Anda di halaman 1dari 5

Essay Peranku Bagi Indonesia

Dokter Anak untuk Indonesia Timur

Dilahirkan dengan nama Hafiidhaturrahmah (sang penjaga yang pengasih) saya beruntung dapat
berbagi kasih dengan anak-anak di berbagai pelosok Indonesia mulai sejak kuliah di Fakultas
Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman hingga menjadi dokter peneliti malaria anak di
Sumba Barat Daya. Saya bergabung di bawah naungan Laboratorium Malaria Lembaga
Biomolekuler Eijkman dan Alliance for Emerging and Re-Emerging Threats in Asia Foundation
(ALERTasia) serta Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Papua (YPKMP). Tidak
hanya berpengalaman di berbagai daerah Indonesia Timur, saya pun mengasah kemampuan
public health khususnya managemen Posyandu di Puskesmas Tosari, Bromo, Jawa Timur selama
setahun bersama Kantor Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millenium
Development Goals (KUKPRI-MDGs) sebagai Pencerah Nusantara Angkatan Pertama.

Berbagai pengalaman hidup di atas membuat saya berinteraksi dengan anak-anak dari beragam
suku dengan cara yang unik. Saya hidup bersama suku pedalaman Sumba tanpa air bersih, listrik,
bahkan sinyal, belajar toleransi beragama bersama suku Tengger hingga berada di perang suku di
Papua. Hingga akhirnya saya menyimpulkan, tidak peduli dimanapun berada, ada banyak faktor
yang membuat akses terhadap pelayanan kesehatan masih belum merata baik di Jawa maupun
luar Jawa. Salah satunya kurangnya dokter. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan 95.976
dokter teregistrasi harus melayani 243,6 juta jiwa, artinya 1 banding 2.538 penduduk. Rasio ini
lebih tinggi dari rasio dokter ideal menurut World Health Organization (WHO), yaitu 1 dokter
untuk 2.500. Belum lagi kenyataan bahwa jumlah dokter anak masih kurang 8.000 lagi agar
seimbang dengan angka kelahiran bayi 4,5 juta per tahun dan 35 % penduduk Indonesia yang
tergolong anak-anak.

Kurangnya dokter anak membuat saya ingin ikut dalam menyumbangkan tenaga dan pikiran
mempelajari dunia anak. Bagaimanapun,indikator status kesehatan suatu negara masih
dipengaruhi dari angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup
meningkat menjadi 359 di tahun 2012. Sementara AKB 34 per 1000 kelahiran hidup (2007)
hanya turun menjadi 32 (2012) padahal target 2015 adalah 23. Dua faktor tersebut penting
sebagai jaminan ketika wanita hamil dan melahirkan dia tidak terancam nyawanya dan dapat
bernapas lega ketika mengetahui bayinya juga selamat.

Melihat angka di atas, mengingatkan saya akan kenyataan bahwa banyak ibu melahirkan sendiri
atau dibantu dukun baik karena alasan akses maupun adat istiadat. Padahal, persalinan yang
aman oleh tenaga kesehatan terlatih akan menyelamatkan kehidupan bayi. Edukasi alat
kontrasepsi setelah melahirkan juga dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak. Hal
tersebut tentunya menjadi lebih penting untuk daerah Indonesia Timur terutama Papua yang
endemik malaria. Terbukti dari penelitian di tahun 2004-2008, kasus malaria menyerang hampir
31% bayi dari 4.976 bayi yang datang ke Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika
dimana sebagian besar bayi datang sudah dalam keadaan kekurangan darah (anemia). Satu
kenyataan bahwa bayi di Papua sudah berjuang sejak dalam kandungan dan yang berhasil
mencapai Balita adalah bayi pilihan yang bertahan dari malaria, infeksi cacing, tuberkulosis,
bahkan kurang gizi. Kenyataanya, anak Papua bagian dari anak Indonesia yang berhak atas
kesehatan dan kesempatan pendidikan yang sama untuk membangun negeri. Mencegah malaria
saja tidak cukup tanpa meningkatkan pengetahuan keluarga atas perilaku hidup bersih dan sehat
termasuk menyediakan air bersih, sanitasi dan akses kesehatan.
Inilah titik balik saya ketika menjadi dokter umum dan peneliti malaria ternyata belum cukup
menjawab tantangan kesehatan anak. Keterbatasan ilmu tentang anak yang mengharuskan saya
kuliah di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Kedokteran Anak (IKA). Saya akan
belajar PPDS IKA di Universitas Gajah Mada dan terus meneliti malaria pada anak Papua karena
sejak lama sudah terjalin kerja sama antara YPKMP dengan PPDS IKA UGM. Seusai spesialis,
saya akan kembali mendedikasikan diri saya sebagai dokter anak peneliti malaria di Papua.
Dalam 10-15 tahun ke depan, saya masih ingin terus berkontribusi terhadap penelitian malaria
anak Papua baik dari segi pencegahan, pengobatan, hingga pengembangan vaksin. Akhirnya,
saya berharap 20 tahun yang akan datang dapat berkontribusi lebih luas dengan menjadi bagian
penting dari Kementrian Kesehatan. Saya telah memulai dari sekarang dengan menggali
kemampuan terbaik diri saya, mengasah ketrampilan, memperluaskan dan menjaga jejaring.
Saya, Hafiidhaturrahmah, yakin bahwa Allah YME akan membuka satu persatu pintu atas niat
baik saya memajukan kesehatan anak Indonesia, karena inilah cara saya mengambil peran
mengabdi kepada tanah air saya, INDONESIA.
MEMBUKA MATA TENTANG KANKER PARU
Oleh: dr. Husnun Nisa Ratna Ningrum Sp.P
Kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari paru atau dalam pengertian sehari-hari
adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus). Di Indonesia kanker
paru merupakan kanker penyebab kematian terbanyak pada laki-laki dan nomor dua terbanyak
pada perempuan. Bahkan secara global di dunia ini kanker paru sudah menjadi pembunuh
nomor satu akibat kanker. Menurut data survei Riset Kesehatan Dasar 2013, Jawa Tengah
merupakan provinsi dengan estimasi jumlah kanker terbanyak di Indonesia.

Angka kematian akibat kanker lebih tinggi pada negara berkembang seperti Indonesia
dibanding negara maju. Hal ini mencerminkan perbedaan faktor risiko, keberhasilan
penanganan deteksi dan ketersediaan pengobatan. Penderita kanker paru sebagian besar
datang terlambat, dalam stadium yang sudah lanjut. Umumnya gejala tidak dirasakan saat
stadium awal. Stadium awal bisa ditemukan saat medical check up.Gejala klinis biasanya baru
dirasakan saat stadium lanjut seperti batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, berat badan
menurun dsb. Bisa dikatakan gejala-gejala tersebut umum seperti gejala sakit pernapasan
lainnya.
Sekitar 70% kanker paru berhubungan dengan tembakau atau rokok. Tetapi perlu diingat
bahwa perokok yang sudah tidak aktif alias mantan perokok atau perokok pasif juga berisiko
terkena kanker paru. Beberapa faktor risiko terjadinya kanker paru selain merokok antara lain
kerentanan genetik, usia >40 tahun, paparan polusi baik indoor maupun outdoor, pajanan
radon, pajanan industrI seperti asbestosis, silica dan lain-lain. Polusi indoor misalnya asap hasil
pembakaran proses memasak, diperberat oleh ventilasi yang buruk. Polusi outdoor misalnya
asap kendaraan bermotor dan asap pabrik. Menurut WHO, Asia Tenggara termasuk Indonesia
adalah penyumbang polusi udara terbanyak kedua di dunia.
Sampai saat ini memang belum ada skrining untuk kanker paru secara umum. Skrining low
dose CT Scan direkomendasikan pada kelompok risiko tinggi (usia >40 tahun dengan riwayat
merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan,
atau pasien usia >50 tahun dengan riwayat merokok ≥20 tahun dengan faktor risiko lainnya
antara lain pajanan radiasi, paparan okupasi terhadap bahan karsinogenik, riwayat kanker
pada pasien atau keluarga dan riwayat penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru.
Pemeriksaan khusus utama yang dilakukan oleh dokter spesialis paru dalam mendiagnosis
sekaligus membantu mencari stadium kanker paru adalah dengan bronkoskopi. Sedangkan
pemeriksaan lainnya antara lain pungsi pleura, biopsi transtorakal, aspirasi jarum halus,
sputum sitologi, torakoskopi medik, biopsi pleura atau biopsi lainnya.

Pengobatan utama kanker paru tergantung dari stadium penyakit. Di rumah sakit pendidikan
paru dan beberapa rumah sakit yang lain, dokter spesialis paru melakukan penegakan
diagnosis, terapi, seperti kemoterapi, terapi target atau imunoterapi hingga penanganan efek
samping terapi. Beberapa efek samping terapi yang biasa timbul di antaranya mual, diare,
anemia, peningkatan risiko infeksi dsb. Selain terapi oleh dokter spesialis paru, terdapat terapi
lain seperti terapi bedah, radioterapi dan terapi penunjang lainnya.
Apabila pasien sudah berada pada stadium lanjut maka terapi ditujukan untuk meningkatkan
angka ketahanan dan kualitas hidup, bukan untuk kesembuhan penyakit. Maka, cegahlah
kanker paru. Apabila terdapat faktor risiko bahkan disertai gejala klinis sebagaimana di atas,
segera hubungi dokter spesialis paru terdekat di kota anda.
Kesuksesan Terbesar Dalam Hidupku

Kesadaran untuk terus membangun diri adalah titik awal sebuah kesuksesan. Ketika kecil sempat
merasakan tak ada listrik, tak memiliki kamar mandi, tak ada angkutan umum, membuat saya
pernah mengalami perasaan inferior. Saya merasa sukses ketika saya keluar dari perasaan
tersebut dan kini memiliki keinginan untuk membangun diri lebih jauh.

Sejak kecil di bangku sekolah saya selalu berusaha belajar dengan baik. Saya selalu peringkat
pertama di Sekolah Dasar dan berusaha mempertahankan prestasi tersebut di SMP sehingga
ketika lulus saya mendapat peringkat 4 secara paralel. Saya kira itu cukup. Namun, ketika saya
bersekolah di SMA N 1 Kebumen, saya justru sempat rendah diri karena ternyata karena hanya
pelajaran yang saya tahu keti

Baca artikel detikjateng, "3 Contoh Essay LPDP 2023 Beserta Cara dan Tips Membuatnya"
selengkapnya https://www.detik.com/jateng/berita/d-6536890/3-contoh-essay-lpdp-2023-
beserta-cara-dan-tips-membuatnya.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Anda mungkin juga menyukai