Anda di halaman 1dari 19

Kepada Yth.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN II
September 2023

CATAMENIAL PNEUMOTHORAX

Oleh
dr. Lalu Ryan Novari
S602108007

Pembimbing
dr. A. Farih Raharjo, Sp.P (K), M.Kes, FISR

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FK UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2023
PENDAHULUAN

Keberadaan jaringan endometrium di luar rongga rahim disebut sebagai


endometriosis, sedangkan keberadaannya di dalam rongga toraks dikenal sebagai
endometriosis toraks. Sindrom endometriosis toraks mencakup empat keadaan
klinis diantaranya Catamenial Pneumothorax (CP), hemothoraks catamenial,
hemoptisis, dan nodul paru. Catamenial pneumothorax merupakan bentuk langka
dari pneumothorax spontan yang terjadi pada wanita usia reproduksi, biasanya
dalam waktu 72 jam sejak onset menstruasi. Pada tahun 1958, Maurer et al.
melaporkan kasus pertama pneumothorax berulang yang terjadi saat bersamaan
dengan menstruasi. Kemudian pada tahun 1972, Lillington et al. berhasil
merumuskan definisi dari CP.1,3
Diperkirakan bahwa CP ditemukan pada sepertiga dari kasus wanita
dengan pneumothorax yang diobati secara bedah. Dalam sebuah penelitian
terbaru, 156 wanita pra-menopause yang menjalani operasi karena pneumothorax
spontan ditinjau secara retrospektif, dan 31,4 persen (%) (49/156) dari pasien
didiagnosis sebagai CP. Dalam sebuah penelitian retrospektif, Alifano et al. juga
melaporkan ditemukannya endometriosis toraks pada 13 dari 35 (37%) pasien
yang menjalani re-operasi karena pneumothorax spontan berulang.1,2 Terdapat 3%
hingga 6% dari kasus pneumothorax spontan memenuhi definisi sebagai CP, yang
merupakan indikasi pembedahan pada 1/3 dari wanita yang mengalami
pneumothorax spontan. Rata-rata usia onset pasien dengan CP adalah 32-35
tahun. Kondisi ini juga dapat ditemui hingga usia 39 tahun. Catamenial
pneumothorax umunya (85-95%) bersifat unilateral, yaitu terjadi di sisi kanan
dada. Akan tetapi, CP juga bisa terjadi di sisi kiri atau bilateral.2,3
Catamenial pneumothorax adalah sindrom yang umumnya dianggap
terjadi pada wanita yang sedang ovulasi, sementara wanita selama kehamilan,
menarche, dan pada penghambat ovulasi (seperti kontrasepsi) umumnya tidak
dianggap terkena kondisi ini.1,2,5 Hubungan CP dengan penyakit paru lainnya
(termasuk penyakit paru obstruktif kronis, asma akut, dan penyakit bullous) belum
diselidiki, tetapi pneumothorax yang dianggap sebagai akibat sekunder dari
penyakit paru yang diketahui tidak diklasifikasikan sebagai katemenial. Meskipun

2
demikian, kemungkinan adanya ko-eksistensi CP dan penyakit paru yang
mendasari tidak dapat dikesampingkan.1-3

DEFINISI

Catamenial pneumothorax merupakan pneumothorax rekuren yang


berhubungan dengan terjadinya proses menstruasi. Catamenial berasal dari bahasa
Yunani yang berarti bulanan.1 Catamenial pneumothorax didefinisikan sebagai
pneumothorax rekuren yang terjadi dalam 24 jam sebelum atau 72 jam setelah
onset menstruasi, yang tidak selalu muncul setiap bulannya. Gejala dan tanda CP
sebagian besar tidak spesifik. Catamenial pneumothorax memiliki angka kejadian
yang yang rendah, namun, diperkirakan sekitar sepertiga dari semua kasus
pneumothorax pada wanita didiagnosis sebagai CP.1,2 Catamenial pneumothorax
(terjadi pada periode menstruasi) dapat terkait dengan endometriosis toraks atau
tidak terkait dengan endometriosis. Demikian pula, non-CP (terjadi dalam periode
antar menstruasi) dapat terkait dengan endometriosis atau tidak terkait dengan
endometriosis. Klasifikasi pneumothorax spontan yang terjadi pada wanita usia
reproduksi dapat dilihat pada tabel satu.4
Tabel 1. Klasifikasi pneumothorax spontan berulang yang terjadi pada wanita usia
reproduksi
Klasifikasi Kriteria
Catamenial
Catamenial / terkait Berulang, terdapat hubungan dengan menstruasi
endometriosis thoraks dengan bukti endometriosis toraks
Catamenial / tidak terkait Berulang, terdapat hubungan dengan menstruasi
endometriosis thoraks tanpa bukti endometriosis toraks
Non Catamenial
Non-catamenial / terkait Terjadi pada periode menstruasi dengan bukti
endometriosis thoraks endometriosis toraks
Non-catamenial / tidak Terjadi pada periode menstruasi tanpa bukti
terkait endometriosis endometriosis toraks
thoraks
Dikutip dari (1)
Pneumothorax dengan karakter catamenial (dengan atau tanpa bukti
endometriosis toraks) serta pneumothorax dengan bukti endometriosis toraks
(dengan atau tanpa karakter katemenial) dapat diklasifikasikan dengan istilah

3
pneumothorax terkait catamenial dan/atau endometriosis.6 Meskipun berbeda
secara definisi, dalam banyak literatur pneumothorax dapat didiagnosis sebagai
catamenial tanpa adanya hubungan yang erat dengan menstruasi (bahkan ketika
terjadi selama kehamilan), dan sebagai related endometriosis tanpa bukti
histologis dari kelenjar endometrium atau bahkan stroma, berdasarkan temuan
klinis dan makroskopik bedah.7

ETIOLOGI

Catamenial pneumothorax merupakan salah satu dari empat jenis


endometriosis thoraks. Endometriosis toraks terjadi ketika area jaringan yang
biasanya ditemukan di lapisan rahim tumbuh di daerah toraks. Penempelan
endometrium ini juga dapat ditemukan dalam bentuk nodul atau lesi yang dapat
ditemui di paru, serta di sekitar diafragma, bronki, atau pleura. Selama menstruasi,
penempelan ini dapat meradang atau berdarah, menyebabkan gejala sesak napas.8
Meskipun belum ada penyebab pasti yang diketahui, kondisi ini dapat
disebabkan oleh menstruasi retrograde, di mana darah mengalir mundur ke daerah
panggul selama siklus menstruasi. Dalam menstruasi retrograde, darah menstruasi
yang mengandung sel endometrium mengalir kembali melalui saluran tuba falopi
dan masuk ke dalam rongga panggul daripada keluar dari tubuh. Sel endometrium
ini melekat pada dinding panggul dan permukaan organ panggul, di mana mereka
tumbuh, menebal, dan berdarah selama setiap siklus menstruasi.8,9 Selain itu
endometriosis thoraks dapat terjadi karena transformasi sel peritoneum. Hormon
atau faktor imun mempromosikan transformasi sel peritoneum menjadi sel mirip
endometrium.9
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya
endometriosis meliputi tidak pernah melahirkan, mengalami menstruasi pada usia
dini, menopause terjadi pada usia lebih tua, siklus menstruasi pendek, menstruasi
yang berat dan berkepanjangan, tingkat estrogen yang tinggi dalam tubuh,
memiliki indeks massa tubuh rendah, memiliki keluarga dengan riwayat
endometriosis, serta kondisi medis yang mencegah aliran darah selama

4
menstruasi. Endometriosis biasanya muncul beberapa tahun setelah awal
menstruasi dan gejalanya mungkin membaik sementara selama kehamilan dan
mungkin hilang sepenuhnya dengan menopause.10

PATOGENESIS

Patogenesis CP masih belum jelas, tetapi terdapat beberapa teori yang


menjelaskan patogenesis CP. Teori-teori tersebut mencakup teori fisiologis,
migrasi, mikroembolik-metastatik, dan teori pasase udara melalui diafragma.
Teori-teori yang menjelaskan patogenesis CP dapat dilihat pada tabel dua.11,12
Tabel 2. Beberapa teori yang menjelaskan patogenesis catamenial pneumothorax
Teori Keterangan
Teori Fisiologi Tingginya kadar prostaglandin F2
yang bersirkulasi selama siklus
menstruasi menyebabkan
vasokonstriksi, dan hal ini
menyebabkan ruptur alveolar dan
pneumothorax.
Teori Metastatik atau limfovaskular Jaringan endometrium menyebar
mikroembolik melalui vena dan/atau sistem limfatik
ke paru, dan terjadi nekrosis
catamenial
Teori Pasase transgenital- Tidak adanya lendir serviks saat
transdiafragmatik menstruasi memberikan jalan bagi
udara dari vagina menuju rahim,
melalui leher rahim. Kemudian udara
memasuki rongga peritoneum melalui
defek diafragma
Teori Migrasi Setelah nekrosis catamenial
menyebabkan perforasi diafragma.
Jaringan endometrium melewati
perforasi diafragma dan menyebar ke
rongga dada. Lalu menempel pada
pleura visceral.
Dikutip dari (1)
Menurut teori fisiologis, tingginya kadar prostaglandin F2 selama siklus
menstruasi menyebabkan vasokonstriksi dan menginduksi ruptur alveolus yang
kemudian menyebabkan pneumothorax. Disebutkan bahwa bula paru lebih
sensitif terhadap ruptur selama terjadinya perubahan hormonal. Tidak adanya lesi
patognomonik dalam kasus-kasus CP mendukung teori fisiologis.12-15

5
Pada teori mikroembolisasi metastatik atau limfovaskular pneumothorax
disebabkan oleh jaringan endometrium yang menyebar melalui sistem vena
dan/atau limfatik ke paru dan menyebabkan nekrosis catamenial dari situs
parenkim endometrial yang berdekatan dengan pleura visceral. Jika fokus
endometrial terletak sentral, hemoptisis dapat muncul. Jaringan endometrial dapat
terdeteksi di parenkima paru, lutut, otak, dan mata. Hal ini mendukung teori
metastatik. 15,18 Menurut teori pasase udara transgenital-transdiaphragmatik, tidak
adanya lendir serviks selama menstruasi membuat adanya jalur udara dari vagina
ke rahim, melalui serviks. Kemudian, udara masuk ke rongga peritoneum melalui
tuba falopi dan mencapai ruang pleura melalui dinging diafragma yang tidak utuh.
Pasase ini dapat terjadi disebabkan oleh perbedaan tekanan antara ruang pleura
dan ruang peritoneum karena tekanan di rongga pleura lebih rendah daripada
tekanan di rongga peritoneum.16
Teori migrasi didasarkan pada menstruasi retrograd yang menyebabkan
penyebaran jaringan endometrial ke subdiaphragmatik melalui aliran cairan
peritoneum. Jaringan endometrial sebagian besar bermigrasi ke hemidiafragma
kanan karena sirkulasi peritoneal lebih sering melalui paracolic gutter kanan ke
hemidiafragma kanan. Nekrosis catamenial dari implantasi endometrial
diaphragmatik mengakibatkan perforasi diafragma. Jaringan endometrial
kemudian menyebar ke rongga toraks melewati perforasi diafragma. Implan
jaringan endometrial ektopik pada pleura visceral dan nekrosis catamenial
jaringan ini menyebabkan ruptur alveoli dan pada akhirnya menyebabkan
pneumothorax.19

EPIDEMIOLOGI

Catamenial pneumothorax memiliki angka insidensi kurang dari 3–6%


pada wanita yang menderita pneumothorax spontan. Tingkat insidensi yang
rendah kemungkinan disebabkan CP jarang terdiagnosis. Namun, insidensi CP
lebih tinggi di antara wanita usia reproduksi yang dirujuk untuk pengobatan bedah
karena pneumothorax spontan berulang, dengan angka insidensi berkisar antara 18

6
hingga 33%. Diagnosa yang tidak tepat atau keliru terkait endometriosis toraks
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kesadaran penyakit yang rendah,
pemeriksaan yang tidak lengkap untuk mencari lesi, variasi ukuran, dan jumlah
lesi. Pasien dengan CP dilaporkan memiliki usia rata-rata 35 (rentang 15–54)
tahun. Klasifikasi pneumothorax spontan yang terjadi pada wanita usia produktif
dapat dilihat pada tabel tiga.6
Tabel 3. Klasifikasi pneumothorax spontan yang terjadi pada wanita usia
produktif yang menjalani perawatan bedah
Klasifikasi Persentase (%)
Catamenial 23,7
Catamenial / terkait endometriosis toraks 15,4
Catamenial / tidak terkait endometriosis toraks 8,3
Non Catamenial 76,3
Non-catamenial / terkait endometriosis toraks 7,7
Non-catamenial / tidak terkait endometriosis toraks 68,6
Total 100
Dikutip dari (7)

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis CP meliputi pneumothorax spontan saat atau sebelum


menstruasi yang ditandai dengan nyeri dada, dispnea, dan batuk. Nyeri skapula
dan toraks juga dapat terjadi sebelum atau selama menstruasi. Catamenial
pneumothorax biasanya terjadi di sisi kanan. Namun, kasus di sisi kiri atau
bilateral juga ada. Pada anamnesis mungkin didapatkan riwayat episode
pneumothorax spontan, riwayat operasi rahim, infertilitas primer atau sekunder,
riwayat diagnosis endometriosis panggul, dan riwayat hemoptisis catamenial atau
hemothoraks catamenial. Riwayat medis dan gejala khas CP penting untuk
menegakkan diagnosis CP, dan temuan-temuan ini seharusnya diselidiki secara
sistematis. Meskipun keberadaan temuan-temuan ini memunculkan kecurigaan
tinggi terhadap CP, tidaak ditemukannya tanda-tanda tersebut tidak
mengecualikan diagnosis CP.4,5
Kondisi pasien dengan CP biasanya berada pada derajat ringan atau
sedang, tetapi kadang-kadang dapat mengancam nyawa. Kejadian CP dapat terjadi

7
bersamaan dengan kejadian pneumoperitoneum, pneumoperitoneum catamenial
memiliki gejala yang sama dengan akut abdomen.1 Anamnesis riwayat medis
merupakan komponen utama dalam proses diagnosis CP. Kesesuaian gejala klinis
dengan periode menstruasi adalah ciri khas utama CP, namun di sisi lain,
pemeriksaan visual intraoperatif dan pemeriksaan histologis dari lesi sangat
penting untuk diagnosis pneumothorax terkait endometriosis.4,5

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat CP umumnya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan


penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung penegakkan diagnosis
CP di antaranya adalah imaging dan tumor antigen. Pemeriksaan penunjang dapat
membantu mengeksklusikan diagnosis banding yang lain.1,2

Imaging
Pemeriksaan rontgen toraks, CT scan, dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) merupakan modalitas pencitraan yang dapat digunakan untuk diagnosis
CP. Meskipun tidak ada kriteria diagnostik yang spesifik untuk mendiagnosis
penyakit ini. Air fluid level dapat terlihat pada rontgen dada dalam beberapa
kasus. Cairan yang terlokulasi dapat terlihat pada kasus dengan riwayat operasi
sebelumnya. Pada beberapa kasus, defek diaphragma kecil dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan rontgen toraks, yang mengindikasikan adanya perforasi
diafragma. Ketika pneumothorax dada kanan dengan gambaran round opacity
terjadi, dapat menjadi penandan dugaan adanya tonjolan hati ke dalam defek
diafragma. Gambaran CP pada rontgen dapat dilihat pada gambar satu.1

8
Gambar 1. Catamenial pneumothorax sisi kanan dengan berbagai ukuran, adanya
gambaran air-fluid level, dan tidak adanya pergeseran mediastinum,
pada radiogram dada posteroanterior (posisi tegak). (A)
Pneumothorax apikal kecil; (B) pneumothorax apikal dan basal
(subpulmoner) berukuran sedang; (C,D) pneumothorax besar dengan
kolaps paru hilus (panah merah garis pleura visceral, panah biru
tingkat udara-cairan)
Dikutip dari (7)
Temuan CT scan pada hemoptisis bersifat tidak spesifik. Temuan tersebut
dapat bervariasi dari gambaran opasitas hingga konsolidasi akibat pengisian
alveolus, serupa dengan hemoptisis yang disebabkan oleh penyakit lain. Temuan-
temuan tersebut memudahkan penentuan lokasi sumber pendarahan. Pada periode
awal penyakit, bekuan endobronkial dapat terjadi, yang menyebabkan atelektasis
pada beberapa kasus. Terdapat laporan mengenai band like opacity yang mengacu

9
pada situs fibrosis linear, yang merupakan gambaran dari perdarahan kronis.
Gambaran CP pada CT scan dapat dilihat pada gambar dua.6

Gambar 2. Gambaran berupa nodul diafragma pada pasien dengan catamenial


pneumothorax
Dikutip dari (7)
Magnetic Resonance Imaging adalah modalitas pencitraan lain yang dapat
digunakan untuk mengonfirmasi endometriosis toraks pada beberapa kasus.
Computed Tomography Scan memiliki beberapa kelemahan terutama dalam
resolusi spasial, sedangkan MRI memiliki resolusi kontras tinggi dan dapat lebih
baik mengkarakterisasi lesi hemoragik. Gambaran implantasi diafragma atau
pleura pada MRI dapat membantu memperjelas diagnosis dan manajemen pasien
dengan CP. Magnetic Resonance Imaging juga dapat berguna pada pasien dengan

10
Catamenial pneumothorax yang ditandai dengan adanya lesi kistik kecil yang
dapat terlihat melalui gambaran pleura visceral atau parietal pada MRI.5,7

Tumor Antigen
Peningkatan marker Cancer Antigen-125 (CA-125) dikaitkan dengan
kejadian endometriosis. Tumor marker ini tidak dianggap sebagai penanda
spesifik, tetapi dapat berperan dalam diagnosis dini pneumothorax terkait
endometriosis.8,9 Tidak ada penanda tumor yang pernah digunakan sebagai
penanda praoperasi untuk memprediksi hal ini. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan CA-125 sebagai penanda pra-operasi memiliki hasil yang
memuaskan dan menunjukkan hubungan antara peningkatan penanda ini dan
insiden metastasis ekstrauterin, sehingga bilateral salpingoforektomi dan
limfadenektomi hanya dilakukan pada mereka dengan kadar CA-125 yang tinggi.
Batas atas untuk kadar CA-125 lebih dari 35 unit per mililiter (U/ml), yang
merupakan batas yang sama yang digunakan oleh Espino-Strebel dan Luna, Jiang
et al., dan Sebastianelli et al. pada penelitiannya tentang CA-125 sebagai penanda
endometriosis.8,9
Peran CA-125 dalam insiden metastasis baik pada kelenjar getah bening
maupun adneksa disebabkan adanya ikatan antara Mucin 16 (MUC16)/CA-125
dengan epitelial kadherin (E-kadherin) dan kompleks katenin, yang menyebabkan
peningkatan mobilitas, migrasi, dan invasi sel tumor. Selain itu, MUC16/CA-125
akan meningkatkan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), yang
menghasilkan efektor extracellular signal-regulated kinase 1 / 2 (ERK1/2) yang
lebih tinggi serta peningkatan ekspresi matrix metallopeptidase-2 (MMP-2) dan
matrix metallopeptidase-9 (MMP-9).10 Aktivasi jalur Mitogen-activated protein
kinase-extracellular signal-regulated kinase (MAPK-ERK) meningkatkan
regulasi MMP-9 dan meningkatkan migrasi sel. Melalui jalur non-EGFR, CA-125
memicu peningkatan neural kadherin (N-kadherin) dan vimentin serta penurunan
E-kadherin dan sitokeratin. Hal ini dapat menjelaskan peran CA-125 dalam
penyebaran tumor ekstrauterin. 9

11
TATA LAKSANA

Tata laksana CP terdiri atas tata laksana medikamentosa dan tata laksana
non medikamentosa. Tata laksana medikamentosa terdiri atas terapi hormonal.
Terapi pembedahan adalah terapi gold standard untuk CP.11,13

Terapi Medikamentosa
Terapi hormonal memiliki peran pada pengobatan CP. Pemberian terapi
hormonal, dapat mencegah kambuhnya CP. Pendekatan multidisiplin diperlukan
pada pengelolaan penyakit ini dan pemberian analog gonadotrophin-releasing
hormone (GnRH), yang mengakibatkan berhentinya menstruasi, disarankan untuk
semua pasien dengan CP.13-16 Pasien tanpa ciri catamenial yang terdokumentasi
atau tidak adanya bukti histologis endometriosis toraks juga dapat tetap
mendapatkan manfaat dari terapi hormonal. Perencanaan kehamilan sangat
penting saat akan memulai terapi hormonal. Saat terapi hormonal, pil kontrasepsi
oral (estrogen-progestogen) biasanya digunakan yang menginduksi menstruasi
setiap 28 hari. Pil ini dapat diberikan secara oral, intramuskular, atau intrauterin.18

Terdapat beberapa obat yang saat ini digunakan. Pengobatan medis


direkomendasikan pada pasien CP yang dikaitkan dengan endometriosis. Tujuan
dari pemberian analog GnRH adalah untuk mencegah perubahan hormonal dan
menekan aktivitas endometrium ektopik sampai pleurodesis dilakukan, karena
diperlukan waktu untuk pembentukan adhesi pleura yang efektif. Terapi hormonal
disarankan untuk durasi terapi yang lebih lama terutama setelah operasi ulang
pada CP. Algoritma bedah dan pengobatan pasien CP dapat dilihat pada gambar
3.16

12
Gambar 3. Algoritma bedah dan pengobatan yang diterima pada catamenial
pneumothorax
Dikutip dari (1)

Terapi Bedah
Terapi bedah adalah gold standard pengobatan CP. Hal tersebut bukan
hanya disebabkan hasil terapi bedah yang lebih baik, tetapi juga karena kejadian
kambuh yang lebih sedikit setelah pembedahan. Pembedahan yang tepat pada
terapi CP harus bersifat minimal invasif sehingga video-assisted thoracoscopic
surgery (VATS) merupakan pilihan utama terapi pembedahan. Video-assisted
thoracoscopic surgery dapat menampilkan gambar yang lebih besar dan
visualisasi lengkap dari diafragma. Video-assisted thoracoscopic surgery telah
banyak digunakan sejak tahun 2000 pada pengobatan penyakit toraks dengan
beberapa keuntungan dibandingkan torakotomi konvensional. Sayatan dapat
diperluas ketika perbaikan diafragma yang luas diperlukan.11,13 Torakotomi dapat
menjadi pilihan pada intervensi berulang atau pada kasus re-operasi. Pemeriksaan
paru untuk melihat adanya bullae, bleb, dan kebocoran udara sangat penting,
tetapi diafragma juga harus diperiksa dengan cermat untuk mencari defek atau
bercak nodular. Bagan et al. merekomendasikan penggunaan terapi pembedahan
selama menstruasi. Hal itu didasarkan bahwa lesi endometriosis dapat lebih

13
terlihat selama periode menstruasi. Pneumoperitoneum dapat dijadikan tanda
lokasi untuk mencari defek diafragma yang tidak terlihat. Identifikasi lesi pada
toraks menjadi lebih mudah dengan perbesaran yang disediakan oleh VATS.4
Reseksi semua lesi yang terlihat seperti bullae, bleb atau lesi toraks yang
diinduksi endometriosis direkomendasikan untuk dilakukan pada pasien CP.
Reseksi segmen terbatas dari jaringan paru yang sakit, pleurektomi parietal
terbatas, dan reseksi diafragma parsial merupakan teknik bedah yang disarankan
untuk menghilangkan lesi intratoraks. Eksisi dan reseksi segmen bullae dan bleb,
bersamaan dengan pleurodeisis atau pleurektomi, merupakan teknik yang umum
dilakukan. Pleurodeisis merupakan intervensi paling umum dilakukan. Mayoritas
pleurodeisis yang dilakukan adalah pleurodeisis mekanis (abrasi atau
pleurektomi), yang terbukti lebih berhasil dibandingkan dengan pleurodeisis
kimia.4,6 Reseksi diafragma dengan pengangkatan implantasi endometrium
merupakan metode yang banyak digunakan dibandingkan dengan plika diafragma
tunggal karena plika tidak mengobati implantasi endometrium secara maksimal. 12
Namun, kekambuhan masih dapat terjadi bahkan setelah reseksi diafragma. Untuk
mencegah kekambuhan, penutupan diafragma secara sistematis dapat dilakukan,
termasuk penanganan cacat diafragma, penguatan diafragma, dan pembentukan
adhesi dengan paru. Terdapat laporan yang menjelaskan penutupan diafragma
dengan jaringan polyglactin atau polypropylene, atau jaringan
polytetrafluoroethylene (PTFE) yang dilaporkan memberikan hasil yang baik.23-25

PROGNOSIS

Pada praktiknya, terapi pembedahan CP memiliki angka mortalitas dan


morbiditas yang rendah. Tingkat kekambuhan pada pasien yang diobati dengan
terapi medikamentosa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pneumothorax
idiopatik yang diobati secara bedah. Tingkat kambuh pascaoperasi tertinggi pada
114 wanita yang dioperasi karena pneumothorax berulang terjadi pada kelompok
CP (32%), dan diikuti oleh kelompok pneumothorax terkait endometriosis non-
catamenial (27%). Tingkat kambuh terjadi sekitar 5,3%, dengan rata-rata tindak

14
lanjut selama 32,7 bulan, pada pasien dengan pneumothorax non-catamenial.
Tingkat kejadian kambuh yang tinggi ini jauh melebihi pneumothorax idiopatik
yang diobati secara bedah. Pengobatan bedah yang tidak lengkap terhadap lesi dan
kurangnya terapi hormonal tambahan pada periode pascaoperasi dapat
meningkatkan risiko kekambuhan.25 Tingkat kambuh yang rendah (1 dari 12,
dengan waktu pemantauan rata-rata 45,8 bulan), pada pasien yang melakukan
prosedur abrasi/pleurektomi video torakoskopik, perbaikan diafragma, dan
penutupan jaringan PTFE dalam keberadaan defek diafragma, serta pengobatan
hormonal rutin pascaoperasi.14,16

15
SIMPULAN

Catamenial pneumothorax harus dicurigai pada wanita muda dengan


pneumothorax selama perimenstruasi. Diagnosis harus dicurigai bila ada tanda-
tanda klinis gangguan pernapasan yang berkorelasi dengan siklus menstruasi.
Pengobatannya dapat berupa medis dan/atau bedah dengan tujuan utama
mencegah rekurensi penyakit. Kegagalan pengobatan dalam kasus CP paling
umum terjadi dalam bentuk rekurensi. Selama operasi, perlu cermat mengamati
dan mengangkat lesi dari pleura parietal dan pleura visceral. Rekonstruksi
diafragma diperlukan setiap kali ditemukan adanya fenestrasi pada struktur ini.
Terapi hormonal juga direkomendasikan, karena terbukti membantu menjaga efek
yang dicapai melalui operasi. Peningkatan kesadaran akan penyakit, diagnosis
dini, pengobatan bedah yang menangani semua patologi toraks termasuk
perbaikan diafragma, serta pendekatan multidisiplin dengan pengobatan hormonal
pascaoperasi yang berfokus pada penyakit sistemik kronis utama, dapat membawa
hasil yang lebih baik, terutama mengurangi angka rekurensi CP dan/atau terkait
endometriosis. Studi longitudinal lebih lanjut diperlukan untuk merumuskan
pedoman diagnostik dan terapeutik dalam mengelola CP.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Celik S, Erşen E. Catamenial pneumothorax. InPneumothorax 2018 Dec 31.


IntechOpen.

2. Marjański T, Sowa K, Czapla A, Rzyman W. Catamenial pneumothorax–a


review of the literature. Kardiochirurgia i Torakochirurgia Polska/Polish
Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery. 2018 Jun 30;13(2):117-21.

3. Gil Y, Tulandi T. Diagnosis and treatment of catamenial pneumothorax : a


systematic review. J Minim Invasive Gynecol. 2019; 0(0)

4. Pratomo IP, Putra MA, Bangun LG, Soetartio IM, Maharani MA, Febriana IS,
Soehardiman D, Prasenohadi P, Kinasih T. Video‐assisted surgical diagnosis
and pleural adhesion management in catamenial pneumothorax: A case and
literature review. Respirology Case Reports. 2023 Apr;11(4):e01123.

5. Larraín D, Suárez F, Braun H, Chapochnick J, Diaz L, Rojas I. Thoracic and


diaphragmatic endometriosis: Single-institution experience using novel,
broadened diagnostic criteria. Journal of the TurkishGerman Gynecological
Association. 2018;19:116-121

6. Maniglio P, Ricciardi E, Meli F, Giovanni S, Noventa M, Vitagliano A, et al.


Catamenial pneumothorax caused by thoracic endometriosis. Radiol Case
Reports. 2017.

7. Visouli AN, Zarogoulidis K, Kougioumtzi I, Huang H, Li Q, Dryllis G,


Kioumis I, Pitsiou G, Machairiotis N, Katsikogiannis N, Papaiwannou A,
Lampaki S, Zaric B, Branislav P, Porpodis K, Zarogoulidis P. Catamenial
pneumothorax. J Thorac Dis. 2014 Oct;6(Suppl 4):S448-60.

8. Bereck JS, Hacker NF. Uterine Cancer. In: Elfrank JM, editor. Bereck &
Hacker’s Gynaecologic Oncology. 6th ed. Philadelphia: Walters Kluwer;
2015. p. 390–442.

17
9. Fares R, Kehoe S, Shams N. Preoperative prediction of lymph nodal
metastases in endometrial carcinoma: is it possible?. Int J Gynecol Cancer.
2018;28(2):394–400.

10. Askandar B, Saputra AA. Relationship between CA-125 Levels and


Extrauterine Spread in Endometrial Cancer Endometrioid Type at Dr.
Soetomo General Hospital Surabaya. Indonesian Journal of Cancer. 2021 Aug
27;15(2):60-3.

11. Majak P, Langebrekke A, Hagen OM, Qvigstad E. Catamenial pneumothorax,


clinical manifestation – a multidisciplinary challenge. Pneumonol Alergol
Pol. 2011;79(5):347–50.

12. Junejo SZ, Singh Lubana S, Shina SS, Tuli SS. A case of thoracic
endometriosis syndrome presenting with recurrent catamenial pneumothorax.
Am J Case Rep. 2018;19:573–6.

13. Narula N, Ngu S, Avula A, et al. (May 02, 2018) Left-sided Catamenial
Pneumothorax: A Rare Clinical Entity. Cureus 10(5): e2567.
doi:10.7759/cureus.2567

14. Leong AC, Coonar AS, Lang-Lazdunski L. Catamenial pneumothorax:


surgical repair of the diaphragm and hormone treatment. Ann R Coll Surg
Engl 2019;88:547-9.

15. Mecha E, Makunja R, Maoga JB, et al. The Importance of Stromal


Endometriosis in Thoracic Endometriosis. Cells. 2021;10(1):1-13.

16. Papadakis M, McPhee SJ. CURRENT Medical Diagnosis and Treatment


2021. 2nd ed. Vol. 5. McGraw Hill Professional

17. Slobodan M. Pneumothorax disease and treatment. Sanamed. 2015;10(3):221–


8.

18. Celik S, Ersen E. Catamenial pneumothorax. Dalam: Intech Open Publisher


Books. 2018

18
19. Foroulis CN, Kleontas A, Karatzopoulos A, et al.Early reoperation performed
for the management of complications in patients undergoing general thoracic
surgical procedures. J Thorac Dis 2019;6:S21-31.

20. Gil Y, Tulandi T. Diagnosis and treatment of catamenial pneumothorax : a


systematic review. J Minim Invasive Gynecol. 2019; 0(0)

21. Lalani S, Black A, Hodge M, Tulandi T, Chen I: Dienogest therapy as a


treatment for catamenial pneumothorax: case report and review of hormonal
options. J Obstet Gynaecol Can. 2018, 39:764-768.
10.1016/j.jogc.2017.01.014

22. Kumakiri J, Kumakiri Y, Miyamoto H, et al. Gynecologic evaluation of


catamenial pneumothorax associated with endometriosis. Journal of
Minimally Invasive Gynecology. 2020; 593-599

23. Larraín D, Suárez F, Braun H, Chapochnick J, Diaz L, Rojas I. Thoracic and


diaphragmatic endometriosis: Single-institution experience using novel,
broadened diagnostic criteria. Journal of the Turkish-German Gynecological
Association. 2018:116-121

24. Suwatanapongched T, Boonsarngsuk V, Amornputtisathaporn N,


Leelachaikul P.Thoracic endometriosis with catamenial haemoptysis and
pneumothorax: Computed tomography findings and long-term follow-up after
danazol treatment. Singapore Medical Journal. 2018:e120-e123

25. Yasmine MN, Wintoko R. Case Report : Catamenial Pneumothorax in 30


Year old Woman With Endometriosis. Majority. 2020:9(1):1-5.

19

Anda mungkin juga menyukai