Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan ijin-Nya
maka buku ajar “Hidrologi” ini dapat terselesaikan. Semoga buku ajar ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para mahasiswa.
Penulisan buku ajar ini adalah salah satu program insentif inovasi dari
Program Hibah Penguatan Politeknik Kerjasama Pemda (PHP-PKP) tahun 2012
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penulis sangat menyadari bahwa buku
ajar ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.
Selama penyusunan buku ajar ini, penulis telah banyak dibantu,
dibimbing, dan diarahkan oleh banyak pihak. Maka tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada :
1. Istri saya tercinta, Zahrotin Nisa’ atas dukungan moril dan do’anya selama ini.
2. Rekan-rekan dosen Program Studi Teknik Sipil Politeknik Negeri
Banyuwangi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
kepada penulis.
3. Mahasiswa Program Studi D3 Teknik Sipil Politeknik Negeri Banyuwangi
yang telah memberi dorongan dan motivasi selama proses penyusunan buku
ajar ini.
4. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian buku ajar ini yang tidak
mungkin dapat disebutkan satu persatu.
Sekian singkat kata dari penulis, semoga buku ajar ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ................................................................ 4
iii
4.8 Melengkapi Data Hujan Yang Tidak Kontinyu ...................... 60
4.9 Mengecek Data Hujan Akan Perubahan-Perubahan ............... 62
4.10 Variasi Hujan .......................................................................... 64
4.11 Hujan Rata-Rata Daerah Aliran .............................................. 66
4.12 Intensitas dan Tinggi Hujan .................................................... 72
4.13 Intensitas dan Waktu Hujan .................................................... 75
4.14 Tinggi Hujan dan Waktu ......................................................... 79
4.15 Frekwensi Hujan ..................................................................... 84
4.16 Tinggi Hujan Rencana............................................................. 84
4.17 Latihan..................................................................................... 85
iv
7.2.4 Discharge Hydrograph .............................................. 145
7.3 Latihan..................................................................................... 145
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Hampir semua perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan bangunan
konstruksi sipil yang berhubungan dengan air (tawar) misalnya : bendung,
bendungan, waduk, normalisasi sungai, PLTA, jembatan, talang, syphon, gorong
– gorong dan sebagainya memerlukan data air yang berupa debit, tinggi muka air,
jumlah/volume air dan sebagainya. Data ini dipelajari dalam ilmu Hidrologi,
sehingga mata kuliah ini harus diberikan sebelum mata kuliah-mata kuliah yang
ditunjang diberikan, yaitu : Irigasi, Drainase, Konstruksi Bangunan Air dan
sebagainya.
Adapun mata kuliah-mata kuliah baik yang menunjang maupun yang
ditunjang oleh mata kuliah Hidrologi adalah sebagai berikut :
Mata kuliah yang ditunjang :
- Rekayasa Sumber Daya Air
- Bangunan Air
- Program Bantu Untuk Teknik Sipil (Hidroteknik)
Mata kuliah yang menunjang :
- Statistik
- Ilmu Ukur Tanah
- Hidrolika
Mata kuliah Hidrologi berisikan pengetahuan dasar tentang peristiwa dan
pergerakan air yang biasa dikenal dengan siklus hidrologi, pemanfaatan air dan
pengembangannya. Materi yang akan dibahas meliputi :
- Siklus Hidrologi
- Meteorologi
- Hujan
- Evaporasi, Transpirasi dan Evapotranspirasi
- Infiltrasi dan Perkolasi
- Hidrometri
- Aliran Permukaan
- Banjir Rencana
- Penelusuran Banjir
- Air Tanah
2
Pada akhir pembahasan dalam buku ajar ini diharapkan dapat :
- Memahami siklus hidrologi
- Menghitung tinggi hujan, intensitas hujan serta tinggi hujan rata-rata
daerah
- Menghitung penguapan
- Menghitung infiltrasi dan perkolasi
- Memahami fluktuasi air tanah
- Menghitung debit air
- Membuat kurva-kurva hidrograf, durasi, massa
- Menghitung debit banjir rencana
- Menghitung penelusuran banjir
Sebagai mata kuliah dasar, hidrologi diharapkan dapat memberikan dasar
pemahaman yang kuat bagi mahasiswa untuk mempelajari mata kuliah-mata
kuliah yang ditunjangnya. Namun ternyata pemahaman mahasiswa akan materi
yang indikasikan dengan hasil evaluasi diperoleh masih kurang memuaskan.
Untuk meningkatkan pemahaman akan materi kuliah yang ditunjukkan
dengan meningkatnya prosentasi mahasiswa yang memperoleh nilai baik, maka
perlu dilakukan perbaikan proses belajar mengajar salah satu diantaranya adalah
meningkatkan kemandirian mahasiswa untuk belajar sendiri dengan menyediakan
fasilitas berupa buku ajar. Buku ajar berisi materi ajar, contoh-contoh soal dan
latihan. Dengan pemahaman akan materi ajar lebih baik dan banyak mengerjakan
soal latihan diharapkan mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan
soal ujian dan memperoleh nilai yang memuaskan.
Pada saat ini telah banyak sekali tersedia text book hidrologi baik dalam
bahasa Indonesia maupun bahasa asing (terutama bahasa Inggris) yang berisi
penjelasan teori secara detail, penggunaan persamaan-persamaan, dan
perhitungan-perhitungan yang disertai dengan contoh-contoh soal. Tetapi
kemauan dan kemampuan mahasiswa membaca text book sendiri masih sangat
kurang, hal ini telah dicoba beberapa kali dengan mewajibkan membaca buku teks
dan mendiskusikan pada kuliah berikutnya tetapi hasilnya sama bahwa sebagian
mahasiswa tidak membaca dan sebagian lagi telah membaca tetapi tidak mengerti.
3
Dari pengalaman tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran diperlukan suatu metode pembelajaran yang terdiri dari :
penyiapan materi oleh pengajar, penyediaan alat-alat peraga, pemberian contoh-
contoh yang jelas mengenai permasalahan di lapangan, adanya kerja kelompok
dan diskusi-diskusi, penilaian yang obyektif dan transparan (dengan
mengembalikan hasil pekerjaan rumah maupun ujian), memberi penghargaan
berupa tambahan nilai bagi yang aktif yang dapat membuat mahasiswa tertarik
untuk mempelajari sendiri serta dapat mengembangkan pemahaman dan
kreatifitas belajar mahasiswa.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sarana pembelajaran
tersebut dapat berupa suatu buku pembelajaran yang memuat materi kuliah yang
lebih relevan dengan keahlian atau kompetensi lulusan, dengan penjelasan secara
lebih detail mengenai siklus hidrologi, penelusuran banjir dan air tanah.
Selanjutnya diharapkan bahwa setelah dapat menyelesaikan mata kuliah ini
dengan baik (lulus), mahasiswa akan tertarik untuk memilih bidang keahlian
keairan yang masih sangat diperlukan terutama untuk menunjang upaya
pemanfaatan sumber daya air, pengendalian banjir dan pelestarian air serta
pelestarian lingkungan.
4
BAB 2
SIKLUS HIDROLOGI, KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI
2.1 Pengertian
Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu yang menjelaskan tentang
berbagai tingkah laku air di ala mini. Perilaku air meliputi berbagai bentuk air
yang menyangkut perubahan-perubahannya antara keadaan cair,padat dan gas
yang ada di atmosfer,diatas dan dibawah permukaan tanah.
Seorang perencana (engineer) dapat memperhitungkan berbagai nilai yang
dibutuhkan dalam perencanaan eksploitasi bangunan air untuk pengendalian
penggunaan air, terutama yang mengatur aliran sungai, pembuatan waduk-waduk
bangunan saluran irigasi. Oleh karena itu, seorang perencana harus lebih
memahami penggunaan ilmu hidrologi.
Pada saat ini sudah banyak bermunculan konstruksi bangunan air yang
dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat lebih efektif dalam penggunaannya.
Untuk memperoleh suatu dimensi suatu bangunan air,maka diperlukan data suatu
debit yang mengalirkan air pada bangunan tersebut. Debit banjir rancangan dapat
dicari dan diperkirakan melalui hidrograf satuan sintetik.Dengan demikian, untuk
memperoleh desain bangunan air yang efektif dan efisien diperlukan pemahaman
dalam memperhitungkan debit banjir rancangan.
Air adalah material yang paling berlimpah di bumi ini, menutupi sekitar 71
persen dari muka bumi ini. Kehidupan hampir seluruhnya air, 50 sampai 97
persen dari seluruh berat tanaman dan hewan hidup dan sekitar 70 persen dari
berat tubuh kita.
5
Kita bisa hidup sebulan tanpa makanan, tapi hanya bisa bertahan beberapa
hari saja tanpa air. Air. seperti halnya energi, adalah hal yang esensial bagi
pertanian, industri, dan hampir semua kehidupan.
Dengan bertambahnya kebutuhan air untuk kegiatan manusia dan juga
peningkatan jumlah penduduk 212.000 orang per hari (1985), kelangkaan air
merupakan hal yang ada dihadapan kita.
Jumlah air di permukaan bumi ini secara keseluruhan relatif tetap. Air
akan selalu ada karena air bersirkulasi tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi
dan kembali ke atmosfir mengikuti siklus hidrologi. Tetapi apakah air akan hadir
pada tempat, waktu, dan kualitas yang dibutuhkan .
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah
berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus
hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es
dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman
sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
• Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di
tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan
kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan
menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam
bentuk hujan, salju, es.
• Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air
dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal
atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki
kembali sistem air permukaan.
6
• Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah,
maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat
dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama
lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan
disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau,
waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi
dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah
Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang
berubah adalah wujud dan tempatnya.
Adapun kualitas air dapat dikatagorikan sebagai berikut :
Golongan A air untuk air minum tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Golongan B air yang dipakai sebagai bahan baku air minum melalui
suatu pengolahan.
Golongan C air untuk perikanan dan peternakan.
Golongan D air untuk pertanian dan usaha perkotaan, industri dan
PLTA.
7
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (www.dardel.info)
Akibat energi sinar matahari, maka air laut dan air permukaan diuapkan ke
atmosfer (Evaporasi), demikian juga penguapan yang dilakukan oleh tumbuhan
(Transpirasi). Hasil penguapan ini di atmosfer terkumpul menjadi awan yang
jenuh dengan uap air yang disebut awan penyebab hujan. Dengan bermacam-
macam proses uap air yang jenuh ini akan terkondensir dan akan terendapkan
yang berupa air hujan yang akan jatuh dipermukaan bumi (Presipitasi). Kadang-
kadang sebelum mencapai permukaan bumi, air hujan masih mungkin diuapkan
kembali walaupun kecil sekali dan sisanya sebagian besar akan sampai
kepermukaan bumi. Tidak semua air hujan yang sampai dipermukaan bumi akan
sampai dipermukaan tanah, sebagian akan tertahan tanaman-tanaman, bangunan
dan sebagainya (Intercepsi) yang kemudian akan diuapkan kembali ke atmosfer.
Air hujan yang sampai dipermukaan tanah sebagian akan meresap masuk ke
dalam tanah (Infiltrasi), sebagian akan mengisi cekungan, kubangan dipermukaan
tanah (Deficiensi) dan sisanya lagi akan mengalir dipermukaan tanah (Overland
flow). Air hujan yang masuk ke dalam tanah sebagian akan mengalir horizontal di
bawah permukaan tanah kalau kondisinya memungkinkan (Interflow), yang
8
bersama overland flow kemudian menjadi Suface Run Off. Sebagian air infiltrasi
kalau kondisi tanah memungkinkan akan tetap tinggal dalam tanah (Moisture
Content) yang sisanya lagi secara gravitasi akan mengalir secara vertical
(Perkolasi) masuk ke dalam tanah sampai pada muka air tanah. Air tanah
walaupun sangat lambat akan bergerak ke tempat-tampat yang lebih rendah, bila
bertemu patahan bumi akan keluar sebagai mata air dan bila bertemu palung
sungai akan mengisi air sungai yang bersama surface run off akan terus mengalir
ke muara sampai laut. Selama pengalirannya ke laut air tersebut dapat diuapkan
dan sesampainya di laut terus diuapkan kembali. Demikian siklus ini berulang
kembali secara terus menerus.
9
Besarnya Runoff dapat dihitung sebagai :
Q = P − ∆S (2.1)
Q = Runoff
P = Presipitasi
∆S = Perubahan Storage
Sedangkan Perubahan Storage ∆S diartikan sebagai :
∆S = E + T + I + I A (2.2)
dimana :
E = Evaporasi
T = Transpirasi
I = Infiltrasi
IA = Depresi storage (abstracsi).
Terlihat dalam persamaan di atas bahwa besarnya run off yang terjadi
tergantung dari besarnya hujan yang jatuh dan perubahan storage.
Secara keseluruhan keseimbangan air (water balance) dibedakan untuk
daratan dan lautan seperti terlihat pada Gambar 2.3.
Et P
P
E
SR
DARAT
LAUT
GWF
10
Untuk daratan berlaku persamaan :
P = Et + SRO + GWF + ∆ S (2.3)
Untuk lautan berlaku persamaan :
E = P + SRO + GWF - ∆ S (2.4)
dimana :
P = presipitasi (hujan)
Et = evapotranspirasi
E = evaporasi
SRO = surface runoff
GWF = ground water flow
∆S = perubahan storage
Contoh soal :
11
Diketahui data daerah aliran sungai dari waduk adalah sebagai berikut :
• Luas daerah aliran = 100 km2
• Luas daerah genangan = 10 km2
• Hujan jatuh di daerah genangan = 20 mm/etmal
• Hujan netto jatuh di daerah aliran = 40 mm/etmal
• Penguapan di daerah genangan = 10 mm/etmal
• Outflow dari waduk (irigasi) = 10 m3/det rata-rata selama aliran SRO
• Lama aliran SRO = 4 hari
Tentukan change of storage-nya (∆S).
Penyelesaian :
Inflow :
Vol. air di daerah aliran = 40 mm/etmal x 1 hr x (100-10) km2
= 3,6 . 106 m3
Vol. air di daerah genangan = 20 mm/etmal x 1 hr x 10 km2
= 0,2 . 106 m3
Total inflow = 3,8 . 106 m3
Outflow :
Vol. Penguapan = 10 mm/etmal x 4 hr x 10 km2
= 0,4 . 106 m3
Vol. air irigasi = 10 m3/det x (4 x 24 x 3600) det
= 3,456 . 106 m3
Total outflow = 3,856 . 106 m3
I < O Æ ∆S = 0,056 . 106 m3 (terjadi penurunan volume air waduk)
12
Air tawar ini dipermukaan bumi didistribusikan sebagai berikut :
± 75 % berupa es di kutub atau berupa glaiser
± 24 % di bawah tanah berupa air tanah
0,3 % di danau
0,06 % sebagai soil moisture
0,035 % di atmosfer
0,03 % di sungai-sungai
Perkiraan besarnya presipitasi dan evaporasi rata-rata dipermukaan bumi
adalah sebagai berikut :
Untuk daratan : Presipitasi = 101000 km3/tahun = 750 mm/th
Evaporasi = 74000 km3/tahun = 545 mm/th
Untuk lautan : Presipitasi = 324000 km3/tahun = 870 mm/th
Evaporasi = 351000 km3/tahun = 940 mm/th
A B
(a) (b)
Gambar 2.4. Daerah Aliran Sungai
13
Gambar 2.4 (a) adalah gambar daerah aliran sungai dengan batas daerah alirannya,
Sedangkan Gambar 2.4 (b) merupakan potongan melintang dari daerah aliran
suatu sungai dimana tampak bahwa air hujan yang jatuh disebelah kana bukit A
dan sebelah kiri bukit B terus akan mengalir ke sungai-sungai di daerah ini.
Sedangkan hujan yang jatuh disebelah kiri bukit A dan sebelah kanan B akan terus
mengalir ke sungai-sungai di daerah aliran sebelahnya. Tetapi kadang-kadang bila
kondisi topografi dan geologi suatu daerah aliran memungkinkan, maka tidak
jarang terjadi pengaliran dari suatu daerah aliran ke suatu daerah aliran yang
bersebelahan seperti tampak pada Gambar 2.5.
14
h. Daerah Aliran Sungai (DAS)
i. Daerah Pengaliran Sungai (DPS)
2.6.1 Sungai
Air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi air di
udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di permukaan.
Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul mengalir ke tempat yang
lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian menalir ke laut.
Pada tahun 1880-an seorang geologist berkebangssan Amerika, William
Davis Morris, berpendapat bahwa sungai dan lembahnya ibarat organisme hidup.
Sungai berubah dari waktu ke waktu, mengalami masa muda, dewasa, dan masa
tua. Menurut Davis, siklus kehidupan sungai dimulai ketika tanah baru muncul di
atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikisnya dan membuat parit, kemudian
parit-parit itu bertemu sesamanya dan membentuk sungai. Danau menampung air
pada daerah yang cekung, tapi kemudian hilang sebagai sebagai sungai dangkal.
15
Kemudian memperdalam salurannya dan mengiris ke dasarnya membentuk sisi
yang curam, lembah bentuk V. Anak-anak sungai kemudian tumbuh dari sungai
utamanya seperti cabang tumbuh dari pohon. Semakin tuan sungai, lembahnya
semakin dlam dan anak-anak sungainya semakin panjang.
Gambar perubahan penampang sungai dibawah ini menunjukkan umur
sungai.
Sungai masih bayi. Sungai muda. Anak Sungai tua. Daerah Sungai sudah tua
Sempit dan curam sungainya alirannya semakin sekali.
bertambah melebar dan
berkelok
Gambar 2.6. Perubahan Penampang Sungai
16
Gambar 2.7. Pembagian Order Sungai
2.6.2 Danau
Danau adalah ceruk atau cekungan pada permukaan bumi yang berisi air.
Danau yang luas kadang kala dinamakan laut : misalnya Laut Kaspia dan Laut
Aral. Ada banyak sekali tipe danau, dan umumnya dikelompokkan menurut asal
usulnya. Sejumlah besar danau di dunia terbentuk oleh gletser dan lembaran es.
Beberapa danau terbentuk oleh angin atau air hujan, sedang lainnya oleh gerakan
bumi atau kegiatan vulkanik. Danau itu sangat berbeda-beda ukuran dan
dalamnya, tergantung pada cara terbentuknya.
Danau yang disebabkan oleh kegiatan vulkanik :
• Danau kaldera terbentuk bila di dalam kaldera atau bagian tengah gunung
berapi yang runtuh terkumpul air. Danau ini umumnya bulat dan dalam.
Danau Toba di Sumatera adalah suatu danau kaldera.
• Danau kawah terbentuk bila dalam kawah, atau lubang bulat mirip corong
di puncak gunung berapi terkumpul air. Contohnya ialah danau kawah di
Oregon ( AS ).
• Danau bendungan lava terbentuk bila aliran lava gunung berapi
menyumbat lembah sungai dan menyebabkan terbentuknya danau.
Contohnya adalah Laut Galilea di Timur Tengah.
17
Danau yang disebabkan oleh pengikisan :
• Danau gletser terbentuk bila gletser dan lembaran es mengeruk permukaan
bumi dan membentuk ceruk. Kemudian ceruk ini terisi air dan membentuk
danau. Contohnya ialah Danau Leman (Swiss dan Perancis).
• Danau Lekukan gurun terbentuk di daerah kering tempat angin
menghasilkan lekukan. Bila dasar lekuk tersebut mencapai muka air tanah,
maka terbentuklah sebuah danau. Contohnya ialah oase gurun di seluruh
dunia.
18
2.7 Air Bawah Tanah
Gambar 2.8. Siklus Air Bawah Tanah (McWhorter and Sunada, 1977)
19
BAB 3
METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI
20
Besarnya temperatur merupakan fungsi dari tinggi tempat atau variasi
elevasi. Data temperatur udara dinyatakan dalam derajat celcius ( °C ), derajat
Fahrenheit ( °F ) atau derajat absolute.
Temperatur harian diperoleh dari koleksi data temperatur jam-jaman yang
waktu dan tempatnya ditetapkan dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
24
ti
Tav = ∑ 24
i =1
(3.1)
dimana :
tav = temperatur rata-rata harian ( °C )
ti = temperatur jam-jaman ( °C )
t max + t min
tav = (3.2)
2
dimana :
tmax = temperatur harian maksimum (°C )
tmin = temperatur harian minimum (°C )
21
A. Suhu Harian Rata-Rata, merupakan nilai rata-rata dari pengamatan suhu
udara selama 24 jam.
Contoh soal :
Dari Pos Klimatologi A pada Tanggal 10 Maret, pembacaan termometer
maksimum sebesar 32,5 0C, dan pembacaan termometer minimum sebesar
22 0C, hitung temperatur harian rata-ratanya.
t max + t min 32,5 + 22
tav = = = 27,30 C
2 2
B. Suhu Bulanan dan Tahunan Rata-Rata.
Suhu bulanan rata-rata : dihitung dari jumlah nilai temperatur harian
rata-rata dalam satu bulan dibagi dengan jumlah hari dalam satu bulan.
Suhu tahunan rata-rata : jumlah temperatur bulanan dibagi 12.
C. Suhu Udara Di Indonesia
Hubungan temperatur tahunan dengan tinggi tempat menurut BREAK,
1929:
Untuk tinggi tempat < 2000 m
Tav = 26,3 – 0,0061 x h (3.3)
Untuk tinggi tempat > 2000 m
Tav = 24,5 – 0,0052 x h (3.4)
Keterangan :
h = tinggi tempat (meter) dari muka laut
22
3.2.2 Temperatur tanah
Temperatur tanah diukur dengan termometer tanah yaitu termometer yang
dimasukkan ke dalam tanah lewat sebuah tabung dimana sebagian tabung terbuka.
Temperatur tanah diukur sesuai dengan kedalaman yang dikehendaki misalnya
kedalaman 0,1 m ; 0,3 m ; 0,5 m dan 1,0 m dari permukaan tanah. Jenis
temperature tanah yang lain adalah temperature dengan tabung air raksanya saja
yang masuk kedalam tanah dan bacaan skalanya berada di atas permukaan tanah.
Pencatatan temperatur tanah dalam suatu hari dilakukan tiga kali pada jam
07.00; jam 12.00 dan jam 17.00. Temperatur rata-rata hariannya adalah harga rata-
rata dari data 3 kali pencatatan tersebut.
23
bulanan. Juga temperatur rata-rata maksimum dan rata-rata minimum yang terjadi
dalam satu bulan dicatat sebagai data temperatur maksimum bulanan dan
minimum bulanan.
Besarnya tekanan uap air dinyatakan dalam Bar (1 bar = 105 N/m2 ; 1
mmbar = 102 N/m2 ) atau dalam tinggi kolom air raksa (mmHg).
Harga es (mmHg) untuk berbagai macam temperatur (°C ) seperti pada
Tabel 3.1 harga ini juga diplotkan dalam suatu grafik hubungan antara es dan °C
dalam Gambar 3.3.
24
Tabel 3.1. Tekanan Uap Jenuh es (mm Hg) sebagai Fungsi Temperatur t (oC)
25
Gambar 3.3. Tekanan Uap Air di Udara
Perhatikan Gambar 3.3 apa yang dapat terjadi pada massa udara di
atmosfer titik P yang mempunyai temperatur t dan tekanan uap air ea (Tekanan
Uap Aktual) ?
Selama titik P terletak dibawah grafik tekanan uap jenuh, jelas bahwa
massa udara masih akan menyerap uap air lebih banyak lagi dan ini dapat
dilakukan walaupun temperatur tetap konstan. Sehingga untuk P bergerak vertikal
mengikuti garis L sampai memotong grafik tekanan uap jenuh maka tekanan uap
air titik P yang sekarang menjadi es. Kenaikan (es - ea) diketahui sebagai
Saturation Deficit.
Kemungkinan lain, bila tidak terjadi perubahan tekanan pada kelembaban
udara, sedang udara temperaturnya semakin rendah maka titik P akan bergerak
horizontal kearah kiri sampai memotong grafik tekanan uap jenuh, mengikuti
26
garis 2. Pada temperatur baru ini td (dew point), titik embun, titik P akan jenuh.
Udara dingin dibawah temperatur ini akan mengkondensir uap air.
Bila air dibiarkan menguap secara bebas ke dalam massa udara, maka
kedua kejadian diatas kemungkinan dapat terjadi secara bersamaan. Hal ini
disebabkan karena penguapan membutuhkan panas yang ada diudara, dimana
panas ini disebut sebagai Latent Heat of Evaporation (hr) yang diberikan dalam
bentuk persamaan :
hr = 606,5 – 0,695 t (cal/g) (3.7)
dimana :
t = temperatur (°C)
sehingga kelembaban udara dan tekanan uap air naik, maka temperatur udara
turun, titik P akan bergerak secara diagonal mengikuti garis 3 sampai memotong
grafik tekanan uap jenuh dititik yang mempunyai tekanan ew dan temperatur tw.
Temperatur ini disebut sebagai Wet Bulb Temperature yang merupakan
temperatur dimana udara dapat didinginkan oleh penguapan air yang masuk
kedalamnya.
Temperatur yang demikian diperoleh dengan pengukuran memakai Wet
Bulb Thermometer (termometer bola basah).
Melihat kenyataan bahwa kelembaban udara sangat tergantung dari
temperatur yang selalu tidak tetap, maka kelembaban udara yang mutlak
sebenarnya jarang dijumpai, yang ada adalah kelembaban nisbi atau kelembaban
relatif. Kelembaban relatif atau dapat juga disebut sebagai Kelembaban (RH)
adalah perbandingan tekanan uap air (ea) dengan tekanan uap air jenuh (es) pada
volume dan temperatur yang sama dan dapat ditulis dalam persamaan yang
dinyatakan dalam persen sebagai berikut :
ea
RH = × 100% (3.8)
es
dimana :
RH = kelembaban udara (%)
ea = tekanan uap air pada temperatur t°C (mmHg)
es = tekanan uap jenuh pada temperatur t°C (mmHg)
27
Tabel 3.2 Nilai Kelembaban Relatif dari Ternperatur Bola Basah dan Temperatur
Bola Kering (Tabel Psychrometer)
28
Pengukuran kelembaban udara dapat dilakukan dengan memakai alat yang
disebut Psycometer, yang terdiri dari dua termometer yang serupa, dipasang
dengan tabung (bola-bola) air raksanya terpisah pada jarak yang berjauhan. Bola
termometer yang satu dibungkus dengan kain tipis dan dibasahi dengan air bersih
(pada bola basah), sedang yang lain tetap kering (pada bola kering). Penguapan air
dari bola basah memerlukan panas yang sebagian diantaranya diambil dari bola
itu, jadi menurunkan temperatur bola basah. Besarnya penurunan temperatur bola
basah tergantung dari keadaan uap air diudara. Kalau temperatur termometer bola
basah dan temperatur termometer bola kering diketahui, maka kelembaban relatif
(RH) dapat ditentukan dari tabel psychrometer (Tabel 3.2).
Contoh soal :
Temperatur bola kering (td) : 24°C
Temperatur bola basah (tw) : 20°C
Selisih : 4°C
Hitung tekanan uap air pada temperatur 24 °C
Penyelesaian :
Dari Tabel 3.2 diperoleh besarnya kelembaban relatif (RH) = 64%.
Pada temperatur bola kering 24°C dari Tabel 3.1 diperoleh besarnya tekanan uap
jenuh :
(es) = 22,27 mmHg
maka tekanan uap air pada temperatur 24OC adalah :
ea
RH = × 100%
es
(ea) = 22,27 mmHg x 64 % = 14,25 mmHg
29
Gambar 3.5. Psychrometer
8
⎛ 112 − 0,1 + t d ⎞
RH = ⎜ ⎟ (3.9)
⎝ 112 + 0,9 t ⎠
dimana :
RH = kelembaban relatif (%)
t = temperatur udara (°C)
td = temperatur titik embun (°C)
30
Beberapa cara untuk menghitung kelembaban relatif berdasarkan data
yang tersedia, antara lain :
a. Dengan cara menghitung nilai depresi
Bila pengukuran kelembaban relatif dilakukan dengan psikrometer standar
(termometer bola basah dan kering), maka kelembaban dihitung dari nilai
depresi.
Contoh :
Dari dara pembacaan termometer bola basah Tw = 24,5 0C, bola kering Td
= 27 0C, hitung kelembaban relatifnya.
Penyelesaian :
Depresi D = Td – Tw
Diperoleh depresi D = 27 – 24,5 = 2,5 0C
Pembacaan temperatur bola kering Td = 27 0C
Dari Tabel 3.2 (Nilai Kelembaban relatif dari temperatur bola basah dan
bola kering), untuk temperatur bola kering sebesar 27 0C dan depresi 2,5
0
C maka RH = 79 %.
Nilai ea :
ew – ea = A . P (Td – Tw)
ea = ew – A . P (Td – Tw)
dengan :
ea = tekanan uap saat pengukuran (hektopaskal, hpa, 1 hpa =
0,750062 mmHg), (1 mmHg = 1,33324 hpa)
P = tekanan atmosfer (hpa)
ew = tekanan uap jenuh (hpa) pada temperatur bola basah
31
Tw = temperatur bola basah (0C) saat pengukuran
Td = temperatur bola kering (0C) saat pengukuran
A = koefisien psikrometer, WMO menyarankan A = 6,2 x 10-4 K-1
Tabel 3.3 Nilai Tekanan Atmosfer Rata-rata (P) dalam Hekto Paskal pada
Berbagai Ketinggian (meter)
Tabel 3.4 Tekanan Uap Jenuh (es) dalam (h Pa) Sebagai Fungsi dari Suhu Udara
Td (0C)
32
Sumber : Chin, 1985
Contoh :
Dari Pos klimatologi pada ketinggian 1000 m dari muka laut diperoleh
data temperatur bola basah, Tw = 21,5 0C dan temperatur bola kering, Td
= 28 0C dengan A = 8 x 10-4 K-1.
Hitung :
1. Tekanan uap actual saat pengukuran (ea)
2. Tekanan uap jenuh (es)
3. Kelembaban relatif (RH)
33
Penyelesaian :
Dari Tabel 3.3, untuk tinggi tempat 1000 m diperoleh P = 899 hPa.
Dari Tabel 3.4, untuk Td = 28 0C diperoleh tekanan uap jenuh es = 37,8
hPa.
Dari Tabel 3.4, juga diperoleh untuk Tw = 21,5 0C sehingga nilai ew = 25,6
hPa.
Dari persamaan :
ea = ew – A . P (Td – Tw)
= 25,6 – (8.10-4) (899) (28 – 21,5) = 20,92 hPa
kelembaban relatif (RH) :
RH = ea / es x 100 = 20,92 / 37,8 x 100 = 55,34 % (dibulatkan 55 %)
Perhitungan cara ke-2 ini dapat dicek dengan cara-1, menggunakan Tabel
depresi D = 6,5 0C, dan pada nilai temperatur bola kering 28 0C, maka dari
Tabel 3.2 akan diperoleh kelembaban relatif (RH) = 55 %, ternyata hasil
cara ke-1 dan ke-2 sama.
c. Cara grafis
Bersifat mengecek secara cepat di lapangan dan harus dihitung ulang
dengan cara ke-1 dan ke-2 atau dari grafik termohigrograf.
Gambar 3.7, dapat digunakan untuk perkiraan awal. Dari gambar tersebut
ada 3 macam skala, contoh penggunaan :
• Skala C, untuk membaca nilai perbedaan pembacaan temperatur bola
kering (dry bulb thermometer), misal Td = 28 0C, dengan temperatur
bola basah (wet bulb thermometer), misal Tw = 23 0C, sehingga nilai
depresi D = 5 0C.
• Skala A, nilai temperatur bola basah, ikuti arah garis putus-putus
sehingga memotong garis vertikal untuk nilai depresi 5 0C. Baca titik
potong kedua garis itu, yang menunjukkan nilai temperatur titik embun
(dew point) sebesar 20,5 0C.
34
• Dari nilai temperatur bola kering sebesar 28 0C, pada skala C tarik
garis vertikal, dan tarik garis horisontal mulai dari titik embun 20,5 0C
pada skala A, titik potong kedua garis itu merupakan nilai kelembaban
relatif sebesar 64 % pada skala B.
Gambar 3.7 Penentuan Kelembaban Relatif Dan Suhu Titik Embun Secara Grafis
(Chin, 1985)
Jika dicek dengan cara ke-1, dengan nilai depresi D = 5 0C, nilai
0
temperatur bola kering sebesar 28 C, maka dari Tabel 3.2 dapat
ditentukan nilai kelembaban relatif sebesar 63 %, atau mempunyai selisih
1 % dengan cara grafis.
35
d. Membaca grafik termohigrograf
Contoh :
Dari grafik termohigrograf diperoleh suhu udara 28 0C dan kelembaban
relatif 80 %, hitung :
- Tekanan uap jenuh (es)
- Tekanan uap aktual (ea)
- Defisit kejenuhan (es – ea)
- Temperatur titik embun (Te)
Penyelesaian :
Diketahui T = 28 0C dan RH = 80 %
- Dari Tabel 3.1 untuk temperatur udara 28 0C maka diperoleh nilai
tekanan uap jenuh es = 28,32 mmHg.
- RH = ea / es maka ea = RH . (es) = 0,8 x 28,32 = 22,65 mmHg
- Defisit kejenuhan = es – ea = 28,32 – 22,65 = 5,66 mmHg
- Temperatur titik embun (dew point temperatur), dari Tabel 3.1 untuk
tekanan uap aktual ea = 22,65 mmHg, menunjukkan temperatur 24,22
0
C, jadi Te = 24,22 0C.
3.4 Angin
Arah angin adalah arah dari mana angin bertiup yang dapat ditunjukkan
dengan lingkaran arah angin. Kecepatan angin diukur dengan Anemometer yang
diletakkan pada ketinggian 2 meter dari permukaan tanah setempat. Terdapat
banyak tipe Anemometer, diantaranya tipe Robinson, tipe Thies dan tipe Cassela.
Data yang diperoleh langsung dari anemometer ini adalah bacaan angka
pada spidometer setiap hari, misalnya pada pagi hari jam 07.00 waktu setempat.
36
Gambar 3.8. Anemometer Gambar 3.9. Direction Sensor
Gambar 3.10. Winspeed Sensor Gambar 3.11. Self Recording Wind Speed
Contoh :
Data bacaan Anemometer sebagai berikut :
Bacaan pada tanggal 2 maret 1985 = 141298
Bacaan pada tanggal 1 maret 1985 = 141173
Selisih bacaan = 125
Hitung kecepatan angin pada tanggal 1 maret 1985 ?
Penyelesaian :
Jadi untuk tanggal 1 maret 1985 bacaan dari spidometer sebesar 125.
¾ Untuk anemometer tipe thies pembacaannya dikalikan 100, yaitu dalam satuan
meter dan kemudian dijadikan kilometer.
37
Dari bacaan di atas : 125 x 100 m = 12,5 km/hari
¾ Untuk anemometer tipe cassela pembacaannya adalah langsung dari hasil
pengurangan, ditulis dengan 1 (satu) angka dibelakang koma, yaitu :
14129,8 – 14117,3 = 12,5 km/hari.
Jadi kecepatan angin pada tanggal 1 maret 1985 adalah 12,5 km/hari.
38
raksa, dimana tekanan 1 atmosfer = 760 mmHg = 1,013 bar. Alat pengukur
tekanan udara disebut Barometer.
Tekanan udara akan berkurang menurut ketinggian suatui tempat.
Hubungan antara tekanan udara dan ketinggian/elevasi diperoleh dari persamaan
Laplace sebagai berikut :
P0 Z
log = (3.12)
P 18400(1 + k ⋅ t )
dimana :
P = tekanan udara pada elevasi Z (m) dalam mmHg.
P0 = tekanan udara pada elevasi mula (mmHg).
k = koefisien pengembangan udara = 0,00367
t = temperatur rata-rata sampai Z (m) dalam °C
39
Lanjutan Tabel 3.5
Contoh soal :
Dari tinggi tempat 550 m, perkirakan secara kasar besarnya tekanan udara rata-
rata dalam mb.
Penyelesaian :
Dari Tabel 3.5 Hubungan elevasi dengan tekanan udara mm-Hg, diketahui :
Tinggi tempat 540 m, P = 712,6 mm Hg
Tinggi tempat 560 m, P = 710,9 mm Hg
Selisih = 712,6 – 710,9 = 1,7 mm Hg
Jadi untuk tinggi tempat 550 m, tekanan udara rata-rata adalah :
= 712,6 – ½ (1,7) = 711,8 mm Hg = 711,8 x 1,33 = 946,69 m bar
40
3.6 Penyinaran Matahari (Sun Shine)
Lamanya penyinaran matahari (sun shine) dapat diukur dengan alat yang
dinamakan Campbell Stokes Recorder atau Sun Shine Recorder dan dipasang
pada tiang pasangan batu bata setinggi 1,2 meter dari permukaan tanah.
Gambar 3.12. Sunshine Recorder Gambar 3.13. Kertas Grafik Sunshine Recorder
Alat ini terdiri dari bola gelas yang masif dengan diameter 4 inchi yang
dipasang konsentris dalam suatu bidang cekung berbentuk bola, dengan diameter
sedemikian sehingga sinar matahari difokuskan dengan tajam pada kartu yang
dipasang pada suatu saluran didalam bidang cekung tersebut.
Sinar matahari yang difokuskan akan membakar kartu (grafik) dan
membuat suatu bekas jejak, ada tiga buah saluran yang saling bertindihan didalam
bidang cekung berbentuk bola tersebut, dimana kartu dipasang sesuai dengan
musim yang berbeda-beda dalam setahun.
Pengaturan alat sangat penting sehubungan dengan musim yang berbeda-
beda itu agar diperoleh data yang benar. Pengaturan alat meliputi pengaturan
(penyetelan) letak terhadap garis lintang bumi dan bidang meridian, sebelumnya
alat harus diletakkan mendatar. Pemasangan kartu dilakukan setiap hari, walaupun
tidak ada penyinaran matahari. Banyaknya terang penyinaran matahari tercatat
dalam kartu dinyatakan dalam persepuluhan jam tanpa memakai tanda koma.
41
Contoh soal :
Data diperoleh sebagai berikut dari pengukuran sebagai berikut :
Terbaca 6/10 jam, antara 09.00 dan jam 10.00 pagi, maka angka 6 dituliskan pada
jam 09.00 – 10.00 pagi untuk hari itu.
Pengolahan data penyinaran matahari selama satu hari adalah sebagai berikut :
(data tanggal 11 maret 1985)
Jam : 06.00 – 07.00 = 0 12.00 – 13.00 = 10
07.00 – 08.00 = 3 13.00 – 14.00 = 10
08.00 – 09.00 = 7 14.00 – 15.00 = 8
09.00 – 10.00 = 8 15.00 – 16.00 = 10
10.00 – 11.00 = 10 16.00 – 17.00 = 10
11.00 – 12.00 = 7 17.00 – 18.00 = 2
Hitung lama penyinaran matahari
Penyelesaian :
Hasil pembacaan pembakaran dalam satu hari dijumlahkan kemudian dibagi 10.
jadi pembacaan pembakaran tanggal 14 maret 1985 adalah 0 + 3 + 7 + 8 + 10 + 7
+ 10 + 10 + 8 + 10 + 10 + 2 = 85 dan ditulis dalam data : 85/10 = 8,5 jam.
Jadi lama penyinaran matahari adalah 8.5 jam.
Dari data diatas terlihat bahwa tanggal 11 maret 1985 lama penyinaran
matahari adalah (n) = 8,5 jam. Padahal kalau dilihat waktu terbit dan terbenam
matahari, waktu penyinaran yang mungkin dapat terjadi (N) lebih dari 8,5 jam.
Lamanya waktu penyinaran yang mungkin dapat terjadi selama satu hari
tergantung dari letak suatu tempat terhadap equator dan waktu (bulan).
Misal data penyinaran tanggal 11 maret 1985 diatas terjadi di Jakarta,
maka untuk bulan maret tanggal 1 s/d 15 matahari terbenam jam 18.12 dan
terbit jam 05.59; jadi lamanya penyinaran yang mungkin dapat terjadi (N): 18.12
– 05.59 = 12.13
42
⎛n⎞
Lama penyinaran relatif sun shine ⎜ ⎟ adalah perbandingan jumlah jam
⎝N⎠
penyinaran dengan jumlah jam penyinaran yang mungkin terjadi. Data inilah yang
biasanya dipublikasikan dan dinyatakan dalam persen.
n 8,5
Untuk contoh diatas : = × 100% = 69,5%
N 12,13
n
Jadi dapat dilihat bila = 100 % maka tidak ada awan dilangit yang menutupi
N
n
sinar matahari atau hari cerah, sebaliknya bila = 0 % maka sepanjang hari
N
langit ditutupi awan tebal, tidak ada penyinaran matahari yang sampai
dipermukaan bumi.
Contoh Soal :
Pengolahan data hasil pencatatan radiasi matahari tanggal 20 desember 1976 dari
stasiun Klimatologi Kota Bakti Aceh dengan nomor pesawat 746, dengan
koefisien K = 0,390, data luas kurva pencatatan diperoleh sebagai berikut :
Antara jam : 07.00 – 08.00 jumlah kotak 3
08.00 – 09.00 jumlah kotak 20
09.00 – 10.00 jumlah kotak 48
10.00 – 11.00 jumlah kotak 64
43
11.00 – 12.00 jumlah kotak 76
12.00 – 13.00 jumlah kotak 84
13.00 – 14.00 jumlah kotak 80
14.00 – 15.00 jumlah kotak 74
15.00 – 16.00 jumlah kotak 66
16.00 – 17.00 jumlah kotak 50
17.00 – 18.00 jumlah kotak 22
18.00 – 19.00 jumlah kotak 6 +
total = 593
Hitung besarnya radiasi matahari.
Penyelesaian :
Besarnya radiasi = 593 x 1,5 x 0,39 = 346,9 Cal/cm2/hr, jadi untuk data tanggal 20
Desember 1976 besarnya radiasi di Kota Bakti Aceh adalah 346,9 Cal/cm2/hari.
3.8 Latihan
1. Bila temperatur bola kering (td) = 30°C dan temperatur bola basah (tw) = 24°C
maka hitung tekanan uap air pada temperatur 24 0C.
2. Data diperoleh sebagai berikut dari pengukuran sebagai berikut :
Terbaca 6/10 jam, antara 09.00 dan jam 10.00 pagi, maka angka 6 dituliskan
pada jam 09.00 – 10.00 pagi untuk hari itu. Pengolahan data penyinaran
matahari selama satu hari adalah sebagai berikut :
Jam : 06.00 – 07.00 = 0 12.00 – 13.00 = 9
07.00 – 08.00 = 4 13.00 – 14.00 = 9
08.00 – 09.00 = 6 14.00 – 15.00 = 9
09.00 – 10.00 = 9 15.00 – 16.00 = 8
10.00 – 11.00 = 7 16.00 – 17.00 = 8
11.00 – 12.00 = 8 17.00 – 18.00 = 3
Hitung lama penyinaran matahari.
44
3. Data bacaan Anemometer sebagai berikut :
Bacaan pada tanggal 2 April 2005 = 111378
Bacaan pada tanggal 1 April 2005 = 111232
Hitung kecepatan angin pada tanggal 1 April 2005.
4. Pengolahan data hasil pencatatan radiasi matahari tanggal 20 desember 1976
dari suatu stasiun Klimatologi dengan koefisien K = 0,40, data luas kurva
pencatatan diperoleh sebagai berikut :
Antara jam : 07.00 – 08.00 jumlah kotak 5
08.00 – 09.00 jumlah kotak 21
09.00 – 10.00 jumlah kotak 40
10.00 – 11.00 jumlah kotak 54
11.00 – 12.00 jumlah kotak 66
12.00 – 13.00 jumlah kotak 64
13.00 – 14.00 jumlah kotak 78
14.00 – 15.00 jumlah kotak 76
15.00 – 16.00 jumlah kotak 60
16.00 – 17.00 jumlah kotak 51
17.00 – 18.00 jumlah kotak 20
18.00 – 19.00 jumlah kotak 8
Hitung besarnya radiasi matahari.
45
BAB 4
HUJAN (PRESIPITASI)
4.1 Pengertian
Bila udara lembab bergerak ke atas kemudian menjadi dingin sampai
melalui titik embun, maka uap air didalamnya mengkondensir sampai membentuk
butir-butir air. Bila proses pendinginan ini terjadi secara besar-besaran, maka
butir-butir air akan jatuh sebagai Hujan (Presipitasi). Sebenarnya presipitasi yang
terjadi dapat juga berupa salju, es, dan sebagainya. Derasnya hujan tergantung dari
banyaknya uap air di dalam udara. Pada umumnya semakin deras hujannya,
semakin pendek waktunya, oleh karena itu setelah sebagian uap air
mengkondensir udara semakin kering maka derasnya hujan berubah dengan
waktu.
Hujan merupakan bentuk tetesan air yang menpunyai garis tengah > 0,5
mm atau lebih kecil dan terhambur luas pada suatu kawasan.
46
c. Hujan Orografik : yaitu berasal dari naiknya udara karena adanya rintangan
berupa pegunungan.
Hujan sangat dipengaruhi oleh iklim dan keadaan topografi daerah,
sehingga keadaannya sangat berbeda untuk masing-masing daerah. Hujan yang
terjadi disuatu daerah kadang-kadang sangat sulit ditentukan typenya sehingga
data yang demikian jarang disebutkan.
47
Tabel 4.1 Jumlah Penakar Hujan Pada Suatu Daerah Yang Diwakilinya
Luas
Jumlah stasiun penakar hujan
(Km2)
26 2
260 6
1300 12
2600 15
3200 20
7800 40
Sumber : Wilson, 1974
48
mengoperasikan alat penakar hujan di daerah tersebut. Ada dua jenis alat penakar
hujan, yaitu pencatatan secara manual dan pencatatan secara automatik.
CORONG LUAS = A
Vol
R= (mm)
A
Vol
Data hujan ini akan sulit terbaca kalau tidak digunakan tabung pengukur
dengan perbandingan luas penampang yang lebih kecil. Pengukuran tinggi air
hujan di dalam tabung pengukur, dipakai tongkat pengukur atau skala bacaan
yang ada yang ada pada tabung. Hasil bacaan tinggi air hujan di dalam tabung
pengukur masih harus dikalikan dengan faktor perbandingan antara luas
49
penampang tabung pengukur dan luas corong pengumpul, baru didapat data
tinggi hujan yang terjadi.
Data yang didapat dari pencatatan hujan dengan alat penakar jenis ini adalah
data hujan harian yaitu tinggi hujan yang terjadi dalam 24 jam (etmal), karena
pengukuran dilakukan satu kali dalam sehari semalam, biasanya pagi hari.
Kalau dilakukan pengukuran dua kali pagi dan sore, datanya dicatat sebagai
hujan harian,yaitu dengan menjumlahkan dua data pengukuran tersebut.
Spesifikasi :
Luas penampang corong 100-200 cm
Kapasitas 400-600 mm
Di pasang pada :
o Ketinggian 1,0 – 1,2 m dari muka tanah
Kelebihan : Pengoperasian mudah, biaya murah.
Kekurangan : Adanya pengaruh turbulensi angin sehingga hujan
yang ditangkap sekitar 80-95%, mudah tumbang
(manusia/binatang/angin).
o Permukaan tanah
Kelebihan : Pengaruh turbulensi angin kecil sehingga dapat
menangkap hujan 100%.
Kekurangan : Pengoperasian sulit, biaya mahal.
Gambar 4.2. Alat Ukur Hujan Biasa (a) di Atas Tanah (b) Ditanam
50
Kelemahan :
Pada hujan dengan intensitas besar, kemungkinan AUHB tidak dapat
menampung sehingga hujan luber, mengakibatkan data yang terukur tidak
mengambarkan kejadian yang sebenarnya.
Intensitas setiap jam tidak dapat diketahui.
Cara pengukuran :
1. Tebal hujan dinyatakan dengan mm
2. Dibulatkan kebawah jika < 0,05 mm dan sebaliknya , ex : 2,02 mm ≈ 2
mm, ex : 2,06 ≈ 2,1 mm
3. Jika terjadi hujan < 0,05 mm ditulis 0
4. Jika tidak terjadi hujan ditulis “–“
5. Jika AUHB rusak di tulis “R”
6. Bencana alam (banjir, angin, ribut, gempa, dll) disekitar lokasi pos hujan
dicatat pada buku khusus.
7. Hujan terukur adalah hujan yang terjadi 1 hari sebelumnya, ex :
pengukuran tgl 28 peb pukul 7.00 pagi harus diisikan pada tgl 27 peb
8. Jika terjadi kerusakan segera lapor.
b) Alat Ukur Hujan Otomatis (AUHO) (Automatic Rain Fall Recorder, ARR)
Alat penakar hujan automatik atau Automatic Rain Gauge adalah alat yang
dapat mencatat hasil pengukuran hujan secara automatik
dalam setiap kejadian hujan. Pengoperasian alat ini bisa
satu mingguan dengan mengganti kertas grafik pencatat
yang dipakai.
Ada tiga type automatic rain gauge yang banyak dipakai
yaitu, Weighing Bucket Rain Gauge, Tipping Bucket Rain
Gauge, Syphon Automatic Rainfall Recorder.
1. Weighing Bucket Rain Gauge
Hujan yang jatuh di atas corong akan diteruskan
masuk ke dalam bucket yang beralaskan plat form.
51
Penambahan air hujan yang masuk ke dalam bucket akan menambah berat
sehingga weighing mekanik akan bekerja menggerakkan lengan pena
pencatat yang akan terlihat hasilnya pada kertas grafik yang berputar
sesuai dengan waktu. Hasil pencatatan yang ditunjukkan merupakan hujan
kumulatif terhadap waktu dalam kurva massa hujan.
Terdiri dari :
1. Corong
2. Saringan
3. Dua buah alat tampung sisi A dan B yang masing-masing mempunyai
alat pembuang serta peralatan mekanisme untuk merekam data. Alat
tampung juga berfungsi sebagai alat menimbang. Terdiri dari 2 bagian
yang sama besar dan beratnya, dapat bergerak pada sumbu horizontal
yang di pasang di tengah-tengah.
Cara Kerja :
1. Air hujan yang jatuh pada corong setelah melewati saringan akan di
tampung oleh salah satu sisi alat tampung.
52
2. Jika air hujan dalam alat tampung telah mencapai jumlah (berat
tertentu) biasanya setara dengan 0,2 mm/0,5 mm (tergantung ketentuan
pabrik pembuat), maka air hujan akan tumpah dan terbuang melalui
alat pembuang sehingga alat tampung sisi A akan kosong dan alat
tampung sisi B akan terangkat dan siap menampung air hujan.
3. Gerakan alat tampung tercatat pada kertas grafik yang mengambarkan
tebal hujan, oleh sebuah pena yang digerakkan secara mekanik melalui
kabel AUHO.
Kelemahan :
1. Pada saat salah satu tampung menumpahkan air memerlukan waktu,
sehingga ada kemungkinan hujan yang terjadi saat itu tidak terekam
tebalnya.
2. Air hujan yang tertampung pada alat tampung kemungkinan
mengalami pengurangan sebagai akibat penguapan.
3. Apabila saringan tidak berfungsi dengan baik, kotoran / debu akan
masuk sehingga menambah bobot air sehingga menambah tebal hujan.
53
Bila hujan masih berlangsung bak pengumpul terisi air hujan lagi dan
pelampung juga akan naik, proses pencatatan berlangsung kembali sampai
hujan berhenti.
Pada Gambar 4.4 ditunjukkan grafik hasil pencatatan alat penakar hujan
automatis tipe siphon. Terlihat sampai jam 07.00 hari senin garis
pencatatan mendatar pada skala 2,5 cm, ini berarti pada bak penampung
tidak terjadi penambahan air akibat hujan, sehingga pelampung tidak
bergerak naik. Jam 07.00 sampai jam 08.00 terlihat garis pencatatan naik
mulai skala 2,5 cm dan berhenti pada skala 4,2 cm kemudian mendatar
lagi. Pada saat garis pencatatan naik berarti ada penambahan air pada bak
penampung yang berarti terjadi hujan. Tinggi hujan yang tercatat adalah
17 mm dengan lama hujan (duration) 1 jam.
Pada hari selasa jam 04.30 terlihat garis pencatatan naik mulai dari skala
8,5 cm sampai skala 10 cm pada jam 05.10 kemudian turun hampir
vertical, selanjutnya naik lagi sampai skala 5,4 cm pada jam 08.10 lalu
garisnya mendatar. Terlihat bahwa pada jam 05.10 muka air pada bak
penampung mencapai bengkokan pipa siphon sehingga terjadi
pengosongan air pada bak penampung, ini ditunjukkan dengan turunnya
garis pencatatan sampai skala 0 cm, karena hujan masih berlangsung maka
54
garis pencatatan naik lagi sampai hujan berhenti, maka garis pencatatan
mendatar lagi.
55
4.6 Penyajian Data Hujan
Data yang diperoleh dari stasiun penakar hujan adalah tabel data tinggi
hujan harian atau grafik akumulasi tinggi hujan dari penakar hujan automatis.
Data tersebut dapat diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan grafik.
1. Penyajian dalam bentuk tabel
Tinggi hujan maupun akumulasi tinggi hujan dari suatu stasiun dapat disajikan
dalam bentuk tabel, tergantung dari keperluannya. Unit waktu dapat diambil
tiap jam, tiap hari, tiap 10 harian, tiap bulan, tiap tahun bahkan kadang-kadang
tiap 5 tahunan. Contoh tabel hujan seperti pada Tabel 4.3. dan Tabel 4.4.
2)
max 127 160 181 226 230 372 172 183 173 156 144 156 2290
3)
min 27 33 47 98 72 47 16 3 9 0 52 67 471
Sumber : Data hujan pada stasiun Baraka Sulsel
56
- Tidak ada data
1) Total rata-rata bulanan
2) Hujan tahunan maksimum
3) Hujan tahunan minimum
57
3. Penyajian dalam bentuk grafik
Bila pada diagram tinggi hujan ditarik garis ratanya, maka didapat grafik
tinggi hujan. Pada umumnya grafik tinggi hujan dibuat langsung dengan
menggambarkan titik-titik tersebut. Dengan cara yang sama lengkung massa
hujan dapat juga dibuat. Gambar 4.8 adalah contoh grafik tinggi hujan rata-
rata bulanan dan Gambar 4.9 adalah contoh grafik/lengkung massa dari hujan
jam-jaman dari Gambar 4.7.
58
4.7 Cukupnya Jumlah Penakar Hujan
Hasil pencatatan tinggi hujan dari penakar hujan adalah merupakan data
dasar yang digunakan dalam analisa hidrologi. Jumlah penakar hujan dalam suatu
daerah aliran tergantung dari kebutuhan dan besarnya presentase kesalahan yang
tertentu untuk hujan rata-rata di daerah aliran. Untuk menentukan cukup tidaknya
jumlah penakar hujan pada suatu daerah aliran dengan prresentase kesalahan
hujan rata-ratanya adalah ditentukan, maka dapat ditempuh prosedur sebagai
berikut :
a. Hitung total hujan untuk n penakar hujan (stasiun) :
Rtot = R1 + R2 + ……..+ Rn (4.1)
b. Hitung rata-rata aritmatika hujan di daerah aliran :
1
Rm = ⋅ Rtot (4.2)
n
c. Hitung jumlah dari kuadrat untuk n data hujan :
Rs = R12 + R22 + …….+ Rn2 (4.3)
d. Hitung variannya :
⎛1 ⎞
Rs − ⎜ R 2 tot ⎟
S2 = ⎝n ⎠ (4.4)
n −1
e. Hitung koefisien variasinya :
100 S 2
Cv = (4.5)
Rm
f. Jumlah penakar hujan yang optimum N yang diperlukan untuk
memperkirakan hujan rata-rata dengan presentase kesalahan (p) adalah :
2
⎛C ⎞
N = ⎜⎜ v ⎟⎟ ………(p dalam presen) (4.6)
⎝ p ⎠
g. Jumlah penakar hujan yang harus ditambahkan adalah : N – n
59
Contoh soal :
Dalam suatu daerah aliran terdapat empat stasiun penakar hujan dengan
data hujan normal tahunan adalah 800, 520, 440 dan 400 mm. Hitung
jumlah stasiun penakar hujan yang harus ditambahkan dengan batas
kesalahan untuk hujan rata-rata daerah aliran adalah 12 %.
Penyelesaian :
Rtot = 800 + 520 + 440 + 400 = 2160 mm
Rm = ¼ x 2160 = 540 mm
Rs = (800)2 + (520)2 + (440)2 + (400)2 = 126000
1 2 1
R tot = × (2160 ) = 1166400
2
n 4
1264000 − 1166400 97600
S2 = = = 32,533
4 −1 3
100 32,533
Cv = = 33,4
540
2
⎛ 33,4 ⎞
N =⎜ ⎟ = 7,8 ≈ 8
⎝ 12 ⎠
jadi jumlah stasiun penakar hujan yang harus ditambahkan di daerah
aliran adalah : 8 – 4 = 4 stasiun.
60
index) kurang dari 10 %. Misalnya X adalah stasiun yang datanya hilang,
dan A, B, C adalah stasiun index. Maka besarnya data yang harus diisikan
untuk melengkapi data pada stasiun X adalah :
1
Rx = (R A + RB + RC ) (4.7)
3
dimana :
Rx = tinggi hujan yang diisikan untuk melengkapi data stasiun
X.
RA, RB, RC = tinggi hujan pada stasiun A, B, dan C.
1⎛ N N N ⎞
R x = ⎜⎜ X ⋅ R A + X ⋅ R B + X ⋅ RC ⎟⎟ (4.8)
3⎝ NA NB NC ⎠
dimana :
Nx = tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun X
NA, NB, NC = tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun A, B dan C.
3. Cara korelasi :
Cara ini hanya dipakai untuk analisa hujan tahunan dengan
menggambarkan korelasi tinggi hujan yang bersamaan waktunya (tahun)
dari stasiun index dengan stasiun yang datanya hilang. Bila didapat
korelasi yang baik maka tinggi hujan yang diperkirakan untuk mengisi
data yang hilang diperoleh. Bila tidak didapat korelasi yang baik, sulit
memperkirakan tinggi hujan untuk mengisi data yang hilang.
61
300
200
datanya
150
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300
Tinggi hujan stasiun index
Dari Gambar 4.10 di atas data mempunyai korelasi baik, untuk mengisi
data hujan yang hilang tinggal melihat besarnya tinggi hujan pada stasiun
index pada waktu yang sama dengan data yang harus dilengkapi,
kemudian ditarik ke garis korelasinya maka didapat tinggi hujan yang
diperkirakan untuk melengkapi data yang hilang.
62
Gambar 4.11. Double Mass Curve
IO
R A = RO (4.9)
IA
dimana :
RA = hujan yang didapat penyesuaiannya.
RO = hujan yang harus disesuaikan.
IA = kemiringan lengkung massa dari data sesudah 1978.
IO = kemiringan lengkung massa dari data sebelum 1978.
63
4.10 Variasi Hujan
Tinggi hujan di suatu tempat tiap tahunnya tidak sama. Disamping variasi
tahunan juga terjadi variasi bulanan, bahkan mungkin terdapat variasi harian.
a. Variasi tahunan
Variasi tahunan dari tinggi hujan dapat dilihat dengan membandingkan
lengkung massa hujan tahunan dan lengkung massa hujan rata-rata
tahunan, yaitu massa hujan jika tiap-tiap tahunnya adalah tahun normal.
Dari Gambar 4.12 terlihat bahwa lengkung massa hujan tahun 1961 dan
1962 mempunyai kemiringan lebih kecil dari kemiringan lengkung massa
hujan rata-rata hujan yang berarti tahun 1961 dan 1962 tinggi hujannya
lebih rendah dari tinggi hujan rata-rata tahunan dan disebut tahun kering.
Sedang dari tahun 1963 sampai 1965 terlihat bahwa kemiringan lengkung
massa hujannya lebih besar dari kemiringan lengkung massa hujan rata-
rata tahunannya, yang berarti tahun 1963 sampai 1965 tinggi hujannya
lebih besar dari tinggi hujan rata-rata tahunannya, dan disebut tahun
basah.
64
Variasi tahun kering dan tahun basah ini sangatlah tergantung dari cara
mendapatkan lengkung massa hujan rata-rata tahunnya. Sangatlah
berbahaya untuk menghitung hujan rata-rata tahunan dari periode
pengamatan yang terlalu pendek, kemungkinan akan didapat harga rata-
rata yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kurang adanya variasi tahunan
pada data hujan, maka perhitungan-perhitungan diambil harga rata-
ratanya, padahal dengan data hujan yang periode pengamatannya pendek
tidak mungkin ditentukan suatu harga rata-rata yang tepat. Untuk
mendapatkan harga rata-rata tahunan yang tidak jauh berbeda dengan
harga rata-rata sejati maka data pengamatan hujan tahunan paling sedikit
30 tahun, karena penyimpangan rata-ratanya ± 2 % dari harga rata-rata
sejati, dan ini cukup teliti untuk keperluan-keperluan praktis.
b. Variasi bulanan
Untuk keperluan pertanian Mohr telah menentukan adanya bulan basah
dan bulan kering sebagai variasi hujan bulanan. Menurut Mohr variasi
bulanan adalah sebagai berikut :
1. Bulan Basah, tinggi hujan lebih banyak dari tinggi air yang diuapkan
sehingga di dalam tanah masih tersedia air untuk tanaman. Batasannya
bila tinggi hujan dalam satu bulan lebih besar dari 100 mm.
2. Bulan Kering, tinggi hujan kurang dari tinggi air yang mungkin dapat
diuapkan. Batasannya bila tinggi hujan dalam satu bulan kurang dari
60 mm.
3. Bulan Normal, tinggi hujan dalam satu bulan lebih dari 60 mm tetapi
kurang dari 100 mm. Bulan normal disebut juga sebagai Bulan
Lembab.
c. Variasi harian
Di Indonesia terlihat juga adanya variasi yang teratur dalam satu hari
dengan terjadinya konsentrasi hujan yang berbeda-beda tiap jamnya.
Variasi teratur dalam satu hari yang berlangsung tiap-tiap hari hujan
65
terjadi di daerah-daerah lereng gunung yang dapat terjadi hujan karena
perbedaan temperatur di atas darat dan laut, yang disebabkan oleh
penyinaran matahari.
66
1
R= (R1 + R2 + R3 + ..... + Rn ) (4.9)
n
1 n
atau R = ∑ Ri
n i =1
(4.10)
dimana :
R = tinggi hujan rata-rata daerah aliran (area rainfall)
R1, R2, R3 …..Rn = tinggi hujan masing stasiun (point rainfall
n = banyaknya stasiun penakar hujan
Kelebihan :
¾ Lebih objektif karena perhitungan dilakukan secara aljabar.
Kekurangan :
¾ Hasilnya kasar karena tidak memperhitungkan letak dan kerapatan
stasiun penakar curah hujan.
67
Kekurangan :
¾ Penentuan kembali jaringan segitiga, jika terdapat kekurangan
pengamatan pada salah satu titik pengamatan.
Jelasnya poligon-poligon tersebut dapat diperoleh sebagai berikut :
1. Hubungkan masing-masing stasiun dengan garis lurus sehingga
membentuk polygon segitiga.
2. Buat sumbu-sumbu pada polygon segitiga tersebut sehingga titik
potong sumbu akan membentuk polygon baru.
3. Polygon baru inilah merupakan batas daerah pengaruh masing-masing
stasiun penakar hujan.
68
1 n
R= ∑ Ai R i
A i=1
(4.12)
c. Cara Isohyet
Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat kedudukan dari harga
tinggi hujan yang sama. Isohyet ini diperoleh dengan cara interpolasi
harga-harga tinggi hujan local (Point rainfall). Polygon Thiessen adalah
tetap tidak tergantung dari harga-harga Point Rainfall, tetapi pola Isohyet
berubah dengan harga-harga Point Rainfall yang tidak tetap, walaupun
letak stasiun penakar hujannya tetap. Jadi cara isohyet merupakan
perhitungan curah hujan yang didasarkan atas pembagian daerah yang
dibatasi oleh garis-garis kontur.
69
Sedang dengan menggunakan planimeter luas antara dua Isohyet (A1,2) dan
luas daerah aliran (A) dapat dihitung. Hujan rata-rata daerah aliran dapat
dihitung sebagai berikut :
A1,2 A A
R= ⋅ R 1,2 + 2,3 ⋅ R 2,3 + ...... + n,n +1 ⋅ R n,n +1 (4.13)
A A A
atau :
1 n
R= ∑ Ai,i+1 × R i,i+1
A i=1
(4.14)
dimana :
Ai, i+1 = luas antara Isohyet Ii dan Ii+1
Ri, i+1 = tinggi hujan rata-rata antara Isohyet Ii dan Ii+1
Kelebihan :
¾ Lebih teliti dari pada cara yang lain.
Kekurangan :
¾ Hasilnya dapat kurang teliti jika garis-garis isohyet tidak dapat
digambar lebih teliti.
¾ Kesalahan akan lebih banyak lagi jika titik pengamatan itu banyak
dan variasi curah hujan di daerah yang bersangkutan besar, maka
pada pembuatan peta isohyet ini akan terdapat kesalahan pribadi
(individual error) si pembuat peta.
Sebenarnya masih ada cara lain menghitung Area Rainfall dari Point
Rainfall seperti yang dikemukakan oleh Melchior, Weduwen dan Haspers
yang sering dipakai di Indonesia, yaitu dengan menghitung factor reduksi
dari suatu daerah alirannya terlebih dahulu.
70
Contoh soal :
Dari suatu DPS dengan luas 57,20 km2 mempunyai 7 buah pos dengan
AUHO dengan sebaran seperti pada gambar dibawah, selama bulan Mei
terukur tebal hujan setiap pos :
- Pos 1 = 64 mm - Pos 5 = 50 mm
- Pos 2 = 60 mm - Pos 6 = 40 mm
- Pos 3 = 52 mm - Pos 7 = 36 mm
- Pos 4 = 48 mm
Hitung tebal hujan rata-rata seluruh DPS pada bulan itu menggunakan
metode aritmatik, polygon theissen, dan metode isohyet ?
Penyelesaian :
a. Metode Aritmatik / Rata-Rata
1
R= ( R1 + R2 + ......... + Rn )
n
R =1/7 (64 + 60 + 52 + 48 + 50 + 40 + 36) = 50 mm
71
b. Metode Poligon Theissen
Pos Hujan Luas Poligon RxA
Hujan R (mm) A (Km2) (mm x Km2)
1 64 6,56 419,84
2 60 10,52 631,20
3 52 8,02 417,04
4 48 9,08 435,84
5 50 6,32 316,00
6 40 7,42 296,80
7 36 9,28 334,08
Jumlah 57,20 2850,80
c. Metode Isohyet
Pos Hujan Luas Poligon RxA
Hujan R (mm) A (Km2) (mm x Km2)
1 dan 2 60 17,94 1076,40
3,4,5 50 16,62 831,00
6 dan 7 40 22,64 905,60
Jumlah 57,20 2813,00
72
waktu, maka intensitas tiap-tiap interval dapat dibaca dari kemiringan masing-
masing interval (Gambar 4.15)
Dari Gambar 4.15 diberikan contoh menganalisa pola intensitas hujan dari grafik
pencatatan hujan otomatis. Terlihat hujan terjadi mulai jam 16 11 dan berhenti jam
17 00 dengan pola seperti pada Tabel 4.5 kolom 1, 2 dan 3.
73
Intensitas adalah kemiringan dari grafik pencatatan hujan otomatis yang tidak lain
adalah harga tangen, yaitu :
R
I= (4.15)
t
dimana : I = intensitas hujan dalam (mm/jam)
R = hujan selama interval (mm)
t = interval watktu (jam)
1,8 mm
Dalam Tabel 4.5 pada kolom 4 baris 1, I 1 = = 9 mm/jam
12 menit
Dari hasil perhitungan intensitas hujan seperti pada Tabel 4.5 dapat digambarkan
diagram pola intensitasnya yang disebut Hyetograp (Gambar 4.16). Melihat pola
Hyetograpnya hujan dibedakan menjadi empat macam yaitu, Uniform pattern,
Advanced pattern, Intermediate pattern dan Deleyed pattern (Gambar 4.17).
74
t t
I I
t t
Intermediate pattern Delayed pattern
75
a=
∑ (I ⋅ t )⋅ ∑ (I ) − ∑ (I ⋅ t )∑ (I )
2 2
(4.17)
N ⋅ ∑ (I ) − (∑ I )
2 2
b=
∑ (I )⋅ ∑ (I ⋅ t ) − N ⋅ ∑ (I ⋅ t ) 2
(4.18)
N ⋅ ∑ (I ) − (∑ I )
2 2
b. Untuk hujan dengan waktu lebih dari dua jam Prof. Sherman (1905)
menuliskan perumusan :
m
I= (4.19)
tn
dimana :
m, n = konstanta yang tergantung keadaan setempat
log m = (4.20)
N ⋅ ∑ (log I ) − (∑ log I )
2 2
n=
∑ (log I )⋅ ∑ (log t ) − N ⋅ ∑ (log t ⋅ log I ) (4.21)
N ⋅ ∑ (log I ) − (∑ log t )
2 2
∑ (I ⋅ t )⋅ ∑ (I ) − ∑ (I ⋅ t )∑ (I )
2 2
c= (4.23)
N ⋅ ∑ (I ) − (∑ I )
2 2
d=
∑ (I )⋅ ∑ (I ⋅ t )− N ⋅ ∑ (I 2
⋅ t ) (4.24)
N ⋅ ∑ (I ) − (∑ I )
2 2
76
t = waktu hujan (jam)
Contoh soal :
77
Penyelesaian :
Tabel perhitungan tiga jenis rumus intensitas curah hujan
78
Tabel perbandingan kecocokan rumus-rumus intensitas curah hujan
79
dipergunakan tiga macam perumusan untuk hujan dengan waktu lebih dari satu
hari, kurang dari satu hari dan kurang dari satu jam.
Contoh :
Perkirakan besarnya hujan selama 4 hari dari data hujan R24 = 180 mm.
Penyelesaian :
hendak diperkirakan besarnya hujan dalam 4 hari maka dapat dituliskan
sebagai berikut :
100 R
Untuk t = 4 hari, maka = 156 %
R 24
Jadi : R4 = R24 x 1,56 = 280,8 mm
80
dimana :
R, R24 = dalam mm
t = dalam jam
100 R
= dalam persen
R 24
Contoh :
Perkirakan tinggi hujan dalam 4 jam dari data hujan R24 = 240 mm.
Penyelesaian :
Tinggi hujan dalam 4 jam diperkirakan sebagai berikut :
100 R
untuk t = 4 jam, maka : = 97,7 %
R 24
jadi R4 = R24 x 0,797 = 191 mm
dimana :
Rt = rata-rata hujan sampai jam ke t (mm)
R24 = tinggi hujan dalam 24 jam (mm)
R’t = tinggi hujan pada jam ke t (mm)
t = waktu hujan (jam)
81
Contoh :
Perkirakan distribusi tinggi hujan untuk t = 4 jam dari data hujan R24 =
240 mm.
Penyelesaian :
Pada jam ke 1 :
2
240 ⎛ 5 ⎞ 3
Rt = ⎜ ⎟ = 140.4 mm
5 ⎝1⎠
82
c. Tinggi hujan untuk hujan 0 – 1 jam
Rumus yang dipakai di Indonesia adalah sebagai berikut :
a ⋅ R 24
R= (4.30)
R 24 + b
dimana :
R, R24 = dalam mm
a, b = konstanta yang untuk hujan dengan waktu tertentu besarnya
seperti pada Tabel 4.7.
Contoh :
Perkirakan besarnya hujan dengan waktu 30 menit dari data hujan harian
R24 = 140 mm.
Penyelesaian :
Untuk t = 30 menit, maka dari Tabel 4.7. diperoleh : a = 524 dan b = 1272
524 * 140
Jadi : R = = 52 mm
140 + 1272
83
maka hubungan-hubungan ini dapat digambarkan grafiknya. Selain dari
pada itu hubungan antara tinggi hujan dan waktu hujan masih dapat juga
dikaitkan hubungannya dengan luas daerah aliran.
84
irigasi, spillway pada dam reservoir air dan lain sebagainya. Hujan yang dipakai
dasar design bangunan seperti di atas disebut sebagai Tinggi Hujan Rencana.
Harga tinggi hujan rencana tergantung dari besar kecilnya bahaya dan
kerugian yang dapat ditimbulkan oleh suatu kegagalan bangunan sehingga resiko
yang diambil berbeda-beda. Bila kegagalan bangunan akan menyebabkan
kerugian yang besar maka untuk perencanaan biasanya diambil tinggi hujan
rencana yang mendekati harga extrim maximum, karena resiko yang kita ambil
adalah kecil. Sedang kalau kegagalan bangunan hanya menimbulkan kerugian
yang tidak begitu besar, maka diambil resiko yang lebih besar dengan mengambil
tinggi curah hujan rencana yang lebuh kecil dari harga ekstrim maksimum.
4.17 Latihan
1. Dalam suatu daerah aliran terdapat lima stasiun penakar hujan dengan data
hujan normal tahunan adalah 700, 620, 430 dan 340 mm. Hitung jumlah
stasiun penakar hujan yang harus ditambahkan dengan batas kesalahan untuk
hujan rata-rata daerah aliran adalah 10 %.
2. Hitunglah perkiraan besarnya hujan selama 3 hari dari sebuah data hujan
harian R24 = 130 mm.
3. Perkirakan distribusi tinggi hujan untuk t = 5 jam dari harian R24 = 130 mm.
4. Perkirakan besarnya hujan dengan waktu 20 dan 45 menit dari data hujan
harian R24 = 130 mm.
85
BAB 5
5.1 Pengertian
Evaporasi atau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari
permukaan bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan
di atas permukaan bangunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer.
Proses ini sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang saling berkelanjutan yaitu :
a. Interface Evaporation : yaitu proses pertukaran air di permukaan menjadi
uap air di permukaan (interface) yang besarnya tergantung dari energi
dalam yang tersimpan (stored energy)
b. Vertical Vapor Transfer : yaitu perpindahan lapisan udara yang jenuh uap
air dari interface ke lapisan di atasnya, dan hal ini bila memungkinkan
proses penguapan akan berjalan terus. Transfer ini dipengaruhi oleh
kecepatan angin, topografi dan iklim lokal.
Disamping itu penguapan juga dipengaruhi oleh kelembaban udara,
tekanan udara, kedalaman air dan kualitas air.
Soil Evaporasi adalah penguapan yang terjadi dari permukaan tanah tanpa
ada tanaman di atasnya (bare soil).
Transpirasi adalah pengupan yang terjadi dari tanaman melalui sel
stomata pada daun. Air yang dihisap oleh daun setelah proses fisiologis akan
diuapkan kembali melalui sel stomata. Sel stomata ini pada malam hari akan
tertutup sehingga transpirasi hanya terjadi pada siang hari saja. Dengan demikian
jelas transpirasi lebih kecil dibanding dengan evaporasi.
Evapotranspirasi adalah kejadian bersama-sama antara evaporasi dan
transpirasi, keduanya saling mempengaruhi. Soil evaporasi akan dikurangi dengan
86
terjadinya transpirasi. Bila penguapan terjadi dilihat pada suatu daerah dimana di
dalamnya terdapat juga tanaman yang tumbuh maka penguapan yang terjadi di
daerah tersebut disebut Evapotranspirasi.
Potensial Evapotranspirasi (PET) adalah evapotranspirasi dari tanaman
bila memperoleh air (dari hujan atau irigasi) yang cukup untuk pertumbuhannya
yang optimum. PET ini tergantung dari factor meteorologi setempat dan juga dari
jenis tanaman yang ada.
Actual Evapotranspirasi (AET) adalah evapotranspirasi dari tanaman di
bawah cukup untuk pertumbuhannya karena air yang diberikan kurang. AET juga
tergantung dari faktor yang sama dengan potensial evapotranspirasi tetapi dibatasi
dengan hanya tersedianya air di kandungan tanah (moisture) saja. Pada daerah
kering tanpa irigasi, AET menjadi sangat rendah karena tidak tersedianya air
untuk evaporasi.
Proses evaporasi ini sangat penting dan dipertimbangkan dalam proyek-
proyek Pengembangan Sumber Air seperti penyimpanan air dalam reservoir
(dam), kebutuhan air irrigasi untuk tanaman (consumptive use) dan banyak lagi.
dimana :
E = evaporasi dari permukaan air (open water)
C = koefisien tergantung dari tekanan barometer
u = kecepatan angin
ew = tekanan uap jenuh muka air danau
ea = tekanan uap udara di atasnya
87
Kedalaman air juga mempengaruhi evaporasi, karena untuk menaikkan
temperatur air yang mempunyai lapisan tebal (dalam) lebih banyak
diperlukan panas dari pada yang mempunyai lapisan tipis (dangkal). Untuk
penyinaran matahari yang sama maka akan lebih banyak menaikkan
temperatur air yang dangkal dari pada yang dalam, hingga evaporasi pada
air yang dangkal lebih banyak.
Banyak cara untuk menghitung besarnya evaporasi dari permukaan air
diantaranya sebagai berikut :
1. Persamaan Empiris
Seperti disebutkan di atas bahwa besarnya evaporasi sangat
dipengaruhi oleh kecepatan angin, maka untuk evaporasi
permukaan air bebas perumusan empirisnya dibedakan menjadi
dua kejadian :
- Bila temperatur permukaan air sama dengan temperatur udara,
maka perumusan yang dipakai adalah :
E a = C (e s - e a )f (u ) (5.2)
dimana :
Ea = evaporasi dari muka air (open water) untuk temperature
udara dan air yang sama t° C dalam mm/hari
C = konstanta empiris
es = tekanan uap jenuh udara pada t° C (mmHg)
ea = tekanan uap sesungguhnya udara di atasnya (mmHg)
u = kecepatan angin pada ketinggian standar
dari persamaan 5.2 diperoleh persamaan empiris yang banyak
dipakai :
E a = 0,35(e s − e a )(0,5 + 0,54 U 2 ) (5.3)
dimana :
U2 = kecepatan angin dalam m/dt pada ketinggian 2 meter.
Ea = evaporasi dari muka air (open water) untuk temperature
udara dan air yang sama t° C dalam mm/hari.
88
- Bila temperatur udara dan permukaan air berbeda, maka
perumusan yang dipakai mempunyai bentuk yang sama dengan
persamaan 5.2 yaitu :
( )
E o = C e ' s − e a f (u ) (5.4)
dimana :
e’s = tekanan uap jenuh dari lapisan batas antara udara dan air,
yang mempunyai temperatur t’s dan tidak sama dengan
temperatur air atau udara.
Temperatur t’s kenyataannya tidak mungkin (sulit) untuk dapat
diukur, sehingga menurut perumusan yang telah dikembangkan
dalam bentuk persamaan (4.2) yang bisa dipakai untuk kondisi
lokal dimana konstanta-konstanta dapat diturunkan tetapi tidak
berlaku umum, perhitungan evaporasi (Eo) tersebut dapat
dilakukan.
Hasil penurunan Ijssclmer di holland mendapatkan suatu
perumusan yang dapat dipakai hanya untuk kondisi yang sama
adalah sebagai berikut :
E o = 0,345(e w − e a )(1 + 0,25 U 6 ) (5.5)
dimana :
Eo = evaporasi di danau (mm/hari)
ew = tekanan uap jenuh pada temperatur tw untuk muka air
danau (mmHg)
ea = tekanan uap air sesungguhnya (mmHg)
U6 = kecepatan angin (m/dt) pada ketinggian 6 m di atas
permukaan.
2. Neraca Air (Water Budget)
Perhitungan evaporasi dengan cara ini disebut juga dengan storage
equation approach, yaitu dengan menarik suatu keseimbangan
yang tetap pada semua air yang masuk dan meninggalkan daerah
aliran (catchment, drainage basin).
89
Bila hujan jatuh di daerah aliran dan dapat diukur, kemudian aliran
yang terjadi akibat hujan tersebut pada suatu titik pengamatan
(check point/out let) juga dapat diukur, maka yang menyebabkan
tidak sama antara besarnya hujan yang jatuh dengan besarnya
aliran yang terjadi ada tiga, yaitu :
• Perubahan storage dalam daerah aliran, salah satunya adalah
danau atau air tanah (aquifer).
• Perbadaan dalam aliran air tanah yang masuk dan keluar dari
daerah aliran.
• Karena evaporasi dan transpirasi.
Persamaan storage secara umum adalah sebagai berikut
(bandingkan persamaan 2.3)
E = P + Si ± WO − S O ± ∆S (5.6)
dimana :
E = evaporasi
P = total persipitasi
Si = surface inflow (kalau ada)
GWo = ground water out flow
So = surface out flow
∆S = perubahan storage dipermukaan dan dibawah
permukaan (sub surface)
Semua besaran dinyatakan dalam mm. Yang sulit dari cara ini
adalah pengukuran keluar masuknya air tanah hingga ketelitiannya
jauh berbeda dengan pengukuran lainnya.
3. Pemakaian alat dilapangan
Besarnya evaporasi dapat diukur dilapangan dengan memasang alat
pengukur evaporasi yaitu atmometer atau pan evaporasi.
Atmometer adalah alat pengukuran evaporasi yang kecil yang biasa
dipakai dalam stasiun meteorologi. Hasilnya bukan data evaluasi
absolut, akan tetapi memberikan perbandingan.
90
Ada tiga type atmometer yaitu type Piche, type Livingston dan
type Bellani. Pengukuran evaporasi dengan pan banyak dilakukan
dengan di lapangan (dalam stasiun meteorologi). Banyak jenis pan
yang dipakai diantaranya class A Pan Evaporation, Sunken Pan
dengan type Colorado, Young dan BPI, serta Floating Pan.
a. Class a Pan Evaporation
Merupakan pan yang terbuat dari logam diletakkan di atas
permukaan tanah pada susunan kayu setinggi 6 in. Tinggi pan
10 in dengan diameter 4 feet yang di dalamnya diisi air dengan
ketinggian sesuai dengan standard ukur di dalamnya (Gambar
5.1) yang mempunyai ketinggian 7 in – 8 in. Besarnya
evaporasi adalah dengan melihat perubahan tinggi muka air
terhadap tinggi standard ukurnya. Besarnya evaporasi di pan
bukan merupakan besarnya evaporasi yang sebenarnya (actual
evaporation) tetapi masih harus dikalikan dengan koefisien pan
yang harganya lebih kecil dari satu. Hal ini disebabkan karena
kemampuan menyimpan panas berbeda antara pan dan danau,
juga terjadi pertukaran panas antara pan dengan tanah, air dan
udara disekitarnya. Untuk class A evaporation besarnya
koefisien pan adalah 0,6 – 0,8.
91
b. Sunken Pan
Sejenis pan yang sebagian ditanam masuk ke dalam tanah
dengan maksud memasukkan faktor pengaruh tanah terhadap
penguapan. Ada tiga jenis Sunken Pan yaitu, Colorado Sunken
Pan yang mempunyai penampang 3 feet persegi dan tinggi 18
in dengan koefisien pan 0,79 – 0,98.
Jenis yang kedua adalah Young Screened Pan yaitu pan yang
mempunyai diameter 2 feet dan tinggi 3 feet dengan koefisien
pan 0,91 – 0,99 (mendekati satu). Jenis yang ketiga adalah BPI
pan (Bureau of Plant Industry) yang mempunyai diameter 6
feet dan tinggi 2 feet dengan koefisien pan 0,91 – 0,99
(mendekati satu).
c. Floating Pan
Untuk memasukkan faktor pengaruh massa air terhadap
penguapan dipakai jenis pan yang lain yaitu Floating Pan yang
pada dasarnya adalah sama dengan pan yang lain tetapi
diapungkan di atas permukaan air (danau). Pan jenis ini
mempunyai koefisien 0,8.
Apabila dilakukan pengukuran temperature air di dalam pan
dan air di danau maka faktor–faktor pengaruh seperti
kemampuan menyimpan panas dan pertukaran panas dapat
dieliminir dengan memperhatikan persamaan 5.2 yaitu :
E ap = C(e sp − e a )f (u ) (5.7)
E ad = C(e sd − e a )f (u ) (5.8)
dimana :
Eap = evaporasi di pan
Ead = evaporasi di danau
esp = takanan uap jenuh pada temperature air di pan
esd = takanan uap jenuh pada temperature air di danau
C = konstanta
92
u = kecepatan angin
Dengan anggapan bahwa konstanta (C) dan kecepatan angin (u)
adalah sama antara pan dan danau, maka :
(e sd − e a )
E ad = × E ap (5.9)
(e sp − ea )
dimana :
(esd − ea ) = koefisien pan (k)
(e sp − ea )
93
4. Teori Penman
H.L. Penman (1948) mengemukakan teori dan perumusan untuk
mengestimasi besarnya evaporasi dari data cuaca suatu daerah.
Teori Penman didasarkan atas dua kebutuhan untuk menjaga
kontinuitas dari evaporasi agar tetap terjadi, yaitu :
a. Besarnya energi panas yang harus disupply untuk proses
penguapan. Gelombang pendek radiasi matahari yang sampai
di permukaan bumi besarnya tergantung dari letak tempat
(latitude), musim tahunan, jam siang dan banyaknya awan
dalam satu hari. Bila diasumsikan tidak ada awan maka
besarnya total radiasi pada suatu diberikan dalam bentuk Tabel
oleh Angot seperti pada Tabel 5.1 sebagai harga RA (bilangan
Angot) dengan satuan gcal/cm2/hari.
94
Angka ANGOT (dalam kalori/cm2/hari)
95
Tabel 5.2. Harga es Menurut Suhu
96
Jika Rc = radiasi gelombang pendek sesungguhnya yang
diterima pada permukaan tanah dari matahari.
n = Jam penyinaran matahari sesungguhnya yang
terjadi
N = Jam penyinaran matahari yang mungkin dapat
terjadi
n/N = Perbandingan jam penyinaran (relatif sunshine)
97
⎛ n⎞
R B = σ Ta 4 (0,47 − 0,077 e a )⎜ 0,20 + 0,80 ⎟ (5.14)
⎝ N⎠
dimana :
σ = konstanta dari Lummer dan Pringsheim
= 117,74 x 10-9 gcal/cm2/hari
Ta = temperatur absolut = t°C + 273
ea = tekanan uap air di udara (mmHg)
98
Kenyataan yang ada dalam periode harian bahwa harga S dan C
dapat diabaikan karena terlalu kecil bila dibandingkan dengan
perubah lainnya. Persamaan (5.17) menjadi :
H = Eo + K (5.18)
99
Gambar 5.3. Grafik Tekanan Uap Jenuh
100
Perhatikan persamaan (5.2) dan (5.4) maka akan diperoleh
E a es − ea
= (5.26)
E o e's − e a
Jadi dari persamaan (5.25) dan (5.26) akan didapat :
H
Eo =
γ⎛ E ⎞
1 − ⎜⎜1 − a ⎟⎟
∆ ⎝ Eo ⎠
atau :
γ ⎛ Ea ⎞
Eo + E o ⎜1 − ⎟⎟ = H
∆ ⎜⎝ E o ⎠
γ γ
Eo + Eo − Ea = H
∆ ∆
⎛ γ⎞ γ
E o ⎜1 + ⎟ = H + E a
⎝ ∆⎠ ∆
γ
H+ Ea
Eo = ∆
γ
1+
∆
∆ ⋅ H + γ Ea
Jadi : E o = (5.27)
∆+γ
Catatan :
1. Bila H dinyatakan dalam gcal/cm2/hari sedang Eo
dikehendaki dalam mmH2O, maka harga H terlebih
dahulu dibagi 60.
2. Harga ∆ fungsi t (°C) dapat dilihat dalam Gambar 5.4
bila t’s tidak diketahui.
101
Contoh soal :
Diketahui data t = 20 °C ; h = 70 % ; n = 40 %
N
t’s = 20,1 °C ; RA = 550 cal/cm2/hari ; U2 = 5 m/dt
Hitung besarnya evaporasi air permukaan bebas hariannya.
Penyelesaiannya :
Tabel 5.1 : t = 20 °C e5 = 17,53 mmHg
t’s = 20,1 °C e’s = 17,64 mmHg
ea = 0,7 x 17,53 = 12,27 mmHg
Ta = 20 + 273 = 293 °K
17,64 − 17,53
∆ = = 1,1
20,1 − 20
Ta4 = 117,74 x 10-9 x (293)4 = 867,75
Rc = 550 (0,28 + 0,48 x 0,4) = 215,6 gcal/cm2/hari
RI = 215,6 (1 – 0,06) = 202,66 gcal/ cm2/hari
RB = 867,75 (0,47 – 0,077 x 12,27) (0,20 + 0,80 x 0,4)
= 90,37 gcal/ cm2/hari
H = 202,66 – 90,37 = 112,29 gcal/ cm2/hari
= 1,87 mmH2O/hari
Ea = 0,35 (17,53 – 12,27)(0,5 + 0,54 x 5)
= 5,89 mmH2O/hari
1,1 × 1,87 + 0,49 × 5,89
Eo = = 3,11 mm/hari
1,1 + 0,49
Perhitungan evaporasi permukaan air bebas dari Penman
dapat juga dilakukan dengan NOMOGRAM seperti pada
Gambar 4.4. yang dibuat oleh P.J. Rijkoort dari Royal
Meteorological Institute, Netherlands
n n n
Eo = E1 (t, ) + E2 (t, RA, ) + E3 (t, ,h) + E4 (t, U2,h)
N N N
(5.28)
102
Contoh pemakaian dengan nomogram :
Misalkan data yang ada :
n
t = 18° ; = 40 %
N
RA = 800 gcal/ cm2/hari
h = 60 % ; U2 = 3 m/dt
maka dari nomogram diperoleh : E1 = - 2,28 mm/hari
E2 = + 3,30 mm/hari
E3 = + 1,12 mm/hari
E4 = + 1,52 mm/hari +
Jadi : Eo = + 3,66 mm/hari
103
Gambar 5.4. Nomogram Penman
104
Tabel 5.3. Bilangan Albedo (r)
Jenis permukaan r
Open water 0,06
Rock 0,12 – 0,15
Dry mould 0,14
Wet mould 0,08 – 0,09
Grass 0,10 – 0,33
Green vegetation (general figure) 0,20
Sumber : Soewarno, 2000
105
Untuk permukaan tanah yang berlumpur harga lebih kecil dari pada
permukaan tanah yang tidak berumput.
Suatu percobaan untuk permukaan tanah yang ditanami rumput
menunjukkan harga α =0,75 untuk perbandingan rata-rata dalam satu
tahun.
EB = P – O (5.30)
Bila Lysimeter diplotkan pada suatu daerah irigasi yang berarti di atas
permukaan tanah terdapat tanaman, maka evaporasi yang terjadi
termasuk akibat tanaman (evapotranspirasi).
106
Gambar 5.5. Contoh Lysimeter
107
Et = Evapotranspirasi
∆ S = Perubahan storage
Macam-macam Lysimeter diantaranya adalah Weighable Lysimeter
yang digunakan di Amerika Serikat dan Uni Soviet.
108
5.4 Menghitung Evapotranspirasi
Menghitung besarnya evapotranspirasi dari pengukuran dilapangan dengan
memakai Lysimeter dapat dilakukan dengan prinsip water balance seperti pada
persamaan (5.31).
Cara lain untuk menghitung evapotranspirasi adalah dengan menggunakan
perumusan-perumusan dari hasil eksperiment diantaranya adalah :
109
Dimana :
D = jumlah hari dalam satu bulan
T = jumlah rata-rata jam siang dalam satu bulan
110
5.4.2 Perumusan evapotranspirasi dari Blanney Criddle
Blanney Criddle mengemukakan perumusan untuk menghitung besarnya
potensial evapotranspirasi yang dihubungkan dengan temperatur rata-rata bulanan,
presentase penyinaran matahari bulanan dalam setahun dan koefisien
pertumbuhan tanaman.
Cara ini mempergunakan perumusan sebagai berikut :
f
U = k⋅ (5.39)
100
dan f = t x p (5.40)
dimana :
U = evapotranspirasi bulanan (in)
k = koefisien pemakaian air konsumtif (empiris)
f = faktor pemakaian air konsumtif
t = temperatur rata-rata bulanan (°F)
p = presentase jam siang hari bulanan dalam setahun (Tabel 5.4)
111
Evapotranspirasi yang dirumuskan bukan PET tetapi rata-rata AET (mean actual
evapotranspirasi) dari daerah aliran sungai. Kemudian :
P = E+O−I (5.43)
dimana :
P = rata-rata hujan tahunan
E = rata-rata evapotranspirasi tahunan
O = rata-rata outflow tahunan
I = rata-rata inflow tahunan
maka menurut Turc :
P
E= (5.44)
2
P
0,9 + 2
L
dimana :
E = rata-rata actual evapotranspirasi tahunan
L = 300 + 25 t + 0,05 t3
t = rata-rata temperatur tahunan (°C)
2
P
jika : 2 < 0,1 , maka E = P
L
E dan P dinyatakan dalam mm per tahun
bila : R = O - I (5.45)
maka hasil dari perumusan 5.45 dapat digambarkan dalam grafik Gambar 5.8.
yang mana harga E dan R dapat diperoleh dengan cepat.
Dari penelitian Turc diperoleh bahwa adanya perbedaan harga antara
pengukuran dan perhitungan tidak kurang dari 40 mm dalam 53% kejadian.
Keberatan dari cara ini adalah bahwa temperatur merupakan satu satunya variabel
yang menentukan. Juga variasi bulanan dalam satu tahun tidak dipertimbangkan.
112
Gambar 5.8. Grafik Hasil Perhitungan Turc
Tabel 5.4a. Prosentase Waktu Jam Harian Lintang Utara Untuk Tiap-Tiap Bulan
Selama Setahun
113
Tabel 4.4b. Prosentase Waktu Jam Harian Lintang Selatan Untuk Tiap-Tiap
Bulan Selama Setahun
114
PET = k . Eo (5.46)
Dimana :
k = koefisien tanaman bulanan (Tabel 5.5)
5.6 Latihan
1. Diketahui data t = 25 °C ; h = 70 % ; n = 45 %
N
t’s = 20,0 °C ; RA = 650 cal/cm2/hari ; U2 = 4 m/dt
Hitung besarnya evaporasi air permukaan bebas hariannya.
2. Hitunglah evaporasi dari permukaan air bebas untuk suatu daerah yang
terletak di lintang 52o U
115
3. Gunakan nomogram Penman untuk menyelesaikan persamaan Penman untuk
meramalkan evapotrnspirasi potensial harian dari suatu tanaman lapangan
pada garis lintang 40o U dalam bulan April dengan kondisi sebagai berikut :
temperatur udara rata-rata = 20oC; h rata-rata = 70%; selimut langit = 60%
awan; U2 rata-rata = 2.5 m/detik; rasio evapotranspirasi potensial dan
evaporasi petensial = 0.7.
4. Dengan menggunakan metode Blaney-Criddle yang dimodifikasi, tentukan
kebutuhan air bagi tanaman kapas yang tumbuh di pertengahan musim dalam
kondisi yang sangat kering disuatu lokasi 30o Lintang Utara dalam bulan
februari dimana rata-rata temperatur harian adalah 28o C dan kecepatan rata-
rata angin 4 m/det.
116
BAB 6
INFILTRASI DAN PERKOLASI
6.1. Pengertian
Infiltrasi : Proses masuknya lapisan air kedalam tanah lewat permukaan
tanah, oleh sebab itu besarnya infiltrasi ini dipengaruhi oleh
keadaan lapisan permukaan permukaan tanah.
Perkolasi : Proses mengalirnya air ke bawah secara gravitasi dari suatu
lapisan tanah ke lapisan di bawahnya, sehingga mencapai
permukaan air tanah pada lapisan jenuh air.
117
Beberapa hal yang paling penting didalam moisture content ini adalah :
• Kemampuan tanah untuk meresap air permukaan (kapasitas infiltrasi)
• Kemampuan tanah untuk menyimpan moisture dan banyaknya yang
disimpan
• Pengaliran air dari permukaan tanah kepermukaan air tanah dan
sebaliknya (gerak moisture tanah)
6.3 Infiltrasi
Setiap permukaan tanah mempunyai daya serap yang kemampuannya
berbeda-beda dilihat dari kondisi tanah dan lapisan penutup permukaannya.
Kemampuan permukaan tanah untuk menyerap air hujan yang jatuh diatasnya
disebut kapasitas infiltrasi yang dinotasikan sebagai f.
Bila intensitas hujan (I) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi awal (fo) maka
seluruh air hujan yang jatuh diatas permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah
dan tidak terjadi aliran di atas permukaan tanah. Sedang bila I lebih besar dari
pada fo, maka sebagian air hujan akan meresap kedalam tanah sebesar fo dan
sisanya akan mengalir di atas permukaan tanah. Pada keadaan yang pertama
besarnya f sama dengan I, sedang pada keadaan yang kedua besarnya f sama
dengan fo pada awal hujan. Bila hujan masih terjadi maka besarnya f akan turun
terhadap waktu dan intensitas hujan.
Faktor - faktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi adalah :
• Ketinggian lapisan air di atas permukaan tanah
• Macam tanah (tanah liat, tanah berpasir dan lain sebagainya)
• Banyaknya moisture tanah yang sudah ada dalam lapisan tanah
• Keadaan permukaan dan penutup tanah
• Transmisibiliti massa tanah
6.4 Perkolasi
Akibat adanya gaya gravitasi dan teksture tanah yang memungkinkan
untuk mengalirnya air ke lapisan bawahnya. Besarnya perkolasi ini akan
mempengaruhi keseimbangan moisture content yang nantinya juga akan
118
mempengaruhi besarnya kapasitas infiltrasi awal. Perhatikan Gambar 6.1 bila f >
d, maka selang ∆t, fo akan turun, sedang bila f < d maka selang ∆t, fo akan naik.
119
Jumlah air yang harus ditambahkan kedalam ring bagian tengah untuk
mandapatkan tinggi genangan yang tetap setelah ∆t, adalah besarnya kapasitas
infiltrasi yang terjadi. Tabel 6.1 adalah suatu penyelesaian perhitungan percobaan
kapasitas infiltrasi dari suatu permukaan tanah dengan menggunakan ring
infiltrometer yang luas permukaan bagian tengah (A) = 962 cm2.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 6.1 dapat dibuat grafik kapasitas
infiltrasi seperti pada Gambar 6.3. Infiltrometer hanya dapat dipakai untuk
mengukur/mengetahui kapasitas infiltrasi dari suatu daerah dengan luasan yang
relatif kecil, sehingga gambaran kapasitas infiltrasi hanya pada daerah setempat
(local area). Jenis infiltrometer lainnya adalah Rainulator Infiltrometer yang
pengukuran kapasitas infiltrasinya dengan simulator hujan.
120
6.5.2 Persamaan Horton
Untuk memberikan gambaran besarnya kapasitas infiltrasi akibat hujan
pada suatu daerah aliran dengan segala karakternya maka Horton mengemukakan
persamaan sebagai berikut :
f = fc + (fo - fc)e-k . t (6.2)
dimana :
f = kapasitas infiltrasi pada saat t (mm/jam)
fc = kapasitas infiltrasi pada saat t besar (mm/jam)
fo = kapasitas infiltrasi pada saat t = 0 (mm/jam)
t = waktu mulai terjadi hujan (menit)
K = konstanta untuk jenis tanah dan permukaannya (menit -1)
121
Harga K tergantung dari texture permukaan tanah. Bila dilapisi tumbuhan
dikatakan K lebih kecil dibanding texture permukaan tanah yang agak halus.
Permukaan tanah yang gundul mempunyai harga K yang lebih besar.
Didalam Gambar 6.4 (a) terlihat bahwa penurunan kapasitas infiltrasi
terjadi selama hujan mempunyai intensitas I > f, ini merupakan kejadian pada
umumnya. Tetapi bila I < f maka lengkung kapasitas infiltrasi tidak mengalami
tidak mengalami penurunan secara kontinyu seperti ditunjukkan pada Gambar 6.5
(b)
Gambar 6.5. Lengkung Kapasitas Infiltrasi dengan (a) I > f dan (b) I < f
Bila I > f maka persamaan Horton (pers. 6.2) dapat diberlakukan untuk
menghitung kapasitas infiltrasi selang waktu t setelah hujan. Sedang bila I < f
persamaan Horton tidak dapat diberlakukan.
Persamaan Horton dapat dirubah dalam bentuk yang sederhana dimana
juga dapat dipakai menghitung kapasitas infiltrasi selang waktu t setelah hujan
bila I < f. Penurunan persamaan adalah sebagai berikut :
122
Luas lengkung yang diarsir F adalah :
∞
F = ∫ (f − fc )dt (6.3)
t
sehingga : f – fc = K . F (6.4)
untuk t = t1, maka: f1 – fc = K . F1
untuk t = t2, maka : f2 – fc = K . F2
t2
dimana : F2 = F1 - ∫ (f − fc)dt
t1
(6.5)
F2 = F1 - ∫ (I − fc)dt
t1
(6.6)
123
6.5.3 Penggunaan Øindex
Dengan melihat pada intensitas hujan dan lengkung kapasitas infiltrasi
dapat disimpulkan bahwa bagian intensitas hujan dibawah lengkung f adalah besar
kapasitas infiltrasi yang sama dengan besarnya hujan yang masuk kedalam tanah
(recharge). Sedang bagian intensitas hujan diatas lengkung f adalah besarnya
hujan yang tidak masuk kedalam tanah atau yang menjadi aliran permukaan
(discharge).
Lengkung f dapat dicari rata-ratanya yang disebut sebagai Øindex yang
didefinisikan sebagai besarnya intensitas hujan rata-rata dimana bagian atas
volume dari hujan sama dengan volume aliran permukaan (Gambar 6.7).
Bagian yang diarsir pada hyetograph Gambar 6.7 adalah besar volume
hujan yang sama dengan volume aliran permukaan yang terjadi. Besarnya Øindex
ditentukan oleh pola hyetograph hujan dan juga karakter daerah aliran. Pada
gambar 6.8 (a) dan (b) ditunjukkan, walaupun total volume aliran yang terjadi
sama (33 mm) dan total hujannya juga sama (75 mm) tetapi karena pola
hyetographnya berbeda maka besarnya Øindex juga berbeda.
124
Gambar 6.8. Perhitungan Øindex
125
Gambar 6.9. Hyetograph Hujan
Contoh soal :
Dengan data hujan seperti seperti pada Gambar (6.9) diketahui data lain sebagai
berikut :
fo = 25 mm/jam
fc = 15 mm/jam
k = 8 . 10-3 menit-1
Diminta untuk menghitung :
Øindex dan Windex.
Penyelesaian :
Untuk dapat menjawab persoalan diatas terlebih dahulu harus dapat digambarkan
lengkung kapasitas infiltrasi pada hyetograph hujan dengan menggunakan
persamaan (6.1) dan (6.7).
Untuk t : 0 – 45, maka : f45 = 25 – 8.10-3 (20 – 15) . 45
= 23,2 mm/jam
−3
t : 45 – 75, maka : f75 = 15 + (23,2 – 15) e −8.10 × 30
= 21,45 mm/jam
t : 75 – 150, maka : f150= 21,45 – 8.10-3 (0 – 15) . 75
= 30,45 mm/jam
−3
t : 150 – 170, maka : f170= 15 + (30,45 – 15) e −8.10 × 20
= 28,17 mm/jam
126
bagian hyetograph yang diarsir adalah besarnya volume aliran langsung (Vr.o)
Vr.o = 1
2 ⋅ 30
60
[(35 − 23,2) + (35 − 21,45)] + 1 2 ⋅ 6020 [(45 − 30,45) + (45 − 28,17 )]
= 0,25[11,8 + 13,55] + 0,167[14,55 + 16,83] = 11,58 mm
menghitung Øindex :
11,58 = 30
60
(35 − φ ) + 6020 (45 − φ )
11,58 = 17,5 − 0,5φ + 15 − 0,33φ
0,8φ = 32,5 − 11,58
φ = 25,2 mm/jam
menghitung Windex :
R= 45
60
× 20 + 30
60
× 35 + 20
30
× 45 + 20
60
× 20 = 72,5 mm
Windex =
(72,5 − 11,58) mm = 18,28 mm/jam
3,33 jam
menghitung koefisien aliran :
11,58
α= = 0,16
72,5
atau :
72,5
i= = 21,75 mm/jam
3,33
21,75 − 18,28
= = 0,16
21,75
127
6.6 Latihan
1. Diketahui data hujan seperti seperti pada gambar dibawah dan data lain
sebagai berikut :
fo = 20 mm/jam
fc = 17.5 mm/jam
k = 7.5 . 10-3 menit-1
Diminta untuk menghitung Øindex dan Windex.
2. Tabel dibawah ini memberikan curah hujan jam-jaman dari 3 hujan badai
(storm) yang mengakibatkan kenaikan pada ekivalen limpasan berturut-turut
sebesar 14, 23 dan 18.5 mm.
Jam Hujan Badai 1 Hujan Badai 2 Hujan Badai 3
(mm) (mm) (mm)
1 2 4 3
2 6 9 8
3 7 15 11
4 10 12 4
5 5 5 12
6 4 3
7 4
8 2
128
BAB 7
ALIRAN PERMUKAAN DAN HIDROMETRI
129
aliran permukaan tanah akan sangat dipengaruhi hal-hal diatas. Bila hujan sudah
mulai kontinyu maka aliran permukaan akan mulai bertambah besar dan
sebaliknya pada saat hujan mulai berkurang maka deficiency akan bertambah
besar, dan proses akan berulang kembali.
Deficiency air hujan dianggap sebagai kehilangan air permulaan (abstraksi
awal). Dari penelitian aliran di berbagai daerah yang tidak luas menurut Soil
Conservation Service (SCS) mendapatkan besarnya abstraksi awal kira-kira 20%
dari selisih potensi maksimum antara hujan dan aliran dan dapat ditulis dalam
persamaan :
I a = 0,2(R − Q ) (7.1)
dimana :
Ia = initial abstraction (abstraksi awal)
R = tinggi hujan
Q = tinggi aliran
130
Debit aliran yang digambarkan dalam Hidrograf terdiri atas 3 unsur yaitu :
aliran permukaan (surface run off) dan aliran antara (inter flow) yang kedua unsur
ini sering dianggap sebagai aliran langsung (direct run off) serta yang terakhir
adalah aliran dasar (limpasan dari air tanah) yang sering disebut sebagai “base
flow”.
131
• tp : adalah “time lag” yaitu waktu dari pusat hujan effektif
sampai puncak Hidrograf yang terjadi.
• Tp : adalah “time peak” yaitu waktu dari awal hujan effektif
sampai puncak Hidrograf yang terjadi.
• Tc : adalah “time of concentration” (waktu konsentrasi) yaitu
waktu dari akhir hujan effektif sampai titik balik
Hidrograf aliran. Dalam beberapa referensi bisa dikatakan
bahwa Tc = Tp yang berarti bahwa waktu yang diperlukan
oleh aliran terjauh (di hulu) sampai ketempat titik
pengamatan (out let).
Q t = Qo . e−α . t (7.2)
dimana :
Qo = debit pada awal periode
Qt = debit pada akhir waktu t
α = koefisien aquifer
e = bilangan alam (= 2,71828…..)
Pemisahan base flow terhadap Hidrograf aliran (run off) akan diperoleh
Hidrograf aliran langsung (direct run off) (Gambar 7.5). Prosedur pemisahan base
flow yang cukup sederhana adalah dengan “fixed base length method” yang
dikemukakan oleh Linsley et.al, yaitu dengan meneruskan garis resesi atau kurva
deplesi dari Hidrograf sebelumnya sampai pada titik dibawah puncak Hidrograf.
132
Kemudian menghubungkannya dengan suatu titik pada kurva resesi yang berjarak
N dari puncak (Gambar 7.4).
N = A 0,2 (7.3)
dimana :
N = dinyatakan dalam hari
A = luas daerah dalam mil persegi
Gambar 7.4. Pemisahan Base Flow Dengan Fixed Base Length Method
133
Luas Hidrograf aliran langsung (DRO) menunjukkan besarnya volume
aliran akibat hujan effektif di daerah aliran. Sehingga besarnya hujan effektif
dapat dihitung dengan cara membagi volume aliran langsung dengan luas daerah
aliran.
Vdro
R eff = (7.4)
A
dimana :
Reff = hujan effektif (excess rainfall)
Vdro = volume aliran langsung
A = luas daerah aliran (catchment area)
Dengan melihat aliran dalam sungai, ada kemungkinan terjadi justru aliran
air sungai masuk kedalam tanah (influent stream). Ini dapat terjadi bila sungai
dalam keadaan banjir dan hal yang demikian dikatakan base flow adalah negative.
Sebaliknya bila air tanah yang masuk kedalam sungai (offluent stream) karena
muka air tanah lebih tinggi dari muka air sungai (normal) maka hal yang demikian
dikatakan bahwa base flow adalah positif.
Dengan memperhatikan uraian diatas maka sungai dapat dikelompokkan
atas 3 golongan ditinjau dari kontinuitas alirannya, yaitu :
a. Ephemeral stream : yaitu sungai yang mengalir hanya pada saat hujan saja
karena muka air tanahnya selalu berada dibawah dasar sungai.
b. Intermitten stream : yaitu sungai yang mengalir selama musim hujan dan
tidak mengalir selama musim kering (kecuali bila ada hujan), karena muka
air tanah akan berada dibawah dasar sungai pada musim kemarau.
c. Perennial stream : yaitu sungai yang selalu mengalirkan air sepanjang
tahun. Dalam hal ini disebabkan oleh muka air tanah yang tidak pernah
berada dibawah dasar sungai.
134
= 2 Tc disebabkan oleh hujan effektif (excess rain fall), uniform dengan lama
hujan t = Tc, maka dapat dicari hubungan-hubungan sebagai berikut :
Tinggi hujan effektif Reff = α. Rtot yang berarti = α . I . tr , atau :
Reff = α . I . Tc (7.5)
Jadi bila Qp hendak dinyatakan dalam m3/dt maka persamaan (7.7) akan
menjadi :
1
Qp = ⋅α⋅I⋅A
3,6
atau :
Qp = 0,278 . α. I . A (7.8)
135
Persamaan (7.8) biasanya dinyatakan sebagai persamaan Rasional dalam
metrik. Sedang Hidrografnya disebut Hidrograf rational. Dalam kenyataannya
bahwa waktu (lama) lengkung penurunan dari Hidrograf rational dibandingkan
dengan Hidrograf-Hidrograf lain yang terjadi akibat hujan effektif adalah lebih
pendek, dimana seharusnya lebih besar dari Tc (Tb > 2 Tc). Bila waktu lengkung
penurunan sama dengan 1,67 Tc dan waktu hujan juga sama dengan Tc maka
seperti pada persamaan (7.7) akan didapat :
Q p × Tc
Vdro = 1
2 Q p × 2,67 Tc berarti : α ⋅ I ⋅ Tc = 1,335
A
Jadi : Q p = 0,75α ⋅ I ⋅ A (7.9)
Qp ⋅ t r
Berarti : α ⋅ I ⋅ t r =
A
Jadi : Qp = α . Ι . Α yang berarti sama dengan persamaan Rational. Jadi
walaupun waktu hujan lebih besar dari Tc maka debit maksimum Qp yang bisa
terjadi adalah tetap.
Bentuk lain dari Hidrograf segitiga adalah bila lama hujan tr lebih pendek
dari Tc dan waktu aliran dasar Tb lebih besar dari 2.Tc. Bentuk Hidrograf yang
demikian sering dijumpai dalam aliran permukaan langsung (DRO), demikian
juga kejadian hujannya.
Bila diambil Tb = 2,67 Tc maka seperti persamaan (7.7) akan didapat :
Vdro = 1
2 Q p × 2,67 Tc
Q p ⋅ Tc
Berarti : α ⋅ I ⋅ t r = 1,335
A
136
Atau :
tr
Q p = 0,75 α ⋅ I ⋅ A ⋅
Tc
Atau :
tr
Q p = 0,75 α ⋅ I ⋅ A ⋅
2 tr + tp
1
tr
Jadi : Q p = 1,5 α ⋅ I ⋅ A ⋅ (7.11)
t r + 2t p
Untuk hujan yang tidak uniform perumusan debit maksimum seperti pada
persamaan-persamaan diatas perlu ditinjau kembali. Biasanya untuk menentukan
debit maksimum akibat hujan non uniform dipakai analisa Hidrograf superposisi.
7.2 Hidrometri
Hidrometri secara umum adalah ilmu untuk mengukur air atau ilmu untuk
mengumpulkan data dasar bagi analisa hidrologi. Istilah hidrologi hanya akan
dipakai untuk pengumpulan data aliran sungai, yang paling diperlukan yaitu tinggi
muka air dan debit aliran.
Pengukuran debit aliran sungai mempunyai banyak cara, tetapi pada
prinsipnya yang diukur adalah :
a. Luas penampang melintang aliran sungai disuatu titik pengukuran
b. Kecepatan aliran pada titik pengukuran tersebut.
Untuk mengukur luas penampang melintang aliran diperlukan data tentang
tinggi muka air. Debit adalah hasil perkalian antara luas penampang melintang
aliran dengan kecepatan aliran. Pada umumnya pengukuran debit tidak dapat
dilakukan secara kontinyu, sehingga sering di dapat kesulitan dalam menentukan
besarnya debit pada suatu keadaan tertentu. Data tentang tinggi muka air mudah
didapat secara kontinyu sehingga diperlukan konversi untuk memperoleh data
debit dari muka air (Lengkung Rating Curve).
137
7.2.1 Stasiun Pengukuran
Tempat pengukuran data hidrometri disebut “stasiun hidrometri” yang
kebanyakan berupa tempat pengukuran tinggi muka air dan debit aliran.
Pemasangan alat pengukur tinggi muka air harus dipilih tempat yang
memungkinkan pengamatan seluruh keadaan tinggi muka air, dari batas terendah
sampai batas tertinggi. Adapun syarat lain yang masih harus dipertimbangkan
adalah :
a. Pemilihan pada bagian sungai yang lurus.
b. Arus sungai uniform dan dihindari sedapat mungkin arus turbelen.
c. Penampang sungai yang stabil dan tidak terjadi luapan.
d. Tidak terpengaruh back water curve, biasanya diletakkan dibagian hilir
dari pertemuan antara dua sungai.
e. Mudah didatangi setiap saat dan bebas dari gangguan tanaman air.
138
Gambar 7.6 Contoh Pemberian Skala Papan Duga Tegak (Muzet, 1980)
139
Gambar 7.7. Sket Sumur Pengamatan dan AWLR
Gambar 7.8. Sketsa Alat Penduga Sistem Pelampung Dengan Alat Pencatat
Tinggi Muka Air Jenis Grafik (Muzet, l980)
140
7.2.2.1 Mengukur Kecepatan Aliran Dengan Pelampung
Cara ini digunakan apabila hanya dibutuhkan penaksiran kasar dari
kecepatan aliran yang dimaksud.
Cara pengukuran dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Tetapkan tempat pengukuran pada bagian sungai yang lurus agar diperoleh
aliran yang seragam.
2. Tetapkan titik-titik pengamatan pada penampang melintang sungai di hulu
dan hilir yang mempunyai jarak 50 sampai 100 m.
3. Pelampung dilemparkan ke sungai beberapa meter disebelah hulu dari titik
pengamatan di hulu.
4. Waktu pengaliran pelampung dihitung mulai dari titik pengamatan di hulu
sampai titik pengamatan di hilir.
5. Kecepatan dapat dihitung dengan membagi jarak antara dua titik
pengamatan dengan waktu pengaliran pelampung.
Telah diketahui bahwa kecepatan yang diperoleh adalah kecepatan aliran
dipermukaan sungai. Untuk mendapatkan kecepatan rata-rata arah vertikal harus
dikalikan dengan suatu koefisien yang tergantung dari jenis pengapungnya. Harga
yang teliti adalah sulit diketahui karena faktor angin atau perbandingan yang
berubah-ubah dari kecepatan aliran permukaan terhadap kecepatan rata-ratanya.
Tetapi harga koefisien dapat diambil antara 0,7 sampai 0,9 dan menurut Dr. Bazin
dipakai koefisien 0,86.
Perhitungan debit selanjutnya dengan menganggap bahwa luas penampang
sungai sama dengan yang telah ditetapkan sebelumnya kemudian dikalikan
dengan kecepatan rata-rata yang didapat. Biasanya pengukuran kecepatan dengan
pelampung ini digunakan 3 buah pelampung yang dialirkan pada satu garis
pengukuran aliran dan diambil harga rata-ratanya. Demikian juga pengukuran
pada satu garis aliran dilakukan beberapa kali dan diambil harga rata-ratanya.
141
penampang sungai. Banyak jenis Current Meter, tetapi pada dasarnya ada dua
yaitu Current Meter dengan sumbu mendatar (OTT’s Current Meter) dan Current
Meter dengan sumbu vertikal (Price’s Current meter).
Prinsip pengukurannya adalah dengan menghitung jumlah putaran dalam
satuan waktu yang ditetapkan. Kemudian dari jenis alat diberikan perumusan
(oleh pabrik pembuat alat) yang pada umumnya memiliki bentuk persamaan :
V = a*n + b (7.13)
Dimana :
v = kecepatan alir an pada suatu titik pengukuran
n = N/t = jumlah putaran persatuan waktu
t = waktu putaran yang ditetapkan
a,b = konstanta alat
142
Dilihat dari distribusi kecepatan arah kedalaman pada penampang sungai
memiliki bentuk parabola, maka untuk mendapatkan kecepatan rata-rata pada arah
kedalaman dan kecepatan titik dapat dilakukan pengukran sebagai berikut :
a. Bila dilakukan pengukuran 1 titik maka Current Meter ditempatkan pada
kedalaman 0,6 H diukur dari permukaan air, sedangkan H adalah
kedalaman air ditempat pengukuran.
b. Bila dilakukan pengukuran 2 titik maka Current Meter ditempatkan pada
kedalaman 0,2 H dan 0,8 H diukur dari permukaan air, sedangkan
kecepatan rata-rata aliran adalah :
v= 1
2 (v 0, 2 + v0 ,8 ) (7.14)
v= 1
4 (v 0, 2 + 2v0, 6 + v0,8 )
e. Bila dilakukan pengukuran lebih dari lima titik maka untuk memperoleh
kecepatan rata-ratanya dengan membagi luasan distribusi kecepatan
dengan kedalaman H.
Sehingga Q = ∑ q = ∑ v * H * b ( ) (7.18)
143
- Mean Section
(
Pada bagian yang diarsir : q = 1 2 * b * (H n + H n+1 )* 1 2 v n + v n+1 ) (7.19)
( (
Sehingga ; Q = ∑ q = 1 4 * b * ∑ (H n + H n+1 )* v n + v n+1 )) (7.20)
Menghitung debit dengan cara ini sering disebut dengan Velocity Area
Method.
Contoh soal :
Debit pengukuran sungai selama terjadi banjir adalah Qa = 3160 m3/dt. Selama
pengukuran yang memerlukan waktu 2 jam pencatatan muka air naik dari 50,40
sampai 50,52 m. Bacaan level muka air 400 m dihulu dan 300 m dihilir dari
tempat pengukuran mempunyai selisih 100 mm. Sungai mempunyai lebar rata-
rata 500 m dengan kedalaman rata-rata 4 m pada waktu pengukuran. Pada
koordinat berapa hasil pengukuran akan diplotkan pada rating curve.
Penyelesaian :
A = 500 m x 4 m = 2000 m2
3160
V= = 1,58 m/dt
2000
dianggap : U = 1,3 x 1,58 = 2,054 m/dt
dh 0,12 m
= = 1,67 × 10 −5 m/dt
dt 7200 dt
0,1
I= = 1,43 × 10 − 4
700
3160
Dari pers. 7.23 : Q =
⎛ 1,67 ×10 −5 ⎞
⎜⎜1 + ⎟
−4 ⎟
⎝ 2,054 × 1,43 × 10 ⎠
3160
= = 3080 m 3 /dt
(1,057 )
jadi pada elevasi muka air rata-rata (50,46) debit pada rating curve adalah 3080
m3/dt.
144
7.2.3 Rating Curve
Data yang tidak kalah pentingnya dari hasil pengukuran Hidrometri pada
suatu penampang sungai yang dipilih adalah Rating Curve yaitu kurva yang
menunjukkan hubungan antara tinggi muka air pada penampang tersebut dengan
debit yang lewat penampang.
Dari data pengukuran yang diperoleh secara matematis dapat dihitung
korelasi antara tinggi muka air dan debit, dan dapat digambarkan dalam bentuk
kurva (grafik).
Secara sederhana titik koordinat data pengukuran dapat dicari korelasinya
dengan menarik lengkung dengan kira-kira sedemikian hingga lengkungnya kira-
kira melalui tengah-tengah kelompok-kelompok titik koordinat.
Dilihat dari kedudukan alat pencatat muka air Rating Curve dapat
dibedakan dalam 3 bentuk. Bila Rating Curve dari suatu penampang sungai
(stasiun Hidrometri) sudah ditemukan maka selanjutnya pengukuran debit pada
penampang tersebut tidak perlu lagi dilakukan,cukup dilakukanpengukuran tinggi
muka air. Dengan mengetahui tinggi muka air dan dari bantuan Rating Curve
maka debit yang mengalir bisa ditemukan.
7.3 Latihan
1. Suatu pengukuran sungai menghasilkan debit Q = 4010 m3/dt, pengukuran
tersebut berlangsung dengan selang waktu 3 jam. Selama waktu tersebut alat
ukur turun 0,15 meter. Kemiringan permukaan sungai di lokasi pengukuran
pada saat pengukuran dilakukan adalah 80 mm berbanding 500 m, penanang
melintang sungai diperkirakan berbentuk segi empat dengan lebar 200 meter
145
dan kedalaman 11 meter. Berapa besar debit yang terjadi setelah penyesuaian
? Berapa angka Manning n pada rumus Manning yang akan terjadi ?
2. Sebutkan karakter-karakter areal drainase yang mempengaruhi hidrograf
debitnya dan beri komentar terhadap masing-masing karakteristiknya.
3. Debit pengukuran sungai selama terjadi banjir adalah Qa = 6000 m3/dt. Selama
pengukuran yang memerlukan waktu 2 jam pencatatan muka air naik dari
10,50 sampai 10,60 m. Bacaan level muka air 500 m dihulu dan 400 m dihilir
dari tempat pengukuran mempunyai selisih 100 mm. Sungai mempunyai lebar
rata-rata 1000 m dengan kedalaman rata-rata 6 m pada waktu pengukuran.
Pada koordinat berapa hasil pengukuran akan diplotkan pada rating curve.
146
BAB 8
UNIT HYDROGRAPH (HIDROGRAF SATUAN)
147
Gambar 8.1. Prinsip Pertama Hidrograf Satuan
o Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi yang sama
menghasilkan hidrograf limpasan dimana ordinatnya setiap waktu
sembarang memiliki proporsi yang sama terhadap satu sama lainnya
seperti intensitas hujan.
148
terjadinya curah hujan R2 dan Hidrograf H3 diperoleh dengan mengalikan
unit hidrograf dengan tinggi hujan efektif R3 dan awal hidrograf pada saat
terjadinya curah hujan R3. Sedangkan hidrograf Htot diperoleh dengan
menjumlahkan ordinat dari hidrograf-hidrograf akibat curah hujan R1, R2
dan R3.
149
Gambar 8.4. Mengubah U.H. Berdurasi Pendek Menjadi U.H. Berdurasi Panjang
Contoh soal :
Hidrograf satuan dari sebuah daerah aliran adalah sebagai berikut :
Waktu U.H.
(jam) (m3/dt)
0 0
1 3
2 8
3 19
4 14
5 7
6 3
7 1
8 0
Bila hujan efektif pada daerah aliran hujan selama 4 jam memiliki distribusi hujan
1.5, 5, 3, 2 mm maka buatlah hidrograf daerah aliran tersebut.
150
Penyelesaian :
Perhitungan hidrograf dapat dilakukan dengan menggunakan tabel dibawah ini :
151
200
150
Debit (m^3/dt)
100
50
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Waktu (jam)
152
hujan t2 jam pada intensitas 1/t1 cm/jam. Oleh karena itu ordinat-ordinat grafik
perbedaan kurva S ini harus dikalikan dengan t1/t2 sehingga intensitas hujan yang
dihasilkan adalah 1/t2 cm/jam yang merupakan intensitas yang diperlukan bagi
hidrograf satuan t2.
Jika dasar waktu hidrograf satuan adalah T jam maka limpasan keadaan
tunak (steady state run off) harus terjadi pada t jam dan hanya hidrograf-hidrograf
satuan t/t1 yang diperlukan untuk menghasilkan aliran keluar yang konstan dan
juga menghasilkan suatu kurva S. Aliran keseimbangan Qe, dapat dengan mudah
diperoleh karena 1 cm pada daerah aliran diberikan dan dialirkan setiap t1 jam :
2.78 A
Qe = (8.1)
t1
dimana :
A = luas daerah aliran (km2)
t1 = durasi (jam)
Qe = dalam m3/dt
Metode ini dapat digunakan untuk mengubah periode satuan menjadi lebih
panjang atau lebih pendek, dan bahwa dalam perubahan durasi pendek ke durasi
panjang t2 tidak merupakan perkalian lngsung dari t1.
153
Contoh soal :
Diketahui hidrograf satuan 4-jam seperti tercantum dalam tabel berikut :
0 0 11 41
1 6 12 34
2 36 13 27
3 66 14 23
4 91 15 17
5 106 16 13
6 93 17 9
7 79 18 6
8 68 19 3
9 58 20 1.5
10 49 21 0
154
Penjelasan perhitungan :
Kolom 1 : waktu (jam)
Kolom 2 : ordinat hidrograf satuan 4-jam
Kolom 3 : kolom 2 digeser 4 jam kebawah
Kolom 4 : kolom 2 digeser 8 jam kebawah
Kolom 5 : kolom 2 digeser 12 jam kebawah
Kolom 6 : kolom 2 digeser 16 jam kebawah
Kolom 7 : kolom 2 digeser 20 jam kebawah
Kolom 8 : penjumlahan kolom 2 sampai kolom 7
Kolom 9 : kolom 8 digeser 3 jam kebawah
Kolom 10 : kolom 8 dikurangi kolom 9
Kolom 11 : kolom 10 dikalikan dengan 4/3
Kolom 11 adalah Hidrograf satuan 3-jam, ordinatnya pada jam ke 15 sampai jam
ke 21 perlu adanya sedikit penyesuaian agar grafik yang dihasilkan lebih baik.
120
100
Debit (m^3/dt)
80
60
40
20
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu (jam)
155
satuan adalah berbanding langsung dengan hujan efektif, prosentase dalam waktu
satuan akan tetap konstan berapapun besarnya hujan efektif tersebut. Ini adalah
suatu cara berguna dalam menetapkan metode hidrograf satuan dalam beberapa
kasus.
Gambar 8.8. menunjukkan hidrograf satuan bersama dengan grafik
distribusi yang bersesuaian dengan hidrograf satuan tersebut. Luas dibawah kurva
dan dibawah garis bertangga adalah sama dan dengan demikian, dalam
menurunkan hidrograf satuan dari presentasi distribusi, suatu garis harus
digambarkan melalui tangga-tangga tersebut untuk memberikan luas yang sama.
Gambar 8.8. (a) Hidrograf Satuan dan (b) Grafik Distribusi Yang Diturunkan
156
yang sama. Jumlah hujan efektif kemudian harus dihitung, intensitas dan
durasinya ditetapkan. Pengontrolan dilakukan terhadap jumlah hujan efektif pada
daerah aliran tersebut dan jumlah limpasan dibawah hidrograf. Hasilnya harus
sama dan salah satu dari keduanya mungkin harus disesuaikan.
Hidrograf satuan dapat diperoleh dengan membagi ordinat hidrograf
limpasan dengan hujan efektif satuan cm. Ordinat-ordinat yang telah disesuaikan
menunjukan hidrograf satuan untuk durasi tertentu yang terjadi.
Untuk itu selalu disarankan untuk menentukan beberapa hidrograf satuan
dengan menggunakan hujan berintensitas seragam tersendiri yang terpisah dan
berbeda, jika tersedia. Kejadian alamiah seperti hujan badai dan limpasan
dipengaruhi oleh berbagai faktor dan tidak ada satupun diantaranya yang sama
persis dengan yang lainnya. Seringkali data asli yang terbaik berasal dari hujan
yang memiliki durasi berbeda dan hidrograf satuan yang dihasilkannya terpaksa
harus dirubah agar durasinya sama. Begitu sejumlah hidrograf yang telah
disamakan durasinya telah diperoleh, suatu hidrograf satuan rata-rata atau
hidrograf satuan yang khas dapat dibuat.
Ordinat-ordinatnya tidak dirata-ratakan karena bila dirata-ratakan akan
dihasilkan suatu nilai puncak yang tidak khas. Harga-harga puncak dari hidrograf-
hidrograf satuan yang terpisah dirata-
ratakan sebagaimana harga-harga
waktu dari permulaan limpasan
sampai terjadinya puncak. Harga-
harga ini ditetapkan untuk hidrograf
satuan rata-rata yang kemudian
digambarkan menjadi suatu garis
tengah pada sisi naik dan sisi turun
sehingga luas total dibawah kurva
sama dengan limpasan 1 cm.
Gambar 8.9. Hidrograf satuan rata-rata dari sejumlah penurunan bagi suatu daerah
aliran
157
8.6. Hidrograf Satuan Sintetis
Dalam bagian-bagian sebelumnya dijelaskan bahwa data-data pengukuran
(catatan) tersedia untuk menurunkan suatu hidrograf satuan, tetapi banyak daerah
aliran yang sama sekali tidak memiliki data limpasan padahal data tersebut
diperlukan untuk membuat hidrograf satuan. Dalam keadaan ini hidrograf dapat
dikumpulkan atau dijadikan satu berdasarkan kejadian atau pengalaman yang lalu
di daerah-daerah lain yang digunakan sebagai perkiraan pertama untuk daerah
yang tidak memiliki catatan curah hujan tersebut. Hasil dari cara seperti ini
disebut hidrograf satuan sistetis.
Perdekatan asli ditemukan oleh Snyder yang memilih 3 parameter : lebar
dasar hidrograf (hydrograph base width), debit puncak (peak discharge) dan
kelambatan lembah (basin lag) yang dianggap cukup memadai untuk
mendefinisikan hidrograf satuan.
Snyder beranggapan bahwa karakteristik daerah aliran yang mungkin
dipengaruhi bentuk hidrograf satuan adalah luas daerah aliran, bentuk lembah,
topografi, kemiringan saluran, kerapatan sungai dan daya tampung saluran. Ia
menghilangkan semua parameter kecuali dua yang pertama dengan
memasukannya dalam koefisien Ct. Ia hanya memperhitungkan ukuran dan
bentuk daerah aliran dengan mengukur panjang saluran aliran utama.
158
8.7. Cara Menghitung Synthetic Unit Hydrograph (S.U.H)
Curah hujan yang terjadi di daerah aliran menjadi penyebab terjadinya
aliran. Faktor utama dalam analisa adalah curah hujan adalah distribusi dan
lamanya (duration) hujan. Kehilangan air (curah hujan – limpasan permukaan),
sebagian besar disebabkan oleh infiltrasi, sedangkan kapasitas infiltrasi dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan Horton :
f p = f c + ( f 0 − f c ).e − kt (8.2)
dimana :
fp = kapasitas infiltrasi pada waktu t
f0 = kapasitas infiltrasi permulaan
fc = harga akhir dari fp
t = waktu sejak mulai hujan
Sebagai perkiraan f0 diambil sebesar 50 % dari jumlah curah hujan. Hujan
efektif, curah hujan dikurangi dengan kehilangan air, merupakan input dari
Synthetic Unit Hydrograph sehingga menghasilkan suatu respon yang disebut
hidrograf. S.U.H. menggambarkan unit hidrograf, hasil dari 1 inch hujan efektif,
sebagai fungsi matematik dari parameter-parameter fisik, dapat diukur atau
dihitung melalui peta dan parameter non fisik yang tak dapat diukur atau harus
dikalibrasi melalui rekonstruksi hidrograf aliran dengan cara trial dan error.
Persamaan S.U.H. adalah :
t p = Ct (L.Lc )
n
(8.3)
Cp
q p = 275 (8.4)
tp
dimana :
tp = time lag (jam)
qp = debit maksimum
L = panjang sungai (km)
n, Ct, Cp = parameter-parameter yang harus dikalibrasi (non fisik)
Lc = panjang sungai dari bagian terhulu sampai ke titik berat darah
aliran (km)
159
Sedangkan lamanya hujan efektif (te) dipengaruhi langsung oleh time lag,
hubungan ini diperlihatkan dalam bentuk ;
tp
te = (8.5)
5.5
apabila lamanya curah hujan efektif lebih besar dari lamanya curah hujan (tr),
maka perlu diadakan koreksi pada hasil time lag sebagai beikut :
te > tr : tp = tp + 0.25 (tr-te) (8.6)
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak :
Tp = tp + 0.5 tr (8.7)
dimana :
Tp = time rise to peak
tp = time lag
tr = time duration
Interval waktu yang cukup memadai untuk memperkirakan debit banjir di
Indonesia adalah 1 jam, maka dalam hal ini tr diambil 1 jam. Menurut penelitian
Snyder di Appalachian Highlands (Amerika) :
N = 0.3
Ct = 1.1 – 2.2
Cp = 0.4 – 0.8
Persamaan Alexsayev menggambarkan bentuk dari U.H. bila debiot puncak = Qp
dan waktu dari awal sampai debit puncak adalah Tp, Untuk curah hujan satu inchi
dengan luas daerah pengaliran A km2, diperoleh persamaan :
25.4
Qp = q p .A (8.8)
1000
dimana :
Qp = debit puncak (m3/det)
qp = debit puncak unit hydrograp (l/det/km2)
A = luas daerah aliran (km2)
Sebagai hubungan antara debit dengan waktu, Alexseyev menggambarkan sebuah
Hidrograf dengan persamaan eksponensial.
Q = f(t)
160
Bila Q sebagai sumbu y dan t sebagai sumbu x, maka :
y = f(x)
(1− x )2
−a
dengan persamaan y = 10 x
(8.9)
Q
dimana y = (8.10)
Qp
t
x= (8.11)
Tp
a = f (λ )
Contoh soal :
Buatlah hidrograf satuan sintetis dari suatu daerah aliran memiliki hujan rata-rata
sebesar 25.9 mm dengan distribusi hujannya sebagai berikut :
Jam Curah hujan R (mm)
1 5.65
2 5.01
3 8.28
4 3.10
5 2.33
6 0.77
7 0.51
8 0.25
Total 25.9
161
Kapasitas infiltrasi dapat dihitung dengan persamaan f p = f c + ( f 0 − f c ).e − kt
maka fp dan hujan efektif (R-fp) untuk setiap jam-nya dapat dihitung dalam tabel
berikut :
t (jam) 1 2 3 4 5 6 7 8
R (mm) 5.65 5.01 8.28 3.10 2.33 0.77 0.51 0.25
fp (mm) 9.34 5.14 3.59 3.01 2.80 2.73 2.70 2.69
Ref = R-fp 0 0.00 4.69 0.09 0.00 0.00 0.00 0.00
Perhitungan pada tabel diatas adalah sebagai berikut : R tinggi hujan yang
terdistribusi setiap jamnya, fp adalah kapasitas infiltrasi setiap jam yang dihitung
dengan persamaan 8.14, sedangkan Ref diperoleh dengan mengurangi hujan
dengan kapasitas infiltrasi, namun bila kapasitas infiltrasi lebih besar dari hujan
maka Ref sama dengan nol yang berarti seluruh hujan yang turun menjadi meresap
kedalam tanah.
Unit Hydrograph :
Parameter fisik : L = 40.0 km A = 725 km2 Lc = 17.5 km
Parameter non fisik : Ct = 1.10 Cp = 0.69 n = 0.30
Dari persamaan 8.3 : t p = Ct (L.Lc )
n
Cp
persamaan 8.4 : q p = 275
tp
0.69
q p = 275 = 24.17 l/dt/km2
7.85
tp
persamaan 8.5 : t e =
5.5
7.85
te = = 1.43 jam > tr sehingga tr = 1 jam
5.5
Koreksi tp dengan persamaan 8.6 : tp = tp + 0.25 (tr-te)
162
tp = 7.85 + 0.25 (1-1.43) = 7.74 jam
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak :
Tp = tp + 0.5 tr = 7.74 + 0.5*1 = 8.24 jam
Besarnya debit puncak dapat dihitung :
25.4 25.4
Qp = q p . A = 24.17 * * 725 = 445.07 m3/dt
1000 1000
Untuk memperoleh ordinat-ordinat dari U.H maka :
Q p .T p 445.09 * 8.24
λ= = = 0.72
W 1000 * 25.4 * 720
a = 1.32λ2 + 0.15λ + 0.045 = 1.32 * 0.72 2 + 0.15 * 0.72 + 0.045 = 0.8373
Ordinat dari hidrograf satuan dihitung dalam tabel berikut :
X t y Q x t y Q
1 2 3 4 1 2 3 4
0.1 0.82 0.00 0.00 2.2 18.14 0.29 127.06
0.2 1.65 0.00 0.97 2.3 18.96 0.24 108.96
0.3 2.47 0.04 19.49 2.4 19.79 0.21 93.14
0.4 3.30 0.18 79.40 2.5 20.61 0.18 79.40
0.5 4.12 0.38 170.82 2.6 21.43 0.15 67.52
0.6 4.95 0.60 267.07 2.7 22.26 0.13 57.30
0.7 5.77 0.78 347.93 2.8 23.08 0.11 48.52
0.8 6.60 0.91 404.43 2.9 23.91 0.09 41.02
0.9 7.42 0.98 435.70 3 24.73 0.08 34.63
1 8.24 1.00 445.07 3.1 25.56 0.07 29.19
1.1 9.07 0.98 437.39 3.2 26.38 0.06 24.57
1.2 9.89 0.94 417.55 3.3 27.21 0.05 20.66
1.3 10.72 0.88 389.80 3.4 28.03 0.04 17.35
1.4 11.54 0.80 357.58 3.5 28.85 0.03 14.56
1.5 12.37 0.73 323.45 3.6 29.68 0.03 12.21
1.6 13.19 0.65 289.26 3.7 30.50 0.02 10.22
1.7 14.01 0.58 256.26 3.8 31.33 0.02 8.56
1.8 14.84 0.51 225.26 3.9 32.15 0.02 7.16
1.9 15.66 0.44 196.71 4 32.98 0.01 5.98
2 16.49 0.38 170.82 4.1 33.80 0.01 5.00
2.1 17.31 0.33 147.63 4.2 34.63 0.01 4.17
4.3 35.45 0.01 3.48
163
Perhitungan tabel diatas sebagai berikut :
Kolom 1 : adalah x sebagai axis yang perbandingan dari dan Tp, nilainya kita
tentukan mulai dari 0.1 dan dan kelipatannya.
Kolom 2 : adalah waktu t sebagai axis dari hidrograf merupakan hasil
perkalian kolom 1 dengan Tp ( t = Tp*x).
Kolom 3 : adalah y merupakan fungsi dari x dihitung dengan persamaan
(1− x )2
−a
y = 10 x
(kolom 3 adalah fungsi dari kolom 1)
Kolom 4 : debit yang merupakan fungsi dari y, dimana Q=Qp*y (Kolom 3
dikalikan dengan Qp).
500.00
450.00
400.00
350.00
Debit (m^3/dt)
300.00
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00
Waktu (jam)
Hidrograf Aliran
Berdasarkan unit Hidrograf hujan 1 inchi dan distribusi hujan efektif, maka dapat
dihitung besarnya hidrograf aliran yang dilakukan dalam tabel berikut :
Ordinat Hujan efektif (inchi)
Waktu Hidrograf
U.H.
(jam) 3 0.00 0.00 0.18 0.003 (m3/dt)
(m /dt)
1 2 3 4 5 6 7
1.00 0.00 0.00 - - - 0.00
2.00 4.82 0.00 0.00 - - 0.00
3.00 53.03 0.00 0.00 0.00 - 0.00
4.00 156.59 0.00 0.00 0.89 0.00 0.89
5.00 273.21 0.00 0.00 9.80 0.02 9.82
164
6.00 366.45 0.00 0.00 28.93 0.18 29.11
7.00 422.92 0.00 0.00 50.49 0.53 51.01
8.00 444.33 0.00 0.00 67.72 0.92 68.64
9.00 438.48 0.00 0.00 78.15 1.23 79.38
10.00 414.16 0.00 0.00 82.11 1.42 83.53
11.00 378.90 0.00 0.00 81.03 1.50 82.52
12.00 338.46 0.00 0.00 76.53 1.48 78.01
13.00 296.82 0.00 0.00 70.02 1.39 71.41
14.00 256.57 0.00 0.00 62.54 1.28 63.82
15.00 219.23 0.00 0.00 54.85 1.14 55.99
16.00 185.58 0.00 0.00 47.41 1.00 48.41
17.00 155.87 0.00 0.00 40.51 0.86 41.38
18.00 130.09 0.00 0.00 34.29 0.74 35.03
19.00 107.98 0.00 0.00 28.80 0.62 29.43
20.00 89.21 0.00 0.00 24.04 0.52 24.56
21.00 73.42 0.00 0.00 19.95 0.44 20.39
22.00 60.21 0.00 0.00 16.49 0.36 16.85
23.00 49.24 0.00 0.00 13.57 0.30 13.87
24.00 40.16 0.00 0.00 11.13 0.25 11.37
25.00 32.68 0.00 0.00 9.10 0.20 9.30
26.00 26.54 0.00 0.00 7.42 0.17 7.59
27.00 21.51 0.00 0.00 6.04 0.14 6.17
28.00 17.41 0.00 0.00 4.90 0.11 5.01
29.00 14.07 0.00 0.00 3.97 0.09 4.06
30.00 11.36 0.00 0.00 3.22 0.07 3.29
31.00 9.15 0.00 0.00 2.60 0.06 2.66
32.00 7.37 0.00 0.00 2.10 0.05 2.15
33.00 5.93 0.00 0.00 1.69 0.04 1.73
34.00 4.77 0.00 0.00 1.36 0.03 1.39
35.00 3.83 0.00 0.00 1.10 0.02 1.12
36.00 3.07 0.00 0.00 0.88 0.02 0.90
37.00 2.47 0.00 0.00 0.71 0.02 0.72
38.00 1.98 0.00 0.00 0.57 0.01 0.58
39.00 1.58 0.00 0.00 0.46 0.01 0.47
40.00 1.27 0.00 0.00 0.37 0.01 0.37
41.00 1.01 0.00 0.00 0.29 0.01 0.30
42.00 0.81 0.00 0.00 0.23 0.01 0.24
43.00 0.65 0.00 0.00 0.19 0.00 0.19
Penjelasan :
Kolom 1 : waktu (jam)
Kolom 2 : ordinat dari hidrograf satuan berdasarkan waktu
165
Kolom 3 : ordinat dari hidrograf satuan (kolom 2) dikalikan dengan tinggi
hujan efektif jam ke-1 (0 inchi). Axis hidrograf hujan jam ke-1
dimulai pada jam ke-1
Kolom 4 : ordinat dari hidrograf satuan (kolom 2) dikalikan dengan tinggi
hujan efektif jam ke-2 (0 inchi). Axis hidrograf hujan jam ke-2
dimulai pada jam ke-2
Kolom 5 : ordinat dari hidrograf satuan (kolom 2) dikalikan dengan tinggi
hujan efektif jam ke-3 (0.18 inchi). Axis hidrograf hujan jam 3
dimulai pada jam ke-3
Kolom 6 : ordinat dari hidrograf satuan (kolom 2) dikalikan dengan tinggi
hujan efektif jam ke-4 (0.003 inchi). Axis hidrograf hujan jam 4
dimulai pada jam ke-4
Kolom 7 : hidrograf tanpa base flow hasil penjumlahan dari kolom 3 sampai
kolom 7.
Hidrograf akhir daerah aliran (tanpa base flow) ditampilkan dalam gambar
berikut :
90.00
80.00
70.00
Debit (m^3/dt)
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Waktu (jsm)
166
8.8. Latihan
1. Hidrograf satuan dari sebuah daerah aliran adalah sebagai berikut :
Waktu U.H.
(jam) (m3/dt)
0 0
1 4
2 10
3 16
4 13
5 8
6 4
7 1.5
8 0
Bila hujan efektif pada daerah aliran hujan selama 6 jam memiliki distribusi
hujan 2, 8, 7, 3, 5, 1 mm maka buatlah hidrograf daerah aliran tersebut.
3. Buatlah hidrograf satuan sintetis dari suatu daerah aliran memiliki hujan rata-
rata sebesar 23.5 mm dengan distribusi hujannya sebagai berikut :
Jam Curah hujan R (mm)
1 4.00
2 5.50
167
3 7.25
4 3.00
5 2.25
6 0.75
7 0.50
8 0.25
Total 23.50
168
BAB 9
PERENCANAAN BANJIR
169
ditulis bahwa interval waktu rata-rata dari suatu peristiwa akan dimulai atau
dilampaui satu kali disebut “masa ulang” (return period), juga disebut sebagai
periodicity atau recurrence interval.
Kemungkinan dari suatu kejadian yang besarnya sama atau dilampaui
dalam peristiwa hidrologi dapat dinyatakan dalam persamaan :
1
p= (9.1)
T
dan peristiwa tidak disamai atau tidak dilampaui dapat dituliskan sebagai berikut :
p’ = 1 – p (9.2)
dimana :
p = peristiwa disamai atau dilampaui
p’ = peristiwa tidak disamai atau tidak dilampaui
T = masa ulang
Bila p (X < x) menyatakan suatu kemungkinan bahwa harga x tidak akan
disamai atau tidak dilampaui dalam suatu periode tertentu, maka p(X < x)n akan
menyatakan suatu kemungkinan bahwa harga x tidak disamai atau tidak dilampaui
dalam n periode (tahun).
Untuk independent series dan dari hukum “multiple probability” didapat
bahwa :
p(X < x)n = [ p(X < x) ]n
atau : p(X < x)n = [ 1 - p(X ≥ x) ]n (9.3)
jadi : p(X ≥ x)n = 1 - p(X < x)n
atau : p(X ≥ x)n = 1- [ 1 – p(X ≥ x) ]n (9.4)
persamaan 9.4 menyatakan suatu kemungkinan bahwa harga x akan disamai atau
dilampaui dalam n tahun.
Substitusi persamaan (9.1) dalam persamaan (9.4) didapat :
p(X ≥ x)n = 1 – (1 - 1
T )n (9. 5)
Contoh soal :
Misal untuk p(X ≥ x) dimana x adalah harga dari suatu banjir yang mempunyai
masa ulang 20 tahun (Q20). Berapa peluang akan terjadi dalam periode 3 tahun ?
170
Penyelesaian :
p(X ≥ x)n = 1 – (1 - 1
T )n
p(X ≥ Q20)3 = 1 – (1 - 1
20 )3
= 1 – (0,95)3
= 1 – 0,857
= 0,143 atau 14,3 %
Untuk menghitung periode kejadian yang diharapkan (n) untuk suatu kejadian
dengan masa ulang T dapat ditulis sebagai berikut :
1 n
p(X ≥ x)n = 1 – (1 - T )
1 n
(1 - T) = 1 - p(X ≥ x)n
n log (1 - 1
T ) = log (1 - p(X ≥ x)n)
atau :
log (1 − p(X ≥ x )n )
n= (9.6)
log (1 − T1 )
sebaliknya untuk menghitung masa ulang T dari suatu peristiwa hidrologi untuk
suatu peride kejadian yang diharapkan (n) juga dapat ditulis sebagai berikut :
1 n
p(X ≥ x)n = 1 – (1 - T )
1 n
(1 - T ) = 1 - p(X ≥ x)n
= [1 - p(X ≥ x) n ]
1
(1 - 1
T ) n
atau :
[
T = 1 − [ 1 - p(X ≥ x) n ]
1
n
]
−1
(9.7)
171
Masa ulang dari setiap kejadian (harga) dapat dihitung dari :
n +1
T= (9.8)
m
dimana :
n = jumlah kejadian (data)
Persamaan 9.8 adalah dari Weibull. Sebenarnya untuk menentukan harga T
dari suatu data seri masih banyak perumusan yang dipakai, tetapi yang paling
sering dipakai bisa dituliskan sebagai berikut :
n
Perumusan California : T= (9.9)
m
2n
Perumusan Hazen : T= (9.10)
2 m -1
n + 0,4
Perumusan Chegodayev : T= (9.11)
m - 0,3
Untuk mendapatkan extrapolasi data dari data seri salah satu cara dipakai
adalah metode yang disebut sebagai “metode Gumbel”. Data peristiwa hidrologi
yang disusun menurut rangkingnya akan didapatkan distribusi frekwensi
kejadiannya menurut kelas interval tertentu.
Gumbel beranggapan bahwa distribusi variable-variabel hidrologi tak
terbatas sehingga digunakan harga-harga extrim maximum. Kalau samplenya
terdiri dari harga-harga extrim dari banyak seri maka kemungkinan terjadinya
suatu harga sama dengan atau kurang dari x ditentukan oleh persamaan :
−y
p(X < x) = e − e (9.12)
Persamaan 9.12 disebut juga sebagai persamaan distribusi Gumbel,
dimana y adalah reduced variate dan e bilangan alam (=2,71828….)
Dengan memperhatikan persamaan 9.2 maka persamaan 9.12 dapat ditulis
sebagai berikut :
−y
1 – p(X ≥ x) = e − e
atau :
−y
1- 1
T = e −e
172
T
sehingga : y = - ln ln ( ) (9.13)
T −1
Harga T menurut Gumbel sama dengan yang dikemukakan oleh Weibull
seperti pada persamaan 9.8.
Untuk menghitung extrapolasi dari seri harga-harga extrim digunakan cara
yang dikemukakan oleh V.T. Chow dengan memakai factor frekwensi K, yaitu :
X = x +σ⋅K (9.14)
dimana :
X = harga extrapolasi
x = rata-rata arithmatik dari data seri
σ = standard deviasi dari data seri
K = factor frekwensi yang merupakan fungsi dari masa ulang dan type
distribusinya.
Faktor K untuk harga extrim distribusi Gumbel dinyatakan dalam persamaan :
YT − Yn
K= (9.15)
Sn
dimana :
YT = reduced variate yang merupakan fungsi dari masa ulang T (persamaan
9.13)
Yn = reduced mean yang merupakan fungsi dari besar (banyaknya) data (n)
Sn = reduced standard deviasi yang merupakan fungsi dari banyaknya data
(n).
Untuk harga extrapolasi dengan masa ulang T adalah XT , maka dari persamaan
(9.14) dan (9.15) dapat ditulis :
⎛ Y − Yn ⎞
X T = x + σ ⎜⎜ T ⎟⎟
⎝ Sn ⎠
σ σ
= x + YT − Yn
Sn Sn
σ 1
Untuk : = (9.16)
Sn a
173
1 1
Maka : X T = x + YT − Yn
a a
1
Untuk : x − Yn = b (9.17)
a
1
Maka : X T = YT + b (9.18)
a
Persamaan (9.18) sering dikenal sebagai persamaan extrapolasi dari Gumbel.
Harga Yn dan Sn yang merupakan fungsi dari n dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan distribusi Gumbel.
Contoh soal :
Hitunglah harga reduced variate Yn dan standar deviasi dari reduced variate Sn
dari 15 buah data.
Penyelesaian :
Jumlah data adalah sebanyak data n = 15 maka jumlah rangking dalam data juga
m = 15. Nomor rangking dihitung kemungkinan kejadiannya (kolom 2 dalam
tabel ) dan kemudian dihitung reduced variatenya (kolom 3 dalam tabel). Harga
rata-rata (mean) dari reduced variate ini merupakan harga Yn yang dicari (untuk n
= 15). Sedang harga standard deviasi dari reduced variate ini merupakan harga Sn
yang dicari.
174
Rangking p=m/(n+1) y = -ln ln (1/p) (y-Yn)2
1 2 3 4
11 0.6875 0.9816 0.2320
12 0.7500 1.2459 0.5564
13 0.8125 1.5720 1.1491
14 0.8750 2.0134 2.2904
15 0.9375 2.7405 5.0198
∑ 9.5000 7.6925 15.6260
Yn =
∑ y = 7,6926 = 0,5128
n 15 ,
∑ (y − Y )
2
15.6260
Sn = = = 1,0206
n
n 15
175
harian) maka metode Rasional ini telah dikembangkan di Jepang yang dikenal
dengan perumusan “Rational Jepang”. Dalam perumusan ini besarnya intensitas I
dipakai perumusan dari Dr Mononobe adalah :
2
R ⎛ 24 ⎞ 3
I = 24 ⎜ ⎟ (9.20)
24 ⎝ t ⎠
dimana : t = Tc
Dan menurut Dr Rziha Tc adalah memenuhi persamaan sebagai berikut :
L
, dan V = 72( HL )
0,6
Tc = (9.21)
V
dimana :
L = panjang sungai didaerah aliran (km)
V = kecepatan rambatan banjir (km/jam)
H = beda tinggi antara titik terjauh (dihulu) dengan titik pengamatan
(km)
Terlihat bahwa besarnya intensitas hujan I tergantung dari besarnya R24
dan Tc. Sedang besarnya Tc tergantung dari kemiringan sungai ( HL ) dan daerah
aliran. Dalam Hidrograf dapat ditunjukkan untuk hujan effektif yang sama jatuh
pada suatu daerah aliran dengan luas yang sama tetapi karakternya berbeda (H, L,
Tc) maka akan diperoleh debit maksimum yang berbeda.
Bermacam perumusan empiris untuk Tc dijumpai dilapangan yang pada
dasarnya dipengaruhi oleh kemiringan daerah aliran dan sungainya. Demikian
juga untuk koefisien aliran mempunyai harga bermacam-macam yang dijumpai
dilapangan dan harganya tergantung dari karakter dan sifat permukaan daerah
aliran.
Tabel dibawah ini adalah data koefisien aliran berbagai kondisi daerah
alirannya dari hasil penelitian yang dilakukan di Jepang.
176
Tabel 9.2. Harga Koefisien Aliran Dilihat Dari Keadaan Daerah Aliran
Keadaan daerah aliran α
Bergunung dan curam 0,75 – 0,90
Pegunungan tersier 0,70 – 0,80
Sungai dengan tanah dan hujan dibagian atas dan
bawahnya 0,50 – 0,75
Tanah datar yang ditanami 0,45 – 0,60
Sawah waktu diairi 0,70 – 0,80
Sungai bergunung 0,75 – 0,85
Sungai dataran 0,45 – 0,75
Contoh soal :
Suatu daerah aliran bergunung mempunyai luas 100 km2 dan panjang sungai yang
diamati didalam daerah aliran adalah 10 km. kemiringan rata-rata sungai adalah
0,001. Bila besarnya hujan rencana per etmal adalah 140 mm, berapa besar debit
banjir maksimum.
Penyelesaian :
V = 72( HL )
0,6
Hitung kecepatan rambat banjir
177
Q = 0,278* 0,8 * 11 * 100 = 244 m3/dt.
178
67,65
q x = m.q70 = m. (9.27)
t r + 1,45
Tabel 9.3. Angka perbandingan hujan dengan masa ulang diluar daerah Jakarta
dengan R70 di Jakarta.
Probability m' mn hujan
5 x dalam 1 tahun 0.58 0.238 57
4 x dalam 1 tahun 0.64 0.263 63
3 x dalam 1 tahun 0.71 0.292 70
2 x dalam 1 tahun 0.82 0.338 81
1 x dalam 1 tahun 1.00 0.408 98
1 x dalam 2 tahun 1.20 0.492 118
1 x dalam 3 tahun 1.32 0.542 130
1 x dalam 4 tahun 1.41 0.579 139
1 x dalam 5 tahun 1.47 0.604 145
1 x dalam 10 tahun 1.72 0.704 169
1 x dalam 15 tahun 1.87 0.767 184
1 x dalam 20 tahun 1.98 0.813 195
1 x dalam 25 tahun 2.06 0.846 203
1 x dalam 30 tahun 2.13 0.875 210
1 x dalam 40 tahun 2.23 0.913 219
1 x dalam 50 tahun 2.31 0.946 227
1 x dalam 60 tahun 2.38 0.975 234
1 x dalam 70 tahun 2.44 1.000 240
1 x dalam 80 tahun 2.49 1.021 245
1 x dalam 90 tahun 2.53 1.038 249
1 x dalam 100 tahun 2.57 1.054 253
1 x dalam 125 tahun 2.64 1.083 260
Lamanya hujan tr diambil sama dengan Tc agar supaya diperoleh debit yang
maksimum. Sebenarnya hal ini hanya berlaku untuk keadaan :
a. hujan jatuh bersamaan diseluruh daerah aliran
b. arah turunnya hujan searah dengan dengan arah aliran sungai dengan
kecepatan kira-kira sama dengan kecepatan aliran disungai.
Bila diambil tr = tc akan diperoleh debit yang besar sekali dan perlu
dipertimbangkan secara ekonomi, sehingga Weduwen , mengambil tr = 2 tc.
Lamanya hujan tr dapat dihitung dengan persamaan :
179
3
0,476. A 8
tr = (9.28)
(α .β .q ) 8 .i 14
1
Contoh soal :
Selama pengamatan 40 tahun hujan maksimum kedua adalah 205 mm sedang luas
daerah penangkapannya adalah 24 km2. Kemiringan rata-rata sungai adalah 0.005.
Hitung debit maksimum yang bisa terjadi dengan periode ulang 100 tahun.
Penyelesaian :
Ambil taksiran tr = 4,5 jam ( 12 jam) maka :
180
4,5 + 1
120 + * 24
4,5 + 9
β= = 0,901
120 + 24
67,65
q= = 11,37
4,5 + 1,45
4,1
α = 1− = 0,762
0,901*11,37 + 7
3
0,476 * 24 8
tr = = 4,56
(0,762 * 0,901 *11,37 )18 * 0,005 14
tr hasil perhitungan tidak sama dengan tr taksiran, maka diambil tr = 4,56 jam
4,56 + 1
120 + * 24
4,56 + 9
β= = 0,902
120 + 24
67,65
q= = 11,256
4,56 + 1,45
4,1
α = 1− = 0,761
0,902 *11,256 + 7
3
0,476 * 24 8
tr = = 4,565
(0,761* 0,902 *11,256)18 * 0,005 14
tr yang diperoleh dapat dianggap sama dengan yang ditaksir. Untuk n = 40 maka
mn = 0,915. R40 maksimum kedua = 205 mm, maka :
R40 205
R70 = = = 224.53 mm
mn 0,913
224.53
Q70 = 1 * 0,761 * 0,902 * 11,256 * 24 = 173,21 m3/dt
240
untuk n=100, maka mn = 1,050, jadi
Q100 = Q70 * mn = 1,05 * 173,21 = 181,87 m3/dt
181
ditentukan berdasarkan ciri-ciri dari catchment-nya, yang diukur dari peta atau
penilaian pada saat pengamatan lapangan. Kunci parameter dari catchment yang
bersangkutan adalah luas, panjang dan kemiringan dari tapak aliran, serta tata
guna lahan. Parameter tata guna lahan meliputi neraca antara komponen-
komponen yang kedap dan meresap air serta jenis dari komponen yang meresap.
Diantara parameter catchment yang paling menentukan untuk runoff
adalah persentase luas yang kedap air dan Angka Kurva (CN Angka kurva yang
lebih tinggi berarti runoff-nya juga lebih tinggi, dengan batasan teoritis dari CN
adalah = 100 yang berarti sama dengan runoff-nya 100%.
Penggunaan lahan yang ada telah diinterpretasikan sesuai dengan
kelompok-kelompok penggunaan lahan dengan karakteristik air limpasan yang
berbeda, sebagai berikut:
182
Sedangkan untuk daerah aliran satu sisi, panjang aliran permukaan dapat
dihitung :
Luas
Panjang = (9.33)
panjangsaluran
= 47 m
75m
96m
63m
24000
L = A/W = 192m
192
= 125 m
183
dimana :
Qp = Debit puncak (cfs)
q = rainfall excess/hujan efektif (inch)
A = Luas area (mil2)
Tp = Waktu debit puncak (jam)
q=
(R − 0.2S )2 for R ≥ 0.2S (9.38)
R + 0.8S
dimana R = kedalaman hujan (inch)
Jika R ≤ 0.2S kita dapat mengasumsikan bahwa q = 0 yang berarti semua air
hujan yang jatuh meresap kedalam tanah.
184
Contoh soal :
Daerah Aliran Sungai Larangan adalah sebuah DAS yang simetrik dan
memiliki komposit Curve Number CN = 76.82, Panjang sungai L = 7085 m,
Kemiringan rata-rata lahan Y = 0.32 % dan luas DAS A = 12565327 m2. Hitung
debit puncak yang terjadi akibat hujan sebesar 140 mm selama 4 jam.
Penyelesaian :
1000 1000
S= − 10 = − 10 = 3.017
CN 76.82
Total hujan = 140 mm = 5.51 inch
Hujan efektif q :
q=
(R − 0.2S )2 = (5.51 − 0.2 * 3.017 )2 = 3.04 inch
R + 0.8S 5.51 + 0.8 * 3.017
A 12,565,327
Panjang dari overland flow Lo = = = 886.76 m = 2909.45 ft
2L 2 * 7085
L0.8 * ( S + 1) 0.7 2909.45 0.8 * (3.017 + 1)
0.7
tL = = =1.45 jam
1900 * Y 0.5 1900 * 0.32 0.5
D 4
Tp = + t L = + 1.45 = 3.45 jam
2 2
484 * q * A
Qp =
Tp
9.3 Latihan
1. Pada tabel dibawah ini diberikan data pencatatan hujan harian maksimum
selama 12 tahun. Diminta untuk menghitung hujan harian maksimum dengan
masa ulang 5, 10 dan 25 tahun dengan metode Gumbel.
Tahun Hujan (mm)
1992 100
1993 120
185
1995 70
1996 115
1997 89
1998 130
1999 69
2000 98
2001 112
2002 167
2003 189
2004 121
2. Suatu daerah aliran bergunung dan curam mempunyai luas 50 km2 dan
panjang sungai yang diamati didalam daerah aliran adalah 10 km. kemiringan
rata-rata sungai adalah 0,003. Bila besarnya hujan rencana peretural adalah
100 mm, Hitung berapa besar debit maksimum rencana dengan metode
Rasional.
3. Selama pengamatan 30 tahun hujan maksimum pertama adalah 210 mm
sedang luas daerah penangkapannya adalah 100 km2. Kemiringan rata-rata
sungai adalah 0.003. Hitung debit maksimum yang bisa terjadi dengan periode
ulang 50 tahun dengan metode Weduwen.
4. Sebuah Daerah Aliran Sungai berbentuk one side catchment memiliki
komposit Curve Number CN = 80, Panjang sungai L = 100 km, Kemiringan
rata-rata lahan Y = 0.25 % dan luas DAS A = 100 km2. Hitung debit puncak
yang terjadi akibat hujan sebesar 100 mm selama 5 jam dengan metode US
SCS.
186
BAB 10
PENELURUSAN BANJIR ( FLOOD ROUTING )
187
Penelusuran lewat waduk, dimana penampungnya adalah merupakan
fungsi langsung dari aliran keluar (outflow), maka cara penyelesaiannya dapat
ditempuh dengan cara yang lebih exact.
188
Kalau periode penelusurannya dapat diubah dari dt menjadi ∆t, maka :
I1 + I 2
I=
2
Q1 + Q2
Q=
2
dS = S2 – S1
sehingga rumus (10.1) dapat diubah menjadi :
I1 + I 2 Q1 + Q2
+ = S2 – S1 (10.2)
2 2
dalam mana indeks-indeks 1 merupakan keadaan pada saat permulaa periode n
penelusuran, dan indeks-indeks 2 merupakan keadaan pada akhir periode
penelusuran.
Dalam persamaan (10.2) tersebut I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf
debit masuk yang diukur besarnya Q1 dan S1 diketahui dari periode sebelumnya
Q2 dan S2 tidak diketahui. Ini berarti diperlukan persamaan kedua. Kesulitan
terbesar dalam penelusuran banjir lewat palung sungai ini terletak pada
mendapatkan persamaan kedua ini. Pada penelusuran banjir lewat waduk,
persamaan tersebut lebih sederhana, yaitu Q2 = f (S2). Tetapi pada penelusuran
lewat palung sungai besarnya tampungan tergantung kepada debit masuk dan
debit keluar. Persamaaan yang menyangkut hubungan S dan Q pada palung sungai
hanya berlaku untuk hal-hal yang khusus, yang bentuknya adalah sebagai berikut :
S = k { x . I + (1 – x) . Q } (10.3)
K dan x ditentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing-
masing diamati pada saat yang bersamaan,sehingga hanya berlaku untuk bagian
memanjang / palung sungai yang ditinjau.
Faktor x merupakan faktor penimbang (weight) yang besarnya berkisar
antara 0 dan 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-
kira sama dengan 0,3 serta tidak berdimensi.
Karena S mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan Q berdimensi
debit, maka k harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).
Dari persamaan (10.2) dapat dibuat persamaan berikut ini :
189
S1 = k { x I1 + (1-x) Q1 } (10.4)
S2 = k { x I2 + (1-x) Q2 } (10.5)
Dari persamaan-persamaan (9.2), (9.4) dan (9.5) didapat :
Q2= co I2 + c1 I1 + c2 Q2 (10.6)
kx − 0,5 ∆t
co = − (10.7)
k − kx + 0,5 ∆t
kx + 0,5 ∆t
c1 = − (10.8)
k − kx + 0,5 ∆t
k - kx − 0,5 ∆t
c2 = − (10.9)
k − kx + 0,5 ∆t
dan
co + c1 + c2 =1 (10.10)
190
Lengkung S (gambar 10.1.c) adalah merupakan lengkung massa dari
lengkung I – Q, sehingga untuk setiap saat dapat dihitung S. dari gambar
10.1.b dan c dapat dilihat bahwa S akan maksimum bila Q sama dengan 0.
besarnya S pada saat t adalah :
St = ∑ (I – Q)t ∆t (10.11)
Sebagai langkah lebih lanjut untuk mendapatkan x dan k, kita harus
menggambar grafik yang menyatakan hubungan antara S dengan x I + (1 –
x) Q, yaitu dengan memasukkan berbagai harga x sedemikian rupa hingga
didapat garis yang mendekati garis lurus lihat Gambar 10.2 ).
Kalau untuk mendapatkan garis lurus tersebut secara analitis (atau kalau
akan menyiapkan program computer untuk maksud tersebut), maka sambil
memberikan berbagai harga x (sebaiknya dimulai dari x = 0,20), diperiksa
pula koefisien korelasi r antara S dan x I + (1-x) Q, sampai didapatkan r
yang terbesar. Bila r terbesar mempunyai harga lebih kecil dari 0,7 berarti
tidak ada korelasi antara kedua factor tersebut diatas, sehingga tidak
mungkin diketemukan hubungan garis lurus. Rumus untuk mendapatkan
koefisien korelasi r tersebut adalah sebagai berikut :
n ∑(XY ) − ∑ Y ∑ X
r= (10.12)
[n ∑(Y ) 2
− (∑ Y )
2
] [n ∑(X ) 2
− (∑ X )
2
]
dalam mana :
X=S
191
Y = x I + (1 – x) Q
n = banyaknya titik untuk dihitung harga S dan x I + (1 – x) Q nya
Contoh soal :
Pada suatu bagian memanjang alur sebuah sungai dilakukan pangukuran
debit secara bersamaan di A untuk untuk debit masuk dan di B untuk debit
keluar (lihat gambar 10.3). Hasil pengukuran tersebut adalah sebagai
berikut :
Waktu t Debit masuk Debit keluar
(hari) (m3/det) (m3/det)
0,00 22 22
0,25 23 21
0,50 35 21
0,75 71 26
1,00 103 34
1,25 111 44
1,50 109 55
1,75 100 66
2,00 86 75
2,25 71 82
2,50 59 85
2,75 47 84
3,00 39 80
3,25 32 73
3,50 28 64
3,75 24 54
192
4,00 22 44
4,25 21 36
4,50 20 30
4,75 19 25
5,00 19 22
5,25 18 19
193
Penyelesaian :
Tabel 10.1 Perhitungan mencari S
T I Q S = (I-Q)∆t Srata2 Sakumulatip
(hari) (m3/det) (m3/det) (m3/det. 1/4 hr) (m3/det. 1/4 hr) (m3/det. 1/4 hr)
0 22 22 0 0 0
0,25 23 21 2 1 1
0,5 35 21 14 8 9
0,75 71 26 45 29,5 38,5
1 103 34 69 57 95,5
1,25 111 44 67 68 163,5
1,5 109 55 54 60,5 224
1,75 100 66 34 44 268
2 86 75 11 22,5 290,5
2,25 71 82 -11 0 290,5
2,5 59 85 -26 -18,5 272
2,75 47 84 -37 -31,5 240,5
3 39 80 -41 -39 201,5
3,25 32 73 -41 -41 160,5
3,5 28 64 -36 -38,5 122
3,75 24 54 -30 -33 89
4 22 44 -22 -26 63
4,25 21 36 -15 -18,5 44,5
4,5 20 30 -10 -12,5 32
4,75 19 25 -6 -8 24
5 19 22 -3 -4,5 19,5
5,25 18 19 -1 -2 17,5
Setelah didapat S (dalam hal ini Sakumulatip dari Tabel 10.1 diatas) maka dengan
memasukkan berbagai harga x, dicari hubungan S dengan x I + (1 – x)Q,
sedemekian rupa sehingga didapat hubungan garis lurus. Ini berarti kita harus
mencari koefisien korelasi terbesar diantara kedua besaran tersebut. Hal ini dapat
kita lakukan secara cepat dengan pertolongan komputer, yang memberikan hasil x
= 0,2488 dengan koefisien korelasi r = 0,97. hubungan antara S dengan x I + (1 -
x) Q dapat dilihat pada gambar 10.4.
194
Gambar 10.4. Grafik hubungan S dan x I + (1 - x)Q
Dari gambar 10.4 dapat dicari k secara grafis, yang besarnya sama dengan tangent
dari sudut ϕ sebagai berikut :
1,70 m3 ⋅ 14 hari
k = tgϕ = det
= 1,7 hari
25
3
m
det
Dengan k = 1,7 dan x = 0,2488, maka jika diketahui hydrograph debit masuk di A
(= I), dapat diramalkan hydrograph debit banjir di B (= Q) dengan cara sebagai
berikut :
Dengan menggunakan rumus-rumus = (10.7) : co = -0,2125
= (10.8) : c1 = -0,3908
= (10.9) : c2 = -0,8217
195
dengan rumus (10.6) dihitung Q2 yang dikerjakan dalam Tabel 10.2 berikut ini :
Tabel 10.2 Mencari hydrograph debit keluar
Hydrograph-hydrograph debit masuk (I) dan debit keluar (Q) dari hasil
perhitungan yang dilakukan dalam Tabel 10.2 dapat dilihat pada Gambar 10.5.
Karena adanya tampungan (strorage) disepanjang palung sungai antara A dan B,
maka puncak banjir di B menjadi lebih kecil dari pada di A.
196
Gambar 10.5. Grafik hubungan waktu dan debit inflow dan outflow
197
I1 dan I2 diketahui dari hydrograph debit masuk kewaduk jika periode
penelusuran (routing period) ∆t telah ditentukan (lihat Gambar 10.6)
198
Q1 adalah debit keluar dari permulaan periode penelusuran. Kalau fasilitas
pengeluarannya berupa bangunan pelimpah (spillway), maka digunakan rumus
sebagai berikut :
3
Q=C B H 2
(10.15)
Dimana :
C = koefisien debit bangunan pelimpah (1,7 – 2,2 m1/2/detik)
B = panjang ambang bangunan pelimpah (m)
αv 2
H = tinggi energi diatas ambang bangunan pelimpah = h +
2g
h = tinggi air diatas ambang bangunan pelimpah (m)
α = koefisien pembagian kecepatan aliran
v = kecepatan rata-rata aliran didepan ambang banguna pelimpah (m/detik)
q = percepatan gravitasi = 9,81 m/detik2
199
a. Pada saat seluruh panjang terowongan belum terisi penuh oleh air
sehingga masih berupa aliran alur terbuka (open channel flow). Dalam hal
ini digunakan rumus :
Q=v.A (10.16)
Dimana :
v = kecepatan air dalam terowongan (m/detik), dapat dihitung dengan
rumus manning
1 2 3 12
v= R S (10.17)
n
n = angka kekasaran profil aliran
R = radius hidrolik (m) = A
P
200
(1) = kehilangan energi saat masuk inlet (m), v adalah kecepatan air
dalam terowongan (m/detik), fe adalah koefisien kehilangan
energi yang besarnya tergantung kepada bentuk inlet.
(2) = kehilangan energi akibat geseran (m), dimana :
f = koefisien geseran, yang dapat dihitung dengan rumus
DARCY – WEISBACH atau THYSSE
L = panjang terowongan (m)
D = diameter terowongan (m)
(3) = kehilangan energi akibat adanya perubahan penampang didalam
terowongan (m), fc adalah koefisien kehilangan energi karena
adanya perubahan penampang.
(4) = kehilangan energi akibat adanya belokan (m), fb adalah koefisien
kehilangan energi akibat adanya belokan, yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut belokan dan jari-jari belokan.
(5) = kehilangan energi pada saat keluar dari outlet (m), fo adalah
koefisien kehilangan energi yang besarnya tergantung pada
bentuk outlet.
201
Dari persamaan 10.18 didapat :
2gH
v= (10.19)
∑f
dan dengan persamaan 10.16 menjadi :
2gH
Q=A (10.20)
∑f
Dari persamaan 10.16, 10.17 dan 10.20 akan dapat dibuat lengkung debit
sebagai yang tertera pada Gambar 10.11.
Kurang lebih pada suatu elevasi muka air setinggi kurang lebih 1,5 kali
diameter terowongan diatas sumbu terowongan dihulu inlet terjadi peralihan dari
aliran alur bebas menjadi aliran tekanan. Karena peralihan tersebut tidak dapat
ditentukan pada ketinggian yang tepat, maka pada Gambar 9.11 digambarkan
sebagai garis putus-putus.
Persamaan 10.14 diatas dikembangkan oleh L.G. PULS dari U.S.Army
Corp of Engineers.
Dengan dapat dihitungnya ruas kiri persamaan 10.14, maka ϕ2 dapat
dihitung, yang dengan demikian S2 dan Q2 dapat dihitung juga, karena pada
dasarnya S2 dan Q2 merupakan fungsi H, seperti halnya S1 dan Q1. Oleh karena itu
202
sebelum perhitungan penelusuran banjir dimulai haruslah dianalisa terlebih dahulu
hubungan S1 , Q1 , S2 dan Q2 dengan H, seperti terlihat pada Gambar 10.12.
Contoh soal :
Fasilitas pelepasan bendungan Lahor (salah satu bendungan dalam sistem Kali
Brantas) berupa bangunan pelimpah tidak berpintu dan tidak berpilar, dengan
puncak ambang yang berelevasi El.272,70 m dan panjang ambang 32 m.
Koefisien debit diambil konstan C = 2 m1/2/detik. Pada saat permulaan terjadi
banjir (t = 0) elevasi air waduk setinggi ambang bangunan pelimpah. Besarnya
tampungan (storage) diatas ambang bangunan pelimpah pada elevasi-elevasi
tertentu adalah seperti tercantum pada kolom 3 tabel 10.3. Sedangkan hydrograph
debit masuk kedalam waduk seperti tercantum pada kolom 2 Tabel 10.4. Tentukan
elevasi waduk maksimum dan debit keluar keluar maksimum, jika periode
penelusurannya ∆t = 0,5 jam dan aliran keluar pada t = 0 jam dianggap 6
m3/detik.
203
Gambar 10.13. Pelimpah
Penyelesaian
Tabel 10.3. Hubungan elevasi – tampungan – debit (H – S – Q)
3 3
Q = CBH 2
= 64 H 2
∆t = 0,5 jam = 1800 detik
Tabel 10.4 penelusuran banjir lewat waduk dengan bangunan pelimpah ∆t = 0,5
jam.
Dari perhitungan diatas didapat elvasi waduk maksimum tercapai pada El. 272,70
+1,94 = El. 274,64 m. Sedang debit terbesar yang melimpah lewat bangunan
pelimpah adalah 172 m3/detik. Ini adalah lebih kecil dari pada debit puncak 441
m3/detik yang masuk kedalam waduk. Dengan telah diselesaikannya perhitungan
diatas dapat dibuat hydrograph debit masuk dan debit keluar, seperti terlihat pada
Gambar 10.14
204
Gambar 10.14. Hidrograf debit masuk dan keluar.
205
BAB 11
AIR TANAH (GROUND WATER)
11.1 Pengertian
Air hujan yang diserap oleh permukaan tanah dan meresap lewat lapisan-
lapisan dibawahnya sampai lapisan jenuh disebut Air Tanah. Banyaknya air yang
dapat diserap dan diresapkan tergantung dari porositas permukaan lapisan-lapisan
tanah. Kalau diperhatikan bahwa air yang ada didalam tanah (subsurface water)
dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu zone tidak jenuh air (unsaturated zone) dan
zone air jenuh (saturated zone). Batas antara kedua zone inilah yang disebut
sebagai Muka Air Tanah (Phreatic Surface). Muka air tanah dapat didefinisikan
sebagai semua titik yang terletak di zone saturated yang masih mempunyai
tekanan sama dengan tekanan atmosfer (Gambar 11.1).
Muka air tanah elevasi dapat berubah-ubah mengikuti kondisi yang ada
didalam siklus Hidrologi. Banyaknya air kapiler yang bisa bergerak keatas
tergantung dari keadaan muka air tanah naik atau turun dan ukuran dari ruang
206
pori-pori tanah yang dipengaruhi oleh ukuran dan susunan butir tanah (Tabel
11.1).
Lapisan tanah (formasi geologis) yang dapat menampung serta melepas air
dalam jumlah yang cukup disebut “Aquifer”. Macam aquifer dibedakan dalam dua
kondisi yaitu (Gambar 11.2).
207
Tabel 11.1 Tipe Harga Kenaikan Kekapileran
Material tanah Ukuran butir (mm) Kenaikan kapiler (mm)
Silt 0,05 – 0,02 2000
Coarse silt 0,1 – 0,05 1055
Fine sand 0,2 – 0,1 428
Medium sand 0,5 – 0,2 246
Coarse sand 1 – 0,5 135
Very coarse sand 2–1 65
Fine gravel 5-2 25
208
1. Kerapatan dan viscositas airnya
Air tanah yang ditinjau dalam hidrologi biasanya adalah air tawar, hanya
kadang-kadang saja dijumpai air asin. Kerapatan dan viscositas air tawar
tidak banyak berubah dengan perubahan temperature seperti ditunjukkan
dalam Tabel 11.2.
2. Sifat tanahnya
Sifat tanah yang sangat mempengaruhi pengaliran air tanah adalah
porositas dan permeabilitas.
volume pori (Vi )
Porositas (n) adalah : yang dinyatakan dalam prosen
volume total (V)
(%).
Vi V − Vm V
n= = = 1− m (11.1)
V V V
dimana : Vm = Volume butir
Tanah asli terdiri dari butir butir-butir yang tak sama besar dan juga
bentuknya sehingga sehingga porositasnya lebih kecil karena butir-butir
kecil dapat mengisi rongga diantara butir-butir besar. Makin merata butir
tanahnya makin besar pula porositasnya. Ukuran butir pada suatu contoh
tanah dapat dilihat dari analisa ayakan. Makin tegang lengkung hasil
analisa ayakan maka makin besar porositasnya. Permeabilitas suatu tanah
209
tergantung dari porositasnya dan sruktur tanahnya. Besar kecilnya
permeabilitas dinyatakan dengan koefisien permeabilitas (k).
Tabel 11.3 menunjukkan suatu harga range dari permeabilitas suatu tanah
asli. Hydroulik konduktivity adalah sifat dari media tanah dan viscositas
airnya.
210
Dan untuk luas aquifer A, maka besarnya debit Q adalah :
Q=v.A =k.i.A (11.3)
211
Gambar 11.3. Aliran dalam confined aquifer
212
Gambar 11.4. Aliran dalam aquifer dengan phreatic surface
Dimana :
dx = jarak yang diukur langsung arah aliran.
q = − 12 k
( )
d h2
(11.8)
dx
dy
Untuk aliran tetap (steady), maka =0
dx
213
Sehingga : − 1 2 k
( )
d2 h2
=0
dx 2
Atau :
d2 h2( )
=0 (11.9)
dx 2
Disini persamaan 11.7 dan 11.9 adalah persamaan dasar untuk
penyelesaian persoalan dalam kejadian aquifer dengan phreatic surface.
Bila aquifer mendapat tambahan air (recharge) dari hujan yang jatuh diatas
permukaan tanah dengan intensitas I maka dalam kejadian ini :
dq
dq = I . dx atau =I
dx
jadi :
dq
= − 12 k
d2 h2 ( )
=I
dx dx 2
atau :
d2 h2( )
=−
2I
(11.10)
2
dx k
Gambar 11.5. Aliran Dalam Aquifer Dengan Phreatic Surface Dan Hujan
Contoh soal :
Dua saluran dengan beda muka air seperti Gambar 11.6. dipisahkan oleh tanah
yang membujur sepanjang saluran dengan lebar 1000 m. Permeabiliti tanah 12
m/hari.
214
Beda tinggi antara dua muka air adalah 2 m dan aquifer mempunyai kedalaman 20
m dari muka air terendah pada saluran. Bila hujan setahun sebesar 1,20 m
diasumsikan 60% meresap kedalam tanah maka besarnya debit yang masuk
kedalam kedua saluran per satuan panjang.
Penyelesaian :
I = 0,60 x 1,2 m/tahun = 0,72 m/tahun = 0,002 m/hari
Persamaan 11.10 :
( )
d2 h2 2I
= − , maka :
2
dx k
( )
d2 h2
=−
2I
x + C1 , maka :
dx k
I 2
h2 = − x + C1 x + C 2
k
syarat batas 1 : untuk x = 0, maka h = 20
I
jadi : 400 = − . 0 + C1 . 0 + C2 , maka C2 = 400
k
I
sehingga : h 2 = − ⋅ x 2 + C1 x + 400
k
syarat batas 2 : untuk x = 1000, maka h = 22
jadi : 484 = −
12
( )
0,002 6
( )
10 + C1 10 3 + 400
( )
484 + 166,7 − 400 = C1 10 3 , maka C1 = 0,25
215
I
sehingga : h 2 = − ⋅ x 2 + 0,25 x + 400
k
dh
persamaan 11.7 : q = − k ⋅ h ⋅
dx
1
⎛ I ⎞
2
dh 1 1 2
= 2U
du
du 2I
= − x + 0,25
dx k
dh dh du 1 ⎛ 2I ⎞
= × = 1 ⎜− x + 0,25 ⎟
dx du dx 2U ⎝ k
2
⎠
sehingga :
1 ⎛ 2I ⎞
q = −k ⋅ U 2 ⋅
1
1 ⎜− x + 0,25 ⎟
2U ⎝2
k ⎠
⎛ 2I ⎞
= − 1 2 k ⎜ − x + 0,25 ⎟
⎝ k ⎠
⎛ 0,002 ⎞
untuk x = 0, maka : q = − 1 2 (12 ) ⎜ − q ⋅ 0 + 0,25 ⎟
⎝ 12 ⎠
= - 1,5 m3/hari/m kesaluran kiri.
⎛ 0,002 ⎞
Untuk x = 1000, maka : q = − 1 2 (12 ) ⎜ − q ⋅1000 + 0,25 ⎟
⎝ 12 ⎠
= 0,5 m3/hari/m kesaluran kanan.
216
muka air pada lubang-lubang bor (piezometer) disekitar lubang (sumur)
pemompaan. Besarnya penurunan muka air ini menunjukkan basarnya debit
konstan yang dapat dipompa dengan memperhatikan sifat tanahnya. Perumusan
untuk lengkung penurunan dari sumur pompa tunggal bisa diturunkan dari
persamaan Darcy yang sudah dibicarakan dimuka.
• Aliran tetap pada confined aquifer
Penurunan dari garis tekanan dicatat sebasar y diukur sebelum
pemompaan terhadap piezometric surface (Gambar 11.7)
Absis dan koordinat diukur melingkar terhadap pusat sumur pompa. Debit
konstan dari sumur adalah Q0 , maka dari hukum Darcy :
dy
Q = V ⋅ A = −k ⋅ ⋅2⋅π⋅r ⋅H
dr
dan dari hukum lontinuitas maka :
Q0 dr
dy = − ⋅
2⋅π⋅k ⋅H r
Integrasi dengan syarat batas : r = r1, maka y = y1
r = r2, maka y = y2
217
y2 r2
Qo dr
jadi : ∫y dy = − 2 ⋅ π ⋅ k ⋅ H ∫
r1
r
1
Q0
y ]y12 = − ]rr
y
ln ⋅ r 2
2⋅π⋅k ⋅H 1
Qo
y 2 − y1 = − (ln r2 − ln r1 )
2⋅π⋅k ⋅H
atau :
Qo r
y 2 − y1 = − ln 2 (11.11)
2⋅π⋅k⋅H r1
Bila y1 = 0, maka r1 = R yaitu jarak titik singgung lengkung penurunan
dengan piezometric surface sebelum pemompaan terhadap pusat sumur
pemompaan.
Sedang bila y2 = Ø yaitu penurunan muka air disumur setelah
pemompaan, maka r2 = r ialah jari-jari sumur.
Dari anggapan ini maka persamaan 11.11 dapat ditulis :
Qo r
φ −0 = − ln
2⋅ π⋅k ⋅H R
Atau :
Qo R
φ= ln (11.12)
2⋅π⋅k ⋅H r
2 ⋅ π ⋅ k ⋅ H ⋅φ
Jadi : Q o = (11.13)
R
ln
r
Persamaan 11.12 menunjukkan besarnya daerah pengaruh penurunan
muka air (R) akibat pemompaan dengan debit konstan Qo.
218
Gambar 11.8. Sumur Pompa Pada Unconfined Aquifer
Hukum Darcy :
dh
Q = 2⋅π⋅r ⋅h ⋅k (11.14)
dr
Hukum kontinuitas : Q = Qo = constan
dh
Sehingga : Q o = k 2⋅ π⋅r ⋅h
dr
Qo dr
Atau : h ⋅ dh = ⋅
2⋅π⋅k r
Integrasi dengan syarat batas : r = r1 maka h = h1
R = r2 maka h = h2
h2 r2
Qo dr
Jadi : ∫ h dh =
h1
2πk ∫
r1
r
1
2 h2 ]
h2
h1 =
Qo
2πk
ln r ]r12
r
1
2 (h 2
2
− h1 =
2
) Qo
2π k
(ln r2 − ln r1 )
2 2 Qo r
atau h 2 − h1 = ln 2 (11.15)
πk r1
219
Bila h1 = ho yaitu kedalaman muka air sumur setelah pemompaan maka r1
= ro yaitu diameter sumur.
Sedang bila h2 = H yaitu tebal aquifer sebelum pemompaan, maka r2 = R
yaitu jarak titik singgung lengkung penurunan dengan phreatic surface
sebelum pemompaan terhadap pusat sumur pemompaan.
Dari anggapan ini maka persamaan 11.14 dapat ditulis :
2 Qo R
H2 − ho = ln (11.16)
πk ro
jadi : Qo =
(
π k H2 − ho
2
) (11.17)
R
ln
ro
besarnya penurunan adalah Ø = H – ho , sehingga persamaan 11.16 dapat
ditulis :
π k (H − h o )(H + h o )
Qo =
R
ln
ro
π k φ (2H − φ )
atau : Q o = (11.18)
R
ln
ro
220
Integrasi persamaan 11.20 maka :
Qo I 1 2
1
2 h2 = ln r − ⋅ 2 r + C2
2πk 2k
Qo I 2
Atau : h 2 = ln r − ⋅ r + C2 (11.21)
π k 2k
Untuk r = R dan h = H, substitusi persamaan 11.21 menjadi :
Qo I
H2 = ln R − ⋅ R 2 + C2
π k 2k
Qo I
C2 = H 2 − ln R + ⋅ R2
π k 2k
jadi persamaan 11.21 sekarang adalah :
Qo I 2 Q I
h2 = ln r − ⋅ r + H 2 − o ln R + R2
π k 2k π k 2k
atau : H2 − h2 =
Qo
π k 2k
(
(ln R − ln r ) − I R 2 − r 2 )
H2 − h2 =
Qo ⎛ R ⎞
⎜ ln ⎟ −
π k ⎝ r⎠
I
2k
(
R2 − r2 ) (11.22)
H2 − h2 = −
I
2k
(
R2 − r2 ) (11.23)
221
Contoh soal :
Sebuah pulau bentuk lingkaran dengan jari-jari 500 m mempunyai hujan effektif
sebesar 4 mm/hari. Pada pusat pulau tersebut dibuat sumur bor dengan
pemompaan mempunyai debit konstan Qo = 25 m3/jam dari aquifer dengan
dimensi dan sifat seperti pada Gambar 11.10. Bagaimana penurunan muka air
disumur bor tersebut.
Penyelesaian :
(Dengan cara superposisi)
Asumsi tidak ada pemompaan, maka persamaan 11.23 :
2
H 2 − h1 = −
I
2k
(
R2 − r2 )
2
100 − h 1 = −
0,004
2 ⋅ 20
(
250000 − r 2 )
2
2 ⎛ r ⎞
100 − h 1 = − 25 + ⎜ ⎟ (11.24)
⎝ 100 ⎠
Asumsi tidak ada hujan, maka persamaan 11.16 :
2 Qo R
H2 − h2 = ln
π k r
2 25 × 24 500
100 − h 2 = ln
π 20 r
222
2 500
100 − h 2 = 9,55 ln (11.25)
r
Superposisi persamaan 11.24 dan 11.25 didapat :
2
⎛ r ⎞ 500
100 − h = − 25 + ⎜
2
⎟ + 9,55 ln
⎝ 100 ⎠ r
Untuk r = 0,3 m pada sumur, maka h = 7,39 m. Sedang pada persamaan 11.24
didapat h1 = 11,19 m.
Bila penurunan muka air adalah Øw , maka :
Øw = (11,19 – 7,39) m
= 3,8 m dibawah phreatic surface sebelum dipompa.
11.4 Latihan
1. Dua saluran dengan beda muka air dipisahkan oleh tanah yang membujur
sepanjang saluran dengan lebar 10.000 m. Permeabiliti tanah 10 m/hari. Beda
tinggi antara dua muka air adalah 4 m dan aquifer mempunyai kedalaman 15
m dari muka air terendah pada saluran. Bila hujan setahun sebesar 150 mm
diasumsikan 70 % meresap kedalam tanah maka hitung besarnya debit yang
masuk kedalam kedua saluran per satuan panjang.
2. Sebuah pulau bentuk lingkaran dengan jari-jari 5000 m mempunyai hujan
effektif sebesar 40 mm/hari. Pada pusat pulau tersebut dibuat sumur bor
dengan pemompaan mempunyai debit konstan Qo = 20 m3/jam dari aquifer
dengan dimensi dan sifat seperti pada gambar dibawah ini Bagaimana
penurunan muka air disumur bor tersebut.
223
3. Sebuah sumur dibor hingga sampai ke dasar kedap air ditengah-tengah suatu
pulau berbentuk bundar dengan diameter 1500 m yang terletak di dalam
sebuah danau besar. Sumur tersebut menembus suatu lapisan aquifer batu
pasir setebal 15 meter yang dibatasi oleh lempung kedap. Batu pasir tersebut
memiliki permeabilitas 15 m/hari. Berapa debit tunak yang akan mengalir jika
surutan permukaan pisometrik tidak lebih dari 3 meter pada sumur yang
memiliki diameter 30 cm ?
224
DAFTAR PUSTAKA
225