Anda di halaman 1dari 10

Struktur Kayu I

KEKUATAN KAYU

A. Definisi
Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan
kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah ukuran
dan bentuk bahan tersebut. Gaya luar yang bekerja pada suatu benda akan mengakibatkan
timbulnya gaya-gaya dalam pada benda tersebut yang berusