Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BUDAYA KESEHATAN, KEAMANAN DAN PELAYARA

KELOMPOK 6
BIRO KLASIFIKASI KAPAL

Dosen pengampu : Ervina Ashanti, S.H., M.H

Disusun oleh :
Dian Puspita Adellia putri ( Npm 2022101006 )
Wullan Rahmawati (Npm 2021204006)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


INSTITUT MARITIM PRASETYA MANDIRI
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “BIRO KLASIFIKASI KAPAL”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam memenuhi kebutuhan akademik.
Makalah ini berisi tentang tanggung jawab seorang nakhoda kapal. Makalah ini
tentunya tidak sempurna dan masih banyak kesalahan. Maka dari itu, penulis sangat
mengharapkan saran dari teman-teman untuk penulisan makalah-makalah selanjutnya.
Saya berharap makalah ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih
baik tentang tanggung jawab seorang nakhoda kapal. Terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Bandar Lampung, 10 September 2023

Penulis kelompok 6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………… i


KATA PENGANTAR ………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………...... 1
1.2. Batasan Masalah …………………………………….. 3
1.3. Rumusan Masalah ……………………………………. 4
1.4. Tujuan ……………………………………………….... 5
1.5. Manfaat ………………………………………………. 6
BAB II PEMBAHASAN ....... ………………………....................... 8
2.1. Biro klasifikasi…………………………………..…… 8
2.2. Pengukuran klasifikasi kapal…….……………….... 12
2.3. Buku harian kapal (Daily log book)........................... 13
2.4 Surat surat dan dokumen kapal.................................. 13
2.5. Sertifikat balik nama kapal ( Ship’s certificates)........ 14

BAB III PENUTUP …………………………………………...... 15


3.1. Kesimpulan ……………………………………........ 15
3.2. Saran …………………………………………......... 15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..... 16
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) didirikan pada tanggal 1 Juli 1964 dan
merupakan satu – satunya badan klasifikasi nasional yang ditugaskan oleh pemerintah
Republik Indonesia untuk mengkelaskan kapal niaga berbendera Indonesia.
Penugasan ini kemudian dikukuhkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Laut
No. Th. 1/17/2 tanggal 26 September 1964 tentang Peraturan Pelaksanaan Kewajiban
Kapal – Kapal berbendera Indonesia untuk memiliki sertifika tklasifikasi kapal yang
dikeluarkan oleh BKI. Kegiatan Klasifikasi itu sendiri merupakan kegiatan
penggolongan kapal berdasarkan konstruksi lambung, mesin, dan listrik kapal, dengan
tujuan untuk memberikan salah satu penilaian atas layak laut kapal tersebut berlayar.
PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) merupakan suatu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia sebagai lembaga yang
berfungsi memeriksa kontruksi pada kapal dan perlengkapan – perlengkapan kapal
lainnya. Pemeriksaan kapal diutamakan pada kapal-kapal yang memiliki panjang
lebih dari 20 m atau tonase kotor GT 100 atau lebih, atau yang digerakkan dengan
tenaga penggerak utama 250 HP atau lebih dari 250 PK.
. Sehubungan dengan perihal pemilihan judul tersebut yang dirasa sesuai
sebagaimana yang dialami penulis di lapangan dan sebagai bentuk apresiasi serta
koreksi untuk dimasa yang akan datang bagi PT.BIRO KLASIFIKASI INDONESIA
dan penulis pribadi. Tidak hanya belajar mengenai proses pembuatan kapal dan tahap
perbaikan kapal, tetapi juga membuka wawasan dan mengamati kerja pengawasan
kapal melalui kegiatan klasifikasi kapal.
Atas dasar tersebut, Maka dilaksanakan kegiatan Kerja Praktek di perusahaan
bidang klasifikasi di PT. Biro Klasifikasi Indonesia cabang Pratama Semarang.
Bertitik tolak dari uraian diatas dengan ini penulis mencoba menyusun makalah
dengan judul : “INPEKSI PENGECEKAN KETEBALAN BOTTOM PLATE
KAPAL MV. GLADIOLUS SEJATI DI PENGEDOKAN JANATA MARINA
INDAH I SEMARANG SESUAI ATURAN PT. BIRO KLASIFIKASI
INDONESIA”
1.1 Rumusan Masalah

Dengan rumusan latar belakang masalah yang telah ada diatas, maka dirumuskan
pembatasan masalah dalam penulisan karya tulis ini yaitu meliputi:
1. Alat apa yang digunakan untuk inspeksi kapal MV.GLADIOLUS SEJATI sesuai
aturan PT. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA?
2. Bagaimana pelaksanaan inspeksi ketebalan bottom plate sesuai aturan PT.BIRO
KLASIFIKASI INDONESIA?
3. Bagaimana cara perbaikan dan penggantian pada bottom plate
kapaMV.GLADIOLUS SEJATI?

1.2 Tujuan Dan Kegunaan Penulisan

1.Tujuan Penulisan
Pelaksanaan Prada ini penulis ingin membandingkan dan mempraktekan antara teori – teori
yang telah di dapat dalam perkuliahan maupun di studi kepustakaan, serta studi dokumen
dengan keadaan yang dilaksanakan dalam praktek darat oleh perusahaan PT. Biro Klasifikasi
Indonesia tersebut, sehingga penulisan ini mempunyai beberapa tujuan yaitu :
a. Untuk mengetahui apa saja alat yang digunakan untuk inspeksi kapal
MV.GLADIOLUS SEJATI sesuai aturan PT. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA
b. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan inspeksi ketebalan bottom plate sesuai
aturan PT.BIRO KLASIFIKASI INDONESIA
c. Untuk mengetahui bagaimana cara perbaikan dan penggantian pada .
bottom plate kapal MV.GLADIOLUS SEJAT

2. Kegunaan Penulisan
Penyusunan kerja praktek dengan judul “INPEKSI PENGECEKAN KETEBALAN
BOTTOM PLATE KAPAL MV.GLADIOLUS SEJATI DI PENGEDOKAN
TANJUNG EMAS SEMARANG SESUAI ATURAN
PT. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA” sekiranya dapat berguna untuk berbagai
pihak diantaranya :
a. Bagi penulis :
1) Dapat mengoperasikan alat-alat yang digunakan untuk inspeksi
2) Dapat melaksanakan inspeksi sesuai aturan PT. BIRO KLASIFIKASI
INDONESIA
3) Dapat melakukan perbaikan dan penggantian bottom plate sesuai aturan
PT. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA
b. Bagi PT. JANATA MARINA INDAH selaku perusahaan pengedokan yang
menangani pengedokan kapal MV.GLADIOLUS SEJATI sebagai referensi agar
semakin lebih baik di masa yang akan datang
c. Bagi PT. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA sebagai bentuk apresiasi bagi para
inspector dan surveyor untuk menambah wawasan dan referensi.
d. STIMART –“AMNI” SEMARANG sebagai salah satu bahan studi pustaka dan
perbandingan teori yang ada di kampus dan di lapangan
e. Rekan Taruna yang berdedikasi sebagai calon mualim yang disiapkan untuk dapat
bekerja diatas kapal
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 BIRO KLASIFIKASI

Banyak pihak yang terlibat dalam pembangunan sebuah kapal. Hal ini guna
memastikan pembangunan kapal berjalan sesuai dengan prosedur dan regulasi
yang berlaku. Salah satu aspek penting yang harus dipenuhi sebelum kapal dapat
beroperasi adalah laik laut, dibuktikan dengan adanya sertifikat klasifikasi yang
akan menjadi dasar penerbitan sertifikat keselamatan kapal.

Kewenangan untuk menerbitkan sertifikat klasifikasi kapal di Indonesia berada


pada PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau lebih dikenal dengan sebutan
BKI. BKI adalah badan klasifikasi nasional yang secara resmi ditunjuk oleh
Pemerintah RI untuk melakukan klasifikasi terhadap kapal-kapal berbendera
Indonesia ataupun kapal-kapal asing yang beroperasi di wilayah NKRI, serta
melakukan survei periodik untuk kapal yang telah beroperasi guna mengevaluasi
status laik laut kapal tersebut.

Proses sertifikasi KMP Aceh Hebat 1, 2 dan 3 yang dibangun di tiga galangan
yang berbeda, diawali dengan dilakukannya evaluasi teknis terhadap dokumen
rencana desain kapal oleh surveyor BKI guna mengecek kesesuaian dokumen
tersebut dengan standar dan peraturan teknis perkapalan yang berlaku. Evaluasi
ini ditindaklanjuti dengan survei lapangan ke lokasi pembangunan kapal untuk
memastikan konstruksi komponen utama kapal, terutama bagian permesinan,
kelistrikan, dan lambung kapal.

Setelah proses pembangunan kapal selesai, langkah selanjutnya adalah melawati


serangkaian pengujian (test) teknis dan percobaan (trial) untuk memastikan
keamanan kapal saat dioperasikan. Pengujian dan percobaan tersebut meliputi
pemeriksaan material, percobaan dock (dock trial), uji stabilitas kapal (inclining
test), dan official sea trial. Pemeriksaan material berguna untuk mengecek
material yang terpasang di kapal sudah tersertifikasi oleh BKI. Percobaan dock
meliputi uji komponen sistem dan perlengkapan utama kapal, seperti mesin induk
dan mesin bantu (auxiliary engine), kemudi, dan uji beban (load test). Uji
stabilitas kapal (inclining test) bertujuan untuk mengetahui kondisi setimbang
kapal pada saat muatan kosong sehingga diperoleh bobot kapal saat kondisi tanpa
muatan. Percobaan terakhir yang dilalui oleh KMP Aceh Hebat 1,2, dan 3 adalah
official sea trial, yang berguna untuk memastikan seluruh sistem dan komponen
kapal berfungsi dengan baik pada kondisi yang sebenarnya sebelum kapal
dioperasikan.

Setiap tahapan dari seluruh rangkaian pengujian tersebut disaksikan oleh


perwakilan BKI dan hasil dari setiap pengujian dicatat dengan cermat sebagai
dasar penerbitan sertifikat klasifikasi kapal bagi ketiga kapal Aceh Hebat. Tentu
saja peran BKI tidak berhenti sampai di sini. BKI masih berwenang untuk
melakukan survei periodik terhadap KMP. Aceh Hebat 1, 2, dan 3 baik pada saat
pemeliharaan maupun jika terdapat perombakan konstruksi kapal untuk
memastikan kondisi kapal tetap sesuai dengan syarat dan ketentuan klasifikasinya.

2.2 PENGUKURAN KLASIFIKASI KAPAL

Detail kapal akan mencantumkan sejumlah tonase yang berbeda, yang mungkin
membingungkan bagi siapa pun yang tidak memahami berbagai istilah
pengukuran. Jadi selanjutnya dalam panduan non-pelaut Gard News untuk
konstruksi dan pengoperasian kapal adalah panduan dasar pengukuran tonase.

Sertifikat Tonase Tonase


Kapal menjadi dasar peraturan pengawakan, peraturan keselamatan, biaya
pendaftaran, penghitungan iuran pelabuhan, dll. Sebagian besar kapal dagang
diharuskan memiliki Sertifikat Tonase Internasional, yang dikeluarkan oleh
negara bendera, sesuai dengan Konvensi Internasional IMO tentang Pengukuran
Tonase Kapal 1969 (ITC). Perhitungan dilakukan sebelum penyerahan oleh
lembaga klasifikasi kapal yang menerbitkan sertifikat atas nama negara bendera.
Sertifikat tersebut tidak memiliki tanggal kadaluwarsa, namun harus diubah jika
terjadi konversi ke kapal.

