Anda di halaman 1dari 14

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT SEMINARI PINELENG

(STF-SP)

Disusun oleh:
Prawian
Paternus T. Wee
Richels B. Markindo
Adrianus Wermasubun

Prodi: Filsafat
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak asasi manusia merupakan salah satu pokok yang paling fundamental
dalam humanisme. Mengapa? Karena dalam humanisme berfokus pada nilai luhur
yang ada pada manusia yakni tentang kehidupan. Sehingga hak asasi manusia harus
mendapat tempat yang layak dalam kehidupan manusia. Pada hakikatnya hak hasasi
manusia itu terdiri atas beberap pokok penting seperti hak untuk hidup, hak
kebebasan antara lain bebas untuk berpendapat dan bebas dalam menetukan arah
hidup dan bahkan bebas untuk memilih dan mengaut suatu kepercayaan yang
terarah pada Tuhan, dan hak kepemilikan seperti memiliki tempat hidup yang layak
dan memiliki sesutu untuk menjamin sehingga kehidupan manusia dapat
berlangsung dengan aman dan baik.

Hak-hak asasi yang dimiliki manusia itu sendiri merupkan sebuah ukuran
bagi manusia dalam bertindak dan berperilaku terhadap sesamanya. Dengan kata
lain bahwa manusia harus menyadari bahwa setiap manusia dalam keberadaannya
diciptakan setara dan sehakikat sehingga manusia lain tidak berhak untuk
merampas atau membatasi setiap hak asasi yang ada pada manusia itu sendiri,
karena pada dasarnya hak asasi manusia itu merupakan hak dasar pada hidup
manusia dan berfungsi untuk melindungi manusia terhadap hal-hal yang
mengancam kehidupan manusia.

Berbicara mengenai hak asasi manusia (HAM) selalu menarik perhatian dan
mengundang konroversi dalam perjalanan kehidupan manusia dalam sebuah
negara. HAM sendiri telah ada dan diperbincangkan sejak zaman Yunani kuno,
yang bertujuan untuk menjamin kesatuan dan kutuhan sosial demi kebahagiaan dan
kesejahteraan seluruh warganegara. Kemudian pada zaman Romawi, perbincangan
mengenai HAM mengalami pasang surut yang diakibatkan karena perkembangan
ilmu pengetahuan dan di satu sisi mengenai kekuasaan serta di sisi lain yang tak
dapat menghindari peperangan dan sistem perbudakan. Dan pada zaman ini, Cicero
mulai memperkuat benih-benih rasionalisme dalam negara yang diperolehnya
dalam postulat Hukumu Alam Kodrati melalui kaum Stoa. Baginya pendirian suatu
negara harus sesuai dengan asas-asas Hukum Alam Kodrati yang bersumber dari
Budi Ilahi yang berisi kesusilaan yang universal termasuk di dalamnya adalah
HAM1.

Dan kemudian persoalan HAM ini berkembang lebih jauh di Eropa pada abad-
abad ke-17. Yang mana dalam zaman ini HAM lahir dari kalangan borjuis yang
menekankan pada konstalasi ekonomi politik di tengah melemahnya negara akibat
perpecahan. Kaum ini berpengaruh besar pada ketahanan suatu negara dalam hal
ekonomi politik, namun mereka tidak memiliki tempat dalam rana hukum, tetapi
mereka terus memaksakan untuk mendapat suatu tempat dalam tatanan hukum
negara. Tujuan mereka yakni merubah orde hukum menjadi jaminan HAM bagi
setiap orang. Pada abad ini ada seorang pemikir atau filsuf terkenal yang dalam
pemikirannya ia juga berbicara mengenai HAM, yakni John Locke. John Locke
dalam pandangannya mengenai HAM, ia mengatakan bahwa setiap manusia
memiliki hak kodrati (natural right) yang melekat pada setiap individu manusia
yakni hak atas hidup, hak kebebasan dan hak kepemilikan. Baginya ketiga hak ini
merupakan pemberian dari Yang Esa oleh sebab itu tidak ada seorangpun yang
boleh mengganggu gugat ketiga hak ini, baik itu negara sekalipun. Perkembangan
itu terus berlanjut sampai di negara-negara Asia dan Afrika. Hak asasi manusia
atau yang sering disingkat HAM adalah seperangkat hak yang melekat hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk TuahanYang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia2.

BAB II
1
Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Libertu,2005) cet ke-7, hlm 41
2
Pasal I (I) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian HAM
Secara etimologis kata Hak Asasi Manusia dalam bahasa Inggris disebut “
human right” dan dalam bahasa Arab disenut “huquq al-insan. Dalam bahasa
Inggris Right berarti hak, kebenaran dan kanan. Dan dalam bahasa Arab hak berarti
lawan kebatilan, keadilan, bagian dan nasib. Secara terminologis, HAM berarti
wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan,
meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat
material maupun non material. Leah Levin berpandangan bahwa hak asasi manusia
berarti klaim moral yang tidak dipaksakan dan melekat pada diri individu
berdasarkan kebebasan manusia. Hak itu dimiliki oleh semua manusia sebagai
manusia tanpa memandang ras, etnis, agama dan lain-lain, karena ia merupakan
bagian interen dari diri manusia dan ia bebas apa yang ingin dilakukan dengan hak
tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian HAM adalah
hak yang dilindungi secara internasional, seperti hak untuk hidup, hak
kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah sperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia3.
Hak kodrati manusia berhubungan dengan kodrat; mengenai kekuasaan;
berkaitan dengan kemampuan alami. Pertanyaan lebih lanjut yakni apa itu hak?
Dalam KBBI, kata hak memiliki beberapa pengertian yakni; benar,
memiliki/kepunyaan, kewenangan dan kekuasaan untuk melakukan atau berbuat
sesuatu, karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan sebagainya. Dan
asasi sendiri berarti sesuatu bersifat dasar atau pokok. Jadi berbicara mengenai hak
asasi berarti kita berbicara mengenai hal-hal dasari atau fundamental yang ada pada
manusia.

B. Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM)

https://www.bps.g0.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1240/sdgs_10/1#:~:text=Menurut
3

%2D%Undang%20Republik%20Indonesia,dijunjung%20tinggi%2C%20dan%20dilindungi%20oleh.
Hak Asasi Manusia atau HAM berasal dari sebuah teori bernama teori hak
kodrati atau natural right theory. Dalam teori ini, dikatakan bahwa HAM
merupakan hak yang dimiliki oleh semua manusia dan tidak memandang perbedaan
apapun, karena semua manusia memiliki hak yang sama. Hak ini berfungsi untuk
menjamin kelangsungan hidup dan kemerdekaan manusia yang tidak dapat
diganggu guagat dan diabaikan oleh siapapun. Salah satu tokoh yang
mengemukakan teori mengenai HAM ini ialah John Locke, yang pada abad ke-17
menyatakan bahwa manusia memiliki karunia alamia hak untuk hidup, hak
kepemilika n, dan hak kebebasan yang tidak boleh diganggu atau diambil oleh
siapapun.

Kemudian, dua perang dunia menyebabkan terciptanya Deklarasi Universal


Hak Asasi Manusia atau DUHAM, pada tanggal 10 Desember 1950. Sejak
deklarasi ini, maka setiap tahunnya pada tanggal 10 Desember diperingati sebagai
hari HAM sedunia. Namun apabila ditelusuri lebih jauh maka akan kita temukan
bahwasannya, HAM sebenarnya telah terbentuk pada masa Sebelum Masehi.

Pada era sebelum Masehi. Menurut sejarah, Hak Asasi Manusia (HAM)
sebetulnya sudah ada sejak periode sebelum Masehi. Hal ini dapat kita lihat dari
salah satu hukum yang tertua, yakni hukum Hamurabi yang muncul pada tahun
1792 SM. Hukum Hamurabi sendiri disusun oleh Raja Babilonia yakni Hamurabi,
untuk memerintah masyarakatnya yang lebih beragam setelah menaklukan
Mesopotamia. Kitab ini dibuat untuk memastikan bahwa hak dan kewajiban setiap
warga negara bisa terpenuhi dengan adil tanpa dibeda-bedakan.

Dalam perkembangan selanjutnya, yakni pada tahun 539 SM, Cyrus Agung
yang merupakan pendiri Kekaisaran Achaemenid (Akhemeniyah), berhasil
menjatuhkan kota Babel. Dengan kejatuhan itu, ia membebaskan setiap budak di
sana untuk pulang dan memilih agama yang ingin mereka yakini. Peristiwa ini
kemudian dianggap sebagai bentuk adanya hak asasi manusia yang pertama dalam
sejarah. Tidak hanya itu, titah yang dikeluarkan oleh Cyrus Agung itu dituliskan
pada tanah liat yang dikenal sebagai Cyrus Cylinder, yang kemudian diakui sebagai
piagam HAM pertama di dunia.

Kemudian pada tahun 1215, Raja John dari Inggris diminta untuk
menandatangi Magna Charta. Pada saat itu, raja memang tidak disukai oleh
rakyatnya karena suka bersikap seenaknya. Untuk itu, lewat Magna Charta, maka
setiap orang berhak untuk diadili apabila melakukan kesalahan dan hukum ini
berlaku untuk siapapun dan dari kalangan manapun. Hukum ini teristimewa
menekankan pada hak-hak yang harus diberikan untuk kemerdekaan manusia.

Bill of Rights (1689)4

Hugo Grotius merupakan seorang ahli hukum berkebengsaan Belanda yang


diakui sebagai pencetus lahirnya hukum internasional. Hukum internasional ini
membahas tentang hubungan persaudaraan umat manusia dan perlunya perlakuan
adil terhadap sesama. Kemudian memasuki abad ke-17, seorang filsuf Inggris yang
bernama John Locke hadir dengan pemikirannya mengenai hukum kodrati. Hukum
kodrati yang dimaksudkan adalah pandangan bahwa semua individu memiliki hak
yang sama, seperti hak hidup, kebebasan dan hak milik. Dan pada tahun 1689,
Parlamen Inggris mengeluarkan Bill of Rights. Dokumen ini berfungsi untuk
membatasi kekuasaan raja juga kebebasan rakyat untuk lepas dari penyiksaan serta
hukuman tanpa pengadilan. Bill of Rights ini menyatakan bahwa pemerintah
bertanggung jawab untuk mewakili rakyatnya dan hak-hak nmereka.

Kemudian peristiwa perang dunai I dan II memberi pelajaran berharga bagi


masyarakat dunia. Berangkat dari perang ini maka majelis umum PBB menyepakati
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Dan pada tanggal 10
Desember 1948, DUHAM dipromulgasikan oleh majelis umum PBB. Deklarasi ini
disusun untuk memasukkan prinsip-prinsip dasar tentang martabat, kebebasan,
kesetaraan dan persaudaraan. Selain itu, DUHAM juga membahas tentang hak
individu, hak spiritual, hak publik, hak politik, dan hak ekonomi, sosial, budaya.
Dan pada tanggal 10 Desember 1950, majelis umum PBB menerbitkan resolusi
yang berisi imbauan bahwa semua negara anggota dan organisasi PBB untuk setiap
tahunnya mengingat tanggal 10 Desember sebagai hari HAM internasional5.

BAB III
4
Bdk. Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Libertu,2005) cet ke-7, hlm 30
5
Pasal I (I) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
HAM MENURUT JOHN LOCKE

A. Biografi John Locke

John Locke adalah salah satu filsuf empirisme Inggris yang terbesar. Ia lahir di
Wringtontahun 1632, dekat Bristol. Ayahnya adalah seorang pengacara yang
berjuang di pihak parlemen melawan Raja Charles I. Sama seperti ayahnya, Locke
sendiri juga sepanjang hidupnya membela sistem parlementer. Ia memperoleh
pendidikan klasik dengan disiplin yang ketat di Westminster school dari tahun
1646-1652. Kemudian ketika ia berpindah ke Christ Church, Oxford, ia merasa
bahwa pendidikan di Westminster school terlalu ketinggalan zaman (jadul).
Demikianlah juga di Oxford, ia menjadi tidak tertarik dengan jenis pendidikan yang
terpaku pada bentuk skolastik. Minatnya akan filsafat timbul karena membaca
secara pribadi karya Descartes dan bukan karena pengajaran di Oxford. Ia
menyelesaikan B.A. pada tahun 1656, dan M.A. pada tahun 1658. Pada tahun 1659
Locke ditunjuk sebagai senior student di Oxford. Posisi itu dipegang sampai tahun
1684 ketika ia harus berhenti karena alasan politik. Di Oxford, Locke mempelajari
juga kimia dan fisika, bahkan ilmu kedokteran. Ijazah dan ijin praktek baru
diperoleh pada tahun 1674. Pada tahun 1667 ia bekerja pada Lord Ashley, Earl dari
shaftesbury. Locke menjadi sekertaris dan dokter pribadinya. Pada tahun 1675 ia
pergi ke Paris dan berada disana sampai tahun 1680. Selama di Paris ia bertemu
dengan para pengikut Descartes dan ia banyak mendapat pengaruh dari pemikiran
Gassendi (1592-1655). Locke kemudian kembali ke Inggris dan bekerja lagi pada
shaftesbury. Shaftesbury menjadi pemimpin oposisi di parlemen melawan Raja
James II. Setelah “Glorious Revolution” tahun 1668 yang melengserkan Raja James
II dan setelah Pangeran William dari Oranje di angkat menjadi Raja, Locke yang
waktu itu berada di Nederland kembali ke Inggris. Ia menduduki beberapa jabatan
sampai kematiannya pada bulan Oktober 1704.

B. HAM menurut John Locke


Sebelum masuk pada pokok pemikiran John Locke mengenai HAM, alangkah
lebih baik bagi kita untuk sedikit mengetahui kondisi, realitas atau persoalan yang
membuatnya mengemukakan pandangannya mengenai HAM. John Locke memiliki
gagasan bahwa kekuasaan raja harus dibatasi dan harus di dasari pada persetujuan
rakyat, dimana raja harus menghormati hak-hak rakyatnya. Dalam tesisnya ia
menyanggah dan mengkritik atas karya Robert Filmer, Patriacha, yang mengatakan
bahwa raja mempunyai kekuasaan penuh dan kewenangan ilahi atas seluruh
rakyatnya6. Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa pemikiran John Locke
mengenai HAM berawal dari penglihatannya atas struktur pemerintahan raja yang
dengan semena-mena menindas dan membatasi apa yang menjadi hak dari
rakyatnya. Dengan itu John Locke mengatakan bahwa manusia memiliki hak
kodrati (natural right) yang melekat pada manusia, yaitu hak atas hidup, hak
kebebasan, dan hak kepemilikan.7 Hak kodrati ini terpisah dari pengakuan politis,
yaitu yang berkaitan dengan negara kepada warga negaranya yang mana hak itu ada
terlebih dahulu sebelum adanya negara. Itu berarti bahwa tiga hak kodrati yang ada
pada manusia itu adalah sesuatu yang bersifat mutlak sehingga siapapun tidak dapat
mengatur dan mengganggu hak-hak tersebut. Kemudian ia mengatakan bahwa
individu dikaruniai oleh alam dengan hak atas hidup, hak kebebasan dan
kepemilikan yang tidak dapat dicabut oleh pihak manapun, termasuk negara. Dan
kemudian jika negara melanggar hak-hak kodrati individu, maka warga negara
berhak menggantikan secara paksa siapun penguasa negaranya. Kemudian Locke
mengatakan bahwa manusia adalah mahluk rasional, yaitu mahluk yang mampu
hidup di bawah pemerintahan yang dipercaya untuk melindungi hak-hak kodrati
dan kebutuhan publik.

1. Hak atas hidup


Hak untuk hidup adalah hak yang paling mendasar yakni mendasar bagi setiap
manusia. Sifat keberadaan hak ini tidak dapat ditawar lagi atau (non deroglabe
rights). Hak untuk hidup mungkin merupakan hak yang memiliki nilai yang paling
mendasar dari peradaban modern. Hal ini berarti bahwa hak hidup merupakan hak
yang final jika tidak ada hak untuk hidup maka tidak akan ada hak-hak lain dalam
hak kodrati manusia.
Hak atas hidup adalah yang paling mendasar karena menyangkut dengan nilai
yang paling luhur dalam diri manusia itu sendiri yakni nilai kehidupan. Oleh karena
itu hak atas hidup yang dimiliki oleh masing-masing manusia memiliki nilai yang
sangat tinggi dimana manusia yang memiliki kehidupan harus dilindungi dan

6
https://m-brilio-net.cdn.ampproject.org/v/s/m.brilio.net/amp/sosok/pengertian-ham-menurut-john-locke.
7
Bdk. Prof. Dr. J. Ohoitimur, MSC, materi perkuliahan Alam Pemikiran Barat Modern. Pineleng, 2021. Hlm. 66
masing-masing manusia harus saling menghargai hak hidup itu. Hidup manusia itu
menjadi dasar keberadaan manusia di dunia sehingga ketika hak hidup itu direduksi
maka eksistensi manusia itupun ikut tereduksi. Hak atas hidup ini sangat ditekankan
karena ketika hak hidup ini diganggu bahkan dicabut oleh orang lain maka
demikian akan terjadi hak-hal yang bersifat negatif seperti kekerasan, kriminal
bahkan pembunuhan yakni mencabut nyawa atau hidup seseorang. Dengan kata
lain hak atas hidup dimaksudkan Locke agar nilai kehidupan yang ada pada
masing-masing manusia harus selalu dijaga dan dihargai karena yang menciptakan
hidup itu adalah Tuhan sehingga hanya Tuhan yang berhak mencabut hak dasar itu
dari manusia maka tidak seorangpun yang berhak mengganggu dan mencabut hak
hidup itu dari manusia.

2. Hak Kebebasan
Bagi Locke, hak kebebasan berisi tentang empat kebebasan, antara lain
kebebasan untuk beragama, berbicara dan berpendapat, serta bebas dari
kemelaratan dan ketakutan. Menurut Locke, hak kebebasan berdasar pada hak atas
hidup, artinya hak atas hidup menjamin adanya hak kebebasan. Dengan adanya hak
hidup maka setiap manusia berhak dan bebas untuk menetukan segala sesuatu
dalam hidupnya. Sehingga berdasarkan hak kebebasan inilah manusia memiliki hak
sepenuhnya untuk memilih dan menjalankan segala sesuatu dalam hidupnya.
Hak kebebasan pada manusia menjadi dasar untuk manusia dapat memilih
agama apa yang harus dianutnya tanpa ada paksaan dan penindasan dari orang lain.
Artinya menyangkut tentang penghayatan akan yang Ilahi manusia berhak dengan
bebas memilih agama apa saja sebagai jembata untuk menghayati keberadaan
Tuhan. Kemudian manusia secara bebas berhak untuk berbicara dan berpendapat.
Artinnya dalam keadaan apapun dan dalam situasi apapun setiap manusia memiliki
hak untuk berbicara dan berpendapat untuk mengemukakan apa yang menjadi buah
pikirannya. Misalnya dalam situasi menghadapi suatu persoalan dalam kehidupan
dan dalam hal untuk mencari kebenaran akan persoalan yang terjadi maka manusia
memiliki hak untuk berbicara dan berpendapat untuk memberikan argumennya
dalam menyelesaikan persoalan tersebut serta berbicara tentang kebenaran yang
terjadi. Dalam siatuasi tersebut maka tidak boleh ada orang lain yang melarang
sesorang untuk berbicara dan berpendapat tentang kebenaran yang terjadi.8

8
Bdk. Jurnal Inspirasi Baru. Hak Asasi Manusia : Tantangan Bagi Agama. Kanisius. Yogyakaarta, 1991. Hal.18
3. Hak Kepemilikan
Locke mengatakan bahwa hak kepemilikan dari seorang manusia terhadap
sesuatu telah diperoleh sejak lahir. Kepemilikan yang ada dari setiap manusia itu
berlangsung sepanjang hidup manusia. Hak kepemilikan itu bersifat tidak dapat
diganggu-gugat oleh pihak manapun.
BAB IV

RELEVANSI PEMIKIRAN HAM JOHN LOCKE

A. Etika
Locke menempatkan moralitas dalam kategori pengetahuan demonstratif.
Karena menurutnya, moralitas dapat pula memiliki akurasi matematis. Kata kunci
dalam etika, yakni “baik”, secara sempurna dapat dimengerti, karena setiap orang
mengetahui makna yang terkandung dalam kata “baik”: Sesuatu adalah baik atau
buruk sejauh direferensikan pada kesenangan dan penderitaan. Kita menyebut
sesuatu “baik” jika ia menghasilkan atau menambahkan kesenangan. Sedangkan
sesuatu disebut buruk atau jahat, jika ia membawa kita kepada penderitaan. Jadi,
moralitas terkait dengan hal memilih atau menghendaki yang baik.9
Dari kutipan di atas, jelas terlihat bahwa Etika yang dituangkan Locke berarti
kemampuan manusia memilih yang baik dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan
oleh keyakinan mengenai akal budi manusia yang mampu memilih atau
menghendaki yang baik. Saat manusia masih bertindak menggunakan rationya
dengan berdasarkan pada “baik”, maka moralitas manusia selalu lurus dan tidak
memiliki masalah. Kemudia yang terjadi adalah sebaliknya, jika manusia dengan
rationya tidak mampu untuk menentukan yang baik, maka akan terjadi masalah.
B. Politik
Kemudian mengenai konsep politiknya, ia mendasarkan pemikirannya pada
gagasan mengenai kontrak sosial antara warga negara dan pentingnya toleransi,
terutama dalam persoalan agama.
Mengenai kontrak sosial, Locke berangkat dari permasalahan antar warga
negara. Dari permasalahan yang ada, warga negara mencari solusi dengan
memberikan hak-hak dan kewajiban mereka untuk diatur oleh negara. Hal ini
terjadi karena, secara kodrati, manusia yang bebas itu harus terarah kepada
kebaikan. Nilai kebaikan itu adalah penghargaan terhadap pribadi manusia.
Menurutnya, nilai penghargaan atas pribadi manusia itu diciptakan oleh Allah. Hal
kodrati inilah yang membuat Locke mengatakan bahwa setiap warga negara
memiliki hak kepemilikan yang tidak dapat digangu-gugat oleh siapapun, sehingga
di sini dibutuhkan suatu lembaga untuk melindungi hak kepemilikan itu. Lembaga

9
Dikutip dari Prof. Dr. J. Ohoitimur, MSC, materi perkuliahan Alam Pemikiran Barat Modern. Pineleng, 2021.
Hlm. 69
tersebut tidak lain adalah negara. Kemudian dengan adanya negara, setiap warga
negara harus tunduk pada kebijakan yang dibuat oleh negara.
Mengenai toleransi, Locke menekankan pada toleransi beragama, yang mana
setiap orang memiliki hak individu untuk mentukan agama yang dianutnya tanpa
paksaan atau kekangan dari pihak manapun, termasuk negara.10

BAB V

10
Bdk. Budi F. Hardiman. Hak Asasi Manusia Polemik dengan Agama dan Budaya. Kanisius. Yogyakarta, 2011
PENUTUP
Kesimpulan
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia secara kodrati.
Hak itu dimiliki oleh semua manusia sebagai manusia tanpa memandang ras, etnis,
agama dan lain-lain, karena ia merupakan bagian interen dari diri manusia dan ia
bebas apa yang ingin dilakukan dengan hak tersebut.

Tentang hak asasi manusia, menurut Locke manusia pada dasarnya memiliki
hak kodrati atau hak natural yakni mencakup hak untuk hidup, hak kebebasan dan hak
kepemilikan dan ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan politis atau negara kerena
baginya hak ini telah ada sebelum negara terbentuk. Sehingga tidak ada seorangpun
yang dapat mengatur hak natural pada manusia dan manusia sendiri yang dapat
mengatur haknya tersebut karena sifatnya sangat fundamental dalam hidup manusia.
Dan ketika hak-hak itu dibatasi oleh orang lain maka terjadinya reduksi terhadap
martabat manusia sendiri.
Selanjutnya sebagai konsekwensi logis dari konsep HAMnya, Locke
membahas tentang etika dan politi. Mengenai etika, Locke mengatakan bahwa
moralitas manusia ditentukan oleh pengetahuan manusia mengenai yang baik,
sehingga manusia selalu terarah pada kebaikan dalam segala tindakannya. kemudian
mengenai politik, ia mendasarkan pada hak asasi manusia, yaitu hak atas hidup, hak
kepemilikan dan hak kebebasan. Dari hak kepemilikan berkembang bagaimana negara
terbentuk dari kontrak sosial di antara individu.
Daftar Pustaka

 Prof. Dr. J. Ohoitimur, MSC, materi perkuliahan Alam Pemikiran Barat Modern.
Pineleng, 2021.
 Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Libertu,2005) cet ke-7

 Budi F. Hardiman. Hak Asasi Manusia Polemik dengan Agama dan Budaya. Kanisius.
Yogyakarta, 2011

 Bdk. Antonio Casse, Hak-hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah. Obor. Jakarta,
1996. Hlm.7

 https://m-brilio-net.cdn.ampproject.org/v/s/m.brilio.net/amp/sosok/pengertian-ham-
menurut-john-locke.
 Bdk. Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Libertu,2005) cet ke-7, hlm 30
 Jurnal Inspirasi Baru. Hak Asasi Manusia : Tantangan Bagi Agama. Kanisius.
Yogyakaarta, 1991.
 Pasal I (I) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
 https://www.bps.g0.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1240/
sdgs_10/1#:~:text=Menurut%2D%Undang%20Republik%20Indonesia,dijunjung
%20tinggi%2C%20dan%20dilindungi%20oleh
 https://www.kompas.com/skola/read/2020/07/21/150000069/pengertian-ham-
menurut-john-lockee.

Anda mungkin juga menyukai