i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….... 1
BAB V PENUTUP………………………………………………………….. 6
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang penugasan
Sejarah adalah mata pelajaran wajib yang perlu dipelajari oleh semua
siswa. Dengan mempelajari sejarah, diharapkan siswa dapat mengetahui
sejarah dan menghargai jasa para pahlawan terdahulu serta menarik subjek
dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Melalui sejarah dapat
dikembangkan nilai-nilai dan kecakapan-kecakapan sosial bagi siswa berupa
nilai demokrasi, nasionalisme, patriotisme, bertanggungjawab, mandiri dan
pentingnya pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa.
1
BAB II
Peristiwa Disintegrasi Bangsa Indonesia Periode Lama
Kapasitas asli stadion dari 110.000 orang berkurang menjadi 88.083 sebagai
akibat dari renovasi untuk Piala Asia AFC 2007. Stadion ini terbagi menjadi 24
sektor dan 12 pintu masuk, serta tribun atas dan bawah. Fitur khusus dari stadion
ini adalah konstruksi atap baja besar yang membentuk cincin raksasa yang
disebut temu gelang, sesuatu yang sangat langka pada tahun 1962. Selain untuk
mencegah para penonton di semua sektor dari panasnya sinar UV bahkan curah
hujan yang tinggi, tujuan dari konstruksi cincin raksasa ini juga untuk menekankan
keagungan stadion.
Walaupun stadion ini dikenal sebagai Stadion Gelora Bung Karno atau
Stadion GBK, nama resminya adalah Stadion Utama Gelora Bung Karno, karena
terdapat stadion lainnya di Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno, seperti
Stadion Tenis dan Stadion Akuatik. Selama era Orde Baru, Kompleks ini berganti
nama menjadi "Kompleks Gelora Senayan" dan stadion ini berganti nama menjadi
"Stadion Utama Gelora Senayan" pada tahun 1969 di bawah kebijakan "de-
Soekarnoisasi" oleh Presiden Soeharto. Setelah kejatuhannya, nama kompleks
tersebut dikembalikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid atas Keputusan Presiden
yang berlaku sejak 17 Januari 2001.
Sebelum itu, pencanangan pemilu sudah digodok terlebih dahulu pada masa
Kabinet Ali Sastroamidjojo. Lalu, baru sempat dilaksanakan pada Burhanudin
Harahap menjadi Perdana Menteri, tepatnya pada tahun 1955. Saat inilah, terdapat
peran banyak dari partai politik yang berasal dari komunitas masyarakat sebagai
bentuk penggagas demokrasi yang lebih konkret.
3. Perjanjian linggarjati
Dilansir dari buku A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (2008)
karya MC Ricklefs, perundingan Linggarjati terjadi karena Jepang menetapkan
status quo di Indonesia, menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan
Belanda yang salah satunya ditandai Peristiwa 10 November di Surabaya.
Pemerintah Inggris selaku penanggung jawab mengundang Indonesia dan Belanda
untuk melakukan perundingan di Hooge Veluwe. Namun perundingan tersebut
gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatan atas Pulau Jawa,
Sumatera, dan Madura.
Sedangkan Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Pulau Jawa dan Madura
saja. Akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirim Lord Killearn ke
Indonesia dalam misi menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan
Belanda. Tanggal 7 Oktober 1946 di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta, dibuka
perundingan antara Indonesia dan Belanda. Dalam perundingan ini akhirnga
menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober. Kemudian
dilanjutkan dengan Perundingan Linggarjati yang terjadi pada 11 November 1946.
Tidak diketahui secara pasti alasan Sutan Syahrir memilih Linggarjati, sebagai
tempat pertemuan bersejarah itu. Namun, lingkungan tersebut menawakan
panorama indah Gunung Ciremai yang diharapkan mampu meredam otak.
Perjanjian Linggarjati selesai pada 15 November 1946 dan baru ditandatangani
keduanya pada 25 Maret 1947. Dalam rentang waktu tersebut, para delegasi
melakukan perbaikan isi perjanjian agar kedua belah pihak menemui titik temu.
Dampak perjanjian Linggarjati
Agresi Militer Belanda I yang dimulai sejak 21 Juli 1947 tak hanya
menimbulkan reaksi di tanah air namun juga dunia Internasional. Persatuan Bangsa
Bangsa (PBB) kemudian membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri atas
Australia, Belgia, dan Amerika Serikat. Indonesia memilih Australia yang diwakili
oleh Richard Kirby sementara Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul van
Zeeland. Kemudian Australia dan Belgia bersepakat memilih Amerika Serikat
yang diwakili oleh Frank Porter Graham. Dalam perundingan tersebut, Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan pihak Belanda diwakili oleh
R. Abdulkadir Wijoyoatmojo. Pada 8 Desember 1947 hingga 17 Januari 1948
Perjanjian Renville disepakati di atas kapal perang Amerika Serikat USS Renville
sebagai tempat netral. Kapal perang Amerika Serikat USS Renville saat itu
berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
Isi Perjanjian Renville Berikut adalah isi Perjanjian Renville yang
ditandatangani pada 17 Januari 1948:
4. Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan
Sumatera.
Perjanjian Roem Royen menjadi salah satu hasil dari rangkaian perundingan
yang dilakukan antara Indonesia dan Belanda setelah proklamasi kemerdekaan
pada 17 Agustus 1945. Perundingan ini dilaksanakan sebagai buntut dari serangan
Agresi Militer Belanda II terhadap Indonesia di yogyakarta.
Dilaksanakan pada 14 April 1949 dan disepakati pada 7 Mei 1949, isi
perjanjian Roem Royen adalah tentang penghentian kegiatan perang Indonesia dan
Belanda serta penyerahan kedaulatan secara utuh dari pemerintah Belanda kepada
Indonesia. Selain itu, isi perjanjian Roem Royen ini juga menyebutkan jika
Belanda harus membebaskan tahanan perang dan politik, mendirikan persekutuan
bersama, dan turut hadir dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
6. Pembrontakan PKI
Pada 1948, Partai Komunis Indonesia (PKI) sempat memberontak. Peristiwa
ini berlangsung di Madiun. Diketahui bahwa pihaknya memiliki keinginan agar
pemerintahan Republik Indonesia mengganti landasan negara. Kala itu, PKI
dipimpin oleh Amir Sjarifuddin dan Muso. Sebagai informasi, Amir Sjarifuddin
sempat memimpin kabinet dan turun jabatan tepat setelah ditandatanganinya
perjanjian Renville. Lantaran isi perjanjian tersebut hanya mengakui Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan Sumatera yang diterima kedaulatannya oleh Belanda.
Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 adalah bahwa pemberontakan ini dipicu
oleh ketegangan politik antara PKI dan pemerintah Republik Indonesia yang
berujung pada tindakan militer untuk mengatasi pemberontakan dan
mempertahankan stabilitas negara.
Ketua KMB Dr. W Drees. Sekretaris Jenderal KMB Mr. M.J Prinsen.
Ketua Delegasi Belanda Mr. J.H. van Maarseveen, Wakil Ketua I Mr. D.U.
Stikker, Wakil Ketua II Dr. J.H van Roijen, Sekretaris Mr. E.E.J. van der Valk, dan
para anggota yang terdiri atas menteri-menteri, anggota Staten General, dan
pejabat lainnya.
Ketua Delegasi RIS Drs. Mohammad Hatta, Wakil Ketua Mr. A.K. Pringgodigdo,
Sekretaris I Prof. Mr. Dr. Soepomo, Sekretaris II W.J Latumenten, dan para
anggota yang terdiri atas menteri-menteri, para perwira, dan anggota parlemen.
Ketua Delegasi BFO Sultan Hamid II, Wakil Ketua Mr. I.A.A.G Agung, Sekretaris
Mr. A.J. Vleer, dan para anggota yang terdiri atas pemimpin-pemimpin anggota
BFO.
Konsensus mengenai pembayaran utang tersebut disepakati oleh RIS dan BFO
karena memperoleh tekanan politis dari Merle H. Cochran. RIS dan BFO merasa
dirugikan oleh Belanda karena pembayaran utang tersebut dihitung sejak 1945–
1949, yang berarti RIS membayar biaya dalam Agresi Militer Belanda I dan II.
Selain itu, juga diperoleh kesepakatan kerja sama sosial-budaya, yaitu hubungan
sosial-budaya Uni-Indonesia yang diatur secara sukarela, universal, dan bersifat
timbal balik. Delegasi Belanda awalnya tidak bersedia menyerahkan West Guinea
(Irian Barat) kepada kedaulatan RIS.
Sikap Herremans diakibatkan Belgia adalah sekutu dari Belanda, sedangkan sikap
Critchley diakibatkan Australia memerintahkannya agar menyokong delegasi
Belanda dalam mempertahankan Irian Barat.
Selain itu, Australia tidak menyetujui penyerahan Irian Barat karena merasa
khawatir keamanan Australia terganggu jika Irian Barat menjadi wilayah RIS. Hal
tersebut menghambat proses KMB. Cochran lantas mengajukan naskah kompromi
kepada delegasi RI, BFO, dan Belanda untuk menyelesaikan masalah Irian Barat.
Naskah ini berisi jika status Irian Barat tetap berada di bawah kekuasaan Belanda
dalam waktu setahun setelah penyerahan kedaulatan, sedangkan status akhirnya
akan ditentukan melalui cara perundingan. Ketiga delegasi akhirnya menyetujui
naskah kompromi itu, sehingga masalah Irian Barat bisa diselesaikan untuk
sementara waktu.
BAB III
Peristiwa Disintegrasi Bangsa Indonesia Periode Baru
Orde Baru adalah periode pemerintahan di Indonesia yang berlangsung dari
tahun 1966 hingga 1998. Periode ini dimulai setelah terjadinya Gerakan 30
September pada tahun 1965 yang menyebabkan jatuhnya Presiden Soekarno dan
berakhir dengan pengunduran diri Presiden Soeharto pada tahun 1998.
Berikut adalah beberapa peristiwa penting yang terjadi selama periode Orde Baru:
3. Supersemar
Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya
kepada Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Hal ini
menjadikan Soeharto sebagai kepala pemerintahan de facto dan memulai era Orde
Baru.
4. Pembentukan Kopkamtib
Pada tahun 1969, Soeharto membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (Kopkamtib) yang bertugas untuk mengawasi keamanan dan
menumpas segala bentuk ancaman terhadap pemerintah. Kopkamtib memiliki
kekuasaan yang luas dan sering digunakan untuk menekan oposisi politik.
5. Pembangunan Ekonomi
Selama Orde Baru, pemerintah fokus pada pembangunan ekonomi dengan
menerapkan kebijakan ekonomi yang berorientasi pada ekspor dan investasi asing.
Hal ini menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, tetapi juga
meningkatkan kesenjangan sosial dan korupsi.
8. Reformasi
Pada tahun 1998, terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia yang
menuntut reformasi politik dan ekonomi. Demonstrasi ini dipicu oleh krisis
moneter, ketidakpuasan terhadap rezim Soeharto, dan tuntutan untuk pemilihan
umum yang bebas dan adil. Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan
pengunduran dirinya sebagai Presiden, mengakhiri Orde Baru.
BAB IV
Peristiwa Disintegrasi Bangsa Indonesia Periode Reformasi|
Penyebab utama konflik ini adalah ketidakstabilan politik dan ekonomi secara
umum di Indonesia setelah Soeharto tumbang dan rupiah mengalami devaluasi
selama dan seusai krisis ekonomi di Asia Tenggara. Rencana pemekaran provinsi
Maluku menjadi Maluku dan Maluku Utara semakin memperuncing permasalahan
politik daerah yang sudah ada. Karena permasalahan politik tersebut menyangkut
agama, perseteruan terjadi antara umat Kristen dan Islam pada Januari 1999.
Perseteruan ini dengan cepat berubah menjadi pertempuran dan tindak kekerasan
terhadap warga sipil oleh kedua belah pihak. Dua pihak utama yang terlibat konflik
ini adalah kelompok milisi agama dari kedua pihak, termasuk kelompok Islamis
bernama Laskar Jihad, dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi
mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak.
Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan
kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di
permukiman Madura. K.M.A. Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim
bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah
beberapa anggota mereka diserang Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga
Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi
di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan antara murid
dari berbagai ras di sekolah yang sama.
Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amukan massa
—terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan
terbesar terjadi di Jakarta, Medan dan Surakarta. Dalam kerusuhan tersebut,
banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Tak
hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo
Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU
berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini
menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan
secara sistematis, tak hanya sporadis.
Amukan massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan
dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-
reformasi" karena penyerang hanya fokus ke orang-orang Tionghoa. Beberapa dari
mereka tidak ketahuan, tetapi ada juga yang ketahuan bukan milik pribumi.
Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht
di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan
terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yang
sistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman
Nazi.
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan
kontroversi sampai hari ini. Namun umumnya masyarakat Indonesia secara
keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah
Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini
merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun
masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang
disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di
kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Semboyan ini adalah pengingat bahwa perbedaan agama, suku, ras, dan budaya
bukan suatu masalah jika kita tetap memiliki satu tujuan yang sama, yaitu
mempertahankan persatuan dan kesatuan Indonesia.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://www.wikipedia.org/
https://www.gramedia.com/
https://www.detik.com/
https://www.kompas.com/