Selama berabad-abad, berbagai negara menggunakan aturan berbeda untuk


mengukur tonase kapal. Pada tahun 1854, sistem pengukuran kapal yang
dirancang oleh George Moorsom, berdasarkan gagasan bahwa ukuran paling baik
ditunjukkan oleh volume kapal dan bahwa pembebanan biaya layanan harus
didasarkan pada kemampuan menghasilkan kapal, diadopsi dan menjadi undang-
undang. Britania. Untuk volume, sistem ini menggunakan volume kapal yang
tertutup, diukur dalam kaki kubik. Satuan ukuran kapal selama ini disebut “ton”,
sehingga volume kotor yang harus dicantumkan dalam Certificate of Registry
disebut “tonase kotor terdaftar”. Untuk memperoleh kapasitas, sistem ini
mengurangkan ruang non-pengangkutan dari tonase kotor terdaftar, dan angka
yang dihasilkan disebut “tonase terdaftar bersih”. Karena jumlah yang terlibat
sangat besar,3 ).
Sistem Moorsom diikuti oleh sebagian besar negara maritim, dan tonase yang
ditentukan berdasarkan sistem tersebut berpengaruh dalam menghasilkan formula
standar tonase internasional di ITC.

Tonase kotor dan bersih


“Tonnase kotor” (GT) dan “tonase bersih” (NT) masing-masing menggantikan
“tonase kotor terdaftar” dan “tonase bersih terdaftar”, ketika IMO mengadopsi
ITC, yang mulai berlaku untuk semua kapal baru pada tahun 1982, dengan kapal-
kapal yang ada pada saat itu telah diberikan masa migrasi selama 12 tahun. Jadi
sejak tahun 1994 indeks GT dan NT menjadi satu-satunya ukuran resmi tonase
kapal.

GT, ukuran ajaib yang menjadi dasar pemungutan berbagai iuran dan beberapa
persyaratan hukum yang diberlakukan, adalah faktor volume internal ruang
tertutup permanen kapal dari lunas hingga corong, sedangkan NT adalah ukuran
kapasitas volume kapal. Ruang kapal yang tertutup secara permanen dari lunas
hingga corong, dikurangi volume ruang pengangkut non-muatan tertentu. GT dan
NT dihitung berdasarkan rumus yang dijelaskan di ITC. 1

Tonase Terusan Panama dan Terusan Suez


Sejak 1 Oktober 1994 tol Terusan Panama telah didasarkan pada Sistem
Pengukuran Universal Terusan Panama (PC/UMS), yang kemudian didasarkan
pada standar pengukuran kapal internasional yang ditetapkan oleh ITC (kecuali
untuk kapal kontainer , yang membayar sesuai dengan daya dukung peti kemas).
Oleh karena itu, tonase yang tercantum dalam Sertifikat Tonase Terusan Panama
sama dengan yang tercantum dalam sertifikat ITC.

Namun, Terusan Suez mempunyai sistem dengan faktor pengali yang diterapkan
pada NRT, sehingga menghasilkan angka yang disebut Suez Canal Net Registered
Tonnage (SCNRT), yang menjadi dasar iuran perjalanan. Ini berbeda dari tonase
lainnya, yang tetap didasarkan pada sistem pengukuran Moorsom yang lama. Oleh
karena itu, tonase yang tercantum dalam Sertifikat Tonase Khusus Terusan Suez
berbeda dengan yang tercantum dalam sertifikat ITC.

Lembaga klasifikasi menerbitkan sertifikat PC/UMS dan SCNRT terpisah untuk


kapal atas nama negara bendera.

Pengukuran berat kapal


Metode pengukuran kapal berikut ini didasarkan pada berat kapal.

Perpindahan kapal adalah volume air yang dipindahkan ketika kapal terapung, dan
diukur dalam meter kubik (m 3 ), sedangkan tonase perpindahan adalah berat air
yang dipindahkan ketika kapal terapung dengan tangki bahan bakar penuh dan
sebagainya. Disimpan di kapal, dan diukur dalam metrik ton (MT, setara dengan
1.000 Kg). Tonase perpindahan adalah berat sebenarnya kapal, karena benda
terapung memindahkan beratnya sendiri di dalam air. 2

Perpindahan ringan atau ringan kapal adalah berat sebenarnya kapal tanpa
penumpang, muatan, bunker, minyak pelumas, pemberat, air tawar, perbekalan,
dan lain-lain, di atas kapal.
Perpindahan muatan adalah berat kapal yang dimuat hingga tanda garis muatnya,
yaitu dimuat hingga kapasitas maksimumnya dengan penumpang, muatan, bunker,
minyak pelumas, pemberat, air tawar, perbekalan, dan lain-lain, di atas kapal.

