Pneumothoraks Katamenial Rev
Pneumothoraks Katamenial Rev
TINJAUAN KEPUSTAKAAN II
September 2023
CATAMENIAL PNEUMOTHORAX
Oleh
dr. Lalu Ryan Novari
S602108007
Pembimbing
dr. A. Farih Raharjo, Sp.P (K), M.Kes, FISR
2
demikian, kemungkinan adanya ko-eksistensi CP dan penyakit paru yang
mendasari tidak dapat dikesampingkan.1-3
DEFINISI
3
pneumothorax terkait catamenial dan/atau endometriosis.6 Meskipun berbeda
secara definisi, dalam banyak literatur pneumothorax dapat didiagnosis sebagai
catamenial tanpa adanya hubungan yang erat dengan menstruasi (bahkan ketika
terjadi selama kehamilan), dan sebagai related endometriosis tanpa bukti
histologis dari kelenjar endometrium atau bahkan stroma, berdasarkan temuan
klinis dan makroskopik bedah.7
ETIOLOGI
4
menstruasi. Endometriosis biasanya muncul beberapa tahun setelah awal
menstruasi dan gejalanya mungkin membaik sementara selama kehamilan dan
mungkin hilang sepenuhnya dengan menopause.10
PATOGENESIS
5
Pada teori mikroembolisasi metastatik atau limfovaskular pneumothorax
disebabkan oleh jaringan endometrium yang menyebar melalui sistem vena
dan/atau limfatik ke paru dan menyebabkan nekrosis catamenial dari situs
parenkim endometrial yang berdekatan dengan pleura visceral. Jika fokus
endometrial terletak sentral, hemoptisis dapat muncul. Jaringan endometrial dapat
terdeteksi di parenkima paru, lutut, otak, dan mata. Hal ini mendukung teori
metastatik. 15,18 Menurut teori pasase udara transgenital-transdiaphragmatik, tidak
adanya lendir serviks selama menstruasi membuat adanya jalur udara dari vagina
ke rahim, melalui serviks. Kemudian, udara masuk ke rongga peritoneum melalui
tuba falopi dan mencapai ruang pleura melalui dinging diafragma yang tidak utuh.
Pasase ini dapat terjadi disebabkan oleh perbedaan tekanan antara ruang pleura
dan ruang peritoneum karena tekanan di rongga pleura lebih rendah daripada
tekanan di rongga peritoneum.16
Teori migrasi didasarkan pada menstruasi retrograd yang menyebabkan
penyebaran jaringan endometrial ke subdiaphragmatik melalui aliran cairan
peritoneum. Jaringan endometrial sebagian besar bermigrasi ke hemidiafragma
kanan karena sirkulasi peritoneal lebih sering melalui paracolic gutter kanan ke
hemidiafragma kanan. Nekrosis catamenial dari implantasi endometrial
diaphragmatik mengakibatkan perforasi diafragma. Jaringan endometrial
kemudian menyebar ke rongga toraks melewati perforasi diafragma. Implan
jaringan endometrial ektopik pada pleura visceral dan nekrosis catamenial
jaringan ini menyebabkan ruptur alveoli dan pada akhirnya menyebabkan
pneumothorax.19
EPIDEMIOLOGI
6
hingga 33%. Diagnosa yang tidak tepat atau keliru terkait endometriosis toraks
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kesadaran penyakit yang rendah,
pemeriksaan yang tidak lengkap untuk mencari lesi, variasi ukuran, dan jumlah
lesi. Pasien dengan CP dilaporkan memiliki usia rata-rata 35 (rentang 15–54)
tahun. Klasifikasi pneumothorax spontan yang terjadi pada wanita usia produktif
dapat dilihat pada tabel tiga.6
Tabel 3. Klasifikasi pneumothorax spontan yang terjadi pada wanita usia
produktif yang menjalani perawatan bedah
Klasifikasi Persentase (%)
Catamenial 23,7
Catamenial / terkait endometriosis toraks 15,4
Catamenial / tidak terkait endometriosis toraks 8,3
Non Catamenial 76,3
Non-catamenial / terkait endometriosis toraks 7,7
Non-catamenial / tidak terkait endometriosis toraks 68,6
Total 100
Dikutip dari (7)
MANIFESTASI KLINIS
7
bersamaan dengan kejadian pneumoperitoneum, pneumoperitoneum catamenial
memiliki gejala yang sama dengan akut abdomen.1 Anamnesis riwayat medis
merupakan komponen utama dalam proses diagnosis CP. Kesesuaian gejala klinis
dengan periode menstruasi adalah ciri khas utama CP, namun di sisi lain,
pemeriksaan visual intraoperatif dan pemeriksaan histologis dari lesi sangat
penting untuk diagnosis pneumothorax terkait endometriosis.4,5
DIAGNOSIS
Imaging
Pemeriksaan rontgen toraks, CT scan, dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) merupakan modalitas pencitraan yang dapat digunakan untuk diagnosis
CP. Meskipun tidak ada kriteria diagnostik yang spesifik untuk mendiagnosis
penyakit ini. Air fluid level dapat terlihat pada rontgen dada dalam beberapa
kasus. Cairan yang terlokulasi dapat terlihat pada kasus dengan riwayat operasi
sebelumnya. Pada beberapa kasus, defek diaphragma kecil dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan rontgen toraks, yang mengindikasikan adanya perforasi
diafragma. Ketika pneumothorax dada kanan dengan gambaran round opacity
terjadi, dapat menjadi penandan dugaan adanya tonjolan hati ke dalam defek
diafragma. Gambaran CP pada rontgen dapat dilihat pada gambar satu.1
8
Gambar 1. Catamenial pneumothorax sisi kanan dengan berbagai ukuran, adanya
gambaran air-fluid level, dan tidak adanya pergeseran mediastinum,
pada radiogram dada posteroanterior (posisi tegak). (A)
Pneumothorax apikal kecil; (B) pneumothorax apikal dan basal
(subpulmoner) berukuran sedang; (C,D) pneumothorax besar dengan
kolaps paru hilus (panah merah garis pleura visceral, panah biru
tingkat udara-cairan)
Dikutip dari (7)
Temuan CT scan pada hemoptisis bersifat tidak spesifik. Temuan tersebut
dapat bervariasi dari gambaran opasitas hingga konsolidasi akibat pengisian
alveolus, serupa dengan hemoptisis yang disebabkan oleh penyakit lain. Temuan-
temuan tersebut memudahkan penentuan lokasi sumber pendarahan. Pada periode
awal penyakit, bekuan endobronkial dapat terjadi, yang menyebabkan atelektasis
pada beberapa kasus. Terdapat laporan mengenai band like opacity yang mengacu
9
pada situs fibrosis linear, yang merupakan gambaran dari perdarahan kronis.
Gambaran CP pada CT scan dapat dilihat pada gambar dua.6
10
Catamenial pneumothorax yang ditandai dengan adanya lesi kistik kecil yang
dapat terlihat melalui gambaran pleura visceral atau parietal pada MRI.5,7
Tumor Antigen
Peningkatan marker Cancer Antigen-125 (CA-125) dikaitkan dengan
kejadian endometriosis. Tumor marker ini tidak dianggap sebagai penanda
spesifik, tetapi dapat berperan dalam diagnosis dini pneumothorax terkait
endometriosis.8,9 Tidak ada penanda tumor yang pernah digunakan sebagai
penanda praoperasi untuk memprediksi hal ini. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan CA-125 sebagai penanda pra-operasi memiliki hasil yang
memuaskan dan menunjukkan hubungan antara peningkatan penanda ini dan
insiden metastasis ekstrauterin, sehingga bilateral salpingoforektomi dan
limfadenektomi hanya dilakukan pada mereka dengan kadar CA-125 yang tinggi.
Batas atas untuk kadar CA-125 lebih dari 35 unit per mililiter (U/ml), yang
merupakan batas yang sama yang digunakan oleh Espino-Strebel dan Luna, Jiang
et al., dan Sebastianelli et al. pada penelitiannya tentang CA-125 sebagai penanda
endometriosis.8,9
Peran CA-125 dalam insiden metastasis baik pada kelenjar getah bening
maupun adneksa disebabkan adanya ikatan antara Mucin 16 (MUC16)/CA-125
dengan epitelial kadherin (E-kadherin) dan kompleks katenin, yang menyebabkan
peningkatan mobilitas, migrasi, dan invasi sel tumor. Selain itu, MUC16/CA-125
akan meningkatkan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), yang
menghasilkan efektor extracellular signal-regulated kinase 1 / 2 (ERK1/2) yang
lebih tinggi serta peningkatan ekspresi matrix metallopeptidase-2 (MMP-2) dan
matrix metallopeptidase-9 (MMP-9).10 Aktivasi jalur Mitogen-activated protein
kinase-extracellular signal-regulated kinase (MAPK-ERK) meningkatkan
regulasi MMP-9 dan meningkatkan migrasi sel. Melalui jalur non-EGFR, CA-125
memicu peningkatan neural kadherin (N-kadherin) dan vimentin serta penurunan
E-kadherin dan sitokeratin. Hal ini dapat menjelaskan peran CA-125 dalam
penyebaran tumor ekstrauterin. 9
11
TATA LAKSANA
Tata laksana CP terdiri atas tata laksana medikamentosa dan tata laksana
non medikamentosa. Tata laksana medikamentosa terdiri atas terapi hormonal.
Terapi pembedahan adalah terapi gold standard untuk CP.11,13
Terapi Medikamentosa
Terapi hormonal memiliki peran pada pengobatan CP. Pemberian terapi
hormonal, dapat mencegah kambuhnya CP. Pendekatan multidisiplin diperlukan
pada pengelolaan penyakit ini dan pemberian analog gonadotrophin-releasing
hormone (GnRH), yang mengakibatkan berhentinya menstruasi, disarankan untuk
semua pasien dengan CP.13-16 Pasien tanpa ciri catamenial yang terdokumentasi
atau tidak adanya bukti histologis endometriosis toraks juga dapat tetap
mendapatkan manfaat dari terapi hormonal. Perencanaan kehamilan sangat
penting saat akan memulai terapi hormonal. Saat terapi hormonal, pil kontrasepsi
oral (estrogen-progestogen) biasanya digunakan yang menginduksi menstruasi
setiap 28 hari. Pil ini dapat diberikan secara oral, intramuskular, atau intrauterin.18
12
Gambar 3. Algoritma bedah dan pengobatan yang diterima pada catamenial
pneumothorax
Dikutip dari (1)
Terapi Bedah
Terapi bedah adalah gold standard pengobatan CP. Hal tersebut bukan
hanya disebabkan hasil terapi bedah yang lebih baik, tetapi juga karena kejadian
kambuh yang lebih sedikit setelah pembedahan. Pembedahan yang tepat pada
terapi CP harus bersifat minimal invasif sehingga video-assisted thoracoscopic
surgery (VATS) merupakan pilihan utama terapi pembedahan. Video-assisted
thoracoscopic surgery dapat menampilkan gambar yang lebih besar dan
visualisasi lengkap dari diafragma. Video-assisted thoracoscopic surgery telah
banyak digunakan sejak tahun 2000 pada pengobatan penyakit toraks dengan
beberapa keuntungan dibandingkan torakotomi konvensional. Sayatan dapat
diperluas ketika perbaikan diafragma yang luas diperlukan.11,13 Torakotomi dapat
menjadi pilihan pada intervensi berulang atau pada kasus re-operasi. Pemeriksaan
paru untuk melihat adanya bullae, bleb, dan kebocoran udara sangat penting,
tetapi diafragma juga harus diperiksa dengan cermat untuk mencari defek atau
bercak nodular. Bagan et al. merekomendasikan penggunaan terapi pembedahan
selama menstruasi. Hal itu didasarkan bahwa lesi endometriosis dapat lebih
13
terlihat selama periode menstruasi. Pneumoperitoneum dapat dijadikan tanda
lokasi untuk mencari defek diafragma yang tidak terlihat. Identifikasi lesi pada
toraks menjadi lebih mudah dengan perbesaran yang disediakan oleh VATS.4
Reseksi semua lesi yang terlihat seperti bullae, bleb atau lesi toraks yang
diinduksi endometriosis direkomendasikan untuk dilakukan pada pasien CP.
Reseksi segmen terbatas dari jaringan paru yang sakit, pleurektomi parietal
terbatas, dan reseksi diafragma parsial merupakan teknik bedah yang disarankan
untuk menghilangkan lesi intratoraks. Eksisi dan reseksi segmen bullae dan bleb,
bersamaan dengan pleurodeisis atau pleurektomi, merupakan teknik yang umum
dilakukan. Pleurodeisis merupakan intervensi paling umum dilakukan. Mayoritas
pleurodeisis yang dilakukan adalah pleurodeisis mekanis (abrasi atau
pleurektomi), yang terbukti lebih berhasil dibandingkan dengan pleurodeisis
kimia.4,6 Reseksi diafragma dengan pengangkatan implantasi endometrium
merupakan metode yang banyak digunakan dibandingkan dengan plika diafragma
tunggal karena plika tidak mengobati implantasi endometrium secara maksimal. 12
Namun, kekambuhan masih dapat terjadi bahkan setelah reseksi diafragma. Untuk
mencegah kekambuhan, penutupan diafragma secara sistematis dapat dilakukan,
termasuk penanganan cacat diafragma, penguatan diafragma, dan pembentukan
adhesi dengan paru. Terdapat laporan yang menjelaskan penutupan diafragma
dengan jaringan polyglactin atau polypropylene, atau jaringan
polytetrafluoroethylene (PTFE) yang dilaporkan memberikan hasil yang baik.23-25
PROGNOSIS
14
lanjut selama 32,7 bulan, pada pasien dengan pneumothorax non-catamenial.
Tingkat kejadian kambuh yang tinggi ini jauh melebihi pneumothorax idiopatik
yang diobati secara bedah. Pengobatan bedah yang tidak lengkap terhadap lesi dan
kurangnya terapi hormonal tambahan pada periode pascaoperasi dapat
meningkatkan risiko kekambuhan.25 Tingkat kambuh yang rendah (1 dari 12,
dengan waktu pemantauan rata-rata 45,8 bulan), pada pasien yang melakukan
prosedur abrasi/pleurektomi video torakoskopik, perbaikan diafragma, dan
penutupan jaringan PTFE dalam keberadaan defek diafragma, serta pengobatan
hormonal rutin pascaoperasi.14,16
15
SIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
4. Pratomo IP, Putra MA, Bangun LG, Soetartio IM, Maharani MA, Febriana IS,
Soehardiman D, Prasenohadi P, Kinasih T. Video‐assisted surgical diagnosis
and pleural adhesion management in catamenial pneumothorax: A case and
literature review. Respirology Case Reports. 2023 Apr;11(4):e01123.
8. Bereck JS, Hacker NF. Uterine Cancer. In: Elfrank JM, editor. Bereck &
Hacker’s Gynaecologic Oncology. 6th ed. Philadelphia: Walters Kluwer;
2015. p. 390–442.
17
9. Fares R, Kehoe S, Shams N. Preoperative prediction of lymph nodal
metastases in endometrial carcinoma: is it possible?. Int J Gynecol Cancer.
2018;28(2):394–400.
12. Junejo SZ, Singh Lubana S, Shina SS, Tuli SS. A case of thoracic
endometriosis syndrome presenting with recurrent catamenial pneumothorax.
Am J Case Rep. 2018;19:573–6.
13. Narula N, Ngu S, Avula A, et al. (May 02, 2018) Left-sided Catamenial
Pneumothorax: A Rare Clinical Entity. Cureus 10(5): e2567.
doi:10.7759/cureus.2567
18
19. Foroulis CN, Kleontas A, Karatzopoulos A, et al.Early reoperation performed
for the management of complications in patients undergoing general thoracic
surgical procedures. J Thorac Dis 2019;6:S21-31.
19