Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSEP DAN APLIKASI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL


DALAM MASALAH KESEHATAN GANGGUAN NYERI

DIBUAT OLEH: KELOMPOK 6

ELISIA SURLIA 12114201210046


ELLA YABLOY 12114201210047
ELSYE RESIMANUK 12114201210048
ELSYE TAHYA 12114201210049
ELVI KHERAL 12114201210050
EMILIANA FENYABWAIN 12114201210051
ENJELINA LOUHATAPESSY 12114201210052
ERICA TENINE 12114201210053

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KONSEP DAN APLIKASI
KEPERAWATAN TRANSKULTURAL DALAM MASALAH KESEHATAN
GANGGUAN NYERI” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Psikososial dan Ilmu
Sosial Budaya Dalam Keperawatan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang pentingnya berkomunikasi bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen Mata Kuliah. Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Ambon, 1 Agustus 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …….……………......……………………………………2

DAFTAR ISI …………….………......…………………………………………...3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...4

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………..4

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………….5

1.3 Tujuan …………………………………………………………………….…..5

BAB II PEMBAHASAN ………………………...……………………………....6

2.1 Definisi Transcultural Nursing………………………………………………..6


2.2 Konsep Transcultural Nursing ………………………………………………..6
2.3 Tujuan Transcultural Nursing ………………………………………………...7
2.4 Paradigma Transcultural Nursing
………………………………………..........8
2.5 Aplikasi Transcultural Nursing Pada Masalah Gangguan Nyeri……………...9

BAB IV PENUTUP …………………...………………………………………..12

4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………….....12

4.2 Saran ……….………………………………………………………………...12

DAFTAR PUSTAKA …………………...……………………………………...13


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan transkultural sangat penting diterapkan dalam praktek
keperawatan mengingat latar belakang budaya pasien berasal dari
multikultural. Dalam melaksanakan praktek keperawatan, untuk menghindari
adanya kesalahpahaman pada saat melakukan interaksi dengan pasien dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mampu memahami nilai yang
dianut pasien, kebiasaan sehari-hari pasien, cara pasien tumbuh dalam
keluarga, hubungan keluarga, ekspresi yang dikeluarkan pasien, serta daya
tilik diri pasien terhadap dirinya (Wibowo Hanafi A S, dkk. 2023).
Ketika kita membicarakan kebudayaan sebagai konsep keperawatan
transkultural, kita juga akan membicarakan tentang perbedaan budaya yang
ada di dalam konsep ini. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Perbedaan bentuk itu adalah hal
yang harus dipikirkan, terutama ketika kita memberikan asuhan keperawatan.
Perbedaan budaya ini akan membawa warna dalam proses asuhan
keperawatan (Karnirius Harefa. 2020).
Dalam ilmu keperawatan, banyak sekali teori yang mendasari ilmu
tersebut. Salah satunya mengenai sikap perawat dalam menerapkan asuhan
keperawatan. Sebagaimana disebutkan caring merupakan esensi asuhan
keperawatan. Seperti yang diaplikasikan dalam asuhan keperawatan teori
Leininger tentang “transcultural nursing”.
Medeleine Leininger adalah seorang ibu keperawatan transkultural, ia lahir
seorang perempuan lahir 13 Juli 1925 di di Sutton, Nebraska. Ia seorang
pemimpin internasional keperawatan transkultural dan seorang peneliti.
Leininger mengakui pentingnya konsep “peduli/caring” dalam keperawatan
(Karnirius Harefa. 2020).
Menurut Leininger teori caring bertujuan menciptakan budaya pelayanan
keperawatan. Leininger mengidentifikasi bahwa defisiensi pengetahuan
budaya dan perawatan sebagai rantai yang hilang. Leininger diakui sebagai
pendiri gerakan keperawatan transkultural dalam nen penelitian dan praktik.
Dunia mengakui bahwa ia pencipta istilah “kompeten secara budaya” dan
“perawatan kongruen secara budaya” (Karnirius Harefa. 2020).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana definisi transcultural nursing?
b. Bagaimana konsep keperawatan transcultural?
c. Bagaimana tujuan transcultural nursing?
d. Bagaimana paradigm transcultural nursing?
e. Bagaimana aplikasi transcultural nursing pada masalah gangguan nyeri?

1.3 Tujuan
Untuk menjelaskan serta memberi informasi tentang transcultural nursing
melalui definisi serta konsep-konsep yang dijabarkan serta aplikasi
transcultural nursing pada masalah gangguan nyeri sesuai artikel yang didapat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Transcultural Nursing


Definisi transkultural bila ditinjau dari makna kata, transkultural berasal
dari kata trans dan culture, trans berarti alur perpindahan, jalan lintas atau
penghubung. Cultur berarti kebudayaan, cara pemeliharaan, pembudidayaan,
kepercayaan, nilai-nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu
kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya, Jadi, transkultural dapat
diartikan sebagai lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu
mempengaruhi budaya yang lain atau juga pertemuan kedua nilai-nilai budaya
yang berbeda melalui proses interaksi sosial (Karnirius Harefa. 2020).
Transcultural Nursing merupakan suatu area yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang berbeda,
ras, yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan
keperawatan kepada klien/pasien) menurut Leininger (1991). Leininger
beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman
budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien
(Karnirius Harefa. 2020).

2.2 Konsep Transkultural Nursing


Di dalam buku yang berjudul “Fundamentals of Nursing Concept and
Procedures” yang ditulis oleh Kazier Barabara (1983) mengatakan bahwa
konsep keperawatan adalah merupakan suatu bagian dari ilmu kesehatan dan
seni merawat yang meliputi pengetahuan. Konsep ini ingin memberikan
penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam
perawatan adalah bersifat bio-psycho-social-spiritual (Karnirius Harefa.
2020).
Konsep dasar transkultural dikembangkan berdasarkan nilai “Caring”. Caring
merupakan bentuk perhatian yang dibutuhkan setiap individu sebagai makhluk
sosial sejak lahir sampai meninggal. Adapun jika dirincikan konsep dasar
yang dianut dalam transkultural nursing meliputi beberapa inti sebagai
berikut:
1) Culture atau budaya merupakan pedoman dalam berpikir dan
mengambil keputusan
2) Nilai budaya merupakan hal atau landasan yang melatarbelakangi
seseorang untuk melakukan suatu tindakan
3) Perbedaan budaya dapat menjadi acuan dalam memberikan variasi
pendekatan dalam memberikan asuhan guna menghargai nilai dan
kepercayaan yang dianut orang lain
4) Caring merupakan tindakan dalam memberikan motivasi, bantuan
baik pada individu, keluarga atau pun masyarakat
5) Komunikasi antara perawat dan klien merupakan komunikasi lintas
budaya.
Komunikasi lintas budaya dapat dimulai melalui proses diskusi. Dalam
proses komunikasi perlu dulu untuk diidentifikasi bagaimana cara
berkomunikasi. Pentingnya komunikasi dengan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami adalah penting (Karnirius Harefa. 2020).
Dalam konsep transkultural nursing yang diungkapkan oleh Leinenger
disebutkan bahwa jika praktek keperawatan tidak memperhatikan nilai-nilai
budaya maka dampak buruknya adalah akan terjadi culture shock. Culture
shock ini disebabkan karena kegagalan perawat dalam beradaptasi terhadap
nilai yang berbeda yang pada akhirnya akan memunculkan perasaan tidak
berdaya, tidak nyaman serta disorientasi (Wibowo Hanafi A S, dkk. 2023).

2.3 Tujuan Transcultural Nursing


Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatannya. Perawat juga dapat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan.
Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan
makanan yang mengandung kacang seperti kacang kedelai (tempe), maka
klien tersebut dapat mengganti tempe dengan sumber protein yang lain seperti
ikan, ayam, dll. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan
dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai
rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut
(Karnirius Harefa. 2020).

2.4 Paradigma Transcultural Nursing


Adapun paradigma transkultural nursing adalah berbagai bentuk
pandangan, nilai, keyakinan, serta konsep yang melatarbelakangi budaya.
Adapaun konsep dasarnya terdiri dari 4 bagian yaitu (Wibowo Hanafi A S,
dkk. 2023):
1) Manusia
Manusia merupakan individu, kelompok, keluarga yang memiliki nilai
dan norma yang dibutuhkan dalam menetapkan dan melakukan
serangkaian pilihan hidup. Setiap manusia memiliki kecenderungan
untuk senantiasa mempertahankan nilai yang dimilikinya
2) Sehat
Sehat merupakan segala bentuk kondisi individu yang berada dalam
kondisi seimbang dan mampu menjalankan aktivitas sehari-hari
dengan baik
3) Lingkungan
Lingkungan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik, lingkungan
sosial ataupun simbolik
4) Keperawatan
Serangkaian bentuk praktik keperawatan yang diberikan sesuai dengan
latar belakang budaya pasien. Keperawatan sebagai ilmu cenderung
melihat individu secara menyeluruh atau holistik. Individu merupakan
suatu kesatuan yang utuh yang terdiri atas aspek psikologis, budaya,
sosial, biologis, serta aspek spiritual.
2.5 Aplikasi Transkultural Nursing Dalam Masalah Gangguan Nyeri

Judul: Pemanfaatan Bekam Dalam Menurunkan Ketergantungan


Penggunaan Analgetik pada Penderita dengan Gangguan Nyeri
Persendian

Tahun & (2022) Jurnal Keperawatan


Jenis Jurnal:

Penulis: Mokh Sujarwadi, Mukhammad Toha, Ida Zuhroidah, Indriana Noor


Istiqomah

Link akses: https://journal2.stikeskendal.ac.id/index.php/keperawatan/article/


view/213/146

Hasil: Pada hasil ditampilkan terdapat perubahan sebelum dilakukan


bekam, skala nyeri responden adalah 5 dan setelah dilakukan
bekam skala nyeri sebagian besar adalah 2. Pada data 2 kelompok
berpasangan, didapatkan tingkat kemaknaan Sig (2-tailed) sebesar
0.000 (p < 0.05), bahwa terdapat perbedaan hasil yang signifikan
sebelum dan setelah terapi bekam pada penurunan intensitas nyeri
persendian.

Pembahasan: Berdasarkan hasil dapat ditemukan adanya perubahan intensitas


(analisis) nyeri responden pasien rheumatoid arthritis menjadi berkurang
setelah diberikan terapi bekam mengindikasikan adanya proses
perangsangan pada tubuh dimana telah terjadi pelepasan hormone
endorphin yang diproduksi oleh kelenjar pituitary dan bagian
tubuh lainnya sehingga terjadi proses pemblokiran reseptor sel-
sel saraf penghubung hantaran sinyal nyeri.

Terapi bekam terdiri dari dua yaitu bekam basah dan bekam kering,
pada penatalaksanaan terapi yang digunakan adalah bekam basah.
Terapi bekam basah dapat membuat cedera pada kulit,
menimbulkan stress fisik yang dapat merangsang hypothalamus
mengeluarkan CRF yang memicu pelepasan hormone ACTH oleh
hypofise anterior.

Efek peregangan dan penarikan kulit pada bekam menyebabkan


ujung syaraf perifer menjadi basah terkena cairan sehingga
menyebabkan penurunan stimulus nyeri (efek analgesik). Jadi
skarifikasi pada proses bekam basah memberikan efek
analgesik akibat penurunan stimulus nyeri pada ujung syaraf
perifer melalui pelepasan opioid endogen. Selain itu, manipulasi
kulit dengan jarum dan rangsangan listrik menyebabkan pelepasan
opioid endogen dan neuropeptida mis. encephalin, betaendorphin
dan endomorphin di sistem saraf pusat (analgesik efek),
sedangkan stimulus listrik 100 Hertz selektif meningkatkan
pelepasan dinorfin. Efek analgesik yang diinduksi bekam basah
dapat bertindak menggunakan jalur yang sama. Selain itu, bekam
basah memberikan efek imunomodulator dan regulasi pada sel
imun.

Efek imunomodulator terapi bekam ini terjadi karena


terapi bekam membantu dalam menurunkan reaksi imunologis
penyebab yang mendasari patogenesis rheumatoid arthritis yaitu
penurunan kadar SIl-2R dan RF serum hanya dapat dijelaskan
melalui ekskresi kulitnya melalui insisi kulit dan daya hisap dalam
terapi bekam.

Terapi bekam merangsang saraf tepi yang terdapat pada bagian


superfisial kulit menuju tanduk belakang medulla spinalis melalui
saraf A-delta dan C menuju jaras spinothalamicus ke thalamus
sehingga merangsang pelepasan endorphin. Reflek intubasi nyeri
terjadi akibat rangsang nyeri diteruskan oleh serabut aferent saraf
simpatis menuju neuron motorik.
Terapi ini digunakan sesuai dengan tujuan dari dibuatnya artikel
yaitu untuk menurunkan ketergantungan analgetik pada gangguan
nyeri sendi yang terus menerus. Ini dapat menjadi pilihan bagi
pasien yang merasa bosan dengan analgetik untuk mendukung
peningkatan status kesehatan. Namun, terapi ini dapat memiliki
efek meninggalkan bekas yang membuat stress fisik dan pada
beberapa pasien tertentu dilarang penggunaan terapi ini yang
seperti hemofilia.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung
berhubungan dan berinteraksi dengan klien. Oleh karena itu perawat sebagai
tenaga kesehatan yang paling dekat dengan klien harus mempunyai
pengetahuan dan pemahaman terhadap berbagai budaya pasien, guna
memberikan asuhan keperawatan yang optimal.Keperawatan transcultural
adalah ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan pada perilaku sehat atau
perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya

4.2 Saran
Perawat diharapkan memahami betapa pentingnya memahami konsep
keperawatan transcultural, karena perawat dituntut untuk bisa melayani
kebutuhan klien dengan memperhatikan latar budaya klien.
DAFTAR PUSTAKA

Karnirius Harefa. (2020). Modul Transcutural Nursing: Lubuk Pakam-Sumatra Utara


diakses dari: https://tinyurl.com/24zbh42j

Mokh Sujarwadi, dkk. (2022). Pemanfaat Bekam Dalam Menurunkan Ketergantungan


Penggunaan Analgetik pada Penderita dengan Gangguan Nyeri Persendian: Jurnal
Keperawatan

Wibowo Hanafi A S, dkk. (2023). Keperawatan Transkultural: Global Eksekutif


Teknologi diakses dari: https://tinyurl.com/mw9mutru

Anda mungkin juga menyukai