Bobot mati kapal adalah selisih metrik ton antara tonase perpindahan muatan
kapal dan bobot ringan kapal. Oleh karena itu, bobot mati dapat menjadi alat
untuk menyatakan dalam metrik ton kapasitas muatan kapal yang sebenarnya.
Namun, perbedaan antara tonase perpindahan yang dimuat dan tonase ringan tidak
mencerminkan daya angkut kargo saja, karena bobot mati juga mencakup bunker,
gudang, air tawar, dll. Faktor-faktor ini harus dikurangkan dari bobot mati untuk
mendapatkan bobot sebenarnya. Daya dukung kargo dalam metrik ton. 3

2.3 BUKU HARIAN KAPAL (DAILY LOG BOOK)

Sebagai seorang pelaut, jangan melalaikan log book/daily log sheet ini harus di isi
dengan baik dan cermat, karena jika terjadi sesuatu di kemudian hari ini yg akan
menolong para pelaut. Sekedar panduan apa yg di maksud buku harian kapal
adalah sbg berikut
Dalam KUHD pasal 348 Nahkoda harus mengusahakan penyelenggaraan buku
Harian Kapal . Nahkoda dapat mengerjakan sendiri atau menugaskan seorang
awak kapal (Mualim I) tapi tetap dalam pengawasan Nahkoda tentang pengisian
dengan benar, lengkap dan berdasarkan peraturan-peraturan.
Nahkoda
Buku Harian merupakan Dokumen yang penting sekali berisi penjabaran
perjalanan yang dapat dipercaya dengan catatan yang dipertimbangkan secara
seksama dan disusun secara teliti, setiap kejadian dicatat.
Kapal yang tidak menyelenggarakan Buku Harian kapal/tidak mempertunjukan
buku itu dikenakan sanksi denda sesuai KUHP pasal 562. (Pelanggaran Pelayaran)
Buku ini berfungsi sebagai bahan pembuktian dan merupakan Sumber data bagi
Hakim jika terjadi sengketa.
Bagi Pemrintah Buku Harian kapal digunakan untuk alat pengawasan terhadap
kapal, nahkoda dan para pelayar.
Walaupun tidak dilarang secara khusus oleh UU : Penyobekan halaman,
penambahan halaman, pengosongan halaman, perobahan, penambahan,
pencoretan pencatatan tambahan, tidak terbaca isinya, semuanya dapat
mengurangi kekuatan pembuktian Buku Harian Kapal.
Kapal yang berukuran isi kotor 500 m3 atau lebih harus menyelenggarakan Buku
Harian Kapal dan Buku Harian Mesin, sedangkan kapal yang dilengkapi Radio
Telegraphy/Telephony dengan Buku Harian Radio.
Yang harus dicatat dalam Buku Harian Kapal :
– Saat buka/tutup pintu kedap air, tingkap-tingkap dan lain-lain.
– Latihan sekoci/kebakaran dan alasan tidak dilakukan latihan.
– Keadaan sumber tenaga darurat.
– Alasan mengapa tidak menolong setelah terima isyarat darurat.
– Sarat kapal saat ditolak.
– Nama nahkoda, perwira dan setiap mutasi yang terjadi.
Di bagian muka Buku Harian Kapal terdapat penunjuk halaman yang memberi
keterangan :
– Kelahiran dan kematian di kapal
– Mutasi antar awak kapal
– Kecelakaan/kerusakaan yang dialami
– Pengeringan, perbaikan
– Latihan-latihan berkala
– Pembukaan/penutupan pintu kedap air, tingkap.
– Pemuatan muatan berbahaya
– Catatan jumlah pekerja muatan.
Khusus waktu kapal mengalami keadaan luar biasa seperti cuaca buruk, pengisian
buku harian kapal harus seteliti mungkin karena akan diperlukan sebagai bahan
pembuktian. Jika pihak Asuransi dituntut ganti rugi pihak Kapal (tertanggung)
harus dapat membuktikan kerusakan akibat peristiwa laut, bukan karena ketidak
naik lautnya kapal tersebut.

Memperlihatkan Buku Harian Kapal


Nahkoda wajb menyerahkan buku harian kapal pada Syahbandar atau Konsul,
sedikitnya 6 bulan terakhir. Dirjen Perhub laut menentukan saat-sat mana dan
kepada siapa Buku Harian diserahkan :
– Sekurang-kurangnya 1 kali tiap bulan takwin, jika tidak dapat dipenuhi, di
tempat pertama yang disinggahi.
– Jika selama 2 bulan takwin berturut-turut dengan alasan yang sah tidak punya
kesempatan menyerahkan ditempat pertama.
Tiap pemeriksaan yang dilakukan oleh Syahbandar harus memberikan Eksibitum
(pencatatan dengan nomor dan tanggal dokumen) dalam Buku Harian Kapal.

2.4 SURAT SURAT DAN DOKUMEN KAPAL

Certificate of Register (Surat Tanda Kebangsaan Kapal)


Dokumen pertama yang wajib untuk dimiliki adalah sertifikat kebangsaan.
Dokumen ini merupakan sertifikat kapal yang menerangkan identitas alat
transportasi tersebut. Dengan dokumen ini, kapal mendapatkan izin untuk
mengibarkan bendera negara asalnya.
Dokumen ini tidak hanya sekedar izin mengibarkan bendera asal negara, namun
juga merupakan naungan berbadan hukum bagi kapal tersebut. Dengan sertifikat
kebangsaan ini, kapal yang bersangkutan berhak atas perlindungan hukum.

Seaworthy Certificate (Sertifikat Kelayakan)


Dokumen kapal selanjutnya yang wajib dimiliki adalah sertifikat layak berlayar
laut atau disebut dengan seaworthy certificate. Dokumen ini merupakan bukti
bahwa kapal memiliki kelayakan untuk berlayar.

Kelayakan kapal ini dilihat dari berbagai hal seperti kelengkapan alat, fungsi
setiap komponen kapal, dan lain sebagainya. Sertifikat kapal yang satu ini
sangatlah penting. Pasalnya jika ada perlengkapan kapal yang tidak lulus uji
kelayakan, maka hal tersebut akan menimbulkan bahaya.

Deratting certificate (Sertifikat Bebas Tikus)


Sertifikat bebas tikus atau deratting certificate merupakan dokumen penting bagi
kapal yang akan berangkat. Seperti yang diketahui bahwa tikus merupakan hewan
pengerat yang tidak boleh berada di atas kapal. Maka dari itu, awak kapal harus
memastikan agar tidak ada tikus berada di atas kapal.

Sertifikat bebas tikus merupakan surat pernyataan bahwa kapal bebas dari hama
tikus dan ini dikeluarkan setelah pengecekan kapal. Selain itu dilakukan juga
penyemprotan kapal menggunakan fumigation atau pembasmi tikus.

Surat Daftar Awak Kapal


Sesuai dengan namanya, dokumen ini adalah dokumen yang memuat daftar anak
buah kapal. Dokumen ini dikenal juga dengan istilah Monsterol, Surat Sijil Crew
List.

Semua nama awak kapal tercantum dalam surat ini lengkap dengan jabatannya.
Akan tetapi nama nahkoda tidak tercantum karena tidak termasuk dalam anak
buah kapal. Nakhoda bertugas sebagai pemimpin kapal dan bertanggung jawab
selama kapal berlayar.

Bill of Health (Surat Kesehatan)


Masih berkaitan dengan dokumen kapal sebelumnya, Bill of Health atau surat
kesehatan adalah surat keterangan kesehatan awak kapal.

Seperti yang diketahui bahwa pelayaran biasanya dilakukan dalam waktu tertentu.
Jika ada awak kapal yang menderita penyakit menular atau wabah, maka ini dapat
menimbulkan hal yang tidak diinginkan.

Load Line Certificate (Sertifikat Lambung Timbul)


Lambung menjadi bagian kapal yang sangat penting. Bagian ini berpengaruh pada
kemampuan kapal untuk mengapung di atas air. Maka dari itu ada sertifikat
khusus untuk bagian kapal yang satu ini.
Sertifikat Lambung Timbul atau disebut juga dengan Load Line Certificate adalah
sertifikat yang menyatakan bahwa lambung kapal dapat timbul sesuai dengan
aturan minimum dan maksimum.

Mee Tebrief atau Surat Ukur


Surat atau dokumen kapal yang satu ini merupakan surat yang menyatakan ukuran
kapal. Kapal sendiri memiliki ukuran-ukuran penting seperti ukuran lebar dalam,
LOA atau ukuran panjang kapal, dan LBP atau Length Between Perpendicular.

Dokumen-Dokumen Lain yang Harus Dilengkapi


Selain dokumen-dokumen yang telah disebutkan di atas, masih banyak dokumen
penting lain yang harus dilengkapi. Namun, perlu digaris bawahi bahwa dokumen-
dokumen lainnya mungkin berbeda, tergantung dari setiap jenis kapalnya.

Misalnya, dokumen pada kapal cargo pasti berbeda dengan kapal penumpang.
Dokumen kapal cargo yang perlu dilengkapi adalah a cargo ship safety equipment
safety, a cargo ship safety radio certificate dan exemption certificate.

2.5 SERTIFIKAT BALIK NAMA KAPAL

Kapal tersebut biasanya dipergunakan untuk mengangkut batu bara. Saat ini
bisnis pengangkutan batu bara yang dijalaninya sedang mengalami kelesuan.
Sebagai pemilik Kapal yang hanya mengandalkan pada satu unit kapal, Satrio
tidak sanggup menanggung beban biaya operasional, untuk itu ia memutuskan
untuk menjual kapalnya tersebut kepada sahabatnya bernama Roni yang memang
pengusaha di bidang perkapalan dan usahanya justru sedang mengalami
kemajuan. Sebagai pemain kapal pemula, Satrio masih bingung mengenai proses
jual beli kapal. Untuk itu dia menanyakannya pada sahabatnya Roni, yang sudah
terbiasa melaksanakan jual beli kapal serta melakukan baliknamanya.

Dalam hal ini, proses jual beli kapal terhadap kapal-kapal yang sudah
berbendera Indonesia dan sudah terdaftar dalam Daftar Kapal di Indonesia disebut
sebagai salah satu peralihan hak milik atas kapal. Setiap peralihan hak milik atas
kapal yang telah didaftar, harus dilakukan dengan menggunakan akta JUAL BELI
KAPAL yang dibuat di hadapan Notaris. Hal ini sesuai dengan Pasal 18 ayat (3)
huruf a Permenhub Pendaftaran Kapal. Jadi semua prosesnya memang harus
dilakukan di hadapan notaris, sama halnya seperti jual beli tanah.

Setelah dibuat akta jual belinya di hadapan Notaris, Roni selaku pemegang
hak yang baru harus mengajukan permohonan pembuatan akte dan pencatatan
balik nama kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat
kapal didaftar, paling lama 3 (tiga) bulan semenjak peralihan. Hal ini sebagaiman
a diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002
tentang Perkapalan (“PP Perkapalan”). Pelaksanaan baliknama atas kepemilikan
kapal tersebut bisa dikuasakan kepada Notaris yang bersangkutan seperti halnya
dengan pendaftaran baliknama atas jual beli tanah dan bangunan.

DOKUMEN YANG DIBUTUHKAN


Permohonan balik nama tersebut harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen
berupa: (lihat Pasal 30 ayat (2) PP Perkapalan)

a. Bukti kepemilikan;
b. Identitas pemilik;
c. Grosse akte pendaftaran atau balik nama;
d. Surat ukur, dalam hal kapal telah memperoleh surat ukur baru.

Pengaturan lebih lanjut lagi mengenai balik nama kapal ada dalam Peraturan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM.13 Tahun 2012 tentang
Pendaftaran Dan Kebangsaan Kapal (“Permenhub Pendaftaran Kapal”). Dalam
Pasal 18 ayat (1) Permenhub Pendaftaran Kapal, diatur bahwa pada setiap
pengalihan hak milik atas kapal yang telah didaftar, pemegang hak yang baru
harus mengajukan permohonan balik nama kepada Pejabat Pendaftar dan Pejabat
Baliknama Kapal di tempat kapal didaftar.
Permohonan balik nama tersebut wajib dilengkapi dengan: (Pasal 18 ayat (2)
Permenhub Pendaftaran Kapal)

a. Bukti pengalihan hak milik atas kapal;


b. Identitas pemilik berupa kartu tanda penduduk bagi perorangan dan
anggaran dasar pendirian perusahaan bagi Badan Hukum Indonesia;
c. Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. Surat ukur;
e. Grosse akta pendaftaran kapal atau grosse akta baliknama kapal; dan
f. Bukti pelunasan bea baliknama sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Untuk hal jual beli kapal, bukti pengalihan hak milik atas kapal adalah berupa akta
jual beli yang dibuat di hadapan notaris (Pasal 18 ayat (3) huruf a Permenhub
Pendaftaran Kapal). Jadi semua prosesnya memang harus dilakukan di hadapan
notaris, sama halnya seperti jual beli tanah.

PENDAFTARAN DAN PENCATATAN BALIKNAMA KAPAL

Balik nama kapal tersebut dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat
Baliknama Kapal dengan membuat akta balik nama kapal dan dicatat dalam daftar
induk kapal yang bersangkutan (Pasal 18 ayat (4) Permenhub Pendaftaran Kapal).

Akta balik nama kapal hanya dapat dibuat apabila menurut catatan dalam
daftar induk, kapal dalam keadaan tidak sedang dibebani hipotek dan/atau jaminan
lainnya serta bebas dari segala bentuk sitaan (Pasal 18 ayat (5) Permenhub
Pendaftaran Kapal). Jadi, sebelum memastikan untuk menjual kapal sebaiknya
barang tidak sedang dalam keadaan dijaminkan untuk hutang. Karena jika sedang
dibebani hipotik maka akan menghampat proses balik nama yang akan dilakukan
oleh pemegang baru. Intinya sih kapal yang dapat dibaliknama harus dilakukan
roya atas hipotik kapalnya terlebih dahulu, baru dapat didaftarkan terhadap nama
yang baru.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Biro klasifikasi kapal melakukan pengawasan baik untuk pembangunan kapal
baru maupun kapal yang sedang beroperasi serta pemberian sertifikasi untuk
kapal-kapal yang telah memenuhi persyaratan dari peraturan klasifikasi kapal
(Rules) baik pada bagian konstruksi maupun permesinan beserta kelengkapannya.
Selain menangani masalah konstruksi, permesinan dan material, biro klasifikasi
kapal juga mendapatkan wewenang untuk melaksanakan statutoria survei yang
dilaksanakan bertujuan untuk verifikasi kesesuaian konvensi dari IMO
(International Maritime Organization) mengenai kebijakan internasional
keselamatan pelayaran.
Biro klasifikasi kapal juga melaksanakan pengawasan dan memberikan
petunjuk dalam perbaikan dan konversi kapal. Klasifikasi kapal dilaksanakan
berdasarkan pengertian bahwa kapal dimuati, dioperasikan dan dirawat dengan
cara yang benar oleh awak kapal yang kompeten dan berkualitas.

3.2 SARAN

Secara jelas biro klasifikasi kapal harus membuat dan menetapkan suatu standar
atau Asosiasi. Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan
ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas. Kami hanyalah
manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian
penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Biro Klasifikasi Indonesia. 1978. Peraturan Klasifikasi dan konstruksi

Kapal Laut . Kantor Pusat BKI Jakarta.

Bachrun. Rachmat K. 1993. Maintenance Manajemen. Loka Datamas

Indah Jakarta.
Herjanto. Eddy. Manajemen Produksi dan Operasi. Grasindo Jakarta.

Murti Sumarni dan Soeprihanto. John. 1998. Pengantar Bisnis (Dasar–

Dasar Ekonomi Perusahaan). Edisi ke lima . Liberty. Yogyakarta.

Siagian Sondang. 1970. Filsafat Administrasi. CV. Haji Mas Agung.

Yogyakarta.

Soeharto. 1991. Manajemen Perawatan Mesin. Rineka Cipta. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai