkat kelima, sensasi. Model ini telah terbukti tidak
tahan lama dan relatif jarang dikutip hari ini. Holzinger (1938) mengusulkan teori
kecerdasan bifaktor, yang mempertahankan baik faktor umum maupun spesifik dari
Spearman, tetapi juga mengizinkan faktor-faktor kelompok seperti yang ditemukan dalam
teori Thurstone. Faktor-faktor tersebut adalah umum untuk lebih dari satu tes, tetapi tidak
untuk semua tes. Teori ini membantu membentuk dasar bagi teori hierarkis lain yang
menggantikannya.
BAB III

TELAAH KREATIFITAS

A. Definisi

Munandar (1999) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat


kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Secara
operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai “kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan
untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan”. Kim
(2007) mengungkapkan bahwa kreativitas adalah fenomena antara individu dan kebudayaan
yang memungkinkannya untuk mengubah kemungkinan menjadi kenyataan. Ketika
seorang individu menemukan wawasan atau menghasilkan bentuk-bentuk seni yang baru
dan diterima dari orang lain, maka temuan tersebut menjadi bagian dari tradisi budaya,
tercatat, dan dikirim ke generasi selanjutnya. Hurlock (1999) menambahkan mengenai
kreativitas, menurutnya kreativitas adalah proses mental yang unik, suatu proses yang
semata-mata dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, dan orisinal.
Begitu juga Sternberg (2008) yang juga menyatakan bahwa kreativitas sebagai proses
memproduksi sesuatu yang orisinil dan bernilai. Sesuatu yang dimaksud adalah berupa
sebuah teori, tarian, zat kimia, suatu proses atau prosedur, cerita, simfoni, dan lain-lain.
Lalu Santrock (2007) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir
dalam cara-cara yang baru dan tidak biasa serta menghasilkan pemecahan masalah yang
unik. Maksud dari definisi tersebut, kreativitas adalah bagaimana seseorang berfikir dengan
cara baru yang menghasilkan pemecahan masalah yang belum ada sebelumnya sehingga
seseorang dapat menemukan produk atau solusi yang belum pernah ditemukan orang lain.

B. Aspek-aspek Kreatifitas

Guilford (dalam Munandar, 2009) mengemukakan aspek-aspek dari kreativitas antara


lain:

a. Fluency of Thinking, kelancaran berpikir dalam menghasilkan ide-ide baru yang


berkualitas.

b. Flexibility keluwesan berpikir, yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah


ide yang bervariasi, mampu mencari alternatif atau arah yang berbeda.

c. Elaboration, yaitu kemampuan dalam mengembangkan ide sehingga menjadi


lebih menarik.

d. Originality yaitu kemampuan untuk mencetuskan ide unik.


C. Dimensi Kreatifitas

Kreativitas memiliki dimensi dalam pengembangan kreativitas. Menurut Utami Munandar


(2009), bakat kreatif dapat dan perlu ditingkatkan dan dikembangkan. Kreativitas
diidentifikasi dari 4 dimensi, yaitu:

1. Person

Kreativitas tidak berhenti pada tataran person saja, tetapi person yang memiliki
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru.

2. Press

Untuk mewujudkan bakat kreatif seseorang diperlukan dorongan dan dukungan dari
lingkungan (motivasi eksternal) yang berupa apresiasi, dukungan, pemberian
penghargaan, pujian, insentif, dan dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi internal)
untuk menghasilkan sesuatu.

3. Process

Kegiatan yang penting adalah memberi kebebasan kepada seseorang untuk mengekspresikan
dirinya secara kreatif. Hal yang perlu adalah proses bersibuk diri secara kreatif tanpa
perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkan produk kreatif yang bermakna.

4. Product

Selanjutnya dijelaskan oleh Munandar (2002) definisi produk kreativitas menekankan


bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan
bermakna. Interaksi dari ketiga P (Pribadi, Pendorong, Proses) di atas menghasilkan produk-
produk kreativitas yang konstruktif.

D. Faktor yang Mempengaruhi Kreatifitas

Hurlock (1999) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi kreativitas, diantaranya;

1. Jenis Kelamin

Anak laki-laki lebih kreatif dibandingkan dengan anak perempuan. Hal tersebut disebabkan
karena anak laki-laki lebih diberi kesempatan untuk mandiri, bahkan didesak oleh teman
sebayanya untuk bertindak suatu hal yang beresiko, dan juga anak laki-laki didorong oleh
para orang tua danguru untuk menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

2. Status Sosioekonomi

Seseorang yang memiliki status sosioekonomi lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari yang
lebih rendah status sosioekonominya. Hal tersebut disebabkan karena status sosioekonomi
yang lebih tinggi memberikan lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.
3. Urutan kelahiran

Anak dengan urutan kelahiran tengah, belakang dan anak tunggal, mungkin lebih
kreatif dari yang lahir pertama, karena pada umumnya anak.

4. Ukuran keluarga

Dalam ukuran keluarga yang kecil, lebih memungkinkan anak untuk lebih kreatif
dibandingkan ketika anak berada dalam ukuran keluarga yang besar, terlebih jika anak
terdidik secara otoriter dan kondisi sosioekonomi yang rendah.

5. Lingkungan kota versus lingkungan desa

Lingkungan kota cenderung lebih memungkinkan anak untuk kreatif dibandingkan anak
dari lingkungan desa. Disebabkan, karena dalam lingkungan desa pada umumnya anak
dididik secara otoriter yang kurang merangsang kreativitas.

6. Inteligensi

Setiap anak yang pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar. Hal ini disebabkan,
karena mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menanganiih besar. Hal ini
disebabkan, karena mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani
suasana konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian pada konflik
tersebut.
BAB IV

PERAN INTELEGENSI & KREATIFITAS

A. Peran Inteligensi dalam Dunia Pendidikan

Inteligensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal yang saling berkaitan. Di mana
biasanya seseorang yang memiliki inteligensi yang tinggi dia akan memiliki prestasi yang
membanggakan di kelasnya, dan dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah
meraih keberhasilan atau dengan kata lain seseorang tersebut memiliki peluang yang cukup
besar untuk meraih sukses dibidang akademik. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan
inteligensi seseorang maka semakin kecil peluang untuk meraih sukses dibidang
akademis. Pernyataan diatas didukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti
anatara lain Lukman Gumadi (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan adanya
hubungan positif dan signifikan antara intelegensi terhadap prestasi akademik taruna
Jurusan Nautika di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, semakin tinggi
intelegensiyang dimiliki maka akan semakin tinggi prestasi akademik mereka. Hasil yang
serupa dijumpai dalam penelitian yang dilakukan Ni Kadek Sukiarti (2009) pada sampel
penelitian sebanyak 180 orang siswa. Pada penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara intelegensi dengan prestasi akademik. Diperoleh
bahwa secara parsial intelegensi dan motivasi belajar berpengaruh sangat nyata terhadap
prestasi akademik dan konstribusi (sumbangan) dari variabel intelegensi yang cukup besar.
Hal ini terjadi karena seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya
mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya orang yang intelegensinya
rendah cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga prestasi
akademiknya pun rendah. Mencari penelitian yang lebih relevan.

B. Peran Kreativitas dalam Kewirausahaan

Baldacchino (2009) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan


inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju
sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan
peluang. Kreativitas: kemampuan untuk mengembangkan ideide baru dan cara-cara baru
dalam pemecahan masalah dan menemukan peluang. Intinya kreativitas adalah memikirkan
sesuatu yang baru dan berbeda. Sedangkan inovasi merupakan kemampuan untuk
menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang.
Intinya inovasi adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baru dan berbeda.
Seorang wirausahawan harus memiliki ide-ide baru yang dihasilkan dari suatu
kreativitas. Kreativitas inilah yang akan membawa wirausahawan untuk berinovasi
terhadap usahanya.
Suryana (2003) menyatakan bahwa kreativitas adalah: “Berpikir sesuatu yang baru”.
“Kreativitas sebagai kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan untuk
menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan dalam menghadapi peluang”.
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock. Child development, Perkembangan anak. Meitasari Tjandrasa.Terj.1999.


Jakarta : Erlangga.

Kim, U. (2007). Creating a world of possibilities: indigenous and cultural perspectives.


Dalam Ai-Girl Tan (ed). Creativity a handbook for teacher (11- 16). Singapore: World
Scientific.

M. Suyanto, 2005. Strategi Perancangan Iklan. Yogyakarta: Andi Offset.

Munandar, S.C.U. (1999). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah.

Jakarta: PT Gramedia Widiasarna Indonesia.

Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas AnakBerbakat. Jakarta: Rineka Cipta

Rufaidah, Anna. 2015. Pengaruh Intelegensi dan Minat Siswa terhadap Putusan Pemilihan
Jurusan. Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan.

Stenberg, Robert J. 2003. Wisdom, Intelligence, and Creativity Synthesized. New York:
Cambridge University Press.

Sujanto, Agus. 2006. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai