Anda di halaman 1dari 161

1

Arya’s Journey
dasp.98

2
Bab 1 - Sekolah
Arya bersembunyi di belakang bundanya
begitu ia sampai di TK. Arya yang semula
begitu bersemangat untuk masuk sekolah di
hari pertamanya terlihat begitu gugup dan
takut. Terutama melihat begitu banyak
orang dan anak-anak lain yang menangis.
“It’s okey,” ucap Lily lembut
menyemangati putranya lalu menemaninya
sampai masuk dan duduk di dalam.
Arya begitu ketakutan sampai menangis
hingga mengompol melihat bundanya
berada jauh darinya. Meskipun Lily hanya
berada di luar ruangan dan masih bisa di lihat
Arya.
“Bunda jangan pergi! Aku takut!” ucap
Arya setelah Lily mengganti celananya dan
kembali menemaninya di dalam ruangan
lagi.
“Yah, kalo gitu nanti Arya ga bisa jadi
pemberani dong. Nanti gak bisa jadi jagoan
yang jagain bunda dong,” ucap Lily agar Arya
kembali berani.
Arya menatap Lily dengan mata berkaca-
kaca lalu mengangguk dan melepaskan
pegangannya dari Lily. “Tapi Bunda jangan
tinggal aku ya,” ucap Arya yang akhirnya mau
duduk sendiri di dalam kelasnya.

3
Lily memperhatikan putranya yang
mengikuti pelajaran di TK-A. Menyanyi,
menjawab pertanyaan dari gurunya,
memperkenalkan diri, berdoa, meskipun
Arya masih terus melirik Lily tapi Arya tetap
mengikuti kelasnya hingga selesai.
“Hore! Arya sudah berani sekolah!” ucap
Lily menyambut putranya begitu kelas
selesai.
Arya tersenyum malu-malu kucing
mendengar sambutan bundanya lalu
berjalan ke mobilnya dengan bangga.
“Aku senang sekolah, aku bernyanyi,
temanku banyak, aku pemberani, kata bu
guru aku ganteng!” ucap Arya bangga.
Lily tersenyum mendengar ucapan Arya
lalu mengecup pipinya dengan gemas.
“Ganteng lah, anak bunda! Anak bunda
ganteng! Pemberani!” ucap Lily sambil
menciumi putranya hingga tertawa
terbahak-bahak karena geli di ciumi
perutnya juga.
Arya terlihat begitu senang dan ceria
sepanjang hari sepulang dari sekolah. Sudah
berkali-kali ia bernyanyi lagu-lagu yang ada
di TKnya yang begitu mudah di ingat memori
kecilnya.
“Gimana adek tadi di sekolah?” tanya
Alma ketika makan malam bersama.

4
“Menyenangkan, aku menyanyi,
temanku banyak,” jawab Arya dengan ceria
pada istri pertama ayahnya itu.
“Tadi berani gak anak ayah?” tanya Jalu.
“Berani, aku nangis sebentar aja. Tapi
tidak papa,” jawab Arya yang ingin dapat
pujian dari ayahnya.
Lily tersenyum lalu mengusap rambut
Arya. Meskipun biasanya ia dan Jalu juga
Alma akan makan sendiri-sendiri sejak ada
Arya dan Arya menyadari kenapa ayahnya
jarang makan malam bersama bundanya
semua jadi menurunkan egonya.
Alma yang semula ingin bercerai dari Jalu,
setelah melihat Arya lahir juga
mengurungkan niatnya. Arya mencuri
hatinya juga dan berbagi suami tapi juga
mendapatkan anak juga bukan pilihan yang
buruk. Apalagi Arya juga anak yang
menggemaskan dan ceria. Meskipun Alma
tak bisa sesabar Lily saat bersama Arya, Alma
tetap belajar jadi ibu yang baik untuk Arya.
Paling tidak baik ketika di publik.
Bruk! Lily tiba-tiba pingsan ketika sedang
mengambilkan minum untuk Arya. Jalu
begitu panik, Arya juga panik melihat
bundanya tiba-tiba pingsan dan mimisan.
Jalu langsung membawa Lily ke rumah sakit
sementara Arya menunggu di rumah
bersama Alma dan para pelayan.

5
Sejak hari itu Arya tak pernah melihat
bundanya beraktifitas secara bersemangat
seperti biasanya. Stamina bundanya terus
menurun. Rambutnya yang panjang jadi
pendek. Bahkan tubuhnya yang berisi
perlahan jadi begitu kurus. Arya tidak tau
apa yang di derita bundanyan, yang Arya tau
bundanya sakit jadi ia harus belajar mandiri.
Arya tidak benar-benar sendiri ada dua
pengasuh yang mengawasinya dan siap
membantunya. Ayahnya juga selalu ada
untuknya, Alma juga tak keberatan
mengasuhnya. Tapi rasanya tetap berbeda
dari bundanya.
“Arya,” panggil Lily yang masuk ke kamar
Arya lalu duduk di tempat tidurnya.
“Sebentar Bunda, habis aku rapiin
mainanku aku tidur,” ucap Arya lalu
merapikan mainannya dan pergi sikat gigi
sendiri.
Lily tersenyum lalu tiduran di tempat
tidur putranya. Jalu melihat Lily yang ingin
menghabiskan malamnya bersama Arya
hanya menengok sebentar lalu kembali ke
kamarnya.
“Aku senang kalo tidur sama Bunda,”
ucap Arya lalu memeluk Lily sambil
menyelimuti bundanya juga.
“Bunda juga senang tidur sama anak
Bunda,” ucap Lily lalu mencium pipi dan
6
kening Arya lalu memeluknya. “Adek, besok
Bunda mau berobat ke luar negeri sama
Ayah. Adek harus jadi anak baik, pemberani
ya, harus makan sayur sama buah tidak
boleh pilih-pilih, belajar biar pintar jadi
kebanggaannya Bunda ya,” ucap Lily dengan
mata yang berkaca-kaca menatap putranya.
Arya mengangguk lalu menangkup pipi
bundanya. “Aku kan selalu pemberani,” ucap
Arya dengan alis berkerut.
Lily tersenyum sumringah mendengar
ucapan putranya. Airmatanya mengalir
begitu saja. “Bunda besok perginya lama,
soalnya harus berobat sampai sembuh. Arya
harus benar-benar jadi pemberani, anak
pintar, anak kuat ya. Harus bisa menjaga diri
Arya sendiri ya biar nanti bisa jagain Bunda
sama Ibu ya,” ucap Lily sambil mengusap
rambut Arya lembut.
“Bunda kenapa menangis? Aku kan
berusaha begitu,” ucap Arya bingung dan
jadi ikut menangis karena melihat bundanya
menangis. “Bunda jangan nangis! Aku jadi
nangis juga kalo Bunda nangis!” omel Arya
sambil mengusap airmata bundanya
meskipun ia sendiri juga menangis.
“Arya harus janji sama Bunda kalo jadi
anak baik, pinter, pemberani waktu Bunda
gak ada, ya?” Lily mengacungkan
kelingkingnya.

7
Arya mengangguk lalu menautkan
kelingkingnya dengan bundanya. “Bunda
cuma pergi sebentar kan?” tanya Arya.
Lily mengangguk. “Cuma beberapa hari,
terus kalo Bunda sudah sembuh Bunda
pulang. Terus kita bisa sama-sama lagi,”
jawab Lily optimis.
“Aku akan tunggu Bunda tiap hari, aku
nanti berdoa terus biar Bunda cepat
sembuh,” ucap Arya lalu kembali ceria.
Lily mendekap Arya erat-erat. “Bunda
bakal pulang terus nemenin Arya sampai
besar, sampai punya banyak teman, sampai
Bunda tua,” ucap Lily sambil mengelus
punggung Arya lembut dan terus
menciuminya.
“Iya aku tau, kan Bunda sayang aku,”
jawab Arya lalu menguap dan merapalkan
doa mau tidur.
Lily terjaga semalaman sebelum
keberangkatannya untuk berobat. Ia hanya
memandangi putra kecilnya yang akan
menjalani hari tanpanya beberapa waktu
kedepan.
“Lily, ayo…” panggil Jalu lalu membantu
Lily berjalan keluar dari kamar putranya
sebelum matahari terbit.

8
“Bunda selalu mencintai adek,” bisik Lily
sambil mengecup kening putranya sebelum
pergi meninggalkannya.

9
Bab 2 – Menunggu
Arya kecil terus menunggu bundanya
pulang. Sudah lebih dari seminggu bundanya
tak bisa di hubungi. Meskipun ayahnya
memberi kabar bila bundanya masih tidur
dan selalu mengirimkan foto yang Arya cetak
dan Arya pandangi tiap malam. Arya tetap
merasa rindu pada bundanya. Arya ingin
menceritakan hari-harinya pada bundanya.
“Adek,” panggil Alma yang datang ke
kamar Arya. “Ibu beli ini, Arya bisa belajar
menulis. Nanti kalo Arya bisa menulis sama
membaca, Arya bisa tulis cerita Arya di sini.
Nanti Bundanya Arya waktu pulang bisa baca
disini. Pasti Bunda senang sekali kalo tau
Arya sudah bisa menulis sama membaca,”
hibur Alma yang berusaha mencarikan
kegiatan untuk anak tirinya itu setelah dapat
kabar kalau setiap malam Arya sedih.
“Oh! Iya aku mau!” seru Arya yang
langsung semangat menerima buku dari
Alma.
Alma memanggilkan guru untuk
mengajari Arya membaca dan menulis juga
mengaji sesuai permintaan Arya sendiri yang
ingin selalu mendoakan bundanya. Alma
melihat betapa rajin dan cerianya Arya di
pagi hingga sore hari, tapi seiring
terbenamnya matahari Arya akan kembali
murung. Menunggu bundanya yang tak

10
kunjung pulang lalu menangis di kamarnya
sendirian.
“Aku Kanggen Buna, Aku Kangen Bunnda,
Aku Selamanya Sayangi Bundaku,” Arya
benar-benar mencurahkan isi hatinya dalam
buku yang di berikan Alma meskipun banyak
typo dan tulisannya masih belum sempurna.
●●●
Alma mengantar Arya ke TKnya hingga
Arya masuk dan duduk di bangku kelasnya.
Arya sudah bilang bila ia bisa sendiri dan
akan baik-baik saja. Tapi Alma tetap
mengantarnya masuk karena ingin di sayangi
Arya juga seperti Lily. Apa lagi ia mendapat
kabar kalau kondisi Lily makin memburuk
dan tak kunjung bangkit dari koma setelah
pengobatan yang ia jalani.
Alma berusaha mengalihkan perlahan
perhatian Arya dari Lily. Arya memang jadi
lebih dekat dengan Alma tapi ia tetap selalu
merindukan Lily. Bahkan kedekatannya
dengan Alma juga ia tulis di bukunya dan
selalu di tutup dengan kata ‘Aku Kangen
Bunda!’ atau ‘Aku Sayang Bunda’. Posisi Lily
tetap tidak tergantikan di hati Arya.
“Adek, Ayah minta maaf…” ucap Jalu
yang tiba-tiba menelfon Arya dan meminta
maaf dengan suara yang bergetar.
Arya tertawa mendengar ucapan ayahnya
seolah ayahnya sedang memberikan
11
candaan atau sedang mengerjainya. “Apa sih
Ayah, Ayah ngapain kok minta maaf? Bunda
mana aku kangen Bunda,” jawab Arya.
“Bunda meninggal…” jawab Jalu yang
membuat Arya begitu terpukul hingga tak
bisa berkata apa-apa lagi. Alma langsung
meraih ponselnya yang di bawa Arya
mengambil alih telfonnya.
Arya masih tak percaya bila bundanya
meninggal. Arya tidak benar-benar paham
apa itu meninggal bahkan kalaupun bocah
itu paham ia tetap tak mau
mempercayainya. Arya masih yakin dan
percaya bundanya akan pulang dan sembuh
seperti janjinya dulu.
“Ini pasti karena aku belum jadi jagoan,
belum pintar, jadi bunda belum pulang iya
kan Ibu?” ucap Arya menolak fakta yang ada.
Alma memeluk Arya tanpa mampu
berkata apa-apa untuk menguatkan bocah
itu. Arya menangis dalam pelukan Alma
dengan histeris meskipun ia masih belum
bisa percaya kalau bundanya sudah
meninggal. Meninggalkannya di dunia
sendirian.
“Aku sudah tunggu Bunda tiap hari, aku
kangen sama Bunda. Aku mau ketemu
Bundaku!” jerit Arya tak terima.
Semalaman Arya menangis, lalu diam
termenung meskipun tetap mau menuruti
12
pengasuhnya yang memandikannya dan
memakaikannya pakaian berwarna hitam
dan menyisir rambutnya dengan rapi.
Menjelang siang ayahnya datang bersama
mendiang bundanya. Rumahnya sudah
ramai di penuhi keluarga dan kerabat dekat
yang menggunakan pakaian serba hitam.
Banyak karangan bunga di halaman
rumahnya.
“Bunda, ayo bangun!” ucap Arya begitu
peti bundanya di buka. Dengan tangan
kecilnya Arya berusaha membangunkan
bundanya, berusaha membangunkannya
dan mengangkat bahu bundanya agar
bangun seperti kebiasaan bundanya yang
membangunkannya dengan lembut di pagi
hari.
“Bunda pembohong! Katanya Bunda mau
sembuh! Katanya mau temani aku terus!
Bunda bangun!” teriak Arya sambil menangis
dan memukul peti mati bundanya sampai
akhirnya ia lelah dan memeluk bundanya
yang tak bergeming. “Aku kangen Bunda!
Aku tunggu Bunda setiap hari, aku sudah jadi
anak baik, aku kangen Bunda. Bunda
ngomong! Aku kangen Bunda!” ucap Arya
sambil memeluk bundanya.
Keluarga Jalu yang semula membenci Jalu
juga Lily benar-benar iba melihat Arya yang
begitu kehilangan bundanya. Semua yang
sempat ingin tidak mengakui Arya menjadi
sadar bila bocah itu tidak bersalah.
13
Perbuatan Jalu dan Lily yang salah, bukan
Arya. Bahkan Arya tidak mengetahui
penyebab kematian bundanya apalagi
masalalu orang tuanya.
Arya berlari ke kamarnya lalu mengambil
buku hariannya. “Bunda ini aku bisa menulis,
aku bisa membaca, aku tulis ceritaku buat
Bunda, aku mewarnai tidak keluar garis.
Bunda aku sekarang suka main sama Ibu
juga, Bunda bangun dong biar bisa main
sama-sama,” ucap Arya sambil menunjukkan
bukunya dan membukakan setiap lembar
tulisannya pada bundanya yang diam
dengan mata terpejam.
“Adek, Arya…” Jalu menggendong
putranya lalu memeluknya erat.
Arya menatap ayahnya dengan begitu
sedih dan kecewa. “Kenapa Ayah biarin
Bundaku tidur terus?” tanya Arya yang tak
dapat di jawab Jalu.
“Ayah minta maaf Nak, tapi Allah sayang
sekali sama Bunda jadi Bunda di ajak ke surga
duluan…”
“Aku juga mau ikut sama Bunda!” potong
Arya sambil menghentakkan kakinya.

Bab 3 – Recovery
Butuh watu lebih dari seminggu bagi Arya
untuk bisa tabah dan kembali lagi
bersekolah. Itupun ia rutin pergi ke psikolog
14
agar traumanya membaik. Jalu juga begitu,
ia juga sangat terpukul hingga perlu bantuan
psikiater dan kembali lagi ke keluarganya
bersama keluarga kecilnya yang ikut tinggal
di sana juga. Meskipun Arya tidak nyaman
dan tidak akrab dengan keluarga ayahnya.
“Adek sekarang tidak tulis cerita lagi?”
tanya Alma yang melihat Arya langsung tidur
setelah makan malam.
Arya menggeleng. “Aku menulis cerita
buat siapa? Bundaku udah gak ada, aku
ceritain ke siapa?” tanya Arya begitu pilu lalu
masuk kedalam selimutnya dan
memunggungi Alma.
“Besok adek tidak belajar?” tanya Alma
lembut sambil mengelus rambut Arya.
“Aku benci belajar!” jawab Arya ketus.
Alma hanya diam sambil geleng-geleng
kepala. Ia tak bisa sesabar Lily menghadapi
Arya, mendengar penolakannya yang seperti
ini membuat kepalanya pusing. Belum lagi
semangat belajarnya yang menurun drastis.
Alma sama sekali tak bisa mentoleransinya.
“Adek,” panggil Jalu yang membawakan
buku dongeng bergambar yang selalu Lily
bacakan untuk putranya itu.
“Aku gak suka buku Wooly lagi!” bentak
Arya.

15
Jalu meletakkan buku yang ia bawa ke
atas laci lalu memeluk Arya. “Adek tau gak
dulu ini kamar Bunda?” tanya Jalu lalu mulai
bicara untuk mengingat Lily.
Arya hanya diam dan tetap memunggungi
ayahnya. Arya masih marah dan rindu juga
sedih karena di tinggal bundanya.
“Adek inget gak, dulu janji sama Bunda
buat jadi anak baik, anak pintar, pemberani,
kok sekarang jadi gini?” ucap Jalu lembut lalu
memeluk putranya.
“Bunda juga bohong sama aku. Katanya
Bunda mau pulang, sembuh, temani aku
terus. Mana?! Bohong,” saut Arya yang
masih belum ikhlas.
“Adek sedih gak waktu Bunda bohong ke
Adek?” tanya Jalu, Arya mengangguk pelan
lalu menatap ayahnya dengan airmatanya
yang sudah berlinangan. “Adek dulu udah
janji ke Bunda, kalo adek bohong juga nanti
Bunda kalo liat Adek dari surga sedih
gimana?” tanya Jalu sambil mengusap
airmata putranya.
Arya diam lalu kembali memunggungi
ayahnya. Arya mulai memikirkan ucapan-
ucapan terakhirnya bersama bundanya. Arya
mulai menyingkirkan kekecewaannya pada
wanita yang sudah melahirkannya itu dan
memenuhi ingatannya dengan segala
kebaikan bundanya.

16
●●●
Pagi-pagi sebelum di bangunkan Alma
maupun Jalu, Arya sudah bangun duluan. Ia
sudah beraktivitas bersama Oma dan
Opanya, bahkan sudah mandi dan bersiap ke
sekolah tanpa di minta. Naila begitu senang
bisa mengasuh cucunya itu. Arya juga mulai
banyak bicara meskipun Naila harus susah
payah menanyainya banyak hal. Tapi paling
tidak Arya sudah mau diajak bicara sudah
sangat baik.
Arya kembali berangkat ke sekolahnya
dengan perasaan yang cukup baik. Sudah
tidak murung lagi dan sudah tidak tiba-tiba
menangis atau ingin meninggalkan kelas.
Sampai ada seorang gadis kecil
menghampirinya dan membagi sebuah
biskuit dengannya.
“Aku namanya Alya,” ucap gadis kecil itu
memperkenalkan diri.
“Aku Arya,” jawab Arya lalu keduanya
tertawa karena memiliki nama yang mirip.
“Namamu kalo di tulis gini, kalo namaku
gini,” Arya menulis namanya dan nama Alya.
“Cuma beda huruf r sama l aja,” Arya
melingkari perbedaan huruf dinamanya dan
Alya.
“Wah hebat kamu bisa tulis, aku belum
bisa tulis,” ucap Alya kagum pada Arya.

17
Bu guru yang memperhatikan Arya yang
akhirnya berbaur dan punya teman ikut
senang melihatnya. Apa lagi Arya juga bisa
menulis dan membaca jauh lebih awal
daripada teman-temannya.
Sejak hari itu Arya dan Alya selalu
bermain bersama, kadang berbagi bekal,
oleh-oleh yang Arya dapat dari ayah atau
ibunya yang pulang dari perjalanan bisnis.
Arya juga selalu menceritakan soal Alya pada
orang-orang di rumahnya hingga semua
hafal apa saja kebiasaan Arya dan Alya ketika
bermain di TK.
“Adek mau rayain ulang tahun di TK apa
di rumah?” tanya Jalu sambil menemani
putranya yang duduk di depan makam
bundanya.
“Di sekolah, aku pengen rayain bareng
Alya sama teman-teman,” jawab Arya
dengan ceria.
Ini kali keduanya merayakan ulang tahun,
dulu Arya pernah merayakannya saat
usianya masih satu tahun. Tapi tentu saja ia
sudah lupa. Meskipun kadang bila ia sangat
merindukan bundanya ia menonton sendiri
vidio kebersamaannya bersama bundanya.
Arya tetap tidak terlalu ingat betul rasanya
merayakan ulang tahun.
Jalu menyiakan benyak hal untuk
merayakan ulang tahun putranya. Bahkan ia

18
sudah menyewa sebuah food truck agar
perayaan di sekolah jadi meriah. Alma juga
menyiapkan banyak suvenir untuk teman-
teman Arya nantinya. Arya juga di minta
untuk membagikan undangan ulang
tahunnya agar ia merasa memiliki andil juga
dalam pestanya.
Arya membagikan undangannya ke
semua teman di sekolahnya. Di temani Bu
guru dan Alya yang ikut mengintilinya.
“Wah, aku bingung kasih hadiah apa buat
Arya,” ucap Alya sebelum pulang sekolah.
“Kamu kasih apa aja aku suka,” jawab
Arya santai.
Alya mengangguk lalu merapikan barang-
barangnya dan berlari ke mamanya yang
sudah datang menjemputnya.
Arya tidak berharap dapat banyak hadiah,
karena ia hanya punya teman dekat Alya
saja. Ia sebenarnya juga tidak berharap akan
dirayakan dan mengundang teman sebanyak
dan semegah ini. Ia hanya berharap bisa
potong kue lalu bernyanyi, tiup lilin, dan
membagi kuenya bersama Alya saja. tapi
orang tuanya merayakannya lebih besar dan
mewah dari pada yang Arya bayangkan.

19
Bab 4 – Ulang Tahun Arya
Ulang tahun yang Arya tunggu-tunggu
akhirnya terlaksana. Arya diminta untuk
bicara di depan kelas lalu memotong kue
ulang tahunnya. Arya ingin mengajak Alya ke
depan juga tapi Alya malu dan bu guru bilang
Alya tidak ulang tahun juga jadi Alya duduk
di belakang bersama teman-teman yang lain.
Jalu dan Alma juga datang ke pesta di
sekolahan Jalu di tengah kesibukannya.
“Ini buat Jalu,” ucap Alya yang
memberikan kado dengan malu-malu kucing
pada Arya. “Nanti kalo aku ulang tahun Arya
kado juga ya,” sambung Alya lalu duduk
bersama Arya dan keluarganya.
“Liat kamera, senyum!” seru Alma ceria
sambil merangkul Arya dan Alya.
Alya ikut berfoto dan tersenyum dengan
sumringah.
“Aku mau foto sama Alya juga!” seru Arya
lalu menarik Alya untuk berfoto berdua
dengannya sambil menunjukkan kado
pemberian sahabatnya itu dengan ceria.
Beberapa wali khususnya para ibu-ibu
muda yang melihat betapa kayanya orang
tua Arya berusaha mendekat dan ingin
berkenalan. Tapi baik Alma maupun Jalu
tetap lebih banyak memperhatikan Arya dan
Alya yang bercerita dengan bersaut-sautan.
Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi
20
Jalu dan Alma selain melihat putranya yang
kembali ceria. Namun hal itu berbeda dari
para wali yang jadi kehilangan kesempatan
masuk ke kelas sosial yang lebih tinggi.
●●●
Beberapa ibu muda merasa kesal karena
Alya mencuri kesempatannya bercengkrama
dengan pewaris FS Group itu. Tak banyak
yang menyangka juga bila Arya ternyata
anak tunggal dan jelas menjadi calon
penerus FS Group yang selanjutnya.
Semuanya mengira bila Lily adalah ibu dari
Arya dan Jalu sebagai ayahnya tidak memiliki
istri yang lain.
Tapi gosip berkembang begitu cepat.
Semua orang jadi menggosipkan soal
bundanya Arya yang jadi istri kedua.
Beberapa yang kesal dengan Alya juga
menyinggung soal keluarga Alya yang tidak
harmonis. Ibunya hanya seorang bidan dan
ayahnya seorang tentara yang meninggal
saat di tugaskan ke Libanon.
Terdengar mulia memang. Tapi gosip
selalu di bumbui dengan sedikit kebohongan
lalu kebohongan itu akan di besar-besarkan
dari mulut ke mulut. Hingga entah sejak
kapan mulainya. Arya jadi di ejek teman-
temannya karena ia lahir dari rahim istri
kedua.

21
“Aku bukan anak haram!” jerit Arya
sambil menangis ketika tiga orang anak laki-
laki datang dan mengejeknya dengan
sebutan anak haram.
“Pantes Arya mainnya sama Alya, orang
sama-sama anaknya orang gak jelas,” imbuh
yang lain.
“Pasti ayahnya Arya sama ibunya bikin
ulang tahun kemarin karena terpaksa,”
rasanya terlalu banyak gosip yang masuk ke
telinga para bocah itu hingga dengan
entengnya mengejek Arya.
“Tidak! Arya tidak begitu!” bela Alya
sambil menggebrak meja dan tak sengaja
menumpahkan gelas berisi susu murni
miliknya hingga membasahi sepatu salah
seorang anak laki-laki yang mengejek Arya.
Anak laki-laki itu langsung panik dan
menangis begitu susu milik Alya membasahi
sepatunya hingga kotor. Anak laki-laki itu
mulai marah sambil menangis dan mencoba
memukul Alya. Alya berusaha menangkisnya
hingga anak itu tak sengaja tersungkur.
Arya juga panik dan bingung harus
bagaimana, Arya ingin menangis karena di
ejek dan sekarang temannya di serang. Arya
bingung harus membalas atau melawannya
dengan cara seperti apa. Arya tak pernah
bertengkar apa lagi berkelahi sebelumnya.
Selama bermain bersama Alya ia juga selalu

22
bergantian dan berbagi secara otomatis. Jadi
benar-benar tak pernah bertengkar.
Alya mulai kewalahan karena dua teman
anak laki-laki itu ikut menyerang bahkan
melemparinya dengan puzzel dan balok
kayu. Alya menahan airmatanya, Alya selalu
ingat pesan ibunya bila ia menangis dan
cengeng maka orang yang nakal padanya
akan semakin nakal. Jadi Alya berusaha kuat.
Tapi baru ia hendak membalas. Anak laki-
laki yang menangis itu melempari balok pada
Arya hingga mengenai kepalanya. Arya
langsung menangis dengan keras dan begitu
panik juga ketakutan hingga mengompol.
Alya berusaha menenangkan Arya tapi ia jadi
panik juga dan akhirnya ikut menangis.
Anak laki-laki yang tadi mengejek terus
melemparinya dengan barang-barang yang
ada di kelas. Alya berusaha melindungi Arya
sambil menangis dan tetap menjadi tameng
untuk Arya. Hingga akhirnya buguru datang
dan melerai semuanya.
“Buguru! Alya nakal tumpahin susu ke
sepatuku!” adu anak laki-laki itu sebelum
Alya dan Arya yang mengadu duluan.
Alya menggeleng mengelak tuduhan anak
laki-laki itu. Ia ingin menjelaskan terlebih
dahulu. Tapi rasanya buguru lebih berpihak
pada putra komite sekolah itu dan ikut

23
memarahi Alya tanpa mendengar penjelasan
apapun darinya.
“Ampun! Aku tidak nakal!” tangis Alya
begitu buguru menjewernya.
Arya tak bisa membela Alya. Ia takut di
jewer juga, ia juga takut di ejek atau di
lempari mainan lagi. Tapi Arya tau dan ingat
dengan jelas bila Alya tidak salah sedikitpun.
Alya hanya mencoba melindunginya.
“Alya tidak nakal!” ucap Arya pelan
sambil menggenggam tangan Alya setelah di
jewer.
Tapi tiba-tiba seisi kelas langsung
mengejek bila Alya dan Arya pacaran. Dan
bersorak “cie… cie..” yang membuat Alya
dan Arya malu juga takut. Genggaman
tangan Alya dan Arya mulai terlepas.
Keduanya tak mau di teriaki pacaran
meskipun keduanya juga tak tau apa artinya.
Sejak hari itu Arya tak pernah melihat
Alya datang ke sekolahannya lagi. Orang tua
Arya sempat datang mengurus masalah ini.
Khususnya Jalu yang akhirnya melimpahkan
masalahnya pada kuasa hukumnya dan
mengajukan tuntutan secara hukum pada
sekolahan yang lalai. Meskipun begitu Alya
jadi tidak hilang dan Arya kehilangan satu-
satunya sahabat terbaiknya.
“Bunda aku masih kangen Bunda. Aku
juga sayang sekali sama Bunda. Temanku
24
Alya tidak pernah datang ke sekolah. Aku
pengen jadi pemberani sama kuat biar bisa
jagain Alya, sama Bunda, Ibu, Ayah juga. Aku
malu cuma bisa nangis.” Tulis Arya yang
kembali mencurahkan perasaannya dalam
jurnal hariannya seolah ia sedang menulis
cerita yang akan di baca bundanya bila
pulang dan sehat kembali.

25
Bab 5 – Knock Out
10 tahun berlalu…
“Killing Machine Arya!” seru komentator
begitu heboh saat menyaksikan Arya yang
melakukan serangan elbow strike ditambah
dengan ground and pound tanpa henti dan
jeda sedikitpun. Darah sudah mengucur dari
sisi lawan, tapi Arya masih belum berhenti
dengan serangannya sampai wasit dan
pelatihnya masuk untuk memisahkannya.
“Aaaargh!!!” geram Arya lalu melepaskan
pelindung kepalanya juga sarung tinjunya.
“Perfecto!” seru komentator begitu
pertandingan selesai dan Arya nyaris sama
sekali tidak menerima serangan yang berarti.
Arya berjongkok di depan musuhnya lalu
memandanginya yang hendak di bawa
paramedis. “Itu buat mulutmu yang berani
bilang Bundaku cuma istri kedua,” ucap Arya
lalu bangkit dan melebarkan kedua
tangannya menyambut sabuk
kemenangannya.
“Aku ga menyinggung ibumu,” jawab
lawannya yang sudah nyaris tak dapat
bangkit.
“Kamu bilang waktu di TK,” ucap Arya
mengingatkan lalu turun dari ring dan
kembali ke ruang ganti.

26
Arya segera mandi dan merapikan dirinya
kembali sebelum pulang ke rumah. Arya
memberikan barang-barangnya pada
pengasuhnya yang masih saja bekerja untuk
keluarganya dan masih menemani Arya
hingga sebesar ini.
“Mas Arya jangan berantem-berantem
terus, nanti kalo kenapa-napa Bibi di
marahin Ibu sama Ayah,” ucap Surti
mengingatkan Arya dengan khawatir.
“Tapi aku gapapa,” jawab Arya sambil
memakan cemilan di dalam mobilnya
sepanjang perjalanan pulang.
Begitu banyak sepanduk yang mengelu-
elukan Arya. Sejak debut di pertandingan
amatir salah sebuah klub dan
memenangkannya dengan kondisi knock out
sebagai pembuka karirnya sebagai seorang
petarung. Arya belum pernah menurunkan
performanya sedikitpun. Kebringasannya
juga makin menjadi di tiap pertandingan
yang ia jalani.
Awalnya Arya begitu menyesal sudah
memukul begitu keras dengan serangan
hook yang ia layangkan tanpa henti. Begitu
pertandingan usai dan ia memegang sabuk
kemenangan pertamanya, Arya meminta
maaf pada lawannya saat itu. Bahkan Arya
memberikan seluruh hadiahnya karena
merasa bersalah.

27
Tapi pelatihnya berkata lain.
Pertandingan dan pertarungan antar pria di
ring memang harus begitu. Bila Arya terus
meminta maaf dan mengkasihani lawannya
karena kalah itu sama seperti sebuah hinaan.
Sejak itu Arya selalu meningkatkan
performanya dan menguatkan hatinya.
Arya selalu berusaha tetap sportif di tiap
pertandingannya. Hanya tadi ia terasa begitu
terbakar emosinya ketika berhadapan
dengan pembullynya di TK dulu.
“Aih, harusnya tadi bisa lebih kenceng,”
gumam Arya menyesal tak melepaskan
seluruh energinya.
Surti geleng-geleng kepala mendengar
ucapan Arya. Tidak dengan seluruh
energinya maksimal saja sudah seperti itu.
Bagaimana bila Arya memaksimalkan
energinya. Tapi meskipun Arya jadi doyan
ikut dalam pertandingan seperti ini, Surti
sebagai pengasuhnya merasa bangga.
Arya yang cengeng dan penakut dapat
berubah. Bukan hal yang mudah juga untuk
Arya berubah hingga sejauh ini. Ia mengikuti
beberapa latihan bela diri dengan keras
hampir setiap hari, lalu melatih pukulannya
sendiri di rumah atau dengan Ayah dan
Opanya. Tak hanya satu bela diri tapi banyak
yang Arya coba pelajari.

28
“Bibi aku dapet bayaran,” lapor Arya
sambil menunjukkan transferan yang cukup
banyak masuk ke rekeningnya. “Nanti kalo
aku uangnya dah banyak banget, Bibi yang
bayar aku aja gak usah Ayah,” ucap Arya
dengan ceria. “Pak kita mampir ke toko buku
ya,” pinta Arya.
Arya menyandarkan kepalanya dengan
nyaman sambil berselimut selimut milik
mendiang bundanya berwarna pink dengan
motif bunga-bunga yang selalu
menemaninya kemanapun. Arya tersenyum
tipis melihat betapa banyaknya orang yang
memujanya ketika di ring. Semua mengelu-
elukannya. Vidionya begitu viral.
Bahkan sebutan Killing Machine yang tak
pernah terlintas di kepalanya sedikitpun jadi
tersemat di namanya ketika berada di atas
ring. Arya tetap jadi pemalu sebenarnya ia
hanya merasa sedikit berani karena di ring ia
hanya di hadapkan pada lawannya juga wasit
yang mengawasi.
“Aku senang udah ga di bully orang lagi,”
ucap Arya pelan.
“Hlo ya jelas! Kalo ada yang berani sama
Mas Arya ya salah besar, cari mati kayak gitu.
Tadi aja Mas Arya waktu mukul, walah-
walah gak pakek berhenti langsung keok gitu
lawannya,” ucap Joko yang begitu bangga
pada Arya.

29
Arya tersenyum senang mendengar
ucapan supirnya. Tapi belum senyumnya
pudar Arya menerima telfon dari Ayah juga
Ibunya secara bersamaan beberapa kali yang
jelas bila keduanya menghawatirkan
keadaan Arya.
“Aku gapapa,” ucap Arya yang akhirnya
menelfon balik Ayahnya.
“Di vidio Ayah liat ada darah-darah, kamu
jangan bohong!” Jalu begitu khawatir pada
putra semata wayangnya itu.
“Iya benar, tanya aja Bibi,” jawab Arya
meyakinkan ayahnya seperti anak-anak yang
kepergok berbohong memakan permen.
“Nanti Ayah pulang, Ayah cek sendiri!”
ucap Jalu kekeh ingin langsung melihat
konsidi putranya langsung.
●●●
Arya mencetak fotonya di ring dengan
sabuk kemenangannya dan suasana penuh
euforia di ring lalu menempelnya di dalam
buku hariannya.
“Bunda aku menang, aku tetap di panggil
Killing Machine. Sekarang aku sudah kuat,
tapi aku tetap kangen Bunda. Aku masih
pengen nangis kalo kangen Bunda. Tadi aku
pukul orang yang bully aku di TK sampe aku
KO. Bunda, ternyata orang jahat itu tidak
pernah ingat kalo dia pernah jahat. Aku

30
sebal, tapi tidak papa. Sekarang aku sudah
kuat jadi aku tidak di bully siapa-siapa lagi.
Bunda besok aku pindah kelas, kata guruku
sama teman-teman kelasnya di acak. Aku
malu kalo harus kenalan di depan kelas lagi.”
Tulis Arya lalu mengusap airmatanya dan
menutup buku hariannya lalu tidur di balik
selimutnya juga selimut bundanya.

31
Bab 6 – Kelas Baru
“Arya, jangan berantem-berantem lagi.
Kalo pengen uang jajan tambahan bilang
Ayah atau Ibu, ga usah cari uang sendiri,”
ucap Jalu mewanti-wanti putranya sebelum
berangkat sekolah.
“Iya-iya, orang uangnya juga cuma dikit,”
jawab Arya lalu menyalimi ayahnya sebelum
berangkat sekolah diantar supirnya.
“Kayaknya Arya perlu masuk ke
sekolahan yang bener Mas, sekolah negeri
gak bagus buat perkembangannya. Aku jadi
khawatir sama pendidikan Arya,” ucap Alma
sambil menghela nafas melihat beberapa
sabuk kemenangan milik Arya yang di pajang
dengan bangga.
Jalu menghela nafas lalu mengangguk
setuju. “Benar, tapi bentar lagi dia lulus
sekolah. Dia juga tetep berprestasi sama ikut
kursus. Nanti waktu kuliah saja kita
gembleng dengan benar, biarkan dia
menikmati masa mudanya,” ucap Jalu yang
tak ingin mengekang putranya.
●●●
Beberapa siswa yang tiba-tiba
mendeklarasikan diri sebagai anak buah Arya
menyambut kedatangannya. Bahkan
meskipun Arya tidak meminta bantuannya
pun para siswa itu dengan sigap
membawakan tas milik Arya juga
32
membersihkan meja yang sudah di pilihkan
untuknya.
Arya belum pernah berkelahi di
sekolahnya sedikitpun. Tapi memang banyak
teman-temannya yang ikut bela diri juga
perguruan yang kalah tanding dengannya.
Meskipun setelahnya Arya tidak mengungkit
apa-apa dan meminta maaf karena memukul
terlalu brutal dengan sopan. Teman-
temannya tetap menaruh hormat dan segan
padanya.
Image Arya yang hanya ingin jadi anak
biasa dan terbebas dari bullyan berubah
menjadi berandalan yang suka berkelahi.
Padahal Arya juga bukan berandalan, bukan
gali, bukan anak punk, bahkan Arya diam-
diam cenderung menjadi anak mami. Tapi
karena kemenangannya dan titel Killing
Machine yang tak sengaja tersemat padanya
ia jadi di takuti begini.
Paginya berjalan normal dan lancar
hingga istirahat pertama. Arya mengobrol
dengan beberapa temannya di kelas barunya
dengan asik. Beberapa anak perempuan
yang terlihat lebih cantik dan berani
mewarnai rambutnya juga memakai make
up ke sekolah ikut bergabung di dekat
mejanya dan mengobrol dengan asik
dengannya.
Arya hanya mendengarkan. Para
perempuan banyak bicara bersaut-sautan.
33
Kadang mereka juga membagi cemilan yang
mereka bawa dengan Arya dan teman-
teman Arya yang kadang berseliweran.
Hanya ada satu orang teman kelas Arya yang
sama sekali tak bicara dan berbaur sedari
tadi.
Gadis bertubuh kurus dengan rambut
yang terlihat terpotong secara berantakan di
bagian belakang. Gadis itu tidak bangkit dari
duduknya dari awal. Arya sempat
memperhatikannya beberapa kali sampai ia
melihat salah seorang gadis yang tadi duduk
di depan Arya menghampirinya ketika gadis
itu hendak menyantap bekalnya.
“Dia siapa? Dari tadi diam…” ucap Arya
sambil menunjuk gadis pendiam yang
tampak ketakutan ketika di hampiri gadis
lainnya itu.
“Alya, gak penting dia,” jawab salah satu
siswi sambil cekikikan melihat Alya yang di
kerjai.
“Alya?” Arya kembali mengulang nama
itu lalu mengangguk pelan. Arya kembali
memperhatikan gadis itu lalu berusaha
mengingat Alya sahabatnya dulu dan
mencari kesamaan dengan Alya yang ada di
kelas barunya.
●●●

34
“Ayah, Ayah ingat temanku waktu TK
namanya Alya gak?” tanya Arya saat makan
malam bersama keluarganya.
Jalu mengangguk. Tentu Jalu ingat, hanya
Alya yang selalu anaknya ceritakan sejak TK
dan selalu di carinya saat SD.
“Ayah punya fotonya tidak?” tanya Arya
yang membuat Jalu hampir tersedak.
Dari segala hal yang putranya tanyakan,
hal random yang diminta secara mendadak,
ini yang paling membuatnya kaget. Ada
banyak hal yang ia urus selain foto TK Arya.
Ia pebisnis yang memegang lebih dari 4
perusahaan besar.
“Nanti Ayah coba suruh staf Ayah buat
cari,” ucap Jalu lalu menghela nafas dan
memanggil salah satu stafnya.
“Adek tadi gimana di sekolah?” tanya
Alma sambil menaruh beberapa sendok
sayuran ke piring Arya.
“Tadi aku pindah ke kelas baru, ada
temanku pendiam sekali namanya Alya. Aku
penasaran dia temanku TK dulu apa bukan,”
jawab Arya lalu memindahkan sayuran yang
ada di piringnya ke atas piring ayahnya yang
sibuk bicara dengan stafnya.
“Adek! Makan sayur!” seru Alma yang
melihat Arya menyingkirkan sayurnya. “Ayah

35
juga!” seru Alma begitu Jalu juga akan
menyingkirkan sayurnya.
Jalu dan Arya diam lalu mulai memakan
sayurnya dengan wajah cemberut.
“Aku suka daging,” lirih Arya
mengeluhkan sayurnya.
●●●
Arya membawa fotonya bersama Alya
saat masih TK dalam tasnya setelah staf
ayahnya menemukan foto yang ia minta.
Arya ingin menanyakan pada Alya yang
duduk di bangku pojok belakang. Arya
sempat mendekatinya lalu menatap Alya.
Alya ini sangat berbeda dengan Alya
temannya TK dulu. Temannya pemberani
dan ceria juga menyenangkan. Tidak seperti
ini, penakut, pendiam dan begitu cupu.
Bahkan rambutnya yang salah potong juga
belum di perbaiki. Penampilannya
berantakan, berbeda dengan teman TKnya
dulu.
Arya yakin bila itu memang Alya
temannya dulu pasti Alya akan terlihat
cantik, pintar, pemberani dan punya banyak
teman. Gadis ini begitu berbeda jauh dengan
temannya dulu.
“Kamu namanya Alya?” tanya Arya yang
mendekati Alya lalu duduk di ujung mejanya.

36
Alya menatapnya dengan sedikit takut
lalu mengangguk.
“Aku Arya,” ucap Arya memperkenalkan
diri.
Alya mengangguk dengan cepat dan
tampak begitu takut juga tidak nyaman
karena Arya yang mengajaknya berkenalan.
“Arya,” panggil Doni yang melihat Arya
duduk di atas meja Alya. “Arya bisa minta
tolong bantuin ambil buku paket ke kantor?”
pinta Doni yang khawatir bila Alya di bully
Arya juga.
Arya mengangguk lalu berjalan mengikuti
Doni sambil melirik Alya dan meyakinkan
dirinya bila itu bukan Alya temannya di TK
dulu.

37
Bab 7 – Seragam
“Bunda, di kelasku yang baru ada teman
namanya Alya. Aku udah berharap kalo itu
Alya temanku TK dulu. Tapi kayaknya aku
salah. Dia beda sama Alya temanku TK,
penakut sekali. Aku ga tau kenapa dia takut
aku juga, padahal aku ganteng, aku juga baik.
Tapi gapapa aku juga anggap dia temanku.
Aku nanti bakal baik juga sama dia biar dia
gak takut sama aku.” Tulis Arya lalu
menghela nafasnya dan merebahkan diri di
tempat tidurnya.
Ia memang tak yakin bila Alya di kelasnya
adalah Alya temannya di TK. Tapi Arya tetap
yakin bila Alya itu Alyanya dulu. Meskipun ia
tak punya bukti dan tak sempat bertanya
apapun pada Alya. Kalaupun Alya bukan Alya
yang ia cari, Arya juga tetap memikirkannya
karena penasaran kenapa ia begitu pendiam
dan penakut. Juga rambut lurusnya yang di
potong begitu buruk dengan panjang yang
tidak sama, bahkan tak satupun teman
perempuan yang mau berbaur dengannya.
●●●
Arya masuk hampir terlambat karena ia
terlalu lama menonton kartun dan
penasaran dengan endingnya. Beruntung ia
bisa sampai tepat waktu dan masuk ke
kelasnya. Jam pertama olahraga. Arya
senang pelajaran olah raga, ia jadi bisa
menyombongkan kebolehannya dalam
38
berolahraga pada para teman-temannya.
Tidak hanya Arya siswa lain juga begitu.
Sampai saat ia hendak pergi ke lapangan.
Arya melihat beberapa gerombolan siswi
hits melewatinya sambil cekikikan jahil
membawa sebuah seragam ke arah kamar
mandi. Arya melihatnya sekilas dan merasa
sedikit aneh karena harusnya semua sudah
ada di lapangan. Tapi Arya tak mau ambil
pusing soal para perempuan.
Olahraga sudah dimulai hampir setengah
jam. Arya tak melihat Alya sama sekali
sampai akhirnya ia datang dengan
rambutnya yang basah dan terpotong makin
berantakan. Arya mengerutkan keningnya
miris melihat Alya tapi saat Arya akan
mendekat pada Alya tiba-tiba Doni
mendekat duluan dan bicara pada Alya.
Apa yang perlu ku khawatirkan
sebenarnya? Dia tetep punya temen, culun
sama culun. Ngapain aku khawatir, batin
Arya lalu kembali berolahraga dengan
teman-temannya di iringi sorakan dari para
perempuan tiap melihat otot-otot perutnya
yang terlihat dari balik kaosnya.
Icha melirik Alya sinis lalu langsung
tersenyum manis dan ramah begitu Arya
mendekat dan mengambil botol minumnya
yang ada di samping Icha.

39
Arya duduk di samping Icha sambil
mengatur nafasnya dan mengelap
keringatnya dengan lengan kaos
olahraganya.
“Icha, kamu kenal Alya?” tanya Arya
sambil menatap giliran Alya untuk praktek sit
up tanpa ada yang mau membantu
memegangi kakinya.
“Kenal, dia temanku di kelas sepuluh.
Kenapa?” jawab Icha begitu ramah.
“Kenapa gak kamu temenin kalo kamu
kenal dia?” tanya Arya yang membuat Icha
tersenyum canggung lalu bangkit dari
duduknya dan langsung menghampiri Alya
dan membantunya untuk sit up.
Beberapa teman Icha menahan tawa dan
begitu angkuh memandang rendah Alya.
Sementara Alya terlihat takut dan gugup
karena Icha yang tiba-tiba membantunya.
“Aku mau ganti baju,” ucap Arya yang
sudah selesai mengambil nilai dan beranjak
ke kelas lebih awal.
Icha benar-benar kesal dan marah karena
ia jadi kehilangan momen untuk
menghabiskan waktu bersama Arya karena
harus membantu Alya. Padahal ia sudah
berusaha mengambil nilai lebih awal agar
punya waktu lebih banyak bersama Arya.
Tapi karena Alya ia malah kehilangan Arya.

40
Usai jam olahraga. Icha dan yang lain
memojokkan Alya di kamar mandi setelah
berdalih akan mengajaknya ganti baju
bersama dan sudah berteman sekarang agar
Doni tidak curiga. Icha memojokkan Alya lalu
memasukkan baju ganti Alya kedalam bak
mandi lalu meninggalkan Alya sendiri.
“Mampus lu! Culun! Caper! Sok
pahlawan!” geram Icha sambil
menempeleng kepala Alya berkali-kali.
Dela yang melihat Alya di perlakukan
begitu buruk oleh Icha hanya bisa diam
tertunduk tanpa berani membantu atau
membelanya. Dela lebih memilih untuk
pasrah mengikuti Icha dan kelompoknya
sebagai pesuruh daripada jadi target
bullyannya.
Tangan Alya terkepal menahan
amarahnya. Ia tak bisa banyak melawan. Ia
sudah pernah melawan anak komite saat
masih TK dan ia berakhir dengan
pemindahan ke TK lain. Alya tak mau
membuat masalah yang sama. Terlebih ia
sebentar lagi akan lulus.
Gerombolan siswi hits besutan Icha
masuk ke kelas dengan ceria dan senyum
mempesonanya. Tak tampak Alya bersama
mereka. Doni langsung curiga dan pergi
mencari Alya.

41
“Alya!” seru Doni yang melihat Alya
menjemur bajunya di belakang kamarmandi
sekolah.
“D-doni, bajuku gak sengaja jatuh ke bak
air. Jadi basah, aku gapapa,” dusta Alya lalu
memeras roknya kuat-kuat dan
menjemurnya.
“Kalian ngapain?” tanya Arya yang lewat
hendak buang air dan mendapati Alya dan
Doni bicara di belakang.
Alya dan doni begitu kaget melihat Arya
yang memergoki mereka. Doni berusaha
mengejar Arya untuk menjelaskan
semuanya. Tapi Arya berlalu begitu saja
kembali kekelas dan pergi lagi setelah
mengambil baju olahraganya yang sudah di
lipat.
“Doni!” panggil bu Endang yang akan
mengajar selanjutnya. “Bilang ke temen-
temen di kelas kalo nanti ulangan, suruh
ganti baju semua. Kalo belum ganti ga boleh
ikut ulangan!” perintah bu Endang yang
menahan Doni untuk mengejar Arya.
●●●
“Woi!” seru Arya memanggil Alya sambil
ikut menjemur seragamnya yang ia basahi
sendiri.
Alya begitu kaget melihat Arya yang
sudag ada di sampingnya dan sama-sama

42
menggunakan seragam olah raga lagi
seprtinya.
“Seragamku ga sengaja jatuh ke air, jadi
basah,” ucap Arya lalu ikut duduk di bawah
bersama Alya.
Alya mengangguk sambil menahan
senyumnya. Alya tau Arya sudah ganti baju
dan ia juga tau bila seragam milik Arya tidak
basah. Tapi Arya tetap ikut-ikutan
dengannya.
“Habis ini ulangan,” lirih Alya tanpa
berani menatap Arya.
“Gapapa, aku ikut ulangan susulan aja,”
jawab Arya santai lalu menghela nafas
santai.

43
Bab 8 – Foto
Icha menyekap Alya pagi-pagi begitu Alya
datang ke sekolah. Ia langsung menelanjangi
tubuh Alya dan mengambil vidio juga foto-
fotonya secara paksa. Alya meronta hingga
menangis memohon agar Icha tidak
bertingkah hingga sejauh ini. Tapi Icha dan
teman-temannya tidak peduli, bahkan Dela
juga ikut menahan tubuhnya yang meronta-
ronta.
“Kamu deketin Arya lagi awas! Bakal ku
sebar ini!” ucap Icha lalu meninggalkan Alya
yang menangis sambil berusaha merapikan
pakaiannya.
Alya kembali ke kelas setelah bel
berbunyi. Ia duduk di bangku paling
belakang. Buku-buku di tasnya sudah tidak
ada, bahkan bekal makan siangnya juga di
tumpahkan di dalam tasnya. Tak cukup
sampai di situ begitu banyak sampah yang
ada di laci mejanya hingga banku samping
dan depannya bergidik jijik dengan Alya.
Alya menahan tangisnya dengan sekuat
tenaga. Tangannya terkepal tapi begitu guru
di depan melihatnya tak mengeluarkan alat
tulis satupun Alya akhirnya di usir dari kelas.
Doni tak bergeming berusaha
membantunya, Arya juga tak membantunya
karena ada beberapa siswa lain yang tidak
membawa buku. Jadi Arya berpikir mungkin

44
banyak yang lalai hari ini. Tapi bergitu
pelajaran berlangsung Arya menyadari bila
ada yang salah dari Alya.
Icha dan gerombolannya tampak senang
melihat Alya yang keluar. Sebentar lagi
pembentukan kelompok jadi ia bisa langsung
sekelompok dengan Arya. Tapi diluar dugaan
ternyata Icha juga sekelompok dengan Doni
mantan gebetannya juga Dela.
“Icha kamu kan temen Alya, kok Alya
kayak ga punya temen ya?” tanya Arya kepo.
“Em, dulu waktu kelas satu dia pernah
bikin masalah, terus dia juga aneh. Ya gak
sih?” jawab Icha dengan jawaban terbaik
yang ia miliki. “Dulu aku pernah ajak dia buat
main satu kelompok, dia gak suka. Yaudah
deh,” sambungnya sambil menginjak kaki
Dela.
Dela langsung ikut mengngguk.
“Em gitu,” jawab Arya sambil
mengangguk cuek dan kembali fokus pada
tugas kelompoknya.
Doni menatap tajam Icha dan Dela, sudah
jelas bukan begitu cerita yang sebenarnya.
Tapi Doni sendiri tak mau ribut dengan Icha
dan tak mau terlibat dalam masalah apapun
itu yang ada di antara mereka.
Sepanjang perlajaran Alya hampir
membolos hingga akhirnya masuk di jam

45
pelajaran terakhir dengan seragam yang
basah dan buku pelajaran yang akhirnya
ketemu. Alya duduk di bangkunya mengikuti
pelajaran terakhirnya hingga akhirnya
pelajaran selesai dan Alya harus piket
membersihkan kelas.
Tak satupun yang mau membantunya.
Semua memilih langsung pulang dan
mengabaikannya karena memang bagian
bangku Alya yang paling kotor. Alya mulai
menyapu dan membuang sampah hingga
semua bersih. Tak hanya lantai tapi di tiap
bangku laci teman-temannya juga, hingga ia
sampai di bangku milik Arya dan
menemukan fotonya saat TK dulu.
Alya mengambilnya dan langsung
menyimpannya di tas. Alya yang sebelumnya
semat berpikir bila Arya adalah anak baik di
kelasnya merasa kecewa. Ia yakin bila Arya
ada sangkut pautnya juga dengan bullyannya
pagi ini. Apalagi ia menemukan fotonya di TK
dulu ada di laci milik Arya.
Sekarang sudah jelas. Kenapa Icha makin
getol membullynya karena Arya ikut andil di
dalamnya. Alya yakin kalau kebaikan Arya
kemarin yang tiba-tiba memakai seragam
olahraganya lagi dan membasahi seragam
gantinya hanya olok-olok dan sandiwara
saja. Persis seperti Dela dan teman-
temannya yang lain.

46
Alya menangis begitu kecewa sendirian di
dalam kelas lalu memasukkan foto yang ia
temukan kedalam tas dan pergi begit saja
sebelum tak ada bis yang lewat ke arah
rumahnya lagi.
Arya kembali ke kelasnya begitu ia
sampai di rumah dan tak mendapati foto
masa kacilnya yang berharga itu ada di
dalam tasnya. Sudah coba ia cari di setiap
buku, barang kali terselip di dalamnya. Tapi
Arya tidak menemukan selembar foto yang
ia cari. Bahkan ketika ia sampai di kelaspun
ia tak menemukannya di laci.
“Yah, hilang…” gumam Arya kesal.
●●●
“Gaes, kemarin yang piket siapa?” tanya
Arya begitu teman-teman di kelasnya sudah
mulai berdatangan.
Tak ada yang mengaku karena memang
tak ada yang piket kemarin. Icha diam
menunggu sampai Alya mengaku dan
mencari kesempatan untuk bicara dengan
Arya. Tapi Alya hanya diam seolah tak
mendengar apa-apa.
“Barangku ada yang hilang,” ucap Arya
lagi. Seisi kelas mulai datang dan berusaha
membantunya terutama para gadis yang
ingin dekat dengannya.

47
“Coba tanya Alya kemarin bukannya dia
piket?” saran Dela yang sebenarnya
kebagian piket dengan Alya tapi sengaja
enggan membantunya.
Icha langsung mendekat ke arah Alya.
Icha dengan senyum ramahnya langsung
menempeleng kepala Alya. “Kamu ambil
barangnya Arya kan!” tuduh Icha.
“Enggak, gak ada apa-apa di kelas waktu
ku bersihin kemarin,” ucap Alya.
Plak! Sebuah tamparan keras langsung di
layangkan Icha dengan santai dan tanpa rasa
bersalah pada Alya. Arya kaget melihat Icha
yang main tangan dengan entengnya pada
Alya.
“Aku ga tau apa-apa,” ucap Alya jujur
karena merasa tak mengambil apapun yang
bukan haknya.
“Icha! Kalo Alya bilang gak ambil apa-apa
berarti gak ambil apa-apa. Gak mungkin Alya
bohong,” bela Doni yang sudah tak tahan
dengan kelakuan Icha dan gengnya yang
makin semena-mena.
Icha melirik Doni lalu merampas paksa tas
milik Alya. “Maling mana ada yang ngaku!”
ketus Icha.
Icha mengeluarkan semua barang-barang
Alya secara paksa dan membongkarnya
secara paksa Arya mendekat untuk

48
menghentikan Icha yang tampak begitu
keterlaluan bahkan bila ternyata memang
Alya pencuri dan di katakan “aneh”.
“Fotoku,” ucap Arya begitu melihat foto
yang ia cari ada di salah satu selipan buku
milik Alya.
“Ini punyaku!” seru Alya yang menyaut
foto yang di ambil Arya. “Ini fotoku waktu
TK!” jelas Alya tegas lalu kembali
memasukkan barang-barangnya kedalam tas
lagi.

49
Bab 9 – Guardian
Arya hanya diam seharian begitu syok
ternyata Alya yang di anggap anak aneh dan
di kucilkan itu adalah Alyanya dulu. Arya
mengelus kepala Alya lalu menatapnya lekat
dan kembali ke tempat duduknya. Arya
senang dan bingung dengan apa yang ia
lihat. Alyanya ada di depan mata dan berada
dekat dengannya tapi ia sama sekali tak
menyadarinya.
Doni menatap aneh dan curiga pada Arya
yang tiba-tiba mengelus kepala Alya dan
kembali ke bangkunya dengan senyum
sumringah. Tak hanya Arya tapi Icha juga
menatapnya dengan aneh dan penuh tanda
tanya. Tak satupun yang tau apa yang ada di
kepala Arya.
“Ini,” ucap Arya yang tiba-tiba
membelikan Alya susu murni dan duduk di
sampingnya dengan ceria.
Alya cukup takut pada Arya yang tiba-tiba
jadi baik padanya. Padahal Alya sudah
mengira bila Arya yang kemarin ikut
mengerjainya. Arya juga terus
memandanginya sepanjang mata pelajaran
berlangsung. Bahkan saat istirahat Arya juga
tetap menemaninya di kelas tanpa banyak
bicara.
“Alya, apa kamu lupa aku?” tanya Arya
tiba-tiba sebelum Alya pergi.

50
“Lupa apanya?” tanya Alya bingung.
“Kamu kemana habis pindah dari TK
waktu itu?” tanya Arya to the poin berharap
Alya akan ingat bila mereka pernah sekolah
di TK yang sama.
Alya mengerutkan keningnya. Ia tak
pernah menyinggung soal TKnya dulu. Ia juga
enggan membahasnya dan kali ini ada pria
populer yang terkenal suka berkelahi
menanyai soal masa kecilnya.
“Alya, ikut ke kantin yuk!” ajak Icha yang
jelas tidak mengajak Alya ke kantin.
Arya langsung menggenggam tangan
Alya. “Kamu pergi sendiri aja, aku masih
ngobrol sama Alya,” ucap Arya lalu
tersenyum mencoba melindungi Alya
meskipun ia belum tau duduk masalahnya
karena baru kali ini mereka ada di kelas yang
sama.
Alya berusaha menarik tangannya dari
genggaman Arya dengan ketakutan karena
Icha menunjukkan ponselnya pada Alya yang
jelas akan mengancam menyebarkan foto
dan vidionya yang tidak senonoh itu.
“A-aku pergi dulu…” ucap Alya gugup dan
begitu ketakutan lalu berjalan mengikuti
Icha dengan mata berkaca-kaca.
Arya mengikuti Alya dan Icha karena tak
mau kehilangan Alya dan masih banyak yang

51
ingin ia bicarakan dengan Alya. Icha dan
teman-temannya kaget kenapa Arya bisa
ikut juga dengan mereka, tentu saja mereka
tak dapat membully Alya bila Arya ikut. Jadi
dengan terpaksa mereka benar-benar pergi
ke kantin.
“Alya!” panggil Doni yang khawatir pada
Alya yang ada dalam gerombolan anak-anak
hits dan ada Arya pula. “Bantuin kumpulin
tugas yuk!” ajak Doni lalu menggandeng
Alya.
Arya ikut menggenggam tangan Alya dan
menahannya agar tidak di bawa Doni. “Kamu
ajak yang lain aja,” ucap Arya. Tapi Alya
malah melepaskan tangannya dan memilih
pergi dengan Doni.
Arya mengejarnya dan terus berusaha
untuk bicara dengan Alya hingga akhirnya ia
kesal dan membawa tasnya juga tas milik
Alya lalu menggendong Alya secara paksa,
membawanya masuk ke dalam mobilnya dan
meminta Joko supirnya untuk membawa
mereka pergi dari sekolah.
Arya tak peduli betapa banyak orang yang
melihatnya menculik Alya. Toh ia juga bukan
orang jahat. Arya hanya ingin bicara dengan
Alya. Tapi terlalu banyak orang yang
mengganggunya hingga ia begitu kesal.
“Nah kalo gini kita bisa ngobrol,” ucap
Arya yang membawa Alya pergi. Tapi diluar

52
dugaan Alya malah menangis ketakutan
karena Arya yang tiba-tiba membawanya
pergi.
“Jangan nangis! Aku cuma mau ngomong
doang, aku ga apa-apain kamu!” seru Arya
panik yang membuat Alya menangis lebih
keras lagi.
Arya bingung harus bagaimana. Ia hanya
diam di mobil sampai Alya diam dan yakin
padanya, tentu itu cukup lama. Bahkan Arya
sampai kegerahan di mobilnya menunggu
Alya tenang dan mau di ajak masuk ke
rumahnya.
“Ini rumahku,” ucap Arya lalu
mengambilkan album fotonya saat TK. “Ini
Alya kan?” ucap Arya menunjukkan tiap
fotonya bersama Alya.
Alya menghela nafasnya lalu
menyamakan Arya dengan foto yang ia
temukan di laci meja Arya saat piket. “Kamu
keliatan beda, aku sampai gak kenal kamu.
Kamu banyak berubah…” lirih Alya lalu
tersenyum dengan mata berkaca-kaca
menatap Arya.
“Kamu juga,” ucap Arya lalu tersenyum
sumringah memandangi Alya.
Alya menangis terharu menatap Arya dan
banyaknya sabuk kemenangannya dari
berbagai pertandingan.

53
“Jangan nangis Alya... aduh,” Arya panik
kembali melihat Alya yang menangis sambil
tersenyum lalu memeluknya.
“Kamu sekarang hebat, kuat,
pemberani,” ucap Alya mengakui Arya dan
segala perubahannya lalu menutupi
wajahnya. “Aku malu,” lirih Alya lalu
mengintip Arya.
“Kenapa malu? Aku cari kamu terus, maaf
aku dulu penakut jadi gabisa lindungin
kamu,” lirih Arya lalu memeluk Alya kembali
yang membuat Alya makin menangis antara
senang dan miris dengan hidupnya sekarang.
Arya bangkit lalu menunjukkan sabuk
kemenangan terbarunya pada Alya, lalu
memutarkan siaran ulang pertandingannya.
“Taun depan aku bisa masuk jadi fighter
beneran, aku bakal jadi juara di MMA!” seru
Arya optimis lalu merangkul Alya. “Apapun
yang terjadi ke kamu, siapapun yang jahat ke
kamu sekarang jadi urusanku, aku bakal
lindungin kamu kayak dulu waktu kamu TK
lindungin aku,” sambung Arya lembut.
Alya tersenyum lalu mengangguk pelan.
Alya tak berharap memiliki pelindung sekuat
ini. Ia hanya berharap memiliki teman untuk
melewati masa sekolahnya yang kurang
sebentar lalu bisa kembali ke kampung
halamannya atau merantau ke tempat yang
jauh.

54
“Aku ga pernah malu sama Alya, aku
senang kita bisa ketemu lagi,” ucap Arya
tulus.

55
Bab 10 – Bolos
“Bunda aku menemukan Alya lagi! Aku
senang sekali. Alya sudah jadi cantik
sekarang. Tapi kayaknya Alya sering di
ganggu orang-orang, Alya ga punya banyak
teman. Aku mau lindungi Alya terus biar kita
bisa sama-sama terus selamanya. Aku
pengen jadi teman selamanya sama Alya.
Kalo Bunda liat Alya pasti suka juga sama dia.
Besok aku mau ajak Alya main ke rumah
lagi.” Tulis Arya yang akhirnya lega bisa
bertemu lagi dengan sahabatnya di TK dulu.
●●●
“Ajaklah Alya kapan-kapan main kerumah
juga. Ayah pengen liat Alya juga,” ucap Jalu
setelah mendengarkan cerita putranya yang
begitu senang bisa bertemu dengan
sahabatnya lagi.
“Kemarin udah kesini tapi aku antar
pulang lagi, dia rumahnya kecil masuk gang
gitu. Nanti kalo dia mau ku ajak makan
malam di rumah,” ucap Arya semangat
untuk langsung mengenalkan Alya ke
keluarganya lagi.
“Oh ya? Dulu ibunya Alya kerja jadi bidan
terakhir Ibu tau waktu TK,” ucap Alma
menanggapi Arya.

56
Arya mengerutkan keningnya. “Alya gak
sama ibunya, dia ikut tantenya,” jawab Arya
lalu menghabiskan sarapannya dan
menyalimi Ayah Ibunya. “Nanti aku ajak Alya
ya kalo dia mau,” ucap Arya ceria lalu berlari
keluar menuju mobilnya yang sudah siap
mengantarnya ke sekolah.
Alma mengangguk Jalu juga mengangguk
tak masalah bila putranya mengajak
temannya main ke rumah sesekali.
Arya menunggu Alya datang dengan rasa
tidak sabar. Ia bolak balik menunggu di luar
kelas bahkan sampai jalan-jalan ke depan
gerbang juga agar bisa menyambut Alya, tapi
Alya tak kunjung datang hingga jam
pelajaran dimulai. Arya masih mencari Alya,
ia menyusuri tiap sudut yang mungkin Alya
ada di sana tapi Alya tidak ada di sana.
“Arya cari siapa sih?” tanya Icha begitu
Arya cemberut karena Alya benar-benar
tidak masuk hari ini.
“Cari Alya, ternyata tidak masuk,” jawab
Arya lalu menghela nafas dan mendengus
kesal.
Icha tersenyum berusaha jadi orang yang
menyenangkan dan bisa di andalkan Arya.
“Alya kan emang gitu anaknya,” ucap Icha.
Arya mengerutkan keningnya tak
percaya, kenapa Alya berubah sebanyak itu.
“Kamu kan temannya, apa tidak tau Alya
57
kemana?” tanya Arya sambil menatap Icha
dengan bosan.
Icha mengedikkan bahunya. “Aku gak
begitu akrab sama dia,” jawab Icha tak mau
memberi tau apa yang ia ketahui soal Alya.
“Alya sakit, jadi ga bisa masuk,” ucap Doni
yang tiba-tiba bergabung.
“Sakit apa?” tanya Arya heran. “Kemarin
abis dari rumahku sehat,” sambung Arya.
“Jadi kemarin Arya ajak Alya kerumah?”
tanya Icha sok polos.
Arya mengangguk. “Aku ajak Alya keliling-
keliling rumahku, terus kita makan siang,
nonton album fotoku, udah ku antar pulang
habis itu,” jawab Arya santai lalu kembali
menghela nafas.
Icha mengepalkan tanggannya begitu
kesal karena Alya mencuri segala
kesempatan dan perhatian yang harusnya ia
terima dari Arya. Icha kesal tiap
kesempatannya bersama orang-orang yang
ia sukai selalu di rebut Alya. Termasuk saat ia
menyukai Doni dulu dan sekarang kembali
terulang pada Arya meskipun ia sudah
melakukan segala cara untuk menyingkirkan
Alya.
“Besok aku tanding, aku pengen ajak Alya
buat nonton tapi kalo sakit yaudah ga jadi,”

58
ucap Arya sedikit kecewa tak bisa mengajak
Alya.
Doni menatap Arya penuh curiga. Kenapa
Arya yang selalu cuek meskipun cukup
pepuler dikalangan perempuan sebelumnya
tiba-tiba mendekati Alya. Begitu banyak hal
buruk yang ada di pikiran Doni soal Arya dan
segala niatan yang ia punya.
Doni sebenarnya tidak begitu menyukai
Alya pada awalnya. Ia ingat sekali di awal ia
mengenal Alya, gadis itu begitu aktif dan
pemberani. Bahkan Alya juga punya banyak
teman dan cukup akur dengan semuanya
sampai ia membela Dela yang di labrak Icha
tanpa alasan yang jelas bagi Doni.
Alya bukan gadis aneh yang bau dan
ceroboh. Tapi sejak kejadian itu, Icha jadi
berubah halauan dan memilih meluapkan
emosinya pada Alya saja. Hingga sekarang,
meskipun Alya sudah meminta maaf dan
menempuh segala cara untuk berhenti di
bully. Icha rasanya tak bisa puas dan tak mau
berhenti. Belum lagi gerombolannya yang
ikut membantu dan mendukung aksi
jahatnya.
Bel pulang sekolah berbunyi. Doni buru-
buru pulang, Arya juga begitu. Keduanya
seperti memiliki satu tujuan yang sama.
Rumah Alya. Doni ingin melindungi Alya dari
Arya yang mungkin ikut membullynya,
sementara Arya ingin menemui Alya dan
59
mengajaknya main ke rumah dan mungkin
juga memeriksakan Alya bila memang ia
sakit.
“Heh! Ngapain kamu kesini!” bentak Arya
yang melihat Doni juga datang ke rumah Alya
dan hendak masuk ke dalam gang rumahnya.
“Balik sana! Ga usah ganggu Alya!” bentak
Arya lagi dan langsung turun dari mobil siap
berkelahi dengan Doni.
Doni mendelik kaget dengan ucapan
Arya. Jelas-jelas Arya yang mengganggu Alya,
kenapa ia jadi di usir. “Kamu tuh yang
pulang!” balas Doni tak terima.
“Arya, Doni,” panggil Alya kaget melihat
Arya dan Doni bersitegang di depan gang.
“Balik sana lu!” bentak Arya dengan alis
berkerut dan langsung berdiri mendekat ke
arah Alya siap pasang badan melindunginya.
“Apaan sih! Orang aku dah janjian sama
Alya,” ucap Doni tak terima di usir oleh Arya.
“Cih! Cuma janjian belagu! Aku teman
nomer satunya Alya ya! Aku udah lebih dari
janjian sama dia!” ucap Arya kekeh ingin
mengusir Doni.
Alya tertawa mendengar perdebatan
Arya dan Doni. “Semuanya temanku, ayo
masuk,” Alya menengahi sambil
mempersilahkan kedua temannya masuk ke
dalam ruang tamu rumah tantenya itu.

60
Doni dan Arya mengikuti Alya, keduanya
saling tatap dengan begitu sengit seolah tak
terima dengan kehadiran satu sama lain di
kediaman Alya.
“Aku ambilin air putih ya,” ucap Alya lalu
masuk kedalam untuk mengambilkan
minum terlebih dahulu.

61
Bab 11 – Menjenguk
Arya meminta supirnya untuk
membelikan cemilan agar terlihat lebih niat
untuk datang dibanding dengan Doni yang
hanya membawakan salinan catatan yang
sudah di fotokopi. Arya berusaha selalu
berada di dekat Alya dan selalu
menyentuhnya. Entah memegangi
tangannya atau memegangi ujung daster
yang ia kenakan.
Arya tau ia terlalu besar untuk melakukan
itu. Tapi ia tetap merasa perlu
melakukannya. Ada ketakutan yang entah
kapan munculnya bila ia akan di tinggalkan
Alya atau kehilangan Alya bila ia melepaskan
genggaman atau pegangannya dari Alya.
“Alya kenapa gak bilang kalo ada teman
mau main?” sambut Tante Yuli yang baru
pulang setelah mengajar.
“Temenku cuma mampir kok Tan, aku
juga gak tau kalo pada mau kesini,” jawab
Alya lalu membantu tantenya membawa
barang-barang masuk.
Arya ingin membantu dan langsung
masuk begitu saja ke rumah tantenya Alya.
Alya dan tantenya kaget karena Arya yang
asal nyelonong.
“Arya tunggu di depan ya sama Doni,”
ucap Alya lembut lalu membawakan jeruk
untuk dua temannya.
62
“Aku mau sama Alya,” tolak Arya lalu
tetap menunggu Alya hingga ia keluar dan
baru mau duduk bersama Doni lagi.
Joko berlari dari depan gang masuk
membawakan sekotak besar pizza lalu
kembali lagi ke mobil menunggu sampai Arya
selesai dengan urusannya.
“Kamu ini manja banget ya Arya, sampe
harus di kasih supir segala,” sindir Doni.
Arya menaikkan sebelah alisnya. “Aku ga
manja, aku kaya. Kamu kemana-mana naik
motor kenapa? Miskin?” balik Arya yang
membuat Doni diam tak dapat membalas.
Alya hanya diam bingung harus
menengahi bagaimana. “Oh iya, Arya ini
ternyata sahabatku waktu TK dulu,” ucap
Alya mengalihkan pembicaraan.
Arya langsung tersenyum bangga dan
menegakkan duduknya. Doni melirik Arya
ragu.
“Alya kenapa hari ini gak ke sekolah?”
tanya Arya yang akhirnya menanyakan
kondisi Alya.
Alya sedikit ragu mengatakan kenapa ia
tak pergi ke sekolah. Alya langsung menutupi
kakinya yang memar dengan daster. “G-gak
enak badan,” jawab Alya lalu tersenyum
canggung.

63
“Beneran?” tanya Arya ragu yang
langsung di angguki Alya. “Alya ikut aku
pulang yuk, Ayah sama Ibu pengen makan
malem sama Alya,” ajak Arya yang langsung
di tolak Alya.
Alya masih ingat peringatan dari Icha
yang akan menyebarkan foto tak
senonohnya bila ia masih dekat dengan Arya.
Alya juga tak mau memperkeruh masalah
hidupnya atau mempersulit kondisinya saat
ini.
“A-aku masih gak enak badan,” jawab
Alya.
“Gapapa, nanti kita ke dokter periksa
dulu gapapa,” paksa Arya.
“Kalo gak mau gapapa jangan di paksa,”
sela Doni yang tidak suka melihat Arya yang
tampak mengusik Alya.
Arya menatap Doni kesal merasa bila
Doni ikut campur dengan urusannya dan
sedang mencoba merebut Alya.
“Eh Arya sama Doni ke sini juga?” tanya
Icha yang tiba-tiba datang bersama Dela dan
dua orang temannya yang lain.
Alya terlihat gugup dan takut di saat yang
bersamaan. Terlebih Arya masih memegangi
ujung dasternya dan tak terlihat ingin
melepaskannya. Icha sangat menyukai Arya
dan rasanya makin menyukainya ketika ia

64
yang selebgram sering di jodoh-jodohkan
dengan Arya oleh teman-teman di luar
kelasnya.
“Icha ngapain kesini?” tanya Arya santai.
“Ya kan Alya temanku jadi aku kesini,”
jawab Icha sambil tersenyum. “Arya ngapain
kesini?” tanya Icha balik.
“Aku mau ajak Alya makan sama
keluargaku, tapi masih ga enak badan,”
jawab Arya lalu menggenggam tangan Alya.
“Oi! Tanganmu dingin, kamu sakit,” ucap
Arya kaget lalu menempelkan tangannya ke
kening Alya.
“Oh, sakit ya ?!” ucap Icha penuh
penekanan.
“Yaudah aku mau pulang biar Alya bisa
istirahat,” ucap Arya lalu mengelus kepala
Alya.
Doni menatap Alya yang ketakutan. Doni
ingin coba melindungi Alya tapi rasanya akan
sulit karena tidak mungkin ia terus di sana
dan Icha pasti lebih pintar beralasan agar
bisa disana lebih lama darinya. Sementara
Arya merasa lega Alya ternyata punya
banyak teman juga dan tak merasa khawatir
karena Icha juga berteman dengan Alya.
“Aku mau pulang dulu ya, besok aku
tanding,” ucap Arya lalu berjalan ke
mobilnya dan melambaikan tangannya pada

65
Alya tapi malah Icha dan gerombolannya
yang membalas.
“Doni mau sampe kapan di sini?” tanya
Icha yang ingin mengusir Doni.
“Urusanku masih belum selesai sama
Alya,” ucap Doni yang masih ingin
melindungi Alya.
“Urusan apa?” tanya Icha lalu duduk dan
merangkul Alya.
Doni menghela nafas lalu mengepalkan
tangannya. “Udah lah Cha. Kamu mau sampe
kapan gini ke Alya?” tanya Doni terus terang.
“Gini apanya? Kamu nuduh aku?” tanya
Icha tanpa merasa berdosa sedikitpun
dengan senyum manisnya. “Halo Tante!”
sapa Icha ramah yang melihat Tante Yuli
keluar melihat teman-teman Alya yang
datang ke rumahnya.
Doni melotot melihat bila ternyata Icha
kenal dengan keluarga Alya dan Alya yang
belum melapor juga tantenya yang tak
menaruh curiga sedikitpun pada Icha.
“Liat?” tanya Icha. “Bahkan kalo kamu tau
sesuatu tentang aku, kamu lapor juga gak
bakal percaya,” ucap Icha menantang Doni.
Doni menatapnya tajam. “Kamu mau apa
sih? Alya bikin salah apa sama kamu?” tanya
Doni kesal namun tetap berusaha menahan

66
emosinya dan menyelesaikan masalah ini
dengan baik-baik.
Icha pura-pura berpikir lalu tersenyum
ceria. “Ga salah apa-apa, tapi kalo aku mau
cari-cari alasan bakal banyak sih. Lagian aku
juga suka kalo liat pengganggu hubunganku
sama Arya hilang,” jawab Icha begitu enteng
dan santai lalu menyiram air putih di gelas
sisa milik Arya ke wajah Alya.

67
Bab 12 – Pertandingan
Arya tidak secemberut kemarin karena
Alya tidak berangkat ke sekolah. Ia yakin dan
berharap Alya sudah sembuh karena bisa
beristirahat dengan cukup hari ini. Tak
banyak pelajaran saat hari Jumat, jadi Arya
bisa pergi bersiap-siap tanding terlebih
dahulu sebelum nanti terjun di ring.
“Susah banget dapet tiket tandingnya
Arya, aku dah kehabisan,” keluh Icha pada
Arya sambil menunjukkan laman web
pembelian tiket yang sudah sold.
Arya meringis lalu menyodorkan
selembar tiket VIP untuk Icha. “Nih buat
kamu,” ucap Arya yang sebenarnya ingin
memberikan tiketnya pada Alya. “Nanti
dateng ya,” sambung Arya sebelum masuk
ke mobilnya.
Icha mengangguk dengan senang. Ia
merasa sukses menyingkirkan Alya karena
Arya memberinya tiket VIP. Icha juga merasa
bisa dengan mudah mencuri hati Arya nanti
saat ia menontonnya bertanding dan
berharap bisa masuk ke jajaran suport
system di tim Arya.
●●●
“Maaf mbak, yang bisa masuk cuma staf!”
tahan staf keamanan yang berjaga di depan
pintu masuk untuk para petarung dan
timnya.
68
Icha menghentakkan kakinya kesal. “Tapi
aku pacarnya Arya, Killing Machine Arya.
Masa aku gak boleh masuk?” desak Icha.
Kedua staf keamanan saling tukar
pandang bingung sejak kapan Arya
memasukkan pacarnya dalam daftar tim.
Semua orang yang bekerja di industri tarung
ini hanya tau bila Arya membawa
pengasuhnya juga supirnya saja kedalam list
tim pribadinya. Itupun dua-duanya sudah
masuk dari tadi.
“Mohon maaf mbak, namanya siapa?”
tanya seorang staf yang akhirnya
mengambilkan daftar tim yang bertarung
kali ini untuk masuk ke back stage maupun
ruangan.
“Mas Arya keren! Kalo pukul cepat sekali
kayak mesin!” seru Joko sepanjang jalan
sambil menenteng barang-barang Arya
keluar.
“Eh Icha!” seru Arya yang melihat Icha
berdiri di hadang staf. “Icha ngapain di situ?
Tadi liat aku kan?” tanya Arya lagi dengan
ceria.
Icha langsung mendekat pada Arya yang
tampak baru selesai mandi dengan
rambutnya yang basah dan terlihat bibinya
yang sibuk mengelap tetesan air di belakang
lehernya dengan berjinjit.

69
“Aku mau pulang duluan ya, acaranya dah
selesai. Kalo kamu mau foto sama yang lain
tungguin keluar aja di sini,” ucap Arya yang
akhirnya sedikit merendahkan tubuhnya
agar bibi pengasuhnya lebih mudah
mengeringkan bagian tubuhnya yang basah.
Icha tersenyum canggung. “A-Arya mau
langsung pulang?” tanya Icha yang berusaha
mencari momen lagi setelah gagal dengan
rencana awalnya.
Arya mengangguk. “Aku mau ke rumah
Alya, aku mau makan malem sama dia di
rumah, mau jemput dulu,” jawab Arya lalu
berjalan bersama pengasuhnya sementara
supirnya sudah duluan menyiapkan mobil
untuknya.
Icha begitu kesal Arya sama sekali tak
menggubrisnya. Ia juga kehilangan momen
untuk menunjukkan perhatiannya pada Arya
di belakang panggung, ia juga kehilangan
kesempatan untuk memvidiokan Arya dan
menjadikannya konten di media sosialnya.
Semua kesempatannya hilang gara-gara staf
yang menahannya.
Tapi bukan hanya staf yang bertugas yang
membuat Icha kesal. Bibi yang merawat Arya
juga membuatnya kesal. Icha merasa
harusnya ia yang mengelap Arya, harusnya ia
yang merawat Arya dan menghujaninya
dengan segala perhatian bukan wanita tua
itu.
70
Icha menangis di sepanjang
perjalanannya pulang dalam taxi online yang
ia pesan. Harapannya untuk menemani dan
mendampingi Arya hilang, menonton saat
bertanding juga hilang, dan paling
menyakitkan dari itu semua Arya malah
memilih pulang untuk menjemput Alya
makan malam bersama dengannya.
Icha merasa perjuangan dan usahanya
agar Arya tau betapa ia menyukainya tidak
dihargai. Icha merasa bila Aya jadi
mengabaikannya dan tak menyadari
perasaannya karena Alya sudah
menghasutnya. Icha langsung melimpahkan
segala kesalahan pada Alya. Icha
menyalahkan segalanya pada Alya, kenapa ia
tak bisa masuk kedalam back stage, kenapa
Arya tidak menanggapinya, kenapa ia tak
bisa menonton pertandingan sama sekali.
Semua Icha limpahkan pada Alya yang
bahkan tidak tau apa-apa.
“Aku gak bakal biarin kamu bahagia di
atas penderitaanku!” geram Icha yang
langsung gelap mata dan memposting foto-
foto tak senonoh dari Alya yang ia ambil
secara paksa kedalam forum diskusi anonim
sekolahnya.
●●●
Alya tak berani menatap Arya yang
datang menjemputnya. Alya sebenarnya
sangat ingin berkenalan dan main lagi ke
71
rumah temannya waktu TK itu. Tapi ia ingat
sekali dengan peringatan yang di berikan
Icha. Bahkan tamparan Icha dengan gelas
kemarin juga masih sakit dan menyisakan
memar di pipinya.
“Kenapa kamu gak mau?” tanya Arya
sedih dan terlihat jelas bila kecewa.
“Sudah malam Arya,” jawab Alya lembut.
“Ya iya lah, kan judulnya aku ngajak kamu
makan malam. Kalo aku kesini siang
namanya ngajak makan siang! Kamu ini
gimana!” omel Arya lalu menghela nafas
kesal.
Alya menghela nafas juga lalu
menundukkan kepalanya. “Aku masih ga
enak badan,” Alya kembali memberikan
alasan.
Arya langsung memegang kening Alya
untuk memastikan suhu tubuhnya hingga
Alya mendongakkan kepalanya. “Ini
kenapa?” tanya Arya yang malah
menemukan memar di pipi Alya.
Alya mengelak lalu menyingkirkan tangan
Arya yang menggenggam pipinya. “Gak
sengaja kejatuhan HP,” dusta Alya.
Arya mendengus sedikit tak percaya. Tapi
alasan Alya lumayan masuk akal di
telinganya.

72
“Eh ada teman Alya,” sapa Tante Yuli yang
melihat Arya berdiri mengobrol dengan Alya.
“Halo Tante, aku pengen ajak Alya makan
malam di rumahku. Tapi dia bilang ga bisa,”
adu Arya yang langsung paham punya
kesempatan untuk meminta ijin pada
tantenya Alya.
Yuli melongo mendengar ucapan Arya.
Tubuhnya yang tinggi dan berotot juga
datang tanpa mengendarai apa-apa
membuat Yuli ragu pada Arya.
“Iya gak boleh, udah malem,” ucap Yuli
melarang karena khawatir bila yang
merundung keponakannya selama ini adalah
Arya dan mungkin akan membawa Alya ke
gerombolannya bila ia ijinkan nantinya.

73
Bab 13 – Cara Deketin Cewek
Arya pulang dengan murung. Ia hanya
diam, meskipun pulang dengan menenteng
sabuk juaranya. Arya sama sekali tidak
tertarik dengan ponselnya bahkan juga
dengan hadiah komisi dari orang-orang yang
menang taruhan juga hadiah yang ia terima.
Arya tak mempedulikannya sama sekali.
Begitu sampai ia juga langsung mengganti
bajunya dengan piama lalu tidur sambil
memeluk selimut bundanya. Alma sengaja
pulang lebih awal bersama Jalu bahkan ia
sudah membeli sebuah tas yang cukup
mewah untuk Alya sebagai cindramata
setelah makan malam di rumah.
“Arya mana?” tanya Alma begitu masuk
dan tidak mendapat sambutan dari putranya
itu.
“Mas Arya di kamar,Bu. Sedih,” jawab
Surti yang memajang sabuk kemenangan
Arya yang terbaru.
“Alya mana?” tanya Jalu yang baru masuk
dan melihat rumahnya begitu sepi.
“Ya itu Pak yang bikin Mas Arya sedih,
Mbak Alya gak bisa ikut makan malam,”
jawab Surti.
Alma langsung bernafas laga. “Aku dah
mikir kalo Arya kalah waktu berantem tadi,”
ucap Alma lalu berjalan ke kamar Arya.
74
“Gak, gak mungkin kalah. Aku liat livenya
menang kok tadi,” ucap Jalu lalu mengikuti
Alma ke kamar putranya itu.
Alma dan Jalu tak bisa langsung
menghibur Arya. Arya sudah memunggungi
mereka dan langsung berpura-pura tidur
sebagai tanda ia tak mau diganggu atau
bicara dengan siapapun. Alma keluar kamar
Arya meninggalkan Jalu sendirian agar bisa
bicara dari hati ke hati sebagai sesama pria.
“Alya gak jadi kesini kenapa?” tanya Jalu
lalu duduk di samping Arya yang tiduran.
“Katanya udah malam, dia gak enak
badan, tantenya juga ga bolehin,” ucap Arya
kesal.
Jalu tertawa kecil mendengar putranya
yang sudah tumbuh besar menjadi remaja
yang tangguh hingga menjadi calon petarung
di MMA sekarang tetap sedih karena
temannya tidak mau main kerumah. Jalu
tertawa bukan karena menganggap
putranya payah, tepi menertawakan dirinya
sendiri yang terlalu jauh memikirkan soal
Arya yang ia kira sudah besar ternyata di
dalam hatinya ia masih Arya anak kecilnya
dulu.
“Kamu tawarin antar pulang juga gak?”
tanya Jalu.
Arya mengangguk lalu menatap Jalu.
“Aku udah bilang kalo aku antar pulang lagi
75
nanti, aku juga pernah tawarin ke dokter
kalo dia sakit, dia tetep gak mau,” jawab Arya
dengan wajah cemberut.
“Udah bilang baik-baik apa langsung
kamu gondol lagi kayak dulu?” tanya Jalu lagi
memastikan.
“Ya Allah… udah baik-baik Yah! Aku bilang
baik-baik di depan gang, aku mo masuk ga
boleh, tantenya juga ga ijinin. Sebel banget.”
Jalu menghela nafas. “Kalo gitu kamu
perlu belajar caranya deketin keluarga Alya
dulu biar bisa main sama dia lagi,” jawab
Jalu.
“Kenapa gitu? Aku kan cuma berteman,”
kesal Arya lalu kembali memunggungi
ayahnya.
“Iya kamu cuma berteman. Tapi kan
keluarga Alya takut kalo Alya kenapa-napa
juga. Ayah juga kalo punya anak cewek ada
cowok tiba-tiba ajakin anak Ayah main
malem gak Ayah ijinin,” jelas Jalu sambil
menghela nafas karena jadi teringat pada
Lily dulu. “Dah pokoknya gitu, kalo kamu
mau deket sama Alya harus deket
keluarganya dulu. Nanti pasti lebih enak kalo
mau ajak Alya kemana-mana,” sambung Jalu
lalu keluar dari kamar putranya.
●●●

76
Dari pagi Arya sudah berada di kamar
orang tuanya dan tanpa merasa bersalah
tidur di antara keduanya sambil membahas
cara mendekati keluarga Alya berdasarkan
cara ayahnya PDKT dengan ibunya dulu.
“Pokoknya kamu harus keliatan
meyakinkan, rapi, wangi, cukur dulu kalo
perlu biar ganteng. Dateng baik-baik bilang
ke tantenya Alya. Kenalin dirimu juga baik-
baik,” ucap Alma memberi saran.
“Yaahh… kemarin waktu kerumahnya aku
nyelonong masuk lagi,” ucap Arya polos dan
tampak merasa bersalah.
Alma langsung menepuk jidatnya sambil
geleng-geleng kepala. “Yaudah nanti jangan
gitu lagi,” ucap Alma lalu masuk ke kamar
mandi untuk bersiap-siap sarapan
sementara Jalu memunggungi putranya
karena masih mengantuk.
“Nanti aku mau ajak Alya lagi,” ucap Arya
optimis.
Alma keluar dari kamar mandi setelah
buang air dan cuci muka. “Padahal Ibu
kemarin udah beliin oleh-oleh buat Alya kalo
main,” ucap Alma sambil menunjuk box oren
berisi tas untuk Alya. “Nanti Ibu ke
Singapore, besok pulang kalo Alya jadi kesini
kasih aja buat Alya,” sambung Alma lalu
duduk dan meminum suplemen
kesehatannya.

77
“Janji ya Ibu besok pulang, aku tungguin,”
ucap Arya yang langsung di angguki Alma.
“Ayah ikut Ibu juga?” tanya Arya sambil
memeluk pinggang Alma dengan manja.
“Enggak, Ayah nanti mau ada acara
sendiri,” jawab Alma lalu mengelus rambut
Arya dan mengecup keningnya. “Pokoknya
nanti harus sopan, jadi anak baik,” sambung
Alma mewanti-wanti Arya.
Arya mengangguk lalu bangun dan
kembali ke kamarnya untuk bersiap sekolah.
Arya baru sempat membuka ponselnya
setelah mandi dan melihat betapa
banyaknya notifikasi masuk dari grup
kelasnya. Arya menelusuri satu persatu
hingga akhirnya ia melihat foto yang
membuat kelasnya geger.
Tangan Arya gemetar melihat wajah Alya
di dalam foto dengan atasan seragam yang
terbuka hingga branya terlihat dengan jelas.
Foto selanjutnya juga tak kalah membuatnya
terkejut, Alya terlihat memalingkan
wajahnya dengan kakinya yang terlihat
mengangkang dan memperlihatkan celana
dalamnya.
Nafas Arya menderu menahan emosinya.
Arya mengambil tasnya lalu langsung pergi
tanpa pamit pada kedua orang tuanya.
Bahkan Arya tak peduli dengan supirnya
yang masih bersiap-siap memanasi
mobilnya. Arya mengambil kunci mobil milik
78
ayahnya lalu langsung tancap gas
meninggalkan supirnya juga.

79
Bab 14 – Foto Alya
Arya datang dan langsung menerobos
masuk ke begitu saja dan memarkirkan
mobil Rolls Royce milik ayahnya yang terlihat
begitu mewah itu di parkiran untuk kepala
sekolah. Arya tak peduli lagi dengan apapun.
Ia begitu marah sekarang, tak satupun yang
berani mendekat padanya.
Icha terlihat begitu senang melihat
kedatangan Arya. Rencananya kali ini
rasanya benarbenar berhasil. Rencananya
membuat Arya jijik dan kesal pada Alya, Icha
tinggal menjalankan rencananya yang
selanjutnya. Dela dan dua orang teman Icha
lainnya menyiram Alya di depan kelas
dengan sampah.
Semua orang di kelas diam dan
menundukkan pandangannya. Tak berani
membela Alya atau melindunginya
jangankan membela dan melindungi,
mencegah perbuatan Icha saja tak ada yang
berani.
“Siapa yang sebarin foto Alya?!” bentak
Arya begitu masuk kelas dan mendapati Alya
di depan kelas dengan badan yang bau dan
sampah yang berserakan.
Dua orang satpam lari tergopoh-gopoh ke
kelas Arya, mereka berniat mengingatkan
Arya untuk memindahkan mobilnya saja.
Tapi begitu ia sampai Arya langsung meraih

80
leher salah satu satpam dan
mengangkatnya.
“Kalo gak ada yang ngaku dia ku hajar di
sini!” bentak Arya lagi yang langsung
membuat kedua satpam yang awalnya yakin
untuk menindak Arya ciut mentalnya.
“Ampun Mas, jangan marah-marah gitu,”
satpam yang lain langsung berlutut
memohon belas kasihan Arya.
“Ampun Mas! Anak saya banyak, istri
saya tiga…” ucap satpam yang Arya tahan
dengan ketakutan.
“Gak ada yang mau ngaku?!” bentak Arya
lagi. “Gak ada yang mau kasih tau?” tanya
Arya yang bersiap menghajar satpam yang
ada dalam cengkramannya.
“Icha!” bentak Doni yang baru masuk
dengan begitu panik dan nafas yang
menderu. “Kamu udah gila apa gimana?
Ngapain kamu sebar foto Alya kayak gitu?!”
bentak Doni yang langsung mendekat ke
arah Icha dengan begitu kesal.
Arya melepaskan satpam yang sebentar
lagi ia hajar itu. Kedua satpam itu langsung
keluar dari kelas Arya dan lari terbirit-birit
tidak mau mencari masalah di sana.
Icha menggeleng tak mau mengakui
perbuatannya, wajahnya memucat begitu
Doni langsung menuduhnya dengan tepat.

81
Alya menangis lalu menahan kaki Arya
yang melangkah hendak mengintrogasi Icha.
Arya menatap Alya lalu membantunya
berdiri.
“Bener Icha yang sebarin foromu?” tanya
Arya berusaha menahan emosinya.
Alya menatap Icha. Icha memelototi Alya
berharap Alya akan bungkam atau
menyalahkan orang lain.
“Kamu ancam apa si Alya?” tanya Doni
pada Icha.
Dela dan dua orang teman Icha yang lain
tak berani membantu Icha dan memilih
duduk di bangkunya sambil menundukkan
kepalanya seperti siswa yang lain.
“Kamu juga yang ambil foto itu?” tanya
Arya pada Alya sambil menggenggam dagu
Alya agar tidak menatap Icha terus.
Alya menggeleng pelan. Icha yang
melihatnya langsung panik dan makin geram
dengan Alya.
“Mulai sekarang Alya punyaku! Kalo ada
yang cari masalah sama Alya, berarti cari
masalah sama aku!” ucap Arya
mendeklarasikan kepemilikannya dengan
begitu tegas dan lantang.
Alya menangis menatap Arya. Arya
memeluknya erat yang membuat Alya makin
menangis. Ia begitu takut pada Icha. Apa lagi
82
ayah Icha adalah komite di sekolah dan
memiliki andil cukup besar dalam pencairan
beasiswa miskin yang ia terima. Alya begitu
takut bila beasiswanya di cabut atau ia di
keluarkan dari sekolahnya.
“Beneran Icha yang jahat ke kamu?”
tanya Arya kembali setelah lama diam.
Alya mengangguk pelan. Icha langsung
maju ke arah Alya dan memukulnya dengan
botol minum yang Alya bawa namun
langsung di tahan oleh Doni yang pasang
badan untuk membela Alya setelah lama
bungkam.
“Alya,” panggil guru BK yang datang ke
kelas langsung untuk memanggil Alya.
Arya menatapnya dengan penuh emosi.
Guru BK yang ingin memanggil Alya langsung
memalingkan pandangannya dari Arya. Arya
mendekat lalu menendang pintu kelasnya.
“Kalo kamu mau salahin Alya, salahin
yang sebar duluan! Tanyain kenapa dia bisa
jahat sama Alya!” geram Arya sambil
memukul pintu di sampingnya.
Alya menggenggam tangan Arya
menariknya agar tidak ikut campur dengan
urusannya.
“I-ini mau minta keterangan dulu Mas,”
jawab guru BK dengan suara bergetar.

83
Arya menyaut surat panggilan orang tua
yang hendak di berikan pada Alya. “Jangan
coba bohong, kepalamu keliatannya masih
perlu di pakek kan?” Arya begitu
mengintimidasi guru BKnya yang sudah
kehilangan wibawa itu.
“Gak cuma aku yang jahat ke Alya, Dela
juga, Eka sama Tata juga!” seru Icha yang tak
mau di salahkan sendiri. “Ini semua idenya
Dela!” Icha melimpahkan kesalahan dengan
mengkambing hitamkan Dela.
Dela bangun lalu menggeleng. “Aku gak
ngapa-ngapain. Aku cuma di paksa pegangin
Alya aja! Icha yang paksa!” seru Dela tak mau
menambah masalah lagi.
“Iya, kita juga cuma di ajak sama Icha!”
seru Tata dan Eka yang lebih memilih
menimpakan seluruh kesalahan pada Icha
daripada memiliki urusan lebih besar dan
merembet kemana-mana.
“Kalian iblis,” lirih Arya lalu menggandeng
Alya pergi dari sana setelah mengambil
tasnya.
“Alya!” seru Doni mengejar Alya tapi Arya
dan Alya melangkah dengan lebih cepat
hingga Doni tertinggal.
Icha yang tersudutkan dan tak satupun
dari gengnya yang membelanya mulai
menyalahkan teman-teman yang lain
bahkan teman-teman di kelas yang tak
84
pernah bicara dengannya ikut ia jadikan
sebagai kambing hitam.
Semua teman-teman di kelas mulai
bangkit dan mengatakan kesaksian yang ia
punya soal Icha dan perundungannya pada
Alya sejak kelas sepuluh hingga sekarang.
Semua yang pernah satu kelas dengan Alya
maupun Icha memberikan kesaksiannya
hingga akhirnya masalah di tangani guru BK
dan kepala sekolah.

85
Bab 15 – Rumah Arya
Arya menangis begitu ia menyetir dan
membawa Alya menjauh dari sekolahnya.
Arya begitu kesal pada dirinya karena tidak
mengetahui bila Alya di bully hingga begitu
parahnya oleh Icha yang ia anggap baik. Arya
juga kesal karena ia tak menemukan Alya
lebih cepat sehingga tak dapat
melindunginya dari awal.
“Kamu itu kalo ada apa-apa bilang aku
Alya! Aku ini temanmu! Kamu anggap aku
apa? Kenapa kamu malah diam aja!” bentak
Arya yang begitu kesal pada Alya sambil
menangis dan memukul setir mobilnya.
Alya diam tertunduk mendengarkan
segala kekesalan Arya dan tangis kecewanya.
Alya makin malu dengan dirinya sekarang.
Bahkan untuk sekedar mengangkat
wajahnya dan menatap Arya pun ia tak
mampu.
“Kamu tinggal bilang ke aku, kamu bisa
minta tolong ke aku. Kapanpun! Apapun!
Aku bakal berusaha buat kamu! Kenapa
kamu malah diam saja sampai harga dirimu
di injak-injak begini Alya!” kesal Arya.
“Maaf…” lirih Alya.
“Maaf?! Maaf buat apa? Maaf buat
siapa? Maaf karena kamu dah bikin harga
dirimu di injak-injak sendiri? Maaf karena
kamu gak bisa melindungi dirimu sendiri?”
86
cerca Arya yang merasa Alya tak perlu
meminta maaf apapun sekarang.
“Maaf karena ga bilang apa-apa ke
kamu,” jawab Alya lirih.
Arya menghela nafasnya lalu masuk
kedalam gerbang rumahnya setelah satpam
membukakan pintu.
“Besihkan badanmu, habis itu kita
bicara,” ucap Arya lalu masuk kedalam
rumahnya.
Alya mengangguk pelan lalu mengikuti
Surti yang mengajaknya ke belakang dan
menyiapkan baju ganti untuk Alya.
“Adek kok pulang lagi?” tanya Jalu yang
baru akan mengantar istrinya ke bandara.
Arya menatap ayahnya dengan matanya
yang sembab. “Alya di bully,” jawab Arya
sedih.
“Terus gimana?” tanya Jalu dengan alis
berkerut.
“Ini Alya baru bersihin badannya sama
Bibi,” jawab Arya lalu duduk di sofa.
Jalu mendengus lalu mengelus rambut
putranya. “Yaudah di urus dulu, nanti Ayah
pulang lagi habis anter Ibu,” ucap Jalu tak
mau ikut pusing dengan masalah putranya
itu.

87
●●●
Alya menggunakan kimono yang di
siapkan Surti setelah mandi, sementara
pelayan di rumah Arya mencuci seragam
juga tasnya. Alya cukup kaget dan bingung
tapi Surti memintanya santai dan tidak usah
khawatir. Surti sempat menawarkan untuk
membantu Alya mandi karena bentuknya
saat sampai di rumah begitu mengenaskan.
Tentu saja Alya langsung menolaknya dan
memilih untuk mengurus dirinya sendiri.
Alya meyakinkan bila ia bisa mengurus
dirinya dan ia dalam kondisi baik-baik saja.
Usai mandi Surti masih ingin membantu Alya
seperti mengobati luka-lukanya maupun
menyisir rambutnya. Tapi Alya lagi-lagi
menolaknya karena merasa bisa melakukan
semuanya sendiri dan merasa lebih baik
ketika ia sudah mandi dan bersih.
“Alya…” panggil Arya setelah mendapat
kabar bila Alya sudah selesai membersihkan
tubuhnya dan terlihat siap untuk bicara.
Surti dan beberapa pelayan keluar
meninggalkan Arya dan Alya berdua di
kamar. Arya duduk di tempat tidur
sementara Alya masih berdiri mematung dan
bingung harus bagaimana.
“Kenapa kamu gak melawan Icha?” tanya
Arya kembali mengintrogasi Alya.

88
Alya hanya diam dengan kepala
tertunduk, Arya menariknya hingga Alya
terduduk.
“Bahkan meskipun kamu bukan Alya
temanku waktu TK sekalipun, kalo dulu kamu
di bully dan kamu bilang aku. Pasti aku belain
kamu Al,” ucap Arya dengan alis bertaut,
perasaannya begitu prihatin.
“K-kalo aku lawan Icha aku nanti ga bisa
sekolah,” lirih Alya yang mulai menatap Arya.
“Aku pribadi sebenarnya tidak punya
masalah dengan Icha awalnya. Kita teman
biasa, aku teman dekat Dela. Waktu masih
awal masuk sekolah Dela suka sama Doni,
Icha juga suka sama Dela. Cinta segitiga
gitu,” Alya tersenyum canggung lalu kembali
menundukkan kepalanya.
Arya menghela nafas dan menggenggam
tangan Alya.
“A-aku cuma pengen Icha gak bully Dela.
Aku cuma belain dia sedikit aja waktu itu.
Aku bilang ke guru kalo Icha bawa Dela ke
kamar mandi. Tapi Icha alesan kalo mau bikin
kejutan ulang tahun buat Dela. Aku gak inget
gimana mulainya setelah itu aku yang jadi
sasaran Icha, Dela juga tiba-tiba gabung
sama dia,” lanjut Alya lalu buru-buru
menyeka airmatanya sebelum mengalir.
“Doni gimana waktu kamu di jahatin?”
tanya Arya kesal.

89
Alya menggeleng. “Dia gak tau kalo aku di
gituin sama Icha,” jawab Alya lalu menghela
nafas.
Arya ikut menghela nafas. Jujur ia juga
tidak tau dan tidak sadar bila Icha bisa begitu
jahat pada Alya. Icha adalah gadis cantik
yang terlihat ceria dan selalu ramah. Arya tak
menyangka bila Icha bisa setega itu pada
Alya.
“Mau sarapan?” tanya Arya mengalihkan
pembicaraan karena merasa bersalah pada
Alya.
Alya menggeleng ia tak mau lebih
merepotkan lagi pada Arya. Tapi Arya tak
peduli dan tetap mengajaknya makan
bersama.
“Kalo kamu masih sakit bisa di suapin
Bibi,” ucap Arya sambil berjalan ke ruang
makan bersama Alya.
Alya langsung menggeleng dengan cepat.
Bibi menyiapkan bubur untuk Alya
sementara Arya makan dengan dada ayam
yang sudah di kukus.
“Aku malu kalo ketemu kamu kayak
sekarang,” ucap Alya di tengah-tengah
santapnya.
Arya menaikkan sebelah alisnya sambil
memajukan kepalanya heran dengan ucapan
Alya.

90
“Kamu keren, aku cuma pecundang,”
jawab Alya pelan lalu tersenyum miris.
Arya menggeleng lalu tersenyum. “Aku
keren sekarang, dulu aku juga menyedihkan.
Jangan terlalu memikirkan itu.”
“Makasih,” ucap Alya pelan. “Lain kali ku
ganti,” sambung Alya lagi.
“Beneran?” tanya Arya semangat.
Alya mengangguk ragu. “Kalo aku ada
uang nanti ku traktir,” jawab Alya yang tetap
membuat Arya senang.

91
Bab 16 – Selimut
Jalu sempat kaget begitu ia pulang dan
melihat ada seorang gadis di rumahnya
sedang duduk di taman belakang sambil
minum es bersama putranya. Gadis dengan
rambut yang begitu indah meskipun
potongannya tidak rapi cenderung
berantakan. Sedetik Jalu berharap bila itu
adalah Lily. Tapi di saat bersamaan pula ia
ingat bila putranya mengajak temannya
kerumah.
“Halo!” sapa Jalu dari kejauhan.
Alya mendekat pada Jalu di ikuti oleh
Arya yang juga mengenalkan ayahnya pada
Alya. Jalu langsung pergi tanpa mengajak
bicara Alya terlebih dahulu karena acaranya
hari ini cukup padat. Mengingat ia akan
mengosongkan jadwalnya minggu depan
agar bisa berlibur dengan istrinya.
“Kata Ayah sama Ibu aku harus kenal
sama keluargamu dulu biar mereka gak
khawatir aku ajak kamu pergi,” ucap Arya
lalu tersenyum membayangkan bisa berlibur
dengan Alya.
Alya mengangguk dengan alis bertaut
sedikit ragu. Ia memang dekat dengan Arya.
Tapi itu 10 tahun yang lalu. Ia masih kecil,
Arya juga masih kecil. Meskipun ada banyak
kenangan yang ia miliki bersama Arya dan

92
masih ia ingat sebagai kenangan terindah
dalam hidupnya.
Alya merasa tidak nyaman. Arya memang
kuat, keren, populer, tampan dengan tubuh
berototnya, bahkan kemampuannya di
bidang akademi juga tak bisa di remehkan
meskipun ia doyan bertarung di ring. Dalam
ingatan Alya, Arya jauh dari yang sekarang.
Alya bahkan masih berharap bila Arya akan
tumbuh menjadi remaja bertubuh gempal
dan cupu sepertinya agar bisa saling
menguatkan satu sama lain.
Tidak ada yang salah sebenarnya dengan
Arya yang sekarang, hanya saja Alya tak siap
dengan perubahan yang begitu drastis
terhadap Arya. Alya ingat sekali dulu ia
berteman dengan Arya karena Arya bocah
tercengeng dan penakut di kelasnya. Bahkan
saking penakutnya Arya kecil sampai tak
berani mengatakan kalau ia kebelet pipis dan
lebih memilih menahannya hingga ngompol.
Alya yang mengajari Arya berani
mengatakan bila ia butuh sesuatu. Alya juga
yang menemani Arya kemana-mana saat di
TK dulu. Bahkan saat mereka di bully dan di
lempari mainan. Alya sangat ingat, ia
menjadikan tubuhnya sendiri sebagai
tameng untuk Arya.
“Kalo aku cerita sama Tante kalo kamu
temenku waktu TK pasti bakal lebih baik
kok,” ucap Alya lalu tersenyum lembut.
93
“Oke! Kalo gitu aku mau cukur. Aku mau
keliatan ganteng, rapi, wangi, biar Tantemu
makin yakin sama aku!” seru Arya semangat.
Alya mengikuti Arya setelah mengganti
kimono yang ia pakai dengan seragamnya
yang sudah langsung kering, bersih dan rapi
setelah di urus para pelayan di rumah Arya.
“Nanti kamu juga rapiin rambutmu biar
cantik,” ucap Arya lalu mempersilahkan Alya
masuk duluan kedalam mobilnya.
Alya ingin menolak. Tapi ia tak yakin
pendapatnya akan di dengarkan Arya. Dulu
saat TK dan masih cupu, Arya sudah sulit
untuk menuruti ajakan Alya. Apalagi
sekarang saat Arya sudah memiliki segala
yang ia perlukan. Tapi Alya cukup memahami
Arya dan memakluminya.
“Dingin?” tanya Arya yang duduk sabil
berselimut dengan selimut bundanya
dengan nyaman.
Alya meringis lalu mengangguk dengan
canggung. “Dikit…” jawabnya pelan.
Arya menatap selimutnya sejenak. Ia tak
pernah membagi selimutnya dengan orang
lain sebelumnya. Tapi dengan berat hati ia
akhirnya membagi selimutnya dengan Alya
setelah tidak menemukan selimut lain di
mobil.

94
“Itu selimut Bundaku, kalo aku kangen
aku pakek,” ucap Arya setelah
memberikannya pada Alya.
“Kamu lagi kangen Bundamu?” tanya
Alya setelah menerima selimut dari Arya.
Arya mengangguk lalu menatap ke luar
mobil. “Aku setiap hari kangen Bunda,”
jawab Arya.
Alya mendekat ke arah Arya lalu
menyelimuti Arya juga. Alya bingung harus
berkata apa pada Arya. Ia tidak akrab dengan
Arya yang baru. Tapi hatinya juga tidak
menolak kehadiran Arya sedikitpun.
Arya melirik Alya lalu menggenggam
selimutnya. Ada rasa hangat di sampingnya
ketika ia berbagi selimut dengan Alya. Arya
seolah terpental jauh ke masa kanak-
kanaknya yang duduk bersama bundanya.
Tubuh Alya juga tak jauh beda dari Bundanya
yang membuat Arya jadi mengingat
bundanya dan semakin ingat saat ia berbagi
selimut dengan Alya.
Arya menggenggam tangan Alya di balik
selimut dalam diam. Ia yang semula cerewet
dan menginginkan ini itu seketika terdiam.
Arya merasa ada ruang kosong dalam dirinya
yang sedikit terisi. Alya juga hanya diam dan
sedikit bingung kenapa Arya merindukan
Bundanya padahal orang tuanya selalu ada
untuknya.

95
Tapi Alya menyimpan semua pertanyaan
itu dalam hatinya. Ia juga tak masalah dan
membiarkan tangan besar Arya
menggenggam tangannya yang jadi terlihat
begitu mungil dalam genggaman Arya. Alya
sejenak teringat pada almarhum ayahnya
yang meninggal saat bertugas sebagai
prajurit.
Tangan besar Arya mirip seperti tangan
ayahnya dulu. Besar dan hangat, juga
berotot seperti milik Arya. Mungkin sedikit
lebih kecil karena jarang berlatih atau
berkelahi seperti Arya.
“Arya, kenapa kamu suka berantem?”
tanya Alya setelah lama diam.
Arya menatap Alya lalu tersenyum. “Aku
pengen kuat biar bisa lindungin kamu, biar
kamu ga usah pasang badan buat jadi
tameng, biar bisa jagain orang yang ku
sayangi, biar aku bisa pukul orang yang
pernah bully aku dengan bebas,” jawab Arya
menjelaskan alasannya.
Alya ikut tersenyum lalu mengeratkan
genggamannya.
“Aku pengen berantem sampe orang-
orang sadar kalo jadi tukang bully sama sok
jagoan itu gak baik,” lanjut Arya. “Eh malah
kamu kena bully aku gak tau,” Arya
mendengus.

96
Alya tertawa kecil. Arya mengingatkan
pada ayahnya dulu sebelum berperang.
Ayahnya juga bilang pada ibunya dan kedua
kakaknya yang lain bila ia pergi ke medan
perang sebagai prajurit yang menghentikan
adanya perang.
Arya mengelus tangan Alya lembut lalu
kembali menatap keluar. Sementara Alya
menatap Arya seolah ia melihat ada diri
ayahnya dalam tubuh sahabatnya di TK ini.
“Nanti kita makan di sana aja, habis itu
aku antar kamu pulang,” ucap Arya tanpa
menatap Alya.

97
Bab 17 – Keluarga Alya
Arya yang selesai cukur membawa Alya
ke salon juga untuk merapikan rambutnya
yang sudah di potong secara acak oleh Icha.
Arya mengajak Alya makan ice cream
bersama lalu mengobrol sambil berkeliling di
sekitar mall mencoba beberapa permainan
dan akhirnya mengantar Alya pulang.
Arya dan Alya menikmati tiap waktunya
bersama sampai akhirnya ia pulang dan
mendapati Doni yang sudah menunggu di
depan rumah. Tantenya masih belum pulang
dari sekolahnya. Sementara Doni yang
menunggu hanya diam sendirian di dalam
rumah yang tertutup gang sempit itu.
“Doni udah lama disini?” tanya Alya yang
menghampiri Doni yang sudah
menunggunya.
Doni mengerutkan keningnya merasa
tidak suka melihat Alya yang datang bersama
Arya. Meskipun penampilan Alya sudah
sangat baik dan Arya juga menjaganya
dengan baik. Doni tetap merasa tidak suka.
Terlebih ia tau kenapa Icha membully Alya
karena Arya.
Tentu saja itu bukan salah Arya. Perasaan
tak ada yang bisa mengatur dan
menentukan. Tapi Doni merasa Arya sudah
keterlaluan karena mengabaikan Icha terus

98
hingga ia jadi menggila dan membully Alya
yang tak bersalah.
Arya tak merasa bersalah dan malah
terlihat ceria seolah hari ini tak terjadi apa-
apa. Doni benar-benar kesal melihat wajah
Arya. Doni memandang Arya tak lebih dari
seorang anak manja yang mendapat
kemenangan karena backingan keluarganya
saja dan yang makin membuatnya kesal
karena Arya tiba-tiba jadi begitu akrab
dengan Alya.
“Aku ambilin minum dulu ya,” ucap Alya
lalu buru-buru masuk ke rumah.
“Alya!” tahan Doni. “Ini…” Doni
menyerahkan surat panggilan wali kepada
Alya.
Alya menerimanya dengan ragu. Arya
langsung menyautnya tapi baru ia hendak
membuka isi amplop yang di berikan Doni
pada Alya, Doni sudah langsung memukul
pipi Arya dengan sekuat tenaga.
Arya menaikkan sebelah alisnya cukup
kaget dan tidak siap dengan serangan yang
di langsungkan Doni yang membuatnya jatuh
dari kursi plastik yang ia duduki.
“Astaghfirullah!” pekik Alya yang
langsung berusaha membantu Arya.
Senyum tersungging di ujung bibir Doni
yang tampak begitu angkuh dan

99
merendahkan Arya. Doni semakin yakin bila
julukan Killing Machine yang Arya dapatkan
hanya gimic panggung semata.
Arya bangkit dari lalu mendorong Alya
agar menjauh darinya. Alya sedikit ragu tapi
ia tetap menjauh beberapa langkah. Arya
langsung menghajar Doni tanpa ampun dan
tanpa bicara sedikitpun nyaris tanpa jeda
saat memukulnya.
“Arya! Astaghfirullah! Arya! Udah!” jerit
Alya panik memisah Arya dan Doni yang
berkelahi.
“Mas Arya!” Joko ikut memisah Arya yang
masih ingin meremukkan Doni yang main
asal menghajarnya.
Doni tertawa begitu Arya lepas darinya.
Doni masih ingin mengolok Arya. “Kalo
bukan gara-gara kamu! Alya gak bakal di
bully sama Icha!” teriak Doni lalu meludah ke
arah kaki Arya.
Arya mengerutkan alisnya tak terima
dengan ucapan Doni. Tapi tak selang lama
Yuli pulang dan mendapati Doni yang babak
belur sementara Arya di tahan oleh Joko dan
Alya. Arya baru akan menghajar Doni lagi
tapi niatnya langsung ia urungkan.
Arya ingin menjadi pria yang dapat di
percaya dan di andalkan keluarga Alya agar
ia bisa bersama dengan sahabatnya itu lagi.

100
Arya hanya melihat Doni lalu memberikan
kartu nama ayahnya pada Yuli.
“Kapanpun Tante bisa hubungi ayahku
kalo aku emang jahat, Tante bisa laporin aku
ke ayah. Aku bakal belain Alya,” ucap Arya
lalu memilih pulang tanpa menunggu
jawaban dari Yuli yang bingung dengan apa
yang terjadi di rumahnya barusan dan
masalah apa yang di hadapi Alya hingga
perlu di bela segala.
●●●
Yuli kaget bukan main mendengar
penjelasan Alya terkait Icha yang
membullynya sejak awal sekolah dan makin
kaget lagi bila ternyata selama ini Alya terus
menutupi apa yang ia alami karena takut ia
tak bisa meneruskan sekolahnya lagi bila
mengadu. Alya juga terus berpura-pura bila
Icha adalah teman baiknya di depan Yuli
padahal Alya juga di bully bahkan ketika di
rumah.
Yuli tak bisa menghentikan tangisnya
mendengar segala yang sudah Alya alami. Ia
merasa gagal sebagai orang tua angkat bagi
Alma dan gagal menyediakan tempat
berlindung untuk keponakannya itu.
Alya juga menjelaskan bila Arya bukan
berandalan yang membullynya. Alya
menunjukkan bukti foto ketika ia merayakan
ulang tahun Arya di TK dulu. Yuli jadi sedikit

101
lega karena sekarang semuanya sudah jelas
meskipun besok ia harus mengambil cuti dan
menemui guru di sekolah Alya agar masalah
cepat terselesaikan.
“Assalamualaikum…” ucap Tio suami Yuli
yang baru pulang kerja.
“Waalaikum salam…” jawab Alya dan Yuli
bersamaan.
Tio menyerahkan amplop coklat berisi
gajinya pada Yuli lalu melepaskan dasinya
dan masuk ke kamarnya bersama Yuli. Alya
masuk ke kamarnya untuk menata jadwal
pelajarannya besok sementara Yuli mulai
menyiapkan makan malam untuk mereka
dan Tio membersihkan diri setelah seharian
bekerja.
“Alya bagus potongannya,” puji Tio yang
sudah siap di meja makan.
Alya tersenyum senang dengan pujian
omnya itu. “Temenku ajak aku ke mall terus
ke salon, rambutku di benerin,” ucap Alya.
“Siapa? Icha ya?” tebak Tio.
Alya menggeleng malu-malu. “Arya,
temenku waktu TK dulu,” jawab Alya.
“Besok Om mau cari kerjaan baru,
sementara hemat dulu ya kita semua,” ucap
Tio berusaha terlihat ceria dan tak terjadi
masalah apa-apa.

102
Yuli tersenyum lalu mengangguk, seolah
apa yang Tio katakan bukan masalah besar
baginya.
Alya menghela nafas lalu berusaha
tersenyum. Posisinya makin sulit sekarang.
Bila dulu saat TK ia bisa pindah sekolah dan
tinggal di tempat yang jauh dari perumahan
TNI atau kembali ke kampung halaman orang
tuanya. Sekarang ia tak bisa pergi kemana-
mana.
Ibunya juga dalam posisi sulit di kampung
halamannya meskipun sudah jadi PNS dan
bisa membuka praktek untuk membantu
persalinan di kampung. Ibunya masih harus
menguliahkan kakaknya dan tinggal bersama
tantenya yang tak kunjung punya anak
adalah pilihan terbaiknya.
Tapi masalah yang datang padanya
rasanya tak akan bisa membuatnya bertahan
lebih lama lagi.
“Aku juga mau coba cari kerja ah, siapa
tau bisa kerja juga,” ucap Alya ceria lalu
menyantap makan malamnya.
“Kamu sekolah aja, sekolah yang pinter
ga usah mikir kerja,” ucap Tio lalu ikut
menyantap makanan yang sudah di
ambilkan istrinya.

103
104
Bab 18 – Panggilan
Yuli diam-diam pergi kesekolahan Alya
dan menyembunyikan masalah yang tengah
ia hadapi dengan Alya ini dari suaminya. Yuli
tak mau memperkeruh situasi yang ada,
selain karena suaminya yang di PHK Yuli juga
ingin agar masalah ini cepat kelar dan selesai
dengan baik-baik.
“Alya?” tanya seorang pria berjas rapi
yang datang menghampirinya.
Ada mobil dengan stiker FS Group yang
terparkir di halaman, sudah jelas pria ini
datang karena Arya. Yuli jadi merasa lega
karena Arya benar-benar membuktikan
omongannya. Tak lama tampak Doni yang
datang bersama pengacara dari lembaga
hukum ayahnya. Wajah Doni yang kemarin di
hajar Arya masih begitu terlihat.
Tak selang lama bel berbunyi. Alya dan
Yuli juga para kuasa hukum di persilahkan
masuk ke ruang kepala sekolah. Doni ikut
masuk juga karena ingin menuntut Arya dan
menyalahkannya juga apa lagi ia sudah di
buat bonyok begini.
Orang tua Icha datang menaiki sedan
BMW keluaran tahun 2005 berwarna hitam
dengan angkuh layaknya caleg yang sudah
menjabat di DPR. Icha ikut turun dan tak
terlihat rasa sesal sedikitpun di wajahnya.

105
Suasana tegang menyelimuti Yuli dan
Alya yang sebenarnya lebih memilih untuk
langsung bersujud meminta maaf saja
daripada harus berurusan dengan keluarga
Icha. Tapi kuasa hukum dari FS Group
tampak begitu tenang dan meyakinkan Yuli
dan Alya bila semua akan baik-baik saja.
“Am I late?” tanya Arya yang masuk
begitu semua sudah lengkap dengan senyum
tersungging di bibirnya. “Masih berani
masuk kamu?” tanya Arya lagi pada Icha lalu
duduk dengan santai semaunya.
Orang tua Icha keget dan begitu tidak
suka dengan sikap Arya yang arogan dan
seenaknya. Tapi kepala sekolah yang paham
bila Arya punya power yang lebih besar
daripada orang tua Icha memilih tidak
mempermasalahkan Arya dan fokus pada
masalah yang ada daripada memunculkan
masalah baru yang lainnya.
“Menurutku aku ga salah karena aku
cuma bercanda, selain itu banyak temen-
temen yang lain juga disana jadi bukan
salahku aja,” Icha masih merasa tidak
bersalah.
“Apa aku perlu viralin vidiomu waktu
bikin seragam Alya basah? Apa aku harus
posting keseruanmu juga?” tanya Arya yang
benar-benar membela Alya. “Doni, kamu
balik ke kelas gih, enek aku liat mukamu,”

106
usir Arya karena Doni sama sekali tak
memberikan pembelaan pada Alya.
“Ehm…” Ibu Icha berdeham tak mau bila
putrinya terkena masalah. “I-Ini cuma
bercanda, tidak usah di perbesar. Icha juga
udah hapus semua postingan jorok itu. Jadi
masalahnya sudah selesai kan?”
“I-iya sepertinya lebih baik begitu,” ucap
Yuli setuju karena enggan keponakannya
bermasalah dengan anak-anak orang kaya
yang bisa menggila seenak hatinya ini.
Sementara Alya hanya tertunduk dengan
airmata yang mengalir.
“Minta maaf sama Alya!” perintah Arya
yang sedikit kecewa dengan apa yang terjadi.
“Minta maaf? Untuk apa?” tanya Icha
yang masih keras kepala tak mau meminta
maaf.
“Setelah semua sampai sejauh ini kamu
masih ga merasa bersalah Cha?” tanya Doni
kaget dengan Icha yang sama sekali tak
merasa berdosa.
“A-ayo Icha minta maaf,” paksa ibu Icha
yang tak mau masalah akan makin besar lagi.
“Oke, sorry Alya. Meskipun aku gak salah
aku minta maaf duluan,” ucap Icha dengan
tidak ikhlas sambil menyodorkan tangannya
untuk bersalaman dengan Alya sebagai
tanda permintaan maaf.
107
“Kamu paham harus apa kan?” bisik Arya
pada kuasa hukumnya itu.
Suasana menjadi canggung dan begitu
dingin. Kepala sekolah juga rasanya tak
mampu menengahi lagi. Ia sudah kapok
berurusan dengan Arya apa lagi keluarganya.
Kadang kepala sekolah juga heran kenapa
Arya bisa nyasar sekolah di sekolah negeri
dan bukan internasional school saja.
“Aku mau minta kamu tanggung jawab
udah bikin wajahku memar,” ucap Doni
beralih menyerang Arya sebelum pengacara
Arya pergi.
“Kamu yang mulai pukul aku duluan, kalo
kamu kalah karena kamu salah pilih lawan.
Sebagai laki-laki yang jantan apa kamu gak
malu minta pertanggung jawaban dariku?”
jawab Arya yang benar-benar menyinggung
harga diri Doni dan sukses membuatnya
bungkam.
●●●
Tak ada kabar lagi soal Icha setelah
kejadian di ruang kepala sekolah. Alya bisa
menjalanin harinya sebagai murid seperti
biasanya. Teman-teman di kelas mulai
mengajaknya bicara dan menerimanya
kembali seperti sebelumnya.
Orang tua Icha yang memiliki hutang
pada bank yang di kelola Waloh Group
langsung mensegel seluruh aset yang ada.
108
Tentu itu bukan hal sulit untuk Arya, apa lagi
ibunya yang memegang kendali. Doni juga
tak lagi mencari masalah dengan Arya
meskipun ia tetap dekat dengan Alya.
Arya tak keberatan Alya dekat dengan
Doni juga selain dirinya. Arya suka punya
banyak teman meskipun Doni masih saja tak
suka pada Arya yang dekat dengan Alya. Tapi
Arya tak peduli yang penting tidak ada
masalah lagi di kelasnya.
“Arya, Tanteku pengen ajak Arya makan
siang di rumah nanti. Bisa?” tanya Alya
sebelum kelas selesai.
Arya langsung mengangguk dengan
senang. “Bisa dong!” seru Arya semangat.
Dela hanya menatap Alya dengan rasa
malu, takut dan bersalah. Dela tau
pilihannya dulu untuk menjilat Icha dan ikut
membully Alya yang susah payah
membelanya adalah keputusan yang salah.
Masuk dalam geng anak hits tidak membuat
perasaannya lebih baik. Bahkan Dela juga
jadi kehilangan teman baiknya.
“Alya…” panggil Dela pelan yang
menghampiri Alya. “B-boleh ngomong
bentar?” tanya Dela gugup.
Alya mengerutkan keningnya lalu
mengangguk dan mengikuti Dela duduk di
salah satu bangku di dekat parkiran motor.

109
“Aku minta maaf,” lirih Dela yang tak
berani menatap Alya. “Aku salah khianatin
kamu dulu, aku jahat udah bikin kamu
menderita sendirian selama ini, a-
aku…aku…”
“Gapapa Del, aku gak mau inget-inget itu
lagi. Aku udah maafin kamu kok,” potong
Alya.
“Alya! Ayo!” teriak Arya yang sudah
menunggu di dalam mobilnya.
“Aku pulang dulu,” pamit Alya lalu
menyalami Dela sebagai tanda sudah
memaafkannya.
“Alya, apa kamu pacaran sama Arya?”
tanya Dela.
Arya tersenyum. “Apapun hubunganku
sama Arya bukan urusanmu,” jawab Alya lalu
melangkah ke mobil Arya.

110
Bab 19 – Makan Siang
Tio yang melihat Alya pulang berjalan kaki
memasuki gang di rumahnya bersama Arya
yang terlihat seprti berandalan langsung
menatapnya dengan tatapan tajam
mengintimidasi. Tio terus memperhatikan
Arya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Arya yang semula datang dengan ceria juga
langsung memasang wajah siap
berkelahinya dan ikut menatap Tio dengan
pandangan yang tak kalah mengintimidasi.
“Ayo Arya masuk,” ajak Alya dengan ceria
setelah ganti baju.
Arya bangun dan masih menatap sengit
Tio yang ternyata lebih pendek dari pada
dirinya itu begitu ia berdiri tegak.
“Eit! Mau kemana?” tahan Tio yang
langsung menarik Arya melarangnya masuk
kedalam rumahnya.
“M-masuk lah…” jawab Alya gugup dan
bingung karena omnya tiba-tiba melarang
tamu yang sudah ia tunggu itu masuk.
“Ga boleh! Disini aja. Nanti Tantemu mau
ada tamu,” larang Tio yang langsung sengit
pada Alya dan Arya.
Alya duduk di depan bersama Arya. Alya
jadi malu pada Arya karena sudah
mengundang Arya untuk makan siang di

111
rumahnya tapi malah tidak di ijinkan masuk
oleh omnya.
“Gapapa Al, nanti kalo ada tamunya
Tantemu kita makan di luar aja,” ucap Arya
yang sudah lapar dengan cemberut
meskipun ia tetap berusaha agar tetap
terlihat tenang.
Tio yang tak pernah menyapu maupun
bersih-bersih rumah tiba-tiba mencari
kegiatan untuk menguping pembicaraan
Alya dan Arya. Sembari mencari akal untuk
mengusir Arya dari rumahnya.
“Maaf ya tadi pagi Tanteku bilang suruh
ajak kamu makan di rumah, aku gak tau kalo
Tante ada tamu yang lain,” ucap Alya lalu
melihat omnya yang tiba-tiba menyapu teras
yang sudah bersih bahkan sudah di pel
tantenya tadi pagi.
Arya mengangguk lalu duduk bersandar
dengan santai. Arya menyibukkan diri
dengan bermain game-game offline di
ponselnya. Joko supirnya juga sudah siap bila
Arya memintanya membelikan makanan
atau membawanya pulang karena sekarang
sudah hampir melewati jam makan
siangnya.
“Aku laper Alya,” keluh Arya lalu bangun
untuk meregangkan ototnya, jajan di luar
yuk!” ajak Arya.

112
“Wah! Ga boleh ajak Alya, Alya mau
belajar. Sibuk, udah kamu pulang aja. Alya ga
boleh pergi sama berandalan kayak kamu!”
ketus Tio yang langsung melarang Arya
mengajak Alya pergi padahal Alya pulang
dan langsung ganti baju karena ingin pergi
bersama Arya.
“Ya Allah! Arya udah dateng!” seru Yuli
yang baru datang sambil membawa ayam
tepung untuk makan siang bersama. “Mas,
ini Arya teman TKnya Alya itu loh!” ucap Yuli
memberitahu suaminya sambil merangkul
Arya masuk kedalam rumahnya dengan
ramah dan hangat.
Tio mengangguk dengan kaku namun
masih menatap Arya tidak suka dan penuh
selidik. Tio jadi merasa perlu mengawasi
pergaulan keponakannya, apa lagi sampai
membawa berandalan seperti Arya ini. Tio
langsung khawatir bila nantina Alya bisa
masuk dalam pergaulan bebas bila tak di
awasi.
“Maaf ya, rumahnya sempit, kecil.
Duduk-duduk dulu,” ucap Yuli merendah.
Arya menatap ke bawah. Ia bingung harus
duduk dimana. Karpet terbaik yang di gelar
di rumah tantenya Alya lebih mirip keset di
rumahnya. Arya jelas tidak duduk dan makan
di atas keset. Mejanya juga lebih mirip kursi
taman murahan. Arya bingung dengan
kondisi rumah yang di tinggali temannya itu.
113
Sempit sekali bahkan rasanya tak lebih besar
dari kamarnya.
“Arya Jangan duduk di meja,” ucap Alya
lembut sambil mengeluarkan beberapa lauk
yang sudah di masakkan Yuli. “Sini
duduknya,” Alya memberitahu dimana Arya
harus duduk.
Arya duduk menunggu sampai Alya dan
tantenya selesai menyajikan makanan
terbaiknya. Arya melihat ricecooker yang di
bawa Yuli terakhir tapi ia kembali bingung
apakah akan ada ricecooker lain yang akan di
keluarkan karena ukurannya bagi Arya
sangat kecil.
“Makan seadanya ya, Tante adanya
makanan gini doang,” ucap Yuli kembali
merendah setelah mengeluarkan lauk-lauk
yang sama seperti saat sedang merayakan
lebaran. Bahkan rasanya lebih mewah dari
pada saat lebaran.
Arya mengangguk tanpa tersenyum
sedikitpun. Alisnya masih mengkerut
bingung bagaimana cara membagi nasinya
dengan seluruh anggota keluarga Alya
ditambah dirinya juga itu. Apa lagi Arya biasa
makan banyak saat makan siang karena
setelah makan ia akan istirahat sejenak dan
lanjut latihan jadi ia perlu banyak asupan.
Arya menghela nafas menatap lauk yang
di sajikan di meja makan yang sangat kecil.

114
Memang beragam tapi jumlahnya sedikit. Ini
bahkan untuk makannya sendiri tak cukup.
Arya jadi prihatin dan merasa bersalah sudah
menerima tawaran Alya.
“Oh, Arya biasa di ambilin pelayan ya kalo
di rumah?” tanya Yuli yang langsung
mengambilkan nasi untuk Arya.
Arya mengangguk. Rasanya mengangguk
dan pasrah ketika di ambilkan adalah hal
terbaik yang ia bisa daripada mengambil
makanannya sendiri.
“Di ambilin pelayan apa ga pernah liat
makanan enak?” sindir Tio.
Arya menatap Tio lalu menghela nafas
kembali. Arya tak selera menanggapi Tio
yang tak menyukainya.
“Arya ini anaknya yang punya FS Group
itu loh Mas, ibunya yang pegang Waloh
Group,” ucap Yuli setelah mengambilkan
makanan untuk Arya.
Arya mengangguk lalu mulai memakan
makanan yang sudah di ambilkan Yuli
untuknya. Tio melongo kaget mendengar
bila Arya yang berbentuk seperti berandalan
yang doyan berkelahi dan cenderung lebih
pantas jadi preman ini adalah calon penerus
FS Group dan Waloh Group, dua perusahaan
raksasa yang begitu sulit untuk bisa di terima
bekerja disana.

115
“Hah?! FS Group?!” ulang Tio kaget
bukan main.
Arya mengangguk. “Sebenernya gak
semua FS Goup di pegang Ayahku, sebagian
di pegang om Taji juga. Kalo Waloh Group
baru Ibuku semua yang pegang,” jawab Arya
menjelaskan dengan santai. “Kamu mau kulit
gak?” tanya Arya pada Alya karena tidak suka
dengan kulit ayam.
Alya langsung mengangguk, Alya suka
kulit ayam. “Kita tukeran ya,” ucap Alya
sambil memberikan daging yang ia miliki di
tukar dengan kulit ayam tepung milik Arya.
Tio masih melongo kaget hingga gemetar.
Rasanya bagai tersambar petir di siang
boling, ia sama sekali tak menyangka ia bisa
kedatangan tamu besar seperti Arya dan ia
sama sekali tak menyadarinya dan sempat
berusaha mengusirnya.

116
Bab 20 – Menjilat
Arya makan dengan lahap ia sudah lapar.
Tio tak berani memakan makanannya. ia
begitu grogi dan sungkan makan bersama
dengan anggota keluarga konglomerat
seperti Arya. Meskipun Arya biasa saja dan
tak mempermasalahkan apapun. Karena
memang ia senang bisa bermain dengan Alya
dan makan bersamanya.
“Aku minum air putih aja,” ucap Arya
yang tidak suka teh manis.
“B-biar saya yang ambilin,” ucap Tio yang
langsung terburu-buru mengambilkan Arya
minum.
Arya lanjut makan sambil menunggu
minumnya datang. “Alya nanti temenin aku
latihan yuk!” ajak Arya setelah makan.
Alya menggeleng lalu menghela nafas.
“Kayaknya gak boleh deh sama Om Tio, lain
kali aja ya,” tolak Alya.
“Boleh Al! B-boleh gapapa,” saut Tio
cepat lalu dengan gugup memberikan air
minum yang di minta Arya.
Alya dan Yuli menatap Tio heran. Tio tiba-
tiba jadi gugup dan begitu ramah pada Arya.
Arya awalnya heran tapi ia sudah sering
melihat perubahan seperti itu terutama
pada opanya yang akan jadi ramah dan ceria

117
saat ada omanya. Jadi Arya menyimpulkan
Tio jadi ramah karena ada Yuli.
Yuli mengambilkan mangkuk untuk
kobokan Arya. Tapi Arya lebih memilih ikut
Alya ke belakang dan mencuci tangannya di
kamar mandi.
“Kenapa gak bilang kalo yang dateng
pewarisnya FS Group!” bisik Tio gugup pada
Yuli.
“Udah bilang!” saut Yuli.
Tio diam lalu tersenyum begitu Arya
selesai menggunakan kamar mandi.
“Makasih makan siangnya, maaf
kayaknya aku gak sengaja rusakin pintu
kamar mandinya,” ucap Arya sopan lalu
kembali duduk di bawah dan mengeluarkan
ponselnya yang berisi catatan yang harus ia
katakan saat bertemu keluarga Alya sesuai
instruksi ayahnya.
“Ahaha… gapapa Mas, emang pintunya
udah tua. Gapapa, terimakasih sudah
berkenan mampir ke gubuk kami,” ucap Tio
merendah dan langsung menjabat tangan
Arya bahkan hampir cium tangan juga
karena terlalu gugup.
“Ehm…,” Arya berdeham lalu membaca
notes di ponselnya. “Sebelumnya
perkenalkan namaku Arya Suandakni, umur
17 tahun, rumahku di…”

118
“Ah tidak perlu perkenalan Mas, saya
sudah tau,” potong Tio sungkan mendengar
penjelasan Arya yang sudah ia siapkan dari
jauh hari.
“Ow oke…” jawab Arya yang jadi
canggung ketika mendengar Tio sudah tau
soal dirinya.
Tio menyodorkan kartu nama dan CVnya
pada Arya. Arya menerimanya dengan heran
lalu meletakkan kembali CV yang di berikan
Tio dan hanya menerima kartu namanya.
“Om Tio kenapa sih? Ngapain kasih Arya
CV segala coba,” tegur Alya yang sudah
selesai bersiap-siap.
Yuli juga heran dengan suaminya yang
tiba-tiba jadi kikuk dan ramah pada Arya. Yuli
hanya bisa meringis canggung.
“Ayo Arya!” ajak Alya yang merasa malu
karena omnya tiba-tiba jadi menjilat pada
Arya.
Arya mengangguk. “A-aku main sama
Alya dulu ya Om, Tante, nanti ku antar
pulang lagi.”
“Ah gak pulang juga gapapa!” ucap Tio
yang langsung di pukul istrinya dari belakang
dengan sendok sayur. “Kalo mainnya sama
Arya, Om percaya,” lanjut Tio.
“Om!” seru Alya sambil memelototi Tio.

119
“Arya sering main kesini gapapa,” ucap
Yuli lalu berjalan keluar gang bersama Tio
mengantar Arya sampai ke mobilnya.
●●●
“Mas kenapa sih tadi kayak gitu, bikin
malu aja!” omel Yuli sambil merapikan ruang
tamunya kembali.
“Kamu tau gak kerja jadi tukang sapu di
FS Group aja gajinya udah dua kali UMR.
Bayangin gimana yang punya sekaya apa!”
Tio begitu semangat menunjukkan kekayaan
keluarga Arya. Tio mengambil katalog baju
langganan Yuli yang biasa ia jual. “Liat!” Tio
menunjuk logo FS Group. “FS Group itu
masuk rangking 10 besar perusahaan dunia.
Belum lagi Waloh Group. Itu Alya kalo bisa
punya hubungan sama Arya hidup kita bakal
baik. Langsung berbalik 180⁰!”
Yuli kaget dan mulai mencari di internet
kekayaan FS Group dan pemipin FS Group.
Lalu melakukan pencarian terhadap Arya
Suandakni yang langsung muncul artikel dan
vidio kebrutalannya di ring.
Tio geleng-geleng kepala dengan mata
yang berkaca-kaca. “Emang beda hobinya
orang kaya,” ucap Tio yang langsung
mendukung dan menyukai Arya setelah tau
siapa Arya.
Yuli ikut menganggukkan kepalanya. “Oh
iya kemarin Arya kasih ini!” seru Yuli lalu
120
mengeluarkan kartu nama Jalu yang Arya
berikan padanya kemarin.
●●●
“Alya gak di ajak makan?” tanya Jalu yang
baru selesai bermain golf.
“U-udah makan Om,” jawab Alya sungkan
lalu menunjukkan ice cream yang di
suguhkan untuknya.
Jalu mengangguk lalu masuk kedalam
melewatinya begitu saja.
“Ibu pulang!” seru Alma ceria begitu
dapat kabar bila Arya datang mengajak Alya.
“Halo Alya!” sapa Alma ramah lalu
menyaliminya. “Alyanya di ajak makan juga,”
ucap Alma sambil mengecup kening Arya
yang sedang makan dengan lahap.
“Ibu, aku tadi udah makan di rumah Alya.
Terus aku ajak kesini aku pengen latian di
temenin Alya,” ucap Arya memberi tahu
Alma sebelum memaksa Alya makan.
“Terus kok masih makan lagi?” tanya
Alma lalu duduk di salah satu bangku.
“Makanku cuma dikit tadi,” jawab Arya
yang membuat Alma tertawa.
“Ayah dah selesai main golf?” tanya Alma
setelah puas tertawa.

121
Arya mengangguk lalu menyelesaikan
makannya. Tak lama pelayan datang
membawakannya pisang yang sudah di
potong-potong. “Ga suka pisang,” tolak Arya.
“Ibu yang suruh Mas,” jawab pelayan
sedikit berbisik.
“Ibu aku ga suka pisang!” teriak Arya
kesal.
Suara lengkingan dari speaker di rumah
Arya berbunyi cukup keras. “Kalo gak
dimakan Alya di suruh pulang aja,” jawab
Alma dari speaker yang terdengar.
Arya mendengus kesal lalu memakan
pisangnya dengan terpaksa. Alya tertawa
melihat interaksi Arya dan Ibunya yang
begitu lucu. Benar-benar berbeda dengan
apa yang ia bayangkan.

122
Bab 21 – Pasangan
Alma ikut menemani Arya sembari
mengobrol ringan dengan Alya. Alma dan
Jalu juga mengijinkan Alya untuk ikut makan
malam bersama keluarganya sebelum
pulang sebagai balasan karena mengundang
Arya makan siang tadi.
Alma memberikan hadiahnya dulu yang
belum sempat ia berikan pada Alya. Arya
merasa senang karena bisa mengajak Alya ke
rumahnya dan orang tuanya juga dapat
menerima Alya. Arya merasa makin bisa
berhubungan dengan Alya yang lebih dari
sebatas teman atau sahabat saja.
Begitu pulang Arya langsung menuliskan
semua yang sudah ia lalui di jurnal hariannya
dengan perasaan berbunga-bunga. Arya
mencurahkan segala isi hatinya seolah
sedang bercerita dengan Bundanya. Sampai
di tengah-tengah kebahagiaannya ketika
menulis Arya jadi terlintas ide untuk
menikahi Alya saja agar tidak kehilangan
Alya lagi.
“Bunda, aku pengen menikah sama Alya
saja. Aku ga mau kehilangan Alya lagi,
menurut Bunda Ayah bakal marah tidak ya
kalo aku menikah setelah lulus?” tutup Arya
lalu bersiap tidur.
●●●

123
“Aku gak suka sama Alya, kalangan
rendahan biasanya mendekat cuma karena
uang,” ucap Alma sambil mengoleskan krim
malam sebelum ia tidur.
Jalu menurunkan tabletnya lalu menatap
istrinya. “Arya itu cowok, gapapa dia dapet
dari kalangan bawah. Alya keliatannya baik,
Arya juga keliatan ceria kalo sama dia. Sejak
TK kan dah sering bareng,” ucap Jalu
menanggapi istrinya.
“Orang-orang yang lama hidup miskin
biasanya akan merubah 180⁰ kebiasaannya
begitu pegang uang banyak. Pasangan yang
kaya dan menggilainya akan membuatnya
besar kepala. Lalu mulai menggantungkan
kehidupannya sepenuhnya, menuntut untuk
memenuhi keinginannya juga menanggung
keluarganya yang lain. Aku lebih suka Arya
menikahi wanita yang setara dengan dia
nantinya,” ucap Alma lalu naik ke tempat
tidur.
“Arya masih 17 tahun, Sayang. Tidak
masalah juga kalau Arya pacaran sama Alya,
nanti lama-lama juga bosen,” ucap Jalu
menenangkan istrinya.
Jalu menggenggam tangan Alma
meyakinkannya bila Arya tidak akan salah
pilih pasangan. Tapi semakin Alma malah
merasa bila Jalu mencoba mengingatkannya
soal hubungan asmaranya yang jadi terjebak
dalam cinta segitiga antara Lily dan Jalu.
124
Alma menarik tangannya lalu tidur
dengan memunggungi Jalu. Alma merasa
sakit dan tetap merasa cemburu bila teringat
pada hubungan gelap suaminya dulu.
Meskipun pada akhirnya ia yang menang,
bahkan Arya juga ia menangkan. Tapi tak
sedikitpun membuat hatinya puas.
Kamar Lily selalu jadi tempat
menenangkan diri untuk Jalu, Arya juga
selalu menuliskan cerita-cerita
kesehariannya dalam jurnal untuk Lily. Tapi
tak satupun dari Arya maupun Jalu yang
memperlakukannya sebaik itu.
Alma selalu merasa menjadi nomor dua.
Bahkan ketika ia sudah mencoba selingkuh
sekalipun perasaannya tidak menjadi lebih
baik. Tak ada hiburan yang bisa membuatnya
senang lagi. Alma juga merasa selalu
mengemis untuk bisa di sayangi dan di
inginkan Arya juga Jalu.
Pagi-pagi setelah Arya ikut Jalu pergi ke
salah satu acara kesenian yang di adakan
perusahaan. Alma diam-diam masuk ke
kamar Arya. Alma membaca tiap lembar
jurnal harian Arya yang terbaru.
Ketakutannya semalam soal keseriusan
hubungan Arya dan Alya terbukti.
Alma menahan kekesalannya begitu
melihat gadis miskin itu merebut Arya. Tapi
begitu Alma hendak memerintah stafnya
untuk menyekidiki soal Alya ia melihat kartu
125
nama Tio yang tergeletak di meja belajar
Arya. Alma memfotonya lalu merapikan
kembali kamar Arya dan pergi dari sana.
●●●
Doni datang ke rumah Alya tiba-tiba. Ia
membelikan Alya sebuah tas meskipun
harganya jelas jauh lebih murah di
bandingkan pemberian dari keluarga Arya.
Alya sedikit heran dan bingung saat Doni
tiba-tiba datang memberinya hadiah.
“Buat kamu,” ucap Doni singkat lalu
duduk di depan.
Alya menerimanya dengan ragu. “Don
kamu ga perlu repot-repot kasih aku apa-
apa,” ucap Alya lembut.
“Kalo kamu butuh apa-apa bilang aja ke
aku, ga usah minta tolong Arya. Kalo cuma
kasih kamu tas sama ajak kamu jalan ke salon
aku juga bisa,” ucap Doni yang cemburu
pada kedekatan Alya dengan Arya.
Alya menggeleng. “Aku ga pernah minta
apa-apa sama Arya, Arya yang kasih ke aku.
Kalo kamu kasih aku cuma buat bersaing
sama Arya aku balikin. Aku ga mau,” ucap
Alya lalu memberikan kembali tas yang baru
Doni berikan padanya.
“Kamu kenapa sih jadi gini?!” bentak Doni
kesal karena Alya lebih memilih Arya
daripada dirinya.

126
“Eh ada Doni,” sapa Yuli yang baru pulang
berjualan di car free day.
Doni diam begitu pula dengan Alya, tak
selang lama Tio datang membawa motornya
yang penuh dengan tas dagangan istrinya.
Alya apa sekarang jadi populer di
sekolahnya, perasaan dari kemarin yang
kesini anak orang kaya terus. Batin Tio yang
melihat Doni.
“Ini di makan ya,” ucap Yuli yang keluar
lagi setelah menyajikan singkong keju yang ia
beli saat pulang jualan tadi.
“Makasih Tante,” ucap Doni lalu
tersenyum ramah. “Om…” sapa Doni pada
Tio juga.
Alya dan Doni diam menunggu Yuli dan
Tio masuk kedalam. Yuli juga langsung
menarik suaminya untuk menguping di
dalam saja agar Doni dan Alya tidak
terganggu.
“Aku ga berubah. Aku gak pernah
berubah,” ucap Alya sambil menatap Doni
serius.
“Sejak kamu sama Arya kamu ga pernah
terima bantuanku lagi, kamu lebih sibuk
sama Arya daripada aku. Padahal dulu aku
selalu belain kamu, aku temenin kamu terus,
cuma gara-gara tukang jotos sok pahlawan

127
itu kamu jadi berubah,” ketus Doni yang tak
bisa menyembunyikan kecemburuannya.
“Kamu bantu aku? Kamu cuma diam
waktu aku di bully Icha, bahkan waktu kamu
tau masalahnya ada di kamu, kamu juga
diam saja, Don! Mungkin bagimu Arya cuma
tukang jotos sok pahlawan, tapi setidaknya
dia beneran belain aku, dia beneran
lindungin aku, dia beneran tulus,” jawab Alya
yang tak terima pada ucapan Doni.
Doni menampar Alya dengan kesal lalu
menarik Alya untuk ikut dengannya. Alya
kaget dan langsung meronta.
“Doni!” bentak Alya. “Aku gak mau ikut!”
teriak Alya.
Tio dan Yuli langsung berlari keluar begitu
mendengar keributan dan teriakan Alya.
Doni memukul Alya dengan tas yang di tolak
Alya.
“Orang miskin gak tau diri!” geram Doni.
“Dasar pelacur murahan!” makinya pada
Alya lalu meninggalkannya begitu Tio dan
Yuli menghampiri Alya.

128
Bab 22 – Ring
Tio tiba-tiba mendapat panggilan untuk
bekerja di salah kantor FS Group. Tio merasa
sangat beruntung akhirnya ia bisa bekerja
lagi tanpa harus lama menganggur. Tio
begitu senang karena besoknya ia juga
langsung menerima surat bukti
penerimaannya bekerja sebagai supervisior
di mall yang lebih besar dari tempat
bekerjanya yang lama.
Tio merasa bangga dan bersyukur karena
mengasuh Alya yang menghadirkan banyak
keberkahan di rumahnya. Yuli juga merasa
sangat senang suaminya bisa bekerja di FS
Group yang jelas akan memiliki penghasilan
lebih banyak lagi dari yang sebelumnya.
“Arya!” sambut Alya begitu Arya duduk di
bangkunya. “Om ku kerja di FS Mall, seneng
banget aku. Makasih ya udah di bantuin,”
ucap Alya tulus.
Arya bingung dengan ucapan Alya. Ia tak
merasa membantu apapun Arya bahkan tak
tau bila omnya Alya sedang tidak memiliki
pekerjaan atau keluarganya yang memiliki
masalah ekonomi. Arya sama sekali tidak tau
apa-apa, tapi ia akhirnya ikut tersenyum dan
mengangguk.
“Tanteku pengen undang kamu buat
main ke rumah lagi buat rayain ini, tapi
tanteku sibuk banget di sekolahnya. Om juga

129
baru aja kerja jadi belum berani bikin
perayaan apa-apa, tapi kapan-kapan kalo ku
undang makan lagi Arya mau gak?” ucap Alya
dengan ceria.
Arya langsung mengangguk dengan
semangat. “Oh iya nanti aku ada tanding, ini
pertandingan terakhirku taun ini. Kamu
dateng ya, semangatin aku,” ucap Arya yang
langsung di angguki Alya.
Doni menatap tajam pada Arya dan Alya
yang tampak makin akrab kian hari. Bahkan
keduanya makin lama makin menunjukkan
kedekatannya, seperti pulang bersama atau
saling mengundang satu sama lain.
“Alya itu pipimu kenapa?” tanya Arya
yang melihat memar di pipi Alya setelah
bedak yang ia pakai mulai luntur.
Alya diam menatap Doni. Doni sudah deg-
degan bila Alya mengadu dan Arya marah
padanya lagi.
“Gak sengaja ke jatuhan hp semalem,”
jawab Alya berusaha menutupi yang sudah
terjadi semalam.
“Makannya kamu hati-hati kalo main hp,”
ucap Arya santai lalu berbagi cemilan yang di
bawakan pengasuhnya dengan Alya.
Doni harusnya lega ketika Alya tidak
mengadu pada Arya yang jelas akan pasang
badan untuk melindunginya. Tapi Doni

130
malah kesal, karena ia jadi tak bisa merebut
Alya. Meskipun ia juga belum dapat kabar
soal kejelasan hubungan keduanya. Arya
hanya tau dari postingan status Alya saat
Arya makan siang di rumahnya juga saat Alya
makan ice cream di rumah Arya.
●●●
Alya ikut masuk ke back stage menemani
Arya, Arya juga dengan bangga mengenalkan
Alya pada pelatihnya juga para petarung
lainnya yang mungkin jadi lawannya.
Beberapa juga jadi ikut mengenalkan
pasangannya karena Arya mengenalkan
Alya.
Para gadis yang menemani kekasihnya
yang bertanding tidak terlihat seperti anak-
anak hits. Malah kebanyakan berhijab dan
terlihat begitu alim. Alya jadi merasa kurang
pantas mendampingi Arya. Hanya ia yang
tidak berhijab dan hanya ia rasanya yang
kurang alim.
“Aku berdoa biar tunanganku gak lawan
sama Arya,” bisik salah satu gadis pada Alya.
Alya tersenyum canggung. Alya
sebelumnya merasa bila Arya biasa saja dan
hanya berubah jadi lebih berani sedikit
meragukan pikirannya. Alya yang dulu
merasa bila Arya dengan julukan Killing
Machine yang terdengar berlebihan itu
hanya bualan semata. Apalagi Alya pernah

131
ikut ke rumah Arya dan melihat betapa
manjanya Arya.
Arya yang Alya lihat selama ini tidak
hanya manja tapi juga di manjakan oleh
hampir semua orang. Melihat Arya yang
pilih-pilih makanan, melihat Arya yang suka
berbagi hal-hal sepele dengannya dan
banyak bercerita saat bersamanya. Tak
hanya itu Alya juga perlu banyak
mengarahkan ini dan itu pada Arya. Sangat
berbanding terbalik dengan Arya yang di
takuti orang-orang.
“Aku udah kasih tau cowokku kalo lawan
sama Arya ga usah maksain,” saut gadis lain
yang ikut menguping.
Keduanya tersenyum lalu menatap Alya,
Alya kembali ikut tersenyum sungkan.
Baru para gadis itu membicarakan soal
Arya, Arya yang sudah masuk ke ring sudah
menghantam hingga KO lawan pertamanya
tanpa terlihat kelelahan bahkan berkeringat
pun tidak. Arya terlihat beringas dan tanpa
ampun ketika berada di ring.
Alya melihat Arya di kejauhan merasa
asing dengan Arya yang biasa bersamanya.
Arya yang ada di ring begitu kejam dan tanpa
ampun. Titelnya sebagai Killing Machine
bukan isapan jempol belaka. Arya yang ada
di atas ring tampak begitu menyeramkan,
staminanya begitu sulit di tandingi,

132
pukulannya begitu cepat dan tak meleset,
tendangannya begitu mantap dan tanpa
keraguan.
“Ku naikkan hadiahnya jadi 500 juta kalo
ada yang bisa bikin aku KO!” tantang Arya
yang jadi bersemangat dan makin ingin
menunjukkan betapa kuat dan besar
powernya pada Alya.
Arya ingin menunjukkan betapa
beruntungnya Alya bila bersamanya, Arya
ingin meyakinkan Alya bila bersamanya
adalah pilihan yang baik. Arya ingin
menunjukkan bila Alya tak perlu
mengkhawatirkan apapun saat bersamanya.
Tapi apa yang Arya perbuat jadi merubah
jalannya pertandingan kali ini.
Pertandingan kali ini tidak di adu satu
persatu hingga final lagi. Tapi langsung
melawan Arya karena banyak yang
menginginkan hadiah besar yang Arya
janjikan dan banyak yang tersulut emosinya
mendengar ke sombongan Arya.
Arya melepaskan pelindung kepalanya
sebagai bentuk ejekan pada lawannya yang
ia anggap lemah hingga ia tak perlu memakai
pelindung apapun.
“Mas jangan! Gak usah!” tahan seorang
gadis yang tak mau tunangannya cacat
setelah melawan Arya. Tak hanya gadis itu

133
yang melarang tapi gadis lain juga ikut
melarang pasangannya terjun ke dalam ring.
“Ini gak cuma soal uang tapi juga harga
diri Dek, ini cuma sebentar. Habis ini aku
menang, aku janji gak bakal kayak gini lagi,”
ucap pria itu memaksa dengan lembut dan
masuk ke dalam ring sebagai penantang
pertama.
Arya tiba-tiba menundukkan kepalanya
seolah sedang berdoa. Semua orang yang
melihat terlihat bingung dan merasa Arya
sudah salah langkah.
“Aku ikut mendoakan kemenanganmu, I
wish you win,” ucap Arya sombong sambil
tertawa mengejek.
Pria itu makin tersulut emosinya dan
langsung melepaskan pelindung kepalanya
agar adil dan tidak menjadi bahan ejekan.
Sorak sorai penonton yang sudah memasang
taruhan makin menggila begitu melihat
suasana di ring yang makin panas.
Arya memulai dengan tendangan kuatnya
yang langsung menghantam kepala
lawannya dengan kuat. Bahkan Arya belum
memukulnya setelah ke angkuhannya maju
pertama melawannya. Pria itu sudah oleng.
“Wake up princess you’re not in Disney
Land!” teriak Arya lalu menertawakan
lawannya yang berusaha bangun.

134
Tapi baru lawannya bangun dan berusaha
membalas tendangannya Arya sudah
langsung memukul dagunya hingga
lawannya benar-benar KO.
“Cuma segini?!” teriak Arya yang merasa
tak puas dengan lawannya.
Alya menatap gadis yang tunangannya
dibuat tak berdaya oleh Arya dengan iba.
Pria lain yang semula ingin masuk dalam ring
untuk melawan Arya jadi mengurungkan
niatnya. Para gadis mulai menatap Alya
dengan tatapan yang tidak enak.
Selama lima menit Arya menunggu ada
lawan yang naik ke ring lagi. Tapi tak satupun
ada yang berani. Arya hanya memukul saja
sudah cukup mengerikan, apa lagi Arya yang
menendang dan dalam semangat penuh
seperti ini.
“Anak sombong kayak gini harus di kasih
pelajaran!” geram seorang pelatih yang
akhirnya naik ke ring karena tak satupun
petarung yang berani masuk.
“Sepertinya ini hari baik untuk melayat,”
ucap Arya lalu tersenyum girang.
Pelatih itu melancarkan serangannya
terlebih dahulu dengan menyeruduk Arya.
Arya menghindar dengan cukup licah. Tapi
baru si Pelatih akan menarik kakinya dan
mengambil ancang-ancang baru, Arya sudah
menendang perutnya hingga ia tersungkur.
135
Arya melangkah dengan santai lalu duduk
di atasnya. “10 larangan watu bertarung,
harusnya kamu tau itu,” ucap Arya lalu
memukul kepala Pelatih yang melawannya
tanpa ampun dengan gerakan Jab
andalannya.
Alya benar-benar kecewa dengan Arya
yang sudah terlalu banyak berubahan dan
jadi berlebihan menggunakan
kekuasaannya. Kekaguman Alya selama ini
hilang. Bahkan benih-benih cinta yang
sempat tumbuh di hatinya juga langsung
hilang.
Alya kecewa, Arya ternyata tidak lebih
baik dari teman-temannya yang jahat dan
menyalah gunakan kekuasaannya. Lebih
parahnya lagi Arya bahkan tak terlihat
menyesal sedikitpun dan tetap bertarung
layaknya apa yang ia lakukan adalah hiburan
semata. Sorak sorai penonton yang
menyemangati Arya juga membuat Alya
makin sedih dan merasa serba salah.
Ia melihat betapa banyak orang yang
berusaha keras hingga ada di titik saat ini,
bahkan tak sedikit yang menaruh harapan
untuk perubahan hidupnya dari
pertandingan ini. Tapi Arya malah
mempermainkannya dengan seenak hati.

136
Bab 23 – Makan Malam
“Tadi aku keren kan?” tanya Arya setelah
pertandingannya usai.
“Mas besok lagi gak boleh kayak tadi!”
tegur Surti yang membuat senyum Arya
pudar. “Tadi kalo Mas kenapa-napa gimana?
Tadi Mas pukul orang sampe ga ada yang
berani pisahin, gak boleh jadi orang jahat!”
sambung Surti.
Arya hanya diam lalu memeluk
selimutnya. Alya tak berani mengeluarkan
suara, Joko yang biasa mensuport Arya dan
bangga pada tiap perkelahiannya di ring juga
diam. Arya sudah keterlaluan.
Tak lama Arya mendapat panggilan telfon
dari ayahnya yang mengkhawatirkan dirinya
seperti biasa. Jalu yang melihat ada Alya
sekilas di vidio live meminta Arya untuk
mengajak Alya makan malam bersama
dengan keluarganya.
Alya yang sudah ingin pulang terpaksa
ikut ke rumah Arya dan makan malam
bersama keluarganya. Alya berharap Arya
akan di nasehati lebih baik lagi daripada Surti
yang menasehati Arya. Karena setelah ini ia
akan bertemu dengan ayah ibunya. Alya
berharap bila orang tua Arya menasehatinya
nanti Arya akan berubah. Karena saat Surti
dan Joko yang bukan orang tuanya saja Arya
sudah langsung tampak berubah.

137
Alya berusaha mempertahankan
moodnya dan bersabar menemani Arya juga
ikut makan malam bersama keluarganya.
Orang tua Arya langsung menyambut begitu
Arya sampai. Ayah dan Ibunya bahkan sudah
berdiri di depan begitu mobilnya masuk.
Alya takut bila Arya di marahi, tapi Alya
juga senang setidaknya Arya nanti tidak akan
semena-mena lagi kedepannya.
“Ayah bangga sama kamu, lawan banyak
orang KO semua,” sambut Jalu dengan
bangga sambil merangkul Arya.
“Ibu liat waktu kamu tawarin hadiah,”
imbuh Alma yang tak bisa menutupi rasa
bangganya juga.
Alya kaget bukan main mendengar
sambutan dan pujian orang tua Arya setelah
anaknya menghajar orang dengan sesuka
hati.
“Tadi ada pelatih lawan aku tapi curang,
aku di seruduk,” ucap Arya yang kembali
ceria dan sedikit manja pada orang tuanya.
“Iya Ayah liat!” seru Jalu setuju
mendengar cerita putranya.
“Ibu senang adek udah ngerti gunanya
uang,” ucap Alma sambil mengecup pipi Arya
bangga.
Alya begitu ketakutan sekarang pada
Arya dan keluarganya. Benar nasehat ibunya
138
dulu untuk tidak terlalu dekat dengan orang-
orang kaya. Benar nasehat kakaknya yang
menyarankan Aya untuk berteman dengan
orang-orang yang setara dengannya saja.
Alya benar-benar takut bila akan terjadi
sesuatu padanya. Alya takut Arya dan
keluarganya bisa bertindak semena-mena
padanya juga. Apa lagi ia sudah banyak dapat
bantuan dari Arya maupun keluarganya,
bahkan omnya juga bekerja di sana.
“Alya kenapa diam aja?” tanya Jalu yang
membuat Alya tercekat.
Wajah tampan Jalu yang sebelumnya
terlihat bijak dan penyayang seketika terlihat
mengerikan bagi Alya.
“A-anu, aku masih syok sama
pertandingan tadi,” jawab Alya gugup.
Jalu dan Alma tersenyum lalu
mengangguk paham.
“Dulu Ibu waktu liat pertama kali Arya
latian juga gitu, tapi waktu tau Arya kuat ga
perlu ada yang di khawatirkan lagi. Semua
baik-baik saja,” ucap Alma dengan senyum
sumringah menikmati makan malam
bersama keluarga kecilnya.
Arya mengangguk lalu menggenggam
tangan Alya. “It’s okey Alya, don’t worry…”
ucap Arya seolah semuanya tak pernah
terjadi. Seperti tak ada beban, penyesalan,

139
apa lagi merasa berdosa setelah menghajar
orang-orang di ring tadi.
Alya tersenyum canggung lalu menarik
tangannya yang di genggam Arya. Alma dan
Jalu melihat apa yang di lakukan Alya lalu
tersenyum tipis.
“T-terus orang-orang yang kamu hajar
tadi gimana Arya?” tanya Alya khawatir.
“Gimana apanya? Ya udahlah kalo cacat
di kasih konpensasi kalo nuntut, kalo mati ya
di kasih santunan, mau apa lagi?” jawab Arya
santai.
“Alya, selama orang-orang masih kerja
siang malam buat memenuhi kebutuhan,
buat makan, atau buat hal-hal remeh
lainnya. Uang masih bisa beli segalanya.
Kamu gak usah khawatir,” ucap Alma
menjelaskan.
Alya mengerutkan keningnya tak setuju
dengan ucapan Alma.
“Oh iya yang bikin Icha hilang itu Ibu loh,”
ucap Arya bangga.
Alma tersipu mendengar ucapan Arya.
“Ibu ga ngapa-ngapain. Ibu cuma tagih uang
receh aja,” ucap Alma malu-malu.
Alya menundukkan kepalanya takut.
“Kalo Icha masih ganggu kamu lagi aku
bisa hilangin dia juga, ga cuma Icha tapi
140
semua orang yang ganggu kamu,” ucap Arya
santai lalu memotong daging steaknya.
Alya menatap Arya dengan mata
terbelalak kaget dengan ucapan Arya. Alya
seketika mual setelah mendengar ucapan
keluarga Arya yang sama sekali tak
mempedulikan orang lain, ingatan saat Arya
sedang berkelahi hingga lawannya berdarah-
darah juga kembali terlintas di pikirannya,
dan sekarang Alya melihat keluarga Arya
yang memakan steak dengan santai dan
cukup lahap.
Rasanya Alya seperti sedang melihat
tindakan kanibalisme dalam keluarga Arya
dan ia tak mau terlibat di dalamnya. Alya
ingin pergi sesegera mungkin menjauh dari
Arya dan keluarganya.
Alma menatap Alya lalu memberikan
potongan daging di piringnya dengan tingkat
kematangan rare yang jelas masih terlihat
merah seperti darah yang makin membuat
Alya jijik tak bisa menahan mualnya lagi
hingga berlari menjauh mencari kamar
mandi.
Beruntung kepala pelayan cukup peka
dan tanggap membantu Alya. Sementara
Alma yang melihat tingkah Alya langsung
paham apa yang harus ia lakukan. Jalu
langsung kehilangan nafsu makannya dan
Arya langsung panik membantu Alya.

141
“Aku setuju sama apapun idemu soal
percintaan Arya, aku ga bisa makan dengan
orang miskin yang mau muntah di meja
makan,” ucap Jalu sambil melempar pisau
dan garpu di tangannya dengan kesal.
Alma menghela nafas seolah prihatin lalu
mengangguk agar suaminya tidak marah-
marah lagi.

142
Bab 24 – Menjauh
Alya tak pernah datang ke rumah Arya
lagi. Perlahan-lahan ia mulai menjauhi Arya
dan mencari kesibukan dengan belajar
maupun membantu tantenya. Atau mencari
alasan lain agar tak perlu dekat dengan Arya
lagi.
Arya jelas menyadari perubahan Alya
tersebut. Apalagi Alya yang sebelumnya
kesal dengan Doni jadi dekat bahkan mau
pulang bersama juga. Arya tentu marah
dengan apa yang di lakukan Alya. Tapi Alya
selalu memberikan alasan-alasan yang
cukup masuk akal bagi Arya. Jadi Arya tak
bisa berbuat banyak.
Tio yang semula mendukung hubungan
Alya dan Arya bahkan menaruh harapan
besar pada hubungan itu perlahan mulai
sadar dimana posisinya. Tio dan Yuli tersadar
betapa tidak berdayanya mereka bila
nantinya bersanding dengan Arya apa lagi
keluarganya.
Tapi Tio dan Yuli juga tidak melarang Alya
dekat dengan Arya, keduanya juga masih
menerima Arya bila kerumah dengan ramah
seperti biasanya. Hanya saja sudah tidak
berharap apa-apa lagi. Alya rasanya juga
lebih nyaman dengan keputusan om
tantenya dan sangat bersyukur dengan
keluarganya yang sangat pengertian itu.

143
“Alya!” seru Arya menahan Alya yang
sudah buru-buru pulang. “Alya tunggu!” seru
Arya lagi yang akhirnya menghentikan
langkah Alya.
Alya menundukkan kepalanya
menghindarai tatapan mata Arya. Arya
menggenggam tangannya lalu mengajaknya
duduk terlebih dahulu.
“Alya kenapa jauhin aku sekarang? Aku
bikin salah apa sama Alya?” tanya Arya
lembut.
Alya menggeleng. “Kamu gak salah apa-
apa ke aku,” jawab Alya singkat dan kembali
berusaha pergi.
“Kalo aku gak salah kenapa kamu
hindarin aku terus?” desak Arya tak puas
dengan jawaban Alya. “Kalo kamu gak bilang
apa-apa dan terus hindarin aku gini, aku gak
tau apa-apa. Aku gak tau kesalahan apa yang
aku perbuat, aku gak bisa memperbaiki
apapun. Bahkan kalau itu bukan salahku dan
aku gak bisa rubah aku juga, kita gak bisa
selamanya saling mendiamkan Alya.”
Alya menghela nafas lalu menatap Arya.
“Aku kecewa sama kamu waktu tanding
kemarin, aku gak suka kamu berantem cuma
buat hiburan gitu. Aku muak liat kamu
memamerkan kekuatanmu, memakai
uangmu buat menyakiti orang lain. Kamu
bukan temanku yang dulu Arya. Aku gak bisa

144
temenan sama orang yang kayak gitu,” ucap
Alya jujur sambil menggenggam tangan Arya
agar ia tidak marah.
“T-tapi aku atlit MMA, aku emang
petarung dan banyak yang mengandalkan
aku Al. Selain itu aku berkelahi cuma di ring
aja, aku gak pernah berkelahi di tempat lain.
Aku berkelahi di tempat yang legal, dengan
wasit, pelatih, tenaga medis, tim keamanan,
semua lengkap, salahnya dimana?” Arya
menjelaskan kondisinya pada Alya.
“Iya, tapi kamu udah pernah bikin orang
yang lawan kamu sampe cacat! Kamu juga
bales Icha lebih dari yang seharusnya,” ucap
Alya tak terima dengan penjelasan Arya.
Arya mengusap wajahnya bingung harus
menjelaskan seperti apa pada Alya.
“Pertarungan di ring apapun yang terjadi
adalah resiko. Aku juga punya potensi yang
sama buat kehilangan kesadaran dan jadi
cacat karena pukulan yang ada. Emang gitu
Al, reskio. Seperti pembalap yang jatuh dari
motornya, pembalap F1 yang tabrakan atau
meledak di dalam mobil karena bahan bakar
gak setabil, semua ada resikonya. Aku hanya
mempertahankan diriku,” jelas Arya dengan
mata berkaca-kaca merasa sangat di hakimi
oleh Alya yang menghujaninya dengan
perasaan bersalah kembali dan yang lebih
membuat Arya sedih Alya lebih
mengkhawatirkan lawannya daripada
dirinya.
145
“Oke kalo itu aku bisa terima alasanmu,
tapi soal Icha?”
“Apa ada pemecahan masalah lain yang
bisa kamu lakukan selain yang sudah aku dan
Ibu lakukan?!” bentak Arya yang merasa
sakit hati dan tak dihargai oleh Alya dengan
airmata yang mulai tak dapat ia tahan. “Aku
cuma berusaha memberikan yang terbaik
buat kamu, aku cuma berusaha memberikan
tempat yang aman buat kamu, aku berusaha
melindungi kamu. Bahkan teman-temanmu,
orang-orang yang tau masalahmu juga ga
ada yang peduli ke kamu Al! Doni juga gak
bener-bener belain kamu! Aku Alya, aku
yang selalu berusaha ada buat kamu. Kenapa
kamu tidak bisa melihat itu dan hanya
melihat sisi burukku yang tidak seberapa
itu?!”
Arya langsung bangun dan meninggalkan
Alya sendiri. Alya hanya memalingkan
pandangannya. Arya benar tapi Alya juga
punya pendapatnya sendiri juga idealisme
yang ia pegang hingga saat ini. Alya tetap
menganggap Arya kejam dan tak berhati
nurani, sementara Arya menganggap Alya
tak bisa menghargainya.
“Mas…” panggil Joko pelan begitu Arya
duduk dan langsung memeluk selimut
bundanya sambil menangis.
“Kamu diem! Aku gak mau ngomong!”
bentak Arya kesal sambil menangis kecewa.
146
●●●
Doni yang melihat Alya yang bicara
dengan Arya dengan cukup serius memilih
untuk meninggalkan Alya. Tak satupun orang
yang menawari Alya untuk pulang bersama
setelah angkot terakhir pergi.
Gemuruh gutur setelah adanya mendung
di tambah rintik hujan mengiringi langkah
Alya pulang. Alya sudah mencoba
menghubungi Doni tapi Doni tak kunjung
menjawab dan cenderung mengabaikannya
juga. Alya mencoba menghubungi Dela juga
tapi tak ada jawaban juga.
Alya menyesal sedikit menyesal sudah
bertengkar dengan Arya. Ia jadi tak bisa
pulang dengan cepat dan ia harus berteduh
hingga hujan reda. Alya menatap pantulan
wajahnya dari etalase kios tempatnya
berteduh.
Alya melihat rambutnya yang terlihat
cantik dan rapi, Alya juga melihat tas
pemberian orang tua Arya yang tampak
begitu pantas dengannya. Arya benar, tak
ada yang peduli dengannya selain Arya. Alya
sadar tak satupun orang yang mau
membantunya dengan sukarela sebaik Arya.
Tapi ia malah mengatakan hal buruk tadi
pada Arya.

147
Alya mulai menangis dalam diam
menyesali ucapan dan perbuatannya pada
Arya yang sudah begitu tidak tau diri.

148
Bab 25 – Pindah
Arya mengurung diri di kamarnya. Tak
ada yang berani masuk ke kamar untuk
membujuknya. Ayah ibunya juga sedang di
luar negeri hingga dua hari kedepan. Tak ada
orang yang bisa menenangkan Arya atau
menghiburnya. Surti sebagai pengasuhnya
juga tak bisa banyak berbuat apa-apa setelah
Arya mengusirnya dari kamar dan
mengancamnya untuk dipecat.
“Arya mana?” tanya Robi yang datang
bersama istrinya untuk menghibur cucunya
setelah dapat kabar dari Jalu.
“Dikamar Tuan,” jawab kepala pelayan
dengan kepala tertunduk tak berani
menatap Robi maupun Naila.
Naila langsung berjakan ke kamar Arya.
Kepala pelayan memberikan kunci serep
kamar Arya agar ia bisa masuk.
“Kak…” panggil Naila lembut sambil
berjalan pelan-pelan masuk ke kamar Arya.
“Aduh gantengnya Oma kenapa ini kok
marah-marah, nangis?” ucap Naila lembut
lalu duduk di samping Arya sambil mengelus
bahunya lembut.
Robi ikut duduk bersama istrinya lalu
menepuk pinggang Arya agar mau di ajak
bicara.

149
“Aku sebal Oma!” tangis Arya langsung
pecah begitu ada omanya yang datang
menemuinya.
Naila langsung memeluk Arya
membiarkannya menangis. Robi juga ikut
menenangkan Arya sambil menepuk-nepuk
pahanya agar cepat diam dan ia bisa segera
pulang dan menghabiskan waktu berdua
dengan istrinya lagi.
“Kakak mau ikut Oma nginep di rumah
Oma dulu gak? Biar gak sedih, biar ganti
suasana dulu, nanti bobo di kamar bundanya
Kak Arya,” bujuk Naila lembut setelah Arya
puas menangis.
●●●
Arya tak tampak lagi datang ke
sekolahannya setelah sempat bertengkar
dengan Alya. Alya kehilangan
kesempatannya untuk meminta maaf atau
menjelaskan apapun pada Arya. Orang-
orang yang semula baik pada Alya juga mulai
berubah seiring berjalannya waktu.
Tak satupun yang menghormati Alya lagi
atau bersikap ramah seperti dulu sejak Alya
tak bisa menjawab kemana Arya atau
kenapa Arya tidak masuk. Gosip yang
mengatakan kalau Alya dan Arya punya
hubungan spesial langsung terbantahkan.
Doni yang semula begitu baik, seolah
memperjuangkan Alya dan berusaha
150
merebutnya saat masih bersama Arya juga
berubah. Doni tak pernah menawari Alya
pulang bersama atau mengajaknya
mengobrol lagi. Bahkan baru-baru ini Doni
juga memblokir Alya dan berpacaran dengan
siswi sekolah lain.
Alya di tinggalkan banyak orang di satu
waktu yang sama. Alya benar-benar
menyesal hingga akhirnya ia memutuskan
untuk datang ke rumah Arya sendiri di antar
omnya. Petugas keamanan mengijinkannya
masuk tapi kepala pelayan dan Surti
mengatakan kalau Arya tidak di rumah juga
menyarankan agar Alya tidak usah menemui
Arya lagi.
“A-aku mau bicara sebentar saja, kira-kira
dimana aku bisa ketemu Arya?” paksa Alya.
“Setelah kamu nuduh Mas Arya, setelah
kamu menyudutkan dia dan mengambil
kesimpulan seenak hati kamu masih berani
ketemu Mas Arya? Setelah kamu bilang gak
suka sama dia kamu mau ketemu? Kenapa
harus ketemu lagi? Apa gak ada cowok kaya
khilaf yang suka kamu lagi?” cerca Surti
emosi karena Alya yang sudah menyakiti hati
anak majikannya yang sudah dari kecil ia
asuh.
Alya menundukkan kepalanya lalu pergi
dari rumah Arya dengan sedih. Tapi
kesedihan Alya bukan hanya karena tak bisa
meminta maaf pada Arya tapi karena Surti
151
memarahinya. Seolah menegaskan ia bukan
siapa-siapa tanpa Arya dan ia hanya orang
miskin yang tak sengaja menang lotre untuk
ada dekat dengan Arya.
Alya juga jadi menaruh sedikit curiga bila
Arya yang sudah membuat hidupnya
kembali sengsara. Alya juga menuduh Arya
melakukan cara licik seperti Icha dulu
padanya. Meskipun begitu Tio juga masih
bekerja di FS Mall dan hanya Alya yang
merasa terusik dengan masalahnya dengan
Arya ini.
Tak lama setelahnya Alya juga mendapat
kabar dari Mamanya untuk melanjutkan
pendidikannya di kampung saja. Mamanya
sudah mencarika banyak informasi agar Alya
bisa sekolah kebidanan dan melanjutkan
pekerjaannya saat ini.
●●●
“Ibu ikut sedih tau kalo Alya sejahat itu
sama Adek,” ucap Alma yang masih
berusaha membesarkan hati Arya yang jadi
banyak berubah setelah patah hati. “Bentar
lagi UN, masih mau balik ke sekolah apa mau
home schooling?” tanya Alma lembut.
“Home schooling aja, aku males ketemu
Alya. Dia jahat banget ternyata, tidak tau
diri,” jawab Arya dengan sedih sambil
tiduran di pangkuan ibunya itu.

152
Alma mengangguk sambil tersenyum dan
mengelus rambut Arya lembut. “Patah hati
itu wajar, nanti Adek bisa kuliah di luar
negeri juga biar Adek bisa move on. Gak usah
main sama orang-orang rendahan lagi,” ucap
Alma lembut yang di angguki Arya.
Arya bangun lalu masuk ke kamarnya dan
duduk di meja belajarnya untuk menulis
jurnal hariannya setelah lama tidak ia isi.
“Bunda, cuma ada 2 perempuan yang aku
sayang tapi tinggalin aku. Pertama Bunda,
Bunda bohong ke aku, sampai sekarang
Bunda tidak pulang buat temenin aku. Kedua
Alya, Alya temanku waktu TK itu ternyata
tidak suka sama aku, dia kecewa sama aku
terus marah padahal aku udah jelasin ke dia.
Ku kira Alya bisa sayang aku kayak aku
sayang dia, ternyata tidak. Aku sedih,
kecewa, marah. Tapi aku pilih diam saja biar
Ibu sama Ayah tidak ikut marah.
Bunda aku pengen suatu hari ketemu
perempuan seperti Bunda, baik, cantik,
sabar, sayang aku. Tapi jangan pembohong.
Oh iya Bunda, kata Ibu sakit hati itu biasa,
lama-lama juga sembuh. Aku berharap bisa
cepat sembuh dan baik-baik saja lagi.
Aku ikut home schooling biar aku ga
ketemu Alya lagi. Aku mau kuliah di luar
negeri aja. Aku pengen suasana baru. Ibu
yang saranin, aku nurut aja sama Ibu. Aku

153
mau memulai hidupku yang baru,” tulis Arya
lalu menutup jurnalnya dan pergi tidur.

154
Epilog
8 tahun berselang…
Arya kembali ke Indonesia setelah
menyelesaikan kuliahnya dan
memutuskan untuk pensiun sebagai
petarung MMA. Arya tetap
mempertahankan gelarnya sebagai
Killing Machine meskipun ia sempat
bertarung dan cidera di pertarungannya
dengan seorang atlit asal USA di awal
karir internasionalnya. Arya tetap
menang meskipun tipis tapi di
pertandingan itu Arya baru merasakan
kepuasan di atas ring setelah dapat lawan
yang sepadan.
Arya membuat agensi untuk
menangani para atlit yang ingin jadi
petarung MMA profesional sepertinya.
Arya juga menjalankan beberapa bisnis
yang ia buat sendiri di luar negeri
meskipun tetap di bantu keluarganya.
Arya juga pelan-pelan mulai terjun
menangani perusahaan keluarganya yang
begitu besar sebagai calon penerus
tunggal.
Surti sudah tak bekerja untuk keluarga
Arya lagi. Sejak semua anaknya sudah
berkeluarga dan tak ada yang perlu ia
tanggung lagi, Surti kembali ke
kampungnya dan membuka mini market

155
hadiah dari Arya karena sudah
mengasuhnya selama ini.
Joko juga sudah tidak bekerja disana
lagi, Arya menghadiahinya bengkel
seperti mimpinya selama ini. Arya dan
keluarganya juga tetap menerima Surti
maupun Joko bila nantinya ingin bekerja
di sana bila masih sehat dan kuat bekerja.
“Adek dapet undangan reuni tuh,”
ucap Alma setelah olah raga dan melihat
beberapa undangan yang di antarkan
kepala pelayannya.
Arya menghampiri Alma lalu
menerima undangannya. Arya awalnya
ragu untuk datang ke reuni SMAnya. Ia
masih enggan bertemu Alya. Sakit hatinya
masih belum benar-benar hilang. Tapi ia
merasa tidak baik juga bermusuhan
sekian lama, mungkin bertemu Alya
kembali di reuni akan membuatnya bisa
berdamai.
Arya juga berharap bila ia bisa lebih
dari sekedar memperbaiki hubungan tapi
juga memiliki hubungan asmara dengan
Alya setelah dulu tak pernah sempat
menyatakan perasaannya.
Arya mempersiapkan dirinya untuk
datang ke reuni. Kabar kepulangannya
dan konfirmasi kehadirannya di reuni
membuat teman-temannya di grup

156
heboh dan senang mendengarnya. Arya
benar-benar di sambut dengan hangat
yang membuatnya jadi makin
bersemangat untuk datang.
Arya membuka album year book dari
SMAnya dulu meskipun ia tak sempat ikut
berfoto bersama yang lain jadi fotonya
menggunakan file lama sekolahnya yang
berbeda dari temannya yang lain. Arya
memperhatikan foto Alya. Arya berharap
besar bila Alya masih terlihat sama
seperti dulu.
Arya berharap Alya bisa terlihat lebih
cantik dan memiliki pekerjaan yang baik.
Alya menerka-nerka bagaimana tampang
Alya sambil tersipu sendiri. Arya masih
deg-degan membayangkannya. Bahkan
rasanya Arya juga sudah memaafkan Alya
ketika membayangkan akan bertemu di
reuni nanti.
Hingga hari reuni yang Arya tunggu-
tunggu tiba. Arya datang awal, ia
berharap bisa menjadi kejutan untuk
teman-temannya yang datang lebih
lambat darinya juga ingin menyambut
kedatangan Alya.
Tapi hampir satu jam menunggu,
acara juga sudah mulai berjalan. Obrolan-
obrolan, pidato atau mc yang berusaha
menghangatkan suasana sudah bolak
balik ke atas panggung. Arya sudah mulai
157
bosan dan kecewa karena Alya tak
kunjung datang.
Sampai akhirnya ada seorang wanita
yang sedang hamil sambil menggandeng
anak peremuan masuk bersama
suaminya.
“Wah ini Alya!” sambut mc yang
langsung membuat Arya terfokus pada
wanita yang baru saja masuk.
Alya itu Alya. Wanita hamil yang
mengajak putrinya itu Alya. Arya melihat
suami Alya yang tampak gagah dengan
baju loreng yang masih lengkap dan
tampak jelas bila mereka baru saja dari
dinas.
“Bu Letnan dateng,” sambut yang lain
pada Alya.
Alya tersenyum canggung lalu
bersalam salaman hingga akhirnya ia
berhadapan dengan Arya. Arya
menatapnya dengan sedih.
“H-hai,” sapa Alya duluan dengan
gugup pada Arya. “I-ini salim dulu kakak,”
ucap Alya meminta putrinya menyalimi
Arya.
Arya melihat gadis kecil yang
mengulurkan tangan padanya. “Kamu
mirip ibumu,” ucap Arya pelan.

158
“Mas,” panggil Alya pada suaminya.
“Ini suamiku,” ucap Alya
memperkenalkan suaminya pada Arya.
“Pras,” ucap suami Alya
memperkenalkan diri.
“Arya,” jawab Arya lalu menjabat
tangan Pras.
Arya yang ingin meluruskan segala
masalah dan membicarakan soal
pertengkarannya dengan Alya dulu
langsung mengurungkan niatnya. Arya
yang ingin menyatakan cintanya juga
memilih untuk diam dan mengajak bicara
anak perempuan Alya yang terlihat
tertarik dan suka mengobrol dengannya
dari pada bicara dengan Alya.
“Oh iya, Om punya oleh-oleh. Kamu
mau gak?” tanya Arya menawari putrinya
Alya.
Gadis kecil itu menatap Alya meminta
ijin. Alya mengangguk memberi ijin lalu
meminta suaminya menemani ikut ke
mobil Arya untuk mengambil oleh-oleh
yang Arya tawarkan.
“Ini buat kamu,” ucap Arya
memberikan buket mawar berwarna
putih setelah mengambil kartu
ucapannya pada gadis kecil itu, juga
coklat dan sebuah kalung yang cukup
mewah.
159
“Wah! Banyak sekali!” seru gadis kecil
itu menerima begitu banyak hadiah
mewah dari Arya yang tak pernah ia
bayangkan sebelumnya.
Alya memperhatikan di kejauhan
dengan sedih. Alya tau harusnya ia
menjelaskan semuanya, tapi ia sudah
menikah dan ia tak mau merusak
kebahagiaan keluarganya dengan cinta
lamanya.
Pras membawa hadiah dari Arya
kedalam mobilnya. Arya berjongkok agar
bisa bicara setara dengan gadis kecil itu
setelah melihat mobil dinas yang terlihat
menyedihkan itu. Arya mengelus rambut
gadis kecil itu lalu merapikan tiara plastik
yang ia gunakan.
“Harusnya kamu jadi princess dan
tinggal di istana beneran, dengan pelayan
yang banyak dan tiara sungguhan,” ucap
Arya lalu kembali bangun ketika Pras
datang. “Aku pulang duluan ya, ada
urusan,” pamit Arya lalu melambaikan
tangan ke Alya juga beberapa temannya
yang melihatnya.

Tamat

160
Tentang Penulis
Hai Guys ! Kenalkan, nama saya Dyah Ayu
Syukma Pertiwi. Saya kelahiran 16 Desember
1998. Saya mulai menulis di Wattpad sejak
tanggal 12 September 2017. Sekarang kesibukan
saya sebagai mahasiswi di UIN Raden Mas Said
Surakarta, Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI),
program studi Manajemen Bisnis Syariah tahun
2018.
Semua ceritaku bisa dinikmati di Google Play
Book, Karya Karsa, Wattpad, Noveltoon.

Oh iya kalian juga bisa hubungi author di sini:


IG : @dasp.98
Wattpad : @dasp98
Karya Karsa : @dasp98
Whatsapp : 0888 2678 303 (dyah)

161

Anda mungkin juga menyukai