Gambar 2.5. Tata Letak Darat dan Layout Dermaga (DLKr) ......................................... 31
Gambar 2.6. (a) Detail dan Ukuran Area Tangki Curah Air dan Bunkering (b) Area Curah
Kering Non-Food (c) Parking dan Office Area (d) Area General Cargo dan
Ro-ro (e) Area Curah Kering Food & Feed (f) Area Container ................. 33
Gambar 2.7. Tata Letak Darat dan Perairan (DLKr dan DLKp) ..................................... 33
Gambar 2.9. Peta Usulan Delineasi Kawasan Pelabuhan Tanjung Bulupandan .......... 37
Gambar 2.10. Peta Pembagian Kluster Industri Kawasan Pelabuhan Tanjung Bulupandan
................................................................................................................. 38
Tabel 2.1. Prakiraan Potensi Arus Barang di Pelabuhan Tanjung BuluPandan 2025-2040
..................................................................................................................... 8
Tabel 2.6. Batas Limit tinggi Gelombang Hs (m) Operasional Kapal di Pelabuhan ....... 10
Tabel 2.9. Persentase Kejadian Dari Setiap Arah Kecepatan Angin 2004-2013 ........... 20
Tabel 2.10. Proyeksi Kecepatan Angin Sesuai Dengan Periode Ulang Dilakukan Dengan
Menggunakan Pendekatan Weibull .............................................................. 21
Tabel 2.12. Omni Directional Wave Dan Periode Gelombang Untuk Kala Ulang Hingga 100
Tahun Di Tanjung Bulupandan (MBKG 2015) .............................................. 23
Tabel 2.16. Kebutuhan Dermaga Untuk Masing Komoditi Per Tahun ............................. 28
Tabel 2.18. Kebutuhan Fasilitas Penunjang Dan Kebutuhan Lahan Darat Pelabuhan ... 29
Tabel 2.19. Ketersediaan Panjang Dermga dan Luas Lahan Darat ................................ 31
Tabel 3.1. Curah Hujan Bulanan Kabupaten Bangkalan Tahun 2013 .......................... 41
Tabel 4.3. Asumsi-asumsi Tarif Pelayanan Peti Kemas (Container) ............................. 108
Tabel 4.4. Asumsi-asumsi Tarif Pelayanan Curah Kering (CK) ..................................... 108
Tabel 4.7. Prakiraan Biaya Pembangunan Pelabuhan Tanjung Bulupandan untuk Fasilitas
Sipil............................................................................................................... 110
Tabel 4.7. Prakiraan Biaya Pembangunan Pelabuhan Tanjung Bulupandan untuk Fasilitas
Apung ........................................................................................................... 110
Tabel 4.7. Prakiraan Biaya Pembangunan Pelabuhan Tanjung Bulupandan Tahap I... .112
Tabel 4.7. Prakiraan Biaya Pembangunan Pelabuhan Tanjung Bulupandan Tahap II... 113
Tabel 4.8. Skenario Pembangunan dan Pengeloaan Tnjung Bulupandan Dengan Skema
APBN............................................................................................................ 117
Tabel 4.10. Fungsi Serta Kesepahaman Berdasarkan Pola KPS .................................. 118
Tabel 4.11. Perbandingan Tiga Bentuk Skema Kerjasama Atas Dasar KPS ................. 119
Secara umum kondisi pelabuhan Tanjung Perak saat ini mengalami kejenuhan,
dicerminkan dari kapasitas pelabuhan peti kemas pada tahun 2009 adalah 2,4 Juta
TEU’s. Untuk mengatasi kejenuhan tersebut, dikembangkan pelabuhan-pelabuhan
lain disekitarnya untuk menambah kapasitas arus petikemas. Tahun 2013, dengan
adanya pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong, kapasitas Pelabuhan Tanjung
Perak menjadi 3-4 Juta TEU’s. Di sisi lain, prakiraan arus peti kemas sampai dengan
Selain itu, pengembangan potensi Madura dan Jawa timur memerlukan dukungan
pelabuhan sebagai pintu-pintu outlet ekonomi Madura. Dalam kerangka percepatan
pengembangan wilayah Suramadu, kegiatan ekonomi Madura dan juga wilayah Jawa
Timur didorong pada pengembangan bidang pariwisata, minapolitan, agropolitan dan
industri yang didukung dengan penguatan konektivitas melalui pengembangan
infrastruktur, salah satunya pengembangan pelabuhan.
Dalam pelaksanaan kegiatan kajian Masterplan ini tahapan dan pencapaian tujuan
dari ruang lingkup dapat ditunjukkan oleh gambar dibawah ini.
Sedangkan, keluaran (output) yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah :
i. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 92 Tahun 2011;
w. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 414 Tahun 2013 tentang Penetapan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
BAB I PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan ini berisikan tentang penjabaran mengenai latar belakang,
maksud dan tujuan, ruang lingkup pekerjaan, dan landasan hukum dan sistematika
penyusunan laporan.
Dalam bagian ini akan dipaparkan hasil analisis kebutuhan fasilitas untuk
pengembangan Pelabuhan Tanjung Bulupandan yang mencakup kebutuhan fasilitas
perairan, kebutuhan fasilitas daratan, dan kebutuhan utilitas pendukung lainnya.
Dari hasil analisis teknis yang telah dilakukan, diputuskan untuk pengembangan
Pelabuhan Tanjung Buluandan dilakukan menurut layout Alternatif 3. Beberapa
argumen pendukung antara lain:
i. Umur perencanaan
Pelabuhan Tanjung Bulupandan yang terdiri atas dermaga Container, dermaga
Curah Kering, Dermaga Curah Cair dan dermaga Konvensional Cargo dan Roro
direncanakan untuk umur operasi selama 50 tahun.
Tabel 2.1. Prakiraan Potensi Arus Barang di Pelabuhan Tanjung BuluPandan 2025-2040
Tahun
No Muatan Satuan
2025 2030 2040
1 Petikemas TEU/th 960,000 4,140,000 7,000,000
2 Curah Kering MT/th 14,900,000 23,000,000 35,000,000
3 Curah Cair MT/th 4,000,000 10,000,000 15,000,000
4 GC/ Roro MT/th 500,000 1,000,000 2,000,000
1. Kapal tanker dan bulk carrier didasarkan perhitungan ukuran utama pada
Determination of Regression Formulas for Main Dimensions of Tankers
and Bulk Carriers based on IHS Fairplay, Oleh Hans Otto Kristensen
(2012).
2. Kapal Petikemas, General Cargo dan Roro didasarkan pada Introduction:
Basic concepts of the analysis of the main dimensions, Study on
Standards for Main Dimensions of the Design Ship oleh Hironao
TAKAHASHI,Ayako www.nilim.go.jp
PETI KEMAS
DWT Loa Lpp B T
Ton m m m m
5,000 109.0 101.0 17.9 6.3
10,000 139.0 129.0 22.0 7.9
20,000 177.0 165.0 27.0 10.0
30,000 203.0 191.0 30.4 11.4
40,000 225.0 211.0 30.6 12.5
TANKER
DWT Loa Lpp B T
Ton m m m m
10,000 129.4 117.7 17.7 12.2
20,000 167.1 151.9 26.5 17.5
30,000 180.5 164.1 32.3 23.6
40,000 187.5 170.5 32.3 31.4
150,000 272.0 262.0 47.0 17.0
320,000 346.0 311.0 60.0 22.6
CURAH KERING
DWT Loa Lpp B T
Ton m m m m
10,000 122.5 111.3 19.4 6.3
20,000 153.8 139.8 23.9 6.5
30,000 183.0 166.3 32.3 9.9
40,000 187.5 170.5 32.3 10.9
GENERAL CARGO
DWT Loa Lpp B T
Ton m m m m
<1000 67.0 61.0 10.7 3.8
3,000 92.0 85.0 14.7 5.5
5,000 107.0 99.0 17.0 6.4
7,500 119.5 111.0 18.9 7.3
10,000 132.0 123.0 20.7 8.1
20,000 156.0 147.0 24.4 9.8
30,000 182.0 171.0 28.3 10.5
Tabel 2.6. Batas Limit tinggi Gelombang Hs (m) Operasional Kapal di Pelabuhan
Batas max Tinggi gelombang Hs
1 GC 1.0 0.8
Batasan nilai diatas berlaku secara umum untuk periode gelombang kurang dari 10
detik. Untuk periode gelombang lebih dari 10 detik maka criteria diatas perlu
dilakukan reduksi sekitar 75% waktu pelaksanaan. Sedangkan penjelasan arah
perambatan gelombang untuk head/stern on dan melintang 45 – 90 derajat terhadap
kapal dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Untuk mengurangi pengaruh periode gelombang yang lebih tinggi hanya akan
realistis dengan melakukan analisis tambat yang lebih rinci (dengan model numerik
atau model fisik). Oleh karena itu dalam studi master plan ini hanya akan
menggunakan kriteria gelombang di atas sebagai criteria operasi kapal (workability)
Berdasar pada referensi Spanyol dimana dibuat perbedaan antara tiga keadaan
spesifik kondisi dermaga yakni:
Kapal berlabuh
Bongkar/ muat penghentian operasi
Kapal diam di dermaga
Nilai-nilai pada Tabel diatas sesuai dengan nilai-nilai untuk memuat criteria
penghentian operasi di Pedoman Spanyol tersebut. Selain perbedaan antara head
sea dan beam sea gelombang oleh Thoresen dan negara-negara yang mengacu
pada Pedoman Spanyol beranggapan bahwa gelombang diasumsikan arah
longitudinal ketika bergerak membentuk arah ± 45° dengan sumbu longitudinal
kapal. Gelombang diasumsikan transversal ketika membentuk arah ± 45 ° dengan
sumbu transversal kapal.
Sedangkan untuk kecepatan angin berdasar pada Pedoman Spanyol adalah 22 m/s
dan batasan kecepatan arus adalah 0.7m/s untuk arus transversal dan 1.5 m/s
untuk arus longitudinal.
Sedangkan Bab VI – Pasal 10 tentang Penetapan luas daerah lingkungan kerja dan
daerah kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ditetapkan
dengan menggunakan pedoman teknis kebutuhan lahan daratan dan perairan untuk
rencana induk pelabuhan i.
Dalam bab yang sama pasal 11 dinyatakan Daerah lingkungan kerja pelabuhan dan
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
ditetapkan sebagai berikut:
( ) ( )
dengan:
A = Luas perairan sandar
n = Jumlah kapal yang tertambat
L = Panjang total kapal
dengan:
A = Luas perairan sandar
n = Jumlah kapal yang tertambat
R = Radius lingkaran = 4 x LOA (m)
L = Panjang kapal – LOA (m)
D = Kedalaman air (Draft kapal muatan penuh +2m)
dengan:
A = Luas perairan alur (m2)
Lc = Panjang alur
W = Lebar alur (m)
Lebar alur ditentukan berdasarkan standar sebagai berikut:
Alur Lurus 2L
Alur Belokan
d) Kolam Putar
Daerah perairan untuk kolam putar ditentukan dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
Panjang kapal
Kolam putar diasumsikan berbentuk lingkaran
Penentuan daerah perairan untuk kolam putar menggunakan pendekatan
formula sebagai berikut:
dengan:
A = Luas kolam putar (m2)
i. Musim
Sistem Musim Tropis Muson mewakili kondisi muism secara umum di wilayah
Indonesia. Terjadinya hujan adalah karena perbedaan tekanan massa udara antara
Asia dan Australia. Di Desember - Februari di belahan bumi Utara terjadi musim
dingin sementara di musim panas di belahan Selatan terjadi mengakibatkan pusat
tekanan tinggi di Asia dan pusat tekanan rendah di benua Australia. Hal ini
menyebabkan angin bertiup dari benua Asia ke Australia. Angin ini pada daerah
Selatan khatulistiwa yang dikenal sebagai Munson Barat Laut (Northwest Monsoon).
Sebaliknya pada bulan Juli-Agustus pukulan angina Munson Timur (East Monsoon).
Oleh karena itu pada bulan November-Maret adalah musim hujan dan di Mei-
September untuk adalah musim kemarau. Antara September hingga Oktober dan
April-Mei adalah musim pancaroba. Pola musim ini bdapat berubah jika ada
penyimpangan dalam sistem sirkulasi seperti gangguan tropis di Laut Cina Selatan
atau Barat Samudera Pasifik atau anomali global yang El Nino atau La Nina.
ii. Angin
Angin yang berhembus memberi efek munculnya gelombang datang dari Utara,
Timur Laut, Timur, Barat Laut dan Barat. Sementara angin bertiup dari daratan
(Southwest, Selatan dan Tenggara) tidak memberikan pengaruh terhadap
munculnya gelombang.
Data angin yang diperoleh adalah kecepatan angin pada interval per jam selama 10
tahun dari tahun 2004 sampai tahun 2013 sumber dari BMKG Surabaya.
Tabel 2.9. Persentase Kejadian Dari Setiap Arah Kecepatan Angin 2004-2013
Tabel diatas menunjukkan persentase kejadian dari setiap arah kecepatan angin.
Dari sekian banyak data angin yang ada, didapatkan bahwa 23% dengan kecepatan
kurang dari 1 knot . Kecepatan angin rata-rata adalah kecepatan yang paling
dominan dari 4-8 knot (53,61%) dan kecepatan dari 1-4 knot (24,05%). Dengan
persentase kejadian angin, dalam menggambarkan windrose sebagai berikut:
Data angin termasuk arah ekstrim, omni-directional parameter angin ekstrim U3h,
U1h, U1 / 2h, U1min dan Umax (3- jam, 1 jam, 30 menit, 1-min dan 3 detik untuk
embusan 10m di atas permukaan laut ) seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Masterplan Kawasan Pelabuhan Tanjung
Bulupandan Madura 21
Tabel 2.10. Proyeksi Kecepatan Angin Sesuai Dengan Periode Ulang Dilakukan Dengan
Menggunakan Pendekatan Weibull.
iii. Gelombang
Berdasarkan Tabel di bawah ini terlihat bahwa arah gelombang di Tanjung
Bulupandan didominasi oleh gelombang dari arah Timur 36,59%, arah Barat 26,80%
dan arah Barat laut 22,63%. Gelombang dari arah lain tidak siginificant. Tinggi
gelombang harian lebih dari 90% kurang dari 1 m. Tinggi gelombang signifikan di
Tanjung Bulu Pamndan disajikan dalam Gambar …
Dari Gambar 2.4 dan tabel 2.9 terlihat bahwa berdasarkan data seri 10 tahun, tinggi
gelombang signifikan di Tanjung Bulupandan adalah 95% dengan ketinggian
maksimum 1,5 m dan hanya 2% dengan tinggi gelombang lebih dari 1,5 m. periode
gelombang kurang dari 6 detik.
Tabel 2.12. Omni Directional Wave Dan Periode Gelombang Untuk Kala Ulang Hingga 100
Tahun Di Tanjung Bulupandan (MBKG 2015)
Di zona ini kegiatan utama yang dilakukan meliputi lalu lintas kapal keluar dan
masuk pangkalan, berputar dan manuver kapal di area kolam, dan
pengereman/ pemberhentian kapal. Fasilitas yang dibutuhkan meliputi:
Kriteria disain yang menentukan dalam perencanaan dermaga kapal adalah rencana
ukuran kapal, karakteristik kapal dan gerakan operasional kapal dalam pelabuhan.
Data bobot, jumlah kapal dan durasi kapal melaut digunakan untuk menentukan
dimensi kolam pelabuhan, sedang kedalaman kolam pelabuhan dan lebar serta
kedalaman alur pelayaran ditentukan berdasar ukuran kapal terbesar, seperti
terloihat pada table dibawah ini.
Untuk mendapatkan kolam pelabuhan dan area bongkar muat yang tenang
diperlukan adanya pemecah gemombang (breakwater) yang berfungsi untuk
melindungi area pelabuhan dari pengaruh gelombang. Hal ini diperlukan karena area
pelabuhan Tanjung Bulupandan berada di area laut yang terbuka sehingga sangat
rentan dari pengaruh gelombang terutama pada waktu gelombang besar baik pada
waktu musim angina Barat atau musim Timur. Pemecah gelombang yang dipasang
5. Zona Utilitas
Fasilitas yang terkait antara lain adalah:
Pembangikit Listrik
Pengolahan air bersih
IPAL
Telekomunikasi
Jaringan drainase dan limbah
Jaringan jalan dan KA
i. Dermaga
Dermaga merupakan fasilitas pangkalan kapal yang digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan berbagai kegiatan di dermaga, seperti mem-
bongkar muatan, pengisian bahan bakar dan bekal untuk melaut, dan menunggu
selama dermaga sedang penuh. Dimensi dermaga didasarkan pada ukuran kapal
yang bertambat. Data ukuran dan jumlah kapal digunakan untuk menentukan
panjang dermaga. Jumlah kapal yang berlabuh di pelabuhan dihitung dengan
menjumlahkan hasil perkalian antara jumlah kapal dan frekuensi trip.
Berdasarkan arus barang yang diperkirakan per tahun seperti disampaikan dalam
bab sebelumnya maka panjang dermaga yang dibutuhkan dan tingkat utilitas
dermaga dapat dilihat di table dibawah ini untuk masing-masing jenis komoditi:
Kebutuhan area lapangan, gudang, stock pile serta area tangka timbun dapat
digambarkan dalam table dibawah ini.
Tabel 2.18. Kebutuhan Fasilitas Penunjang Dan Kebutuhan Lahan Darat Pelabuhan
TAHUN
FASILITAS URAIAN SATUAN
2025 2030 2040
Pemadam Kebakaran Ha 0.06 0.06 0.06
Power Plant Ha 10 10 10
IPAL Ha 8 8 8
FAS POKOK LAIN Pengelolaan Air Bersih Ha 2 2 2
Bukering Ha 10 10 10
TOTAL FAS KOK LAIN Ha 30 30 30
TOTAL FAS POKOK PELAB Ha 125.28 252.27 392.99
kawasan perkantoran; Ha 0.25 0.25 0.25
fasilitas telekomunikasi; Ha 0.10 0.10 0.10
instalasi air bersih, Ha 4.00 4.00 4.00
areal pengembangan pelabuhan; Ha 250.00 250.00 250.00
tempat tunggu kendaraan bermotor; Ha 10.00 10.00 10.00
kawasan perdagangan & Komersial Ha 350.00 350.00 350.00
FAS PENUNJANG
kawasan industri Ha 400.00 400.00 400.00
fasilitas umum lainnya. Ha 75.00 75.00 75.00
RTH Ha 300.00 300.00 300.00
Perumahan Ha 100.00 100.00 100.00
R&D dan Inovasi Ha 2.00 2.00 2.00
TOTAL PENUNJANG Ha 1491.35 1491.35 1491.35
instalasi listrik Ha 5 5 5
jaringan jalan dan rel kereta api; Ha 25 25 25
UTILITAS
jaringan air limbah, drainase, dan sampah; Ha 10 10 10
TOTAL UTILITAS Ha 40.00 40.00 40.00
TOTALKEBUTUHAN LAHAN DARAT Ha 1656.63 1783.62 1924.34
Fasilitas darat dan perairan Tata letak pelabuhan Tanjung Bulupandan dapat
digambarkan sebagai berikut. Tata letak darat dan layout dermaga (DLKr) dapat
dilihat pada gambar 2.5 sedang untuk tata letak fasilitas perairan dan darat (DLKp)
dapat dilihat pada gambar 2.6.
Pada Gambar 2.5.,tata letak fasilitas darat dan dermga diketahui bahwa
ketersediaan lahan darat dan dermaga telah mencukupi kebutuhan operasi
pelabuhan sesuai dengan prakiraan arus barang yang direncanakan, seperti terlihat
pada table berikut ini:
Untuk mendapat lahan darat tersebut diatas dan area pelabuhan maka diperlukan
pengurugan. Berdasarkan elevasi bangunan pelabuhan disekitar lokasi, maka
elevasi bangunan diasumsikan +4.5 m dari LWS. Untuk mendapatkan elevasi ini
maka diperlukan pengurugan/ reklamasi dengan sumber bahan reklamasi dari tanah
hasil kerukan kolam pelabuhan sampai dengan -14 m LWS dan tanah dari luar area
pelabuhan. Kebutuhan tanah urugan reklamasi diperkitakan sebesar 35,326,120 m3
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 2.6 (a) Detail dan Ukuran Area Tangki Curah Air dan Bunkering (b) Area Curah Kering
Non-Food (c) Parking dan Office Area (d) Area General Cargo dan Ro-ro (e) Area Curah Kering
Food & Feed (f) Area Container
Gambar Detail dan Ukuran Area Tangki Curah Air dan Area C
Gambar 2.7. Tata Letak Darat dan Perairan (DLKr dan DLKp)
• areal pelabuhan: jenis pelabuhan peti kemas yang melayani distribusi barang
jenis curah kering dan cair, serta kontainer dalam skala yang besar
• kawasan industri dan pergudangan: kegiatan yang dikembangkan merupakan
jenis industri penunjang pelabuhan, yaitu industri berbasis manufaktur, industri
pangan/pakan, industri non pangan/pakan (semen, pupuk, bahan konstruksi,
pengolahan tambang, dll), serta industri minyak dan produk kimia cair
• kawasan perdagangan dan jasa: kegiatan yang dikembangkan merupakan
kegiatan perdagangan dan jasa pendukung pelabuhan dan industri, serta fungsi
perumahan. Kegiatan ini dapat berupa kegiatan komersial yang dapat menjadi
kutub pertumbuhan baru karena lokasinya yang strategis dekat dengan
pelabuhan. Kawasan ini dapat berupa pertokoan deret, perkantoran swasta,
maupun fasilitas umum
• kawasan perumahan: kegiatan permukiman yang diprioritaskan bagi pekerja
pelabuhan dan industri, dapat berupa perumahan formal dengan jenis rumah
kopel, rumah deret, rumah susun, atau rumah dinas karyawan. Perumahan ini
diarahkan dekat dengan fungsi industri dan perdagangan jasa
• Kawasan konservasi dan RTH: merupakan kawasan penyeimbang kawasan
terbangun berupa fungsi konservasi dan ruang terbuka hijau, berupa sempadan
pantai, sempadan sungai, taman lingkungan, jalur hijau, serta RTH privat yang
dikembangkan di zona industri, perumahan serta perkantoran dan perdagangan
jasa. RTH berperan sebagai barrier antara zona industri dan perumahan.
Kluster Industri yang akan direncanakan pada Kawasan Pelabuhan Tanjung Bulupandan:
Berdasarkan studi komparasi dari kawasan pelabuhan dan Industri yang telah
berkembang diprediksikan kebutuhan energy listrik adalah sebesar 200 MW yang
terdiri atas 100 MW untuk aktivitas pelabuhan dan 100 MW untuk kawasan indutsri
dan penunjang.
Secara umum sumber pembangkit tenaga listrik pada Kawasan Industri diperoleh
beberapa sumber, yaitu:
Rencana jaringan listrik di Kawasan Pelabuhan dan Industri Tanjung Bulu Pandan,
yaitu:
Sistem distribusi tenaga listrik, terdiri dari gardu induk, jaringan distribusi primer,
gardu pembagi, serta jaringan distribusi sekunder. Masing-masing sistem
jaringan tersebut memiliki beban jaringan serta luas pelayanan yang berbeda-
beda. Sehingga pada prosesnya nanti, akan ditentukan kegiatan apa saja yang
lebih membutuhkan beban listrik yang besar, sehingga proses pengaturan listrik
akan lebih terjamin.
Keadaan udara secara umum ditampilkan sebagai data iklim, curah hujan di wilayah
Kabupaten Bangkalan menampakkan keadaan musim sebagaimana karakteristik
daerah wilayah lain yang mempunyai daerah dataran rendah dan dekat pantai. Data
curah hujan dan hari hujan Kabupaten Bangkalan tahun 2013 dapt dilihat pada
Tabel 2.20 dan 2.21. Sedangkan iklim di kecamatan Kalmpis beriklim tropis, curah
hujan di tahun 2014 sebesar 1051 mm dengan banyak hari hujan 65 hari dan rata-
rata hujan 16,17 mm/hari. Curah hujan banyak terjadi di bulan Januari dan terendah
di bulan Oktober seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.22.
Seksi Rata-
No. Pengairan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember rata
1 Bangkalan 158 52 154 191 141 14 7 - 52 149 131 251 108.33
2 Socah 316 112 156 303 196 19 23 - 30 54 209 389 150.58
3 Burneh x x x x x x x x x x x 317 26.42
4 Kamal 26 18 29 16 7 2 - - - 10 18 36 13.5
5 Arosbaya 425 215 323 364 186 79 60 - - 230 171 540 216.08
6 Labang x x x x x x x x x x x x
7 Sukolilo 111 84 211 182 129 14 - - 7 7 99 246 90.83
8 Tragah 293 102 150 535 347 45 25 - 50 30 237 334 179
9 Klampis 114 33 56 105 49 42 4 - 9.5 33.5 49.5 147.5 53.58
Tanah
10 Merah 270 60 240 340 240 30 60 - - 40 190 230 141.67
11 Kwanyar x x x x x x x x x x x x
12 Geger 308 115 196 225 100 - 59 - 2 127 178 240 129.17
13 Tj. Bumi 106 34 70 45 69 - - - - 30 101 95 45.83
14 Sepulu 261 117 128 219 33 10 - - - 60 197 237 105.17
15 Dupok 347 286 273 - 31 5 34 - - 86 175 298 127.92
16 Galis 145 107 268 143 213 - 17 - - 87 266 187 119.42
17 Konang 112 49 257 478 192 - - - - 98 249 166.5
18 Blega 291 178 465 213 x x x x x x x 220 113.92
Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Masterplan Kawasan Pelabuhan Tanjung Bulupandan Madura 41
Tabel 2.21 Hari Hujan Kabupaten Bangkalan Tahun 2013
Hari
Seksi Hujan/
No. Pengairan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Tahun
1 Bangkalan 20 8 13 18 15 4 3 - 2 11 15 17 126
2 Socah 14 9 14 13 6 2 1 1 2 2 2 12 78
3 Burneh x x x x x x x x x x x 12 12
4 Kamal 17 17 17 11 9 2 - 4 - 3 13 18 111
5 Arosbaya 19 9 13 12 8 2 2 - - 9 9 16 99
6 Labang x x x x x x x x x x x x 0
7 Sukolilo 11 8 18 11 5 1 - - 1 2 6 14 77
8 Tragah 15 6 8 15 13 2 2 - 3 1 11 11 87
9 Klampis 13 6 9 10 7 5 1 - 1 4 8 15 79
Tanah
10 Merah 12 4 10 14 9 1 2 - - 2 11 10 75
11 Kwanyar x x x x x x x x x x x x 0
12 Geger 16 10 8 13 6 - 2 - 1 9 13 15 93
13 Tj. Bumi 22 11 15 6 5 - - - - 3 7 5 74
14 Sepulu 14 5 8 5 2 1 - - - 3 7 10 55
15 Dupok 11 10 11 - 4 1 1 - - 6 10 19 73
16 Galis 12 12 12 13 15 - 1 - - 5 20 15 105
17 Konang 10 4 11 12 8 - - - - 5 15 15 80
18 Blega 12 7 14 5 x x - - - x x 6 44
Kedung
19 dung 12 8 10 7 3 2 2 - - - 7 11 62
Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Masterplan Kawasan Pelabuhan Tanjung Bulupandan Madura 42
Tabel 2.22 Rata-rata curah hujan Kecamatan Klampis Tahun 2014
Curah Rata-rata
Hujan Curah Hujan
No Bulan (mm) Hari Hujan (mm/hari)
1 Januari 673 15 44,87
2 Februari 77,55 9 8,62
3 Maret 30,5 5 6,10
4 April 90 9 10,00
5 Mei 47 6 7,83
6 Juni 34 4 8,50
7 Juli 17,5 2 8,75
8 Agustus 0 0 0,00
9 September 0 0 0,00
10 Oktober 0 0 0,00
11 November 20 4 5,00
12 Desember 61,5 11 5,59
Jumlah 1051,05 65 16,17
Kebutuhan air bersih diperoleh dari sumber air bersih alami yang berada di sekitar
wilayah perencanaan terutama pemanfaatan sumber air permukaan seperti sungai
dan sumber air yang ada, jika dirasa kurang dapat dilakukan dari air laut melalui
proses reverse osmosis. Kebutuhan air bersih berdasarkan pedoman menteri
perindustrian dan perdagangan ditentukan melalui pemenuhan kebutuhan untuk
setiap hektar wilayah kawasan pelabuhan dan industri. Adapun standar pemenuhan
kebutuhan air bersih khusus untuk kawasan pelabuhan dan industri adalah sebesar
0,55-0,75 liter/detik untuk setiap hektar. Kebutuhan air bersih untuk masing-masing
kegiatan atau kapling di kawasan pelabuhan dan industri Tanjung Bulupandan
adalah sebesar 350 lt/dt/Ha, dimana pemenuhan kebutuhan air bersih ini
mengandalkan sumber air bersih alami dengan memanfaatkan sungai, air artesis dan
jika diarsa kurang dilakukan pengelolaan air laut menjadi air tawar melalui proses
reverse osmosis.
Kapasitas sumber air baku dapat dilihat pada Tabel 2.23. Lokasi Sumber Mata Air
dan Air Permukaan di Kabupaten Bangkalan dapat dilihat pada Gambar 1. Dari
Gambar 2.11 dapat dilihat sumber yang dekat dengan Lokasi Pengembangan
Pelabuhan Tanjung Bulupandan adalah Sumber Karang Asem, Sumber Duwek dan
Sumber Payung. Ketiga sumber ini sudah dimanfaatkan oleh PDAM, pengairan untuk
irigasi dan sebagai sumber air bersih untuk warga sekitarnya, sehingga tidak dapat
digunakan sebagai sumber air.
Dari Tabel 2.23 dapat dilihat bahwa sumber yang potensi digunakan sebagai sumber
air adalah Sungai Pocong. Sungai ini mempunyai kapasitas 3.236 L/det dan baru
dimanfaatkan sebesar 70 L/det. Hanya saja lokasi Sungai Pocong cukup jauh dari
lokasi pengembangan, sehingga memerlukan pipa transmisi yang panjang dan perlu
pompa yang besar.
Alternatif lain yang dapat dimanfaatkan adalah air laut. Air laut didesalinisasi untuk
dimanfaatkan sebagai sumber air baku.
TANJUNGBUMI
KLAMPIS SEPULU
SUMBER DUWEK
SUNGAI
TAMBENGAN
AROSBAYA
BURNEH
KONANG
TANAH MERAH
SOCAH
GALIS
TRAGAH
LABANG
KAMAL BLEGA
KWANYAR
MODUNG
GRESIK
SELAT MADURA
SURABAYA
Daerah pelayanan meliputi 10 desa seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.24.
Daerah pelayanan terdiri dari pelabuhan seluas 500 ha, wilayah industri, pertokoan
dan perdagangan 782 ha dan pengembangan permukiman 100 ha.
Proyeksi kebutuhan air dapat dilihat pada Tabel 2.25. Kebutuhan hari maksimum
merupakan kebutuhan sumber air. Dari Tabel 2.25 hasil proyeksi kebutuhan air
diperoleh kebutuhan sumber air sebesar 960 L/det. Berdasarkan Studi Kelayakan
dan DED Penyediaan air minum Kabupaten Bangkalan, maka sumber air yang
digunakan adalah air sungai Pocong dan IPA akan dibangun di IPA Tangkal.
Kapasitas IPA di dalam studi kelayakan diperhitungkan untuk luas lahan industri yang
lebih kecil dari pada rencana pengembangan Kawasan Pelabuhan dan Industri
Tanjung Bulu Pandan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pembangunan, pada
tahap Detailed Engineriing Disign (DED), perlu dilakukan penyesuaian kebutuhan air
dan kapasitas pengolahan air bersih.
Tahun Proyeksi
No. Uraian Satuan 2016 2025 2030 2040
Domestik
1 Jumlah Penduduk Jiwa 23.590 23.590 50.000 100.000
Kebutuhan Air L/org.hari 120 120 120 120
Tingkat Pelayanan % 0 100 100 100
Kebutuhan Air
Domestik L/det 0 32,8 69,4 138,9
Non Domestik
2 Pelabuhan ha 0 500 500 500
kabutuhan Air L/det.ha 0 0,6 0,6 0,6
Tingkat Pelayanan 30 50 100
Kebutuhan air
pelabuhan L/det 90 150 300
3 Industri
Luas Area ha 0 0 300 600
Kebutuhan Air L/det.ha 0,6 0,6 0,6 0,6
Kebt Air Industri L/det 0 0 180 360
Kebutuhan hari
maksimum L/det 199,4 624,4 1221,5
Pada tahap I dibangun IPA dengan kapasitas 600 L/det. Pada Tahap Kedua
dibangun Pengembangan IPA dengan kapasitas 600 L/det, sehingga total kapasitas
IPA menjadi 1200 L/det. Kebutuhan luas lahan untuk reservoar di lokasi
pengembangan Tanjung Bulu Pandan diperhitungkan untuk kebutuhan pelayanan
secara serentak maksimum 4 jam, maka volume reservoir adalah 600 L/det * 4*
60*60 = 8.640 m3. Jika kedalaman reservoar 3 m, maka luas permukaan reservoar
adalah: 2.880 m2. Luas yang sama dibutuhkan untuk reservoar pada pembangunan
tahap ke dua. Maka total luas lahan yang dibutuhkan adalah: 5.760 m 2. Kebutuhan
lahan untuk rumah pompa dan rumah jaga, lahan perlindungan reservoar di
sekelilingnya, maka lahan untuk reservoir diperlukan seluas minimum 1 ha.
Pembagunan IPA menggunakan sumber air Sungai Pucung, dimana instalasi IPA
dibangun di lokasi di dekat sumber, seperti yang telah direncanakan pada Studi
Kelayakan dan Pengembangan Air Minum Kabupaten Bangkalan.
Untuk pekerja industri, kebutuhan air merupakan kebutuhan air domestik yang
telah disesuaikan dengan kebutuhan pekerja pabrik. Adapun kebutuhan air
tersebut adalah 60 liter/pekerja/hari.
Untuk proses industri, kebutuhan air diklasifikasi berdasarkan jenis industrinya.
Apabila data industri yang diperoleh adalah data luas lahan areal industri maka dapat
menggunakan Kriteria Perencanaan Air Baku yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Cipta Karya (1994) sebagai berikut:
Kebutuhan suplai air bersih utama diambil dari sistem jaringan pipa-pipa sambungan
dari sumber air setempat dan pelayanan PDAM. Suplai air dari kedua sumber utama
ini ditampung lebih dahulu di dalam reservoir-reservoir atas dan bawah di dalam
kawasan, dan selanjutnya didistribusikan dengan sistem gravitasi dan pemompaan
melalui pipa-pipa distribusi ke masing-masing unit bangunan atau blok bangunan
yang ada, termasuk pemakaian di luar bangunan. Secara umum, sistem distribusi
dengan reservoir yang dapat digunakan ada dua alternatif, yaitu dengan sistem
terpusat dan tersebar. Pada sistem terpusat, penempatan reservoir sedemikian rupa
sehingga mampu melayani semua unit yang membutuhkan.
Metoda Hardy Cross, karena diperlukan keseimbangan debit dan tekanan dalam
keseluruhan sistem jaringan (akibat digunakan sistem jaringan tertutup)
Rumus Hazen William, untuk perhitungan keseimbangan aliran air dalam pipa
Rumus Grafik Moody, untuk menentukan koefisien gesekan pipa dan koefisien
kehilangan tenaga
Sistem penyediaan air bersih biasanya dirancang sedemikian agar pada alat-alat
perpipaan dapat disediakan tekanan air sebesar minimum 1,0 kg/cm2 (Morimura,
1986); atau, tekanan dasar sebesar 300 KN/m2 untuk ketinggian 30 m, dan setiap
ketinggian 1 m memberikan tekanan statis sebesar 9,81 KN/m2, yang dapat pula
digunakan pada bangunan dengan ketinggian perlantainya + 2,93 m (Davidson,
1975)
Jaringan perpipaan tersebut secara vertikal dipasang pada shaft khusus/shaft basah
(pada bangunan bertingkat) dan/ atau ditanam di dalam dinding. Sedangkan
pemasangan secara horisontal diletakkan di bawah lantai atau tanah. Cara
penempatan jaringan tersebut, baik reservoir maupun jaringan perpipaannya,
mempertimbangkan beberapa kriteria, yaitu: memungkinkan untuk penambahan
jaringan, penyebaran yang merata ke seluruh blok/unit pemakaian, dan pemasangan
dan perawatan yang mudah.
Pencemaran yang umumnya ada pada air permukaan dalam hal ini embung antara
lain CO2 Agresif, warna yang berasal dari zat organic (mikroalgae) dan zat organik,
bau, rasa (besi), nitrit, nitrat dan ammonium (dari sampah domestik). Untuk mengolah
air baku tersebut akan dibangun Water Treatment Plan (WTP) dengan sistem
pengolahan lengkap, reservoir distribusi dan jaringan distribusi. WTP akan dibangun
berdekatan dengan sungai karena sebagai pengolah air baku, WTP harus dekat
dengan sumber air, yaitu sungai. Hal tersebut bertujuan untuk memperpendek jarak
pipa distribusi yang menghubungkan WTP dengan sungai guna menghemat biaya.
Sistem yang akan dikembangkan dalam penyediaan air bersih di kawasan industri
adalah sebagai berikut:
Pipa transmisi untuk mengalirkan air baku dari lokasi sumber ke WTP
Unit pengolahan air minum dengan sistem pengolahan lengkap
Reservoir distribusi, untuk menampung air yang telah diolah untuk selanjutnya
didistribusikan ke masing-masing sambungan industri dan sambungan langsung
Adapun sistem pengolahan yang akan dilakukan untuk menurunkan kadar pencemar
yang ada pada air permukaan (danau) tersebut adalah pengolahan lengkap yaitu
terdiri dari bangunan penangkap air (intake),aerasi, koagulasi flokulasi, sedimentasi,
filtrasi, desinfeksi atau secarakeseluruhan merupakan proses yang terjadi pada
IPAM. Fungsi-fungsi unit pengolahan tersebut adalah :
Unit Flokulasi yaitu unit pengolahan yang diterapkan berpasangan setelah unit
koagulator, baik diterapkan secara terpisah ataupun dalam satu bagian. Fungsi
dari flokulator ini adalah membentuk gumpalan-gumpalan flok.
Sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel flokulen yang tidak
sempat terendapkan pada pengolahan sebelumnya. Unit pengolahan ini yang
berfungsi untuk penyempurnaan kadar-kadar kontaminasi seperti bakteri, warna,
bau, Fe & Mn sehingga diperoleh air bersih yang memenuhi ketetapan kualitas
air bersih.
Filtrasi berfungsi memisahkan air dengan kotoran yang tersuspensi, koloidaldan
bakteri yang dikandungnya serta perubahan karakteristik kimia air.Bahan yang
digunakan bahan yang berpori yaitu pasir karena mudah didapat, harga relative
murah, tidak melapuk/terurai. Media penyangga yangdigunakan adalah kerikil.
Sistem filtrasi yang digunakan adalah saringan pasircepat (rapid sand filter).
Bak desinfeksi berfungsi sebagai bak proses pembubuhan desinfektan
untukmembunuh kuman penyakit sehingga air aman untuk dikonsumsi,
Instalasi ini direncanakan melayani kawasan Kaki Jembatan Madura dan Kawasan
Pelabuhan dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Proses pengolahan limbah yang akan diterapkan dalam kawasan pelabuhan dan
industri yakni dengan cara pembuatan satu buah IPAL seluas 15 Ha di kawasan
pelabuhan dan industri. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pencemaran di lingkungan
sekitar kawasan pelabuhan dan industry selain juga memenuhi peraturan
perunfdangan yang berlaku baik secara nasional maupun internasional, bahwa
kawasan pelabuhan dan industry harus memiliki system pengolahan limbah mandiri.
Adapun unit-unit yang akan dibuat dalam sistem pengolahan limbah ini yakni:
Sump Pit
Bak Equalisasi
Bak Koagulasi
Bak Flokulasi
Air limbah (sewerage) adalah air limbah yang dihasilkan dari kegiatan non industri,
seperti perumahan dan fasilitas umum dan ekonomi lainnya. Namun demikian,
secara umum besar limbah yang dihasilkan diperkirakan sebesar 17.979.203
liter/detik (80 % dari total kebutuhan air bersih). Adapun karakteristik limbah yang
dihasilkan meliputi:
Proses pengolahan air limbah pelabuhan dan industri ini menggunakan pengolahan
secara fisik, kimia dan biologi dengan tujuan agar kualitas air buangan tersebut bisa
menurun sampai memenuhi standar yang ditentukan sehingga tidak menimbulkan
pencemaran pada perairan umum. Ada pun unit-unit yang akan dibuat dalam
instalasi pengolahan air limbah tekstil ini adalah sebagai berikut:
1. Sump Pit
Sump pit merupakan suatu lubang yang sengaja dibuat untuk mengumpulkan air
limbah dari sumbernya. Bila lubang ini terisi penuh maka secara otomatis pompa
di dalamnya akan menyala dan menaikkan air ke bak berikutnya.
2. Bak Equalisasi
Pada bak ini dilakukan pencampuran merata antara koagulan dan air limbah
yang diolah. Penambahan koagulan ini ditujukan untuk mendestabilkan partikel
terutama partikel koloid yang tidak dapat mengendap sebagai partikel distrik.
Koagulan ini terdiri dari koagulan utama dan koagulan pembantu. Koagulan yang
diberikan dapat berupa sintetis dan alamiah. Untuk koagulan alamiah misalnya
biji kelor sedangkan koagulan sintetis yang banyak dijual di pasaran adalan PAC,
tawas, dan garam besi.
Proses ini berlangsung apabila bikarbonat dalam air cukup. Bila berkurang maka
harus ditambahkan agar reaksi alum terjadi. Alkalinitas dapat berupa kapur mati,
atau terhidrasi berupa kalsium hidroksida. Jangkauan pH untuk tawas ini adalah
4,5 – 8.Pengoperasian sistem koagulasi yang akan diterapkan adalah dengan
cara menerjunkan air dari unit sebelumnya. Larutan tawas juga dijatuhkan dari
ketinggian yang sama. Dengan demikian diharapkan terjadinya aliran turbulen
yang mengaduk air dengan larutan tawas. Campuran ini akan melalui pipa masuk
ke dalam bak koagulasi. Di dalam pipa ini juga terjadi aliran turbulen.
Bak flokulasi dibuat untuk membentuk gumpalan (flok) yang lebih besar agar
mudah diendapkan di dalam bak pengendap. Pengadukan direncanakan
dilakukan secara mekanik dengan motor pengaduk (mixer).
c. Bak Aerasi
Bak aerasi berfungsi untuk mengolah air limbah secara biologi yaitu melalui
aktivitas mikroorganisme untuk menurunkan kadar organik yang terlarut
dalam air buangan. Dalam unit ini diperlukan suplay oksigen. Suplay oksigen
ini diberikan melalui nozzle yang terdapat pada pipa yang ditempatkan di
dasar bak. Pemberian oksigen pada air limbah ini dimaksudkan untuk
menumbuhkembangkan mikroorganisme secara alamiah terdapat di dalam
bak aerasi ini. Dengan adanya mikroorganisme diharapkan dapat
menguraikan zat-zat organik menjadi sel-sel mikroorganisme yang baru dan
produk akhir yang lebih sederhana seperti CO2, H2O, NH3.
d. Bak Pengendap II
A. Kapasitas Pengolahan
Pada perencanaan ini diasumsikan air limbah berasal dari kegiatan domestik.
Sehingga karakteristik air limbah sama dengan karakteristik air limbah domestik
sebagai berikut:
- COD = 500 mg/L
- BOD = 350 mg/L
- TSS = 100 mg/L
Skema Instalasi Pengolahan Air Limbah dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Sumber Air
Limbah 165 L/det Bak Ekualisasi Oxidation Ditch Bak Pengendap Badan Air
Pemanfaatan
Bak Pengering Lumpur
Lumpur
Persentasi Penyisihan COD dan BOD di bak ekualisasi diperhitungkan sebesar 30%,
karena waktu tinggal 4 jam memberi kesempatan kepada mikroorganisma untuk
menyisihkan bahan organik. Konsentrasi Efluen bak ekualisasi untuk COD sebesar
350 mg/L dan BOD sebesar 245 mg/L.
Bak Equalisasi:
Oxidation Ditch
- Kriteria OD:
o MLSS: 3 000-4 000 mg/L
o F/M rasio: 0,03-0,05
o Kedalaman reaktor: 1-5 m
o HRT: 10 -36 hari
o Tidak memerlukan Bak sedimentasi pertama
o Pengoperasian lebih mudah
- Kapasitas Pengolahan Kawasan Pelabuhan 150 L/det dan kawasan industri
260 L/det.
o BOD in OD = 350 mg/l
o TSS in OD = 100 mg/l
o BOD = 70 %
o TSS = 60 %
Q Y c So S
Vr =
X 1 kd c
Kebutuhan oksigen :
Y 0,5
- Y obs = 0,33 g/g
1 kd.c 1 0,05.10
- Px = Yobs. Q (So-S)
= 574 kg /hari
- Kg O2/hari = Q(So-S)/f
- Kg O2/hari = 1305 Kg O2 per hari
Bak Pengendap
Kriteria desain
Perencanaan :
Kriteria Desain:
Perhitungan :
Kebutuhan Luas lahan untuk IPAL di kawasan pelabuhan seluas 16.193 m2 dan
kawasan industri 23.749 m2. Ditambah dengan kebutuhan lahan untuk bangunan
penunjang dan jalur hijau, maka luas lahan yang dibutuhkan sebesar: 19.431 m 2 (2
ha) dan untuk kawasan industri seluas 28.499 m2 (3 ha).
Pengelolaan Sampah
Menurut UU No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, ada dua hal penting
yang dibagi menjadi:
a. Pengurangan sampah
b. Penanganan sampah yang terdiri dari wadah di sumber, pengumpulan, tempat
penampungan sementara (TPS), pengangkutan dan pemrosesan akhir
sampah (TPA).
Pengurangan sampah yang dapat dilakukan adalah mengurangi timbulan sampah
dengan menggunakan bahan baku seefisien mungkin ataupun menggunakan bahan
berulang kali. Setelah menjadi sampah dilakukan pemilahan mulai dari sumber
sampah. Tahap selanjutnya pengumpulan secara terpisah dan di kumpulkan ke TPS.
a. Wadah Sampah
Kawasan pelabuhan dan industri menyediakan wadah sampah yang sudah terpilah,
minimal 3 macam yaitu: sampah yang dapat dijual sebagai barang bekas, sampah
yang dapat dikomposkan dan residu, dibedakan dengan warna seperti Gambar 2.17.
a. Wadah
Wadah harus diberi label dan simbol sesuai dengan sifat limbah, seperti
Gambar 2.20.
Kriteria Wadah/Kemasan:
b. Pengumpulan
Pengumpulan harus dilakukan sesuai dengan tata cara pengumpulan yang ada di
PP no 101 tahun 2014.
o bangunan;
o tangki dan/atau kontainer;
o silo;
o tempat tumpukan limbah (waste pile);
o waste impoundment; dan/atau
o bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
o desain dan konstruksi yang mampu melindungi Limbah B3 dari hujan dan
sinar matahari;
o memiliki penerangan dan ventilasi; dan
o memiliki saluran drainase dan bak penampung.
Sistem ini merupakan bagian dari setiap unit bangunan, yang terdiri dari:
Sistem fire alarm (bekerja melalui alat deteksi asap, alat deteksi nyala api
atau alat deteksi panas)
Sistem fire hydrant (menggunakan bahan pemadam api dari air)
Sistem fire extinguisher (menggunakan bahan pemadam api yang terbuat
dari busa, CO2, gas Halon atau powder/dry chemical)
Sistem ini berupa fire hydrant yang dipasang pada tempat-tempat terbuka berupa
"standpot" yang dihubungkan dengan pipa induk jaringan air bersih. Untuk
Untuk menentukan jumlah dan titik hydrant gedung menggunakan acuan SNI
(Standar Nasional Indonesia) dan NFPA (National Fire Protection Association)
sbb:
Ruang terbuka hijau yang diperlukan seluas 10% dari kawasan, yaitu sebeasar 180
ha. Ruang terbuka hijau dapat direncanakan di tepi sepanjang jalan atau sebagai
pembatas jalan, di sekitar IPAL, sekeliling kawasan sebagai green barier untuk
memisahkan kawasan dari lingkungan di sekitarnya.
Tidak semua lahan di sebuah kawasan industri digunakan untuk bangunan pabrik
atau sarana komersial lainnya. Lahan diluar bangunan, juga disediakan bagi fasilitas
umum dan fasilitas sosial, juga disediakan untuk pertamanan (landscape). Fungsi
pertamanan ini antara lain :
Green belt; dapat diartikan sebagai sabuk hijau, berfungsi untuk melindungi dan
membatasi beberapa area di dalam kawasan. Area yang ditentukan sebagai
green belt adalah sekeliling batas kawasan perencanaan, berupa penanaman
pohon tertentu sejarak sekitar 10 meter dari batas kawasan.
Selain itu juga ditentukan disisi sepanjang pantai dan sungai untuk melindungi
badan pantai dan sungai sejarak 50 meter dari kiri dan kanan kawasan
perencanaan. Juga ditempatkan di beberapa bagian kawasan perencanaan
terutama pada tanah-tanah yang mempunyai kemiringan yang cukup tinggi.
Green area; merupakan area yang diperuntukan bagi penghijauan atau taman
dan tidak diperuntukkan bagi bangunan. Green area dapat berupa taman
bermain, ruang terbuka maupun area-area tertentu yang dipandang perlu
direncanakan.
Secara lebih detail, pembagian ruang terbuka di Kawasan pelabuhan dan industri
Tanjung Bulupandan dapat dijelaskan sebagai berikut:.
Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Masterplan Kawasan Pelabuhan Tanjung
Bulupandan Madura 75
A. Ruang Terbuka di Dalam Kawasan Industri
Rencana pertamanan akan meliputi, jalur jalan, boulevard jalan, ruang terbuka hijau
untuk kepentingan umum, dsb. Usulan pengaturannya adalah sebagai berikut:
1) Keliling Tapak
Penghijauan di sekeliling tapak dimaksukan sebagai pembatas luar dengan
dalam tapak. Penaman pohon untuk area ini dibedakan antara tapak yang
berbatasan dengan jalan utama, jalan lingkungan dan dengan tapak yang lain.
Bagian sisi yang berbatasan dengan jalan dapat ditanami dengan tanaman
pengarah seperti palem raja, pinang atau cemara. Untuk sisi lainnya dapat dipilih
jenis-jenis tanaman pembatas lainnya, seperti asam kranji, ketapang.
2) Area Penerima
Pada area ini yang hendak disampaikan adalah kesan selamat datang bagi
pengunjung yang datang. Dengan tuntutan seperti itu maka tata hijaunya
diharapkan memberikan nuansa keramahan, formal dan terbuka. Hal ini dapat
ditata elemen hijaunya yang dapat menggunakan jenis perdu dan pohon yang
mempunyai karakter sebagai pengarah dan pelindung.
Elemen pengarah dapat dipasang pada pintu gerbang utama, sebagai tanda
masuk ke dalam tapak. Pohon pengarah dengan karakter vertikal ditanam
berjajar pada jalur masuk utama. Hal ini untuk mempertegas kesan meruang
pada jalur tersebut. Untuk kendaraan diarahkan menuju tempat 76arker yang
ditanami pohon pelindung dan bagi pejalan kaki diarahkan ke bangunan utama
melalui jalur yang dibatasi dengan tanaman perdu. Tanaman untuk penerima/
pengarah utama dapat digunakan alternatip jenis pohon palem raja.
Tanaman pada area parkir adalah tanaman pelindung/ peneduh dengan karakter
tanaman yang bertajuk lebar, tinggi antara 8-10m, daun tidak mudah rontok dan
estetik. Untuk itu dapat dipilih antar lain: kiara payung, angsana, bungur.
Sedangkan jenis perdu yang dapat ditanam antara lain adalah; puring,
kedondonglaut dan kol banda.
Sedangkan kriteria umum untuk pemilihan jenis tanaman di jalur jalan ini adalah:
- Sesuai dengan fungsinya dan mempertahankan potensi yang telah ada
(eksisting) atau elemen tata hijau yang telah ada.
- Akar tidak merusak pondasi jalan, trotoar dan jaringan utilitas.
- Tidak mudah tumbang (perakaran dalam).
- Survive dan mudah perawatannya.
7) Taman Aktif
Taman aktif diletakkan di bagian tengah. Taman ini dapat digunakan untuk
relaksasi/rekreasi. Jenis tanaman dipilih yang dapat memenuhi unsur estetika
dan kenyamanan.
Pada bagian ini rancangan investasi termasuk CAPEX (Capital Expenses) atas dasar
model bisnis dan model kerjasama dari rencana pembangunan dan pengelolaan
Pelabuhan Tanjung Bulupandan mendatang. Hitungan CAPEX, merupakan
perhitungan biaya pembangunan pelabuhan yang dibuat secara rinci disesuaikan
dengan pentahapan pembangunan fasilitas pelabuhan yang optimal berdasarkan
standar satuan harga terakhir pada saat pelaksanaan pekerjaan pembuatan rencana
induk pelabuhan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat dan atau satuan
harga pasar yang berlaku setelah memperhatikan hasil analisis ekonomi dan finansial
serta kemampuan pendanaan.
4.1. UMUM
Pelabuhan Tanjung Bulupandan ini dalam rencananya dibangun oleh BPWS sebagai
investor swasta sebagai inisiator pembangunan pelabuhan untuk menunjang dan
mempercepat kegiatan ekonomi dan arus logistik barang terutama di kawasan Jawa
Timur dan Indonesia Timur serta daerah hinterlandnya. Analisis ekonomi dan
finansial yang dilakukan adalah analisis ekonomi dan keuangan.
Pada bab ini disajikan kajian finansial rencana pengembangan Kawasan Pelabuhan
Tanjung Bulupandan sebagai analisis terhadap kelayakan proyek ditinjau dari aspek
keuangan (financial). Secara operasional hak pengelolaan Kawasan Pelabuhan
Tanjung Bulupandan berada pada Badan Usaha Pelabuhan yang dibentuk oleh
BPWS sebagai holding company dan mengacu pada UU Pelayaran No 17 tahun
2008. Kajian finansial dilakukan untuk tahapan pengembangan jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang.
4.2. ASUMSI-ASUMSI
Akibat dari perbedaan karakteristik setiap proyek, metode yang digunakan dalam
kelayakan investasi sebuah proyek belum tentu cocok untuk proyek lainnya. Adapun
beberapa metode yg umumnya digunakan adalah sebagai berikut :
Sedangkan Metode IRR dan ERR menggunakan MARR (Minimum Attractive Rate of
Return) sebagai pembanding tingkat pengembalian modal yang dihasilkan selama
masa ekonomis proyek. Jika nilai IRR>MARR atau ERR>MARR maka proyek
investasi dikatakan layak untuk dilanjutkan karena lebih menarik dibandingkan jika
modal disimpan di bank.
Disamping, lima metode di atas, kelayakan investasi juga dapat dinilai dengan
melihat payback period proyek. Payback period merupakan jangka waktu yang
menujukkan tingkat kecepatan pengembalian modal yang dibenamkan pada sebuah
proyek.
2. Internal Rate of Return (IRR) harus lebih besar dari MARR, dalam studi ini
MARR yang digunakan sebesar 14% atau lebih besar dari tingkat suku
bunga deposito saat ini. IRR adalah tingkat suku bunga dimana PW bernilai
0 (nol).
Dalam melakukan analisis investasi kelayakan sebuah project atau dalam studi ini
project yang dimaksud adalah Pelabuhan Tanjung Bulupandan terlebih dahulu
dilakukan kajian untuk memberikan asumsi-asumsi dalam merencanakan proyeksi
kondisi finansial. Asumsi merupakan langkah awal dan merupakan bagian paling
kritikal dalam menghitung kelayakan investasi Pelabuhan Tanjung Bulupandan.
Berdasarkan analisis finansial yang dilakukan terdapat 2 (dua) jenis asumsi yaitu:
Asumsi tarif pelayanan kapal untuk internasional dan domestik terdiri dari
tarif pelayanan port dues, tug service, berth hire dan other revenue. Dalam
perhitungan kelayakan investasi yang dilakukan besar nilai tarif untuk
pelayanan kapal internasional 2 (dua) kali lebih tinggi dari tarif untuk
pelayanan kapal domestik. Selain nilai dari tarif -tarif tersebut diberikan juga
asumsi kenaikan untuk tarif-tarif tersebut. Berikut detail asumsi tarif
pelayanan kapal untuk menghitung kelayakan investasi Pelabuhan Tanjung
Bulupandan Madura.
Asumsi tarif pelayanan barang dipelabuhan terdiri dari tarif wharfage, wharf
handling, overbrengen, stevedorage dan storage. Berikut detail asumsi-
asumsi tarif pelayanan untuk masing-masing jenis barang/ komoditi yang
dilayani di Pelabuhan Tanjung Bulupandan dapat dilihat pada table berikut
ini.
Asumsi unit biaya yang digunakan dalam menentukan proyeksi biaya operasional
Pelabuhan Bulu Pandan terdiri dari:
1. Nilai Investasi
Asumsi nilai investasi yang terdiri fasilitas sipil, fasilitas apung, dan terminal
equipment.
Biaya total investasi pembangunan Pelabuhan Tanjung Bulu Pandan untuk civil work
yaitu sebesar Rp. 21,093 triliun atau US$ 1.506,65 juta (kurs 1 US$: Rp. 14.000)
dengan rincian seperti terlihat pada table 4.7 berikut ini. Total biaya investasi tersebut
sudah termasuk PPn 10%.
Biaya (Rp. x
Unit Volume Unit Price
JENIS URAIAN Juta)
Perijinan dan pembebasan ranjau 4 km x 5 km km2 20 200,000,000 4,000
Pembebasan Lahan 50% dari 500 Ha m2 2,500,000 150,000 375,000
Umum
Pembangunan Breakwater m 11,514 210,000,000 2,417,940
Pengerukan Kolam Labuh m3 467,280 84,000 39,252
Dermaga/ Wharf m 6,255 140,000,000 875,700
Terminal Reklamasi dan Pemadatan 265 Ha m3 34,450,000 112,000 3,858,400
Container Pengerasan lapangan & pemb lantai 3t/m2 m2 2,650,000 400,000 1,060,000
Pembangunan CFS 48 unit @ 30x50 m unit 48 4,000,000,000 192,000
Dermaga/ Wharf m 3,192 140,000,000 446,880
Terminal Curah Jetty m 500 140,000,000 70,000
Cair Reklamasi dan Pemadatan 60 Ha m3 10,200,000 112,000 1,142,400
Pembangunan Tangki Timbun m2 300,000 2,800,000 840,000
Terminal Curah Dermaga/ Wharf m 3,395 140,000,000 475,300
Kering Reklamasi dan Pemadatan 152Ha m3 25,080,000 112,000 2,808,960
Dermaga/ Wharf m 3,051 140,000,000 427,140
Terminal GC dan Reklamasi dan Pemadatan m3 12,360,000 112,000 1,384,320
Roro Pengerasan lapangan m2 1,030,000 400,000 412,000
Pembangunan Gudang @30x50 m unit 5 4,000,000,000 20,000
Fasilitas
Konstruksi Pantai Retaining Wall m 4,200 28,000,000 117,600
Reklamasi m3 500,000 112,000 56,000
Area Parkir
pemadatan dan pengerasan m2 100,000 400,000 40,000
Area perkantoran Reklamasi dan pemadatan lahan 20 Ha m3 1,000,000 112,000 112,000
& Fas Penunjang Pembangunan perkantoran & Gedung m2 3,500 6,500,000 22,750
-
Subtotal (contract) 17,197,642
Physical Contingencies 10% 1,719,764
Engineering (Design & Construction Supervision) 1.5% 257,965
--------
Total Construction and Supervision Costs (RP. X Juta) 19,175,370
TAX 10% 1,917,537
SETELAH PAJAK 21,092,907
Rencana biaya investasi fasilitas apung dapat dilihat pada tabel 4.8. Keseluruhan
total investasi untuk fasilitas apung yaitu Rp 79,750 milyar atau US$ 5,70 juta
(dengan kurs 1 US$: Rp. 14.000). Nilai investasi tersebut sudah termasuk PPn 10%.
Tabel 4.8 Prakiraan Biaya Pembangunan Pelabuhan Tanjung Bulupandan untuk Fasilitas
Apung
Tabel 4.9 Prakiraan Biaya Pembangunan Pelabuhan Tanjung Bulupandan untuk Terminal
Equipment
QUAY AND LAND TERMINAL EQUIPMENT REQUIREMENTS AND COSTS (MILLION) 958,769
TAX 10% 95,877
AFTER TAX 1,054,645
Pembangunan pelabuhan diperkirakan selesai dalam kurun waktu dua puluh tiga
tahun dimulai tahu 2017 dan diperkirakan selesai pada tahun 2040. Pembangunan
pelabuhan dilakukan dalam tiga tahap atau tiga periode. Tahap I dikerjakan dalam
kurun waktu 8 tahun yaitu dimulai tahun 2017-2025. Tahap II dikerjakan dalam kurun
waktu lima tahun (2025-2030), sedangkan Tahap III dikerjakan dalam kurun waktu
sepuluh tahun (2030-2040).
TAHAP I (2017-2025)
Rencana biaya investasi untuk pekerjaan dalam tahap I dapat dilihat pada tabel
4.10. Total rencana biaya investasi pada pembangunan Tahap I yaitu sebesar 10, 42
triliun atau US$ 744,29 juta (dengan kurs 1 US$: Rp. 14.000). Pada akhir Tahap I
diperkirakan volume pekerjaan Quay and Terminal Facilities telah mencapai 30%.
BIAYA (RP X
NO BAGIAN KEGIATAN UNIT VOLUME
JUTA)
CIVIL WORK
Perijinan dan Pembebasan Ranjau Ha 1,200 4,000
Pembebasan Lahan 50% dari 500 Ha Ha 2,500,000 375,000
I.1 UMUM
Pembangunan Breakwater m 11,514 2,417,940
Pengerukan Kolam Labuh m3 467,280 15,701
Dermaga/ Wharf m 6,255 875,700
I.2 T. CONTAINER
Reklamasi dan Pemadatan 265 Ha m3 34,450,000 3,858,400
Dermaga/ Wharf m 427,140 427,140
I.3 T.GC & RORO
Reklamasi dan Pemadatan m3 969,024 969,024
Reklamasi dan pemadatan lahan 20 Ha m3 56,000 56,000
I.4
Area perkantoran & Fas Penunjang Pembangunan perkantoran & Gedung m2 11,375 11,375
I.5Engineering Engineering (Design & Construction Supervision) Ls 128,982 128,982
SUB TOTAL 1 CIVIL WORK 9,139,262
MARINE FLOATING EQUIPMENT
Tugboat, 1500hp unit 3 30,000
II.1 FASILITAS APUNG
General Service Boat unit 1 4,000
II.2 VESSEL TRAFFIC SYSTEM Marine Communications System (AIS, VMS, VTS) ls 1 3,000
II.3 SARANA BANTU NAV Sarana Bantu Navigasi & Pelayaran ls 1 1,000
II.4 UMUM Procurement Services ls 1 350
SUB TOTAL 2 MARINE FLOATING FAC 38,350
QUAY AND TERMINAL EQUIPMENT
III.1 QUAY AND TERMINAL FACILITIES unit 30% 287,631
TOTAL INVESTASI TAHAP 1 SEBELUM PAJAK 9,465,242
PAJAK PPN 10% 946,524
TOTAL INVESTASI TAHAP 1 SETELAH PPN 10,411,767
TAHAP 2 (2025-2030)
Pada Tahap II taget volume pekerjaan Quay and Terminal Facilities diperkirakan
mencapai 80% dan fasilitas penunjang mencapai 50%. Rencana biaya investasi
untuk pekerjaan dalam tahap I dapat dilihat pada tabel 4.11. Total rencana biaya
investasi untuk pembangunan Tahap II yaitu sebesar 8,32 triliun atau US$ 594,29
juta (dengan kurs 1 US$: Rp. 14.000).
BIAYA (RP X
NO BAGIAN KEGIATAN UNIT VOLUME
JUTA)
CIVIL WORK
I.1 UMUM Pengerukan Kolam Labuh m3 186,912 23,551
I.2 T. CONTAINER Pengerasan lapangan & pemb lantai 3t/m2 m 2,650,000 1,060,000
Dermaga/ Wharf m 3,192 446,880
Jetty m 500 70,000
I.3 Curah Cair
Reklamasi dan Pemadatan 60 Ha m3 10,200,000 1,142,400
Pembangunan Tangki Timbun m2 420,000 420,000
Dermaga/ Wharf m 475,300 475,300
I.4 Curah Kering
Reklamasi dan Pemadatan 152Ha m3 1,404,480 1,404,480
Reklamasi dan Pemadatan m3 427,140 415,296
I.5 T.GC & RORO Pengerasan lapangan m2 412,000 412,000
Pembangunan Gudang @30x50 m unit 5 20,000
I.6 Konstruksi Pelindung Pantai Rataining Wall m 4,200 117,600
Reklamasi m3 500,000 28,000
I.7 Area Parkir
pemadatan dan pengerasan m2 100,000 20,000
Reklamasi dan pemadatan lahan 20 Ha m3 500,000 56,000
I.8
Area perkantoran & Fas Penunjang Pembangunan perkantoran & Gedung m2 1,750 11,375
I.9 Fasilitas Penunjang Fasilitas Sipil Penunjang Ls 50% 859,882
I.10 Engineering Engineering (Design & Construction Supervision) Ls 25% 64,491
SUB TOTAL 1 CIVIL WORK 7,047,255
MARINE FLOATING EQUIPMENT
Tugboat, 1500hp unit 3 30,000
II.1 FASILITAS APUNG
General Service Boat unit 1 4,000
II.2 VESSEL TRAFFIC SYSTEM Marine Communications System (AIS, VMS, VTS) ls -
II.3 SARANA BANTU NAV Sarana Bantu Navigasi & Pelayaran ls -
II.4 UMUM Procurement Services ls 1 150
SUB TOTAL 2 MARINE FLOATING FAC 34,150
QUAY AND TERMINAL EQUIPMENT
III.1 QUAY AND TERMINAL FACILITIES unit 50% 479,384
TOTAL INVESTASI TAHAP 1 SEBELUM PAJAK 7,560,789
PAJAK PPN 10% 756,079
TOTAL INVESTASI TAHAP 1 SETELAH PPN 8,316,868
TAHAP 3 (2030-2040)
Tahap III merupakan tahap akhir dari rencana pembangunan pelabuhan. Volume
pekerjaan untuk fasilitas penunjang dan quay and terminal facilities diperkirakan
sudah 100% pada akhir tahap ini. Rencana biaya investasi untuk pembangunan
Tahap III yaitu 3,50 triliun atau US$ 250 juta (dengan kurs 1 US$: Rp. 14.000)
dengan rincian seperti pada tabel 4.12.
BIAYA (RP X
NO BAGIAN KEGIATAN UNIT VOLUME
JUTA)
CIVIL WORK
I.1 T. CONTAINER Pembangunan CFS 48 unit @ 30x50 m unit 48 192,000
I.2 Curah Cair Pembangunan Tangki Timbun m2 150,000 420,000
I.3 Curah Kering Reklamasi dan Pemadatan 152Ha m3 12,540,000 1,404,480
I.4 Area Parkir Reklamasi m3 250,000 28,000
pemadatan dan pengerasan m2 50,000 20,000
I.5 Fasilitas Penunjang Fasilitas Sipil Penunjang Ls 50% 859,882
I.6 Engineering Engineering (Design & Construction Supervision) Ls 64,491
SUB TOTAL 1 CIVIL WORK 2,988,853
QUAY AND TERMINAL EQUIPMENT
III.1 QUAY AND TERMINAL FACILITIES unit 20% 191,754
TOTAL INVESTASI TAHAP 1 SEBELUM PAJAK 3,180,607
PAJAK PPN 10% 318,061
TOTAL INVESTASI TAHAP 1 SETELAH PPN 3,498,668
3. Insurance
4. Gaji karyawan
Asumsi besar biaya karyawan merupakan fungsi dari jumlah karyawan dan
gaji yang diterima setiap bulan. Pada proses pembangunan pelabuhan yang
terdiri dari masa konstruksi dan operasional maka jumlah tenaga kerja pada
masa konstruksi diasumsikan sebanyak 2 orang. Sedangkan pada masa
operasional banyaknya jumlah karyawan merupakan fungsi dari produksi
pelabuhan pada masing-masing pelayanan.
Bentuk kerjasama yang akan ditetapkan antara BPWS dengan pihak lainnya baik
dalam proses penguasaan lahan, pembangunan serta operasi pelabuhan termasuk
kepemilikan dan jaminan inputan trafik kapal dan kargonya akan menjadi persyaratan
dalam proses perijinan (lokasi, pembangunan dan pengoperasian) serta penyusunan
dokumen perencanaan (perencanaan detail dan Rencana Induk Pelabuhan).
Sementara itu bentuk kerjasama itu sendiri dipengaruhi oleh status atau kedudukan
dari masing-masing entitas yang akan bekerjasama. Seperti kepemilikan aset,
aksesibilitas, keuangan/finansial yang dikontribuskan, kargo, dan kompetensi dari
masing-masing entitas. Dan kondisi status inilah yang akan menjadi dasar atau
landasan motiv berinvestasi atau bekerjasama dari masing-masing entitas kerjasama
termasuk BPWS yang memiliki obligasi lebih mengakselerasi pengembangan dan
kemajuan masyarakat Pulau Madura. Dan pada akhirnya semua konsideran di atas
menjadi determinan proses model investasi dari pembangunan serta pengelolaan
Tanjung Bulupandan di masa mendatang.
Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Masterplan Kawasan Pelabuhan Tanjung
Bulupandan Madura 115
Kebutuhan Model investasi
Page 15
Gambar 4.1. Proses Penyusunan Model Investasi
Tabel 4.8. Skenario Pembangunan dan Pengeloaan Tnjung Bulupandan Dengan Skema APBN
Sedangkan untuk kluster Kerjasama Publik-Swasta (KPS) terdapat juga tiga pola
utama yaitu Build-Joint Operating Transfer (BJOT), Pembiayaan konvensional serta
Pembiayaan syariah: al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMBT). BJOT merupakan skema
kerjasama dimana investasi akan dilakukan oleh investor dan O&M akan dikerjakan
oleh New JV. Pembiayaan konvensional merupakan aktivitas leveraging biasa yang
dilakukan oleh New JV dan proceed-nya untuk membiayai proyek. IMBT merupakan
kontrak sewa barang investasi dimana New JV memiliki opsi beli diakhir masa sewa.
Gambar di bawah ini menunjukkan pola skema model bisnis kepelabuhanan dengan
pola kerjasama publik-swasta (KPS) dimana berbagai sumber dana non-APBN dapat
dieksplorasi untuk menjadi modal pembangunan serta modal kerja pengelolaan
Pelabuhan Tanjung Bulupandan.
Pola KPS dalam banyak kasus empirik enjadi pola yang lebih bersifat B to B
(business to business) dan dengan mudah mendapatkan jaringan pemerntah
Tabel 4.11. Perbandingan Tiga Bentuk Skema Kerjasama Atas Dasar KPS