Dosen:
Ir. Hernawan Mahfudz, M.T.
Dr. Eng. Eka Oktariyanto Nugroho, S.T., M.T.
Asisten:
Michael Ari Hendrian Tampubolon 15020008
Rizal Ahmad Prayoga 15020019
Naufal Yusviansyah Mahib 15020023
Faizal Gagad Nur Rahman 15020036
Disusun oleh:
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto 15021150
LEMBAR PENGESAHAN
i
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
KATA PENGANTAR
ii
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
DAFTAR ISI
2.2.1 Petak.............................................................................................22
2.2.2 Saluran..........................................................................................23
2.2.3 Bangunan Air...............................................................................25
iii
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
iv
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
6.1 Kesimpulan..........................................................................................52
6.2 Saran....................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................53
LAMPIRAN......................................................................................................54
v
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Alur Pengerjaan Tugas Besar Irigasi dan Drainase.................12
Gambar II.1 Lima Pilar Irigasi (Arif dan Subektti 2013, dalam Modul
Sistem Irigasi PUPR)...........................................................................................14
Gambar II.2 Jaringan Irigasi Sederhana atau Nonteknis (Sumber: KP
Irigasi 01)..............................................................................................................15
Gambar II.3 Jaringan Irigasi Semiteknis (Sumber: KP Irigasi 01).............16
Gambar II.4 Jaringan Irigasi Teknis (Sumber: KP Irigasi 01)....................17
Gambar II.5 Bangunan Utama dan Saluran Irigasi Permukaan (Sumber:
Modul Irigasi PUPR)...........................................................................................18
Gambar II.6 Irigasi Air Tanah (Sumber: Modul Irigasi PUPR)..................19
Gambar II.7 Irigasi Pompa (Sumber: Modul Irigasi PUPR).......................19
Gambar II.8 Irigasi Rawa Pasang Surut (Sumber: Modul Irigasi PUPR)..20
Gambar II.9 Irigasi Tambak (Sumber: Modul Irigasi PUPR).....................20
Gambar II.10 Saluran-saluran Primer dan Sekunder (Sumber: KP-01
Jaringan Irigasi PUPR).......................................................................................25
Gambar II.11 Sadap Tipe 1 (Sumber: Modul Irigasi PUPR).......................30
Gambar II.12 Sadap Tipe 2 (Sumber: Modul Irigasi PUPR).......................30
Gambar II.13 Sadap Tipe 3 (Sumber: Modul Irigasi PUPR).......................30
Gambar II.14 Sadap Tipe 4 (Sumber: Modul Irigasi PUPR).......................30
Gambar II.15 Bangunan Pengatur Jaringan Tersier (Sumber: Modul
Irigasi PUPR).......................................................................................................31
Gambar II.16 Perencanaan Talang (Sumber: Modul Irigasi PUPR)..........31
Gambar II.17 Perencanaan Siphon (Sumber: Modul Irigasi PUPR)..........32
Gambar II.18 Perencanaan Bangunan Terjun (Sumber: Modul Irigasi
PUPR)....................................................................................................................32
Gambar II.19 Perencanaan Gorong-gorong (Sumber: Modul Irigasi PUPR)
................................................................................................................................33
Gambar II.20 Skema Metode FJ Mock (Sumber: KP Irigasi PUPR)..........36
Gambar II.21 Neraca Air Tanaman Padi.......................................................44
Gambar II.22 Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi (Sumber:
KP Irigasi 01 PUPR)............................................................................................45
vi
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.23 Standar Sistem Tata Nama untuk Bangunan Air (Sumber:
KP Irigasi 01 PUPR)............................................................................................45
Gambar II.24 Sistem Tata Nama Petak dan Rotasi Kuarter (Sumber: KP
Irigasi 01 PUPR)..................................................................................................46
Gambar II.25 Contoh Sistem Tata nama Saluran Pembuang (Sumber: KP
Irigasi 01 PUPR)..................................................................................................47
vii
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi...........................................................18
Tabel II.2 Pembagian kewenangan pengembangan dan pengelolaan
(Sumber: Modul Irigasi PUPR)..........................................................................22
Tabel II.4 Tabel Koefisien Tanaman.................................................................38
Tabel II.5 Perkolasi...........................................................................................39
Tabel II.6 Pola Tanam.......................................................................................40
viii
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
BAB I
PENDAHULUAN
9
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
dalam hal pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman padi merupakan faktor yang
sangat penting dalam rangka usaha swasembada beras.
Indonesia sebagai negara dengan mengonsumsi beras cukup besar sampai
dengan tahun 2015, telah membangun jaringan irigasi seluas 7,145,168 Ha. Hasil
inventori tahun 2014 jaringan Irigasi tersebut telah mengalami kerusakan seluas
3,294,637 Ha (46,11%), dimana 1,141,084 Ha (15,97%) rusak berat, 1,203,246
Ha (16,84%) rusak sedang dan 950,307 Ha (13,3 %) rusak ringan. Kerusakan ini
diakibatkan oleh karena gangguan alam, umur konstruksi dan kurang optimalnya
pengelolaan irigasi terhadap infrastruktur irigasi. Keadaan demikian kalau
dibiarkan terus dapat mengganggu keamanan ketahanan pangan nasional, yang
berakibat pada stabilitas masa depan bangsa.
Keberadaan sistem irigasi yang mumpuni dan handal merupakan suatu syarat
mutlak bagi terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi
sebuah negara. Untuk itu, perencanaan irigasi yang baik diperlukan agar dapat
dibentuk sistem irigasi optimal yang dapat berjalan efektif, efisien, dan
berkelanjutan sesuai fungsinya yang dapat mendukung usaha-usaha di sektor
pertanian.
10
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
11
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
12
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Bab ini berisi penjelasan mengenai sistem irigasi, teori perencanaan petak,
saluran, dan bangunan air, teori perhitungan ketersediaan air, teori perhitungan
kebutuhan air, teori keseimbangan air, serta sistem tata nama (nomenklatur).
BAB III KONDISI KALI SINDAPRAJA
Bab ini berisi…
BAB IV KONDISI KALI SINDAPRAJA
Bab ini berisi….
BAB V PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN
Bab ini berisi ….
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi…
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.2 Lima Pilar Irigasi (Arif dan Subektti 2013, dalam Modul Sistem Irigasi
PUPR)
14
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.3 Jaringan Irigasi Sederhana atau Nonteknis (Sumber: KP Irigasi 01)
b. Irigasi Semiteknis
Jaringan irigasi semi teknis mempunyai ciri bahwa fasilitas-fasilitas yang ada
untuk melaksanakan ke empat fungsinya sudah lebih baik dan lengkap
dibandingkan jaringan irigasi sederhana. Misalnya, bangunan pengambilan sudah
15
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
dibangun permanen, debit sudah diukur, tetapi sistem jaringan pembagi masih
sama dengan sistem irigasi sederhana. Hal ini ditunjukkan pemisahan saluran
pembawa dan pembuang belum dipisahkan secara baik dan pembagian petak
tersier belum dilakukan secara detail, sehingga sulit dilakukan pembagian air.
Pada sistem irigasi ini, biasanya pemerintah sudah terlibat dalam pengelolaannya,
misalnya dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan (O&P) bangunan
pengambilan.
c. Irigasi Teknis
Jaringan irigasi teknis mempunyai fasilitas bangunan yang sudah lengkap.
Salah satu prinsip rancang bangun dalam jaringan irigasi adalah pemisahan fungsi
jaringan pembawa dengan jaringan pembuang. Bangunan ukur dan bangunan
pengatur sangat dibutuhkan dalam pengaturan air irigasi. Petak tersier menjadi
sangat penting karena menjadi dasar perhitungan sistem alokasi air, baik jumlah
maupun waktu. Jaringan irigasi teknis dilengkapi : Bangunan Pengambilan yang
permanen, sistem pembagian air dapat diukur dan diatur, serta jaringan pembawa
dan pembuang telah terpisah. Jaringan irigasi teknis mempunyai fasilitas
bangunan yang sudah lengkap. Salah satu prinsip rancang bangun dalam jaringan
irigasi adalah pemisahan fungsi jaringan pembawa dengan jaringan pembuang.
Bangunan ukur dan bangunan pengatur sangat dibutuhkan dalam pengaturan air
irigasi. Petak tersier menjadi sangat penting karena menjadi dasar perhitungan
16
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
sistem alokasi air, baik jumlah maupun waktu. Jaringan irigasi teknis dilengkapi :
Bangunan Pengambilan yang permanen, sistem pembagian air dapat diukur dan
diatur, serta jaringan pembawa dan pembuang telah terpisah.
Perbedaan dari ketiga jenis jaringan irigasi di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut:
17
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.6 Bangunan Utama dan Saluran Irigasi Permukaan (Sumber: Modul Irigasi
PUPR)
18
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Irigasi air tanah adalah sistem irigasi dimana sumber airnya dari bawah tanah
dan dialirkan jaringan irigasi permukaan atau perpipaan dengan menggunakan
pompa. Sistem irigasi ini dilakukan pada daerah yang air permukaannya sangat
terbatas.
c. Irigasi Pompa
Jaringan irigasi pompa adalah sistem irigasi permukaan yang pengambilan
airnya di sungai atau sumber lainnya dengan menggunakan pompa air.
d. Irigasi Rawa
Jaringan irigasi rawa adalah sistem irigasi permukaan yang pengambilan airnya
dari rawa.
19
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.9 Irigasi Rawa Pasang Surut (Sumber: Modul Irigasi PUPR)
20
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
d. Irigasi alur: memberikan air melalui alur-alur yang telah disediakan dan
membasahi langsung pada akar tanaman.
a. Pemerintah (Pusat)
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada
daerah irigasi yang luasnya >3.000 ha, dan daerah irigasi lintas negara, lintas
provinsi dan strategis nasional.
b. Daerah Provinsi
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada
daerah irigasi yang luasnya 1.000 ha-3.000 ha, dan daerah irigasi lintas daerah
kabupaten/kota.
c. Daerah Kab/Kota
21
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
II.2.1 Petak
a. Petak Tersier
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier.
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off
take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap
tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung
jawab para petani yang bersangkutan, di bawah bimbingan pemerintah. Ini juga
menentukan ukuran petak tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan
pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah
petani dalam satu petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang
ditanami padi luas petak tersier idealnya maksimum 50 ha, tapi dalam keadaan
tertentu dapat ditolelrir sampai seluas 75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi
dan kemudahan eksploitasi dengan tujuan agar pelaksanaan Operasi dan
Pemeliharaan lebih mudah. Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas
seperti misalnya parit, jalan, batas desa dan batas perubahan bentuk medan
(terrain fault).
22
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing- masing seluas kurang
lebih 8-15 ha.
Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya
bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan
memungkinkan pembagian air secara efisien. Selain itu, petak tersier harus
terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer.
Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan
kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter
lebih baik di bawah 500 m, tetapi dalam praktiknya terkadang mencapai 800 m.
b. Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang seluruhnya dilayani oleh
satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi
yang terletak di saluran primer atau sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang
jelas, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda,
tergantung pada situasi daerah.
Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi
saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh
juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan
yang lebih rendah saja.
c. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek-proyek
irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer. Ini menghasilkan dua petak
primer.
Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah
dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati
sepanjang garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani
langsung dari saluran primer
23
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
II.2.2 Saluran
a. Saluran Pembawa
Jaringan Saluran Irigasi Utama
Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan ke
petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada
bangunan bagi yang terakhir.
Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier
yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah
pada bangunan sadap terakhir.
Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber
yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan irigasi primer.
Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran ini termasuk
dalam wewenang dinas irigasi dan oleh sebab itu pemeliharaannya menjadi
tanggung jawabnya.
24
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.11 Saluran-saluran Primer dan Sekunder (Sumber: KP-01 Jaringan Irigasi
PUPR)
b. Saluran Pembuang
Jaringan Saluran Pembuang Tersier
Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu petak tersier, menampung
air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran
pembuang tersier.
Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier yang
termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik
dari pembuang kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke
dalam jaringan pembuang sekunder.
25
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
a. Bangunan Utama
Bangunan utama (head work) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan
yang direncanakan di sumber air, guna meninggikan muka air,
membelokkan/mengalirkan air atau menampung kelebihan air pada musim hujan
ke jaringan saluran agar dapat dipakai guna keperluan irigasi. Bangunan utama ini
diharapkan pula dapat mengarungi sedimen yang masuk ke jaringan irigasi dan
mengukur debit aliran. Tipe-tipe bangunan utama di Indonesia dapat dibedakan
Bendung atau Bendung Gerak (barrage), Pompa, Pengambilan Bebas, Mata
Air ,dan Waduk atau Embung.
1) Bendung atau Bendung Gerak (Barrage)
Bendung (weir) atau bendung gerak (barrage) dipakai untuk meninggikan
muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat
dialirkan ke saluran irigasi sampai di lahan pertanian (command area). Tubuh
bendung (dinding penahan air) pada bendung gerak dilengkapi dengan pintu air
guna mengalirkan aliran banjir dan ditutup jika aliran kecil.
Secara ideal, bangunan utama ini terdiri dari beberapa bangunan, yaitu:
Bangunan pelimpah guna mengalirkan air banjir melalui tubuh bendung
Kolam olak dan peredam energi guna mengurangi energi ketinggian air
banjir
Pintu kuras berguna untuk menguras membersihkan kandungan lumpur
di depan bangunan pengambilan
Bangunan pengambilan utama dan pintu pengambilan guna mengalirkan
air ke jaringan irigasi
Saluran ukur merupakan saluran yang menghubungkan antara
bangunan/pintu pengambilan dengan bangunan ukur
Bangunan ukur guna mengukur debit yang masuk ke jaringan irigasi
Kantong lumpur guna pengendapan lumpur yang masuk ke bangunan
pengambilan
Pintu bilas guna mengeluarkan kandungan lumpur ke sungai
26
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
27
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
28
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
29
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Tipe 2
Bangunan dirancang untuk semua keadaan, dimana beda tinggi air kurang
dari 0,30 m, atau bila beda tinggi yang diperlukan kurang jelas, yang
dimungkinkan karena perbaikan/pembangunan petak tersier. Bangunan ukur
yang dipakai adalah bangunan ukur flume.
Tipe 3
Bangunan sadap tipe ini dipakai untuk debit yang kecil.
Tipe 4
Dipakai untuk pemberian air langsung di sawah-sawah dengan luas kurang
dari 1,0 ha.
30
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.16 Bangunan Pengatur Jaringan Tersier (Sumber: Modul Irigasi PUPR)
c. Bangunan Pelengkap
1) Talang
Talang merupakan saluran buatan yang melintasi permukaan tanah yang
rendah (lembah, saluran irigasi/pembuang, sungai). Talang dipergunakan pada
tempat dimana perbedaan tinggi antara saluran irigasi dengan permukaan tanah
yang dilewati cukup tinggi dan dipandang lebih ekonomis dibandingkan
dengan siphon. Talang dapat terbuat dari beton, baja, kayu atau paralon
PVC/HDPE.
31
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
2) Siphon
Siphon merupakan bangunan saluran tertutup yang berguna untuk
mengalirkan air yang melintasi tempat dengan perbedaan tinggi yang relatif
kecil dibanding dengan muka air di saluran. Siphon dipakai untuk mengalirkan
air irigasi dengan menggunakan gravitasi di bawah saluran pembuang,
cekungan, anak sungai atau sungai. Siphon juga dipakai untuk melewatkan air
irigasi di bawah jalan, jalan kereta api atau bangunan-bangunan lainnya.
3) Bangunan Terjun
Bangunan terjun adalah bangunan yang berfungsi untuk mengurangi
kemiringan saluran. Bangunan terjun dapat dipisahkan menjadi dua tipe, yaitu
bangunan terjun tegak dan bangunan terjun miring. Bangunan terjun tegak
pada umumnya dipergunakan pada perbedaan ketinggian maksimum 1,5 m
dengan debit lebih kecil dari 2,5 m³/detik atau perbedaan ketinggian 0,75 m
dengan debit lebih besar dari 2,5 m³/detik. Jika perbedaan ketinggian air antara
1,5 - 2,5 m, maka dipergunakan bangunan terjun miring. Untuk mencegah
muka air yang tinggi atau rendah di saluran akibat terjunan, dipakai mercu
tetap atau celah kontrol trapesium (trapeziodal notch).
32
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
4) Got Miring
Bangunan got miring dipergunakan pada trase saluran dengan kemiringan
yang cukup tajam. Got miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan
(lining) dengan aliran super kritis, dan umumnya mengikuti kemiringan medan
alamiah dengan beda tinggi di atas 2,5 m. Bangunan ini dilengkapi dengan
kolam olak pada bagian hilir dan untuk mencegah muka air yang tinggi atau
rendah di saluran akibat terjunan, dipakai mercu tetap atau celah kontrol
trapesium (trapeziodal notch).
5) Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air di
bawah bangunan (jalan, rel kereta api) atau untuk mengalirkan air di
persilangan antara saluran pembuang dengan saluran pembawa.
6) Terowongan
Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran memungkinkan
untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati bukit-bukit dan medan
yang tinggi. Aliran yang mengalir dalam terowongan adalah aliran terbuka.
7) Bangunan Pelimpah Samping
Bangunan pelimpah samping berfungsi untuk membatasi debit yang masuk
ke saluran pembawa dan melimpaskan kelebihan air hujan yang masuk ke
saluran pembawa.
8) Jalan dan Jembatan
33
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Jalan yang dimaksud adalah jalan masuk dan jalan inspeksi, untuk
menunjang kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi pembawa dan
pembuang oleh instansi yang membidangi irigasi. Untuk menghubungkan jalan
inspeksi yang dipisahkan oleh saluran irigasi, saluran pembuang dan sungai
diperlukan jembatan. Masyarakat dapat menggunakan fasilitas ini untuk sarana
transportasi sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh pengelola irigasi. Jika
saluran dibangun sejajar dengan jalan umum di dekatnya, maka tidak
diperlukan jalan inspeksi di sepanjang ruas saluran tersebut.
9) Tanggul
Tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir yang
berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar. Pada umumnya tanggul
diperlukan di sepanjang sungai di sebelah hulu bendung atau di sepanjang
saluran primer.
34
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
1) Rata-Rata Aljabar
1
H D= ( H A + H B + H C )
3
dengan:
HA, HB, Hc = data hujan yang teramati pada masing-masing stasiun
HD = data hujan pada stasiun D yang diperkirakan.
Cara ini berlaku untuk perbedaan antara data hujan pada stasiun terdekat untuk
jangka waktu tahunan rata-rata < 10 %.
2) Perbandingan (Rasio) Normal
H D= (
1 N D H A N D H B ND HC
3 NA
+
NB
+
NC )
dengan:
NA, NB, NC = data hujan yang teramati pada masing-masing stasiun
ND = data hujan pada stasiun D yang diperkirakan.
HA, HB, HC, HD = hujan tahunan rata-rata masing-masing stasiun
3) Kebalikan Kuadrat Jarak
H x=
( H1
R1
2
+
H2
R2
2
+
H3
R3
2
+
H4
R4
2
)
( 1
2
1 1 1
+ 2+ 2+ 2
R1 R2 R3 R4 )
dengan:
H1, H2, H3, H4 = hujan yang terjadi pada masing-masing stasiun pada kuadran
I, II, III dan IV
R1, R2, R3, R4 = jarak masing-masing stasiun terhadap stasiun yang ditinjau
Hx = hujan yang diperkirakan pada sistem yang ditinjau
35
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
R H = hujan rata-rata
n = jumlah stasiun
Hi = hujan pada masing-masing stasiun
2) Cara Poligon Thiessen
Dilakukan dengan membagi wilayah menjadi beberapa zona polygon yang
dikalikan dengan hujan rata-rata masing-masing daerah.
n
∑ H i Li
i=1
RH= n
∑ Li
i=1
dengan:
R H = hujan rata-rata
n = jumlah stasiun
Hi = hujan pada masing-masing stasiun
Li = luas daerah pengaruh/wilayah masing-masing stasiun
3) Cara Isohyet
Dilakukan dengan menggambarkan garis-garis kontur curah hujan rata-rata di
tiap daerah.
n
∑ H i Li
i=1
RH= n
∑ Li
i=1
dengan:
R H = hujan rata-rata
n = jumlah bagian-bagian diantara garis isohyet
Hi = hujan pada masing-masing stasiun
Li = luas bagian-bagian antar garis isohyet
Langkah selanjutnya adalah penentuan debit sintetis. Untuk penentuan debit
sintetis ini diperlukan data klimatologi (hidrometeorologi), data hari hujan, serta
data curah hujan bulanan selama 10 tahun yang telah melalui uji konsistensi
menggunakan metode F.J. Mock.
36
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
37
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
38
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
39
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
40
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
7) Penyiapan Lahan
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan
adalah 1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan
mesin, jangka waktu satu bulan dapat dipertimbangkan.
Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200 mm.
Ini meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah; pada awal
transplantasi akan ditambahkan lapisan air 50 mm lagi.
Angka 200 mm di atas mengandaikan bahwa tanah itu "bertekstur berat, cocok
digenangi dan bahwa lahan itu belum berair (tidak ditanami) selama lebih dari 2,5
bulan. Jika tanah itu dibiarkan berair lebih lama lagi, ambillah 250 mm sebagai
kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
termasuk kebutuhan air untuk persemaian.
8) Rotasi/Golongan
Rotasi adalah suatu sistem dimana pemberian air terhadap petak-petak
dilaksanakan secara bergiliran antara petak sekunder, tersier, dan kuarter
berangsur-angsur agar kebutuhan air pada lahan tersebut dapat tercukupi dengan
ketersediaan air yang ada.
Golongan merupakan suatu sistem yang membagi petak-petak sawah
berdasarkan awal periode atau permulaan pengerjaan sawah-sawah tersebut.
Petak–petak tersier yang termasuk dalam golongan yang sama akan mengikuti
pola penggarapan tanah yang sama; penyiapan lahan dan tanam akan dimulai pada
waktu yang sama. Kebutuhan air total pada waktu tertentu ditentukan dengan
menambahkan besarnya kebutuhan air di berbagai golongan pada waktu itu.
Dengan 8 faktor yang telah dijelaskan di atas, dapat dihitung kebutuhan air
irigasi untuk pertanian dengan menggunakan persamaan berikut:
41
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
NFR=Erc + P−ℜ+WLR
dimana:
NFR = kebutuhan air di sawah (Net Field Requirement)
Etc = koefisien tanaman
P = perkolasi
Re = hujan efektif
WLR = penggantian lapisan air (Water Layer Replacement)
Kebutuhan air pengambilan di bendung dihitung dengan menyertakan faktor
efisiensi sebagai berikut:
DR=NFR /eff
dimana:
DR = kebutuhan air di bendung (Diversion Requirement)
NFR = kebutuhan air di sawah (Net Field Requirement)
eff = efisiensi irigasi
Nilai efisiensi irigasi tanaman padi menurut Ditjen Pengairan (1984) berkisar
antara 55% untuk jaringan irigasi pada umumnya, dan 65 % untuk jaringan irigasi
yang airnya dipasok dari waduk. Sedangkan untuk palawija diperkirakan sekitar
50%.
42
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
ET = evapotranspirasi
P = perkolasi baik perkolasi vertikal ke bawah maupun perkolasi ke
samping
OS = air yang keluar dari petak sawah
43
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
infrastruktur sumber daya air, misalnya bendung irigasi, di mana satuan yang
kerap digunakan adalah banyaknya air yang tersedia pada satu satuan waktu,
misalnya juta meter kubik per tahun atau milimeter per hari. Untuk pengambilan
air yang terletak di bagian hulu dari DAS, neraca air sebaiknya dihitung atas dasar
ketersediaan air pada lokasi pengambilan air, bukan pada ketersediaan air di
seluruh DAS.
Neraca air berdasarkan kondisi di lapangan dapat bersifat surplus maupun
defisit. Kondisi yang dapat berubah-ubah mendorong kita agar dapat melakukan
pemanfaatan dan pembagian air sebijak mungkin.
Metode keseimbangan air terdiri dari pengukuran air yang masuk dan yang
keluar dari petakan terpilih. Keseimbangan air dapat ditulis dengan persamaan
berikut:
RN + IR+GI =DR+ GO+ ET + ∆ WD+ P
Dengan:
RN = Hujan
IR = Inflow air permukaan (irigasi)
DR = Outflow air permukaan (drainase)
GI = Lateral inflow air tanah dangkal
GO = Lateral outflow air tanah dangkal
ET = Evapotranspirasi
∆WD = Perubahan simpanan (storage)
P = Perkolasi
44
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.23 Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi (Sumber: KP Irigasi 01
PUPR)
45
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.24 Standar Sistem Tata Nama untuk Bangunan Air (Sumber: KP Irigasi 01
PUPR)
46
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.25 Sistem Tata Nama Petak dan Rotasi Kuarter (Sumber: KP Irigasi 01
PUPR)
Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang
terletak di antara kedua boks. misalnya (T1 - T2), (T3 - K1), (lihat Gambar
2-4).
Boks Tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum
jam, mulai dari boks pertama di hilir bangunan sadap tersier: T1, T2 dan
sebagainya
Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor
urut menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan
seterusnya menurut arah jarum jam.
Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum
jam, mulai dari boks kuarter pertama di hilir boks tersier dengan nomor urut
tertinggi: K1, K2 dan seterusnya.
Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dilayani tetapi dengan huruf kecil, misalnya a1, a2 dan seterusnya.
Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dibuang airnya, menggunakan huruf kecil diawali dengan dk, misalnya
dka1, dka2 dan seterusnya.
Saluran pembuang tersier, diberi kode dt1, dt2 juga menurut arah jarum jam.
47
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Gambar II.26 Contoh Sistem Tata nama Saluran Pembuang (Sumber: KP Irigasi 01
PUPR)
48
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
Biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang
ada dan garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.
Merah untuk sungai dan jaringan pembuang, garis penuh untuk jaringan
yang sudah ada dan garis putus-putus (----- - ----- - -----) untuk jaringan
yang sedang direncanakan.
Coklat untuk jaringan jalan.
Kuning untuk daerah yang tidak diairi (dataran tinggi, rawa-rawa).
Hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan desa dan kampung.
Merah untuk tata nama bangunan.
Hitam untuk jalan kereta api.
Warna bayangan akan dipakai untuk batas-batas petak sekunder, batas-batas
petak tersier akan diarsir dengan warna yang lebih muda dari warna yang sama
(untuk petak sekunder), serta semua petak tersier yang diberi air langsung dari
saluran primer akan mempunyai warna yang sama.
49
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
BAB III
KONDISI KALI SINDAPRAJA
50
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
BAB IV
KONDISI KALI SINDAPRAJA
51
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
BAB V
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN
52
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
VI.2 Saran
53
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
DAFTAR PUSTAKA
54
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150
SI-3131 Irigasi Dan Drainase
LAMPIRAN
55
Fadhlurrahman Ahmad Deoranto-15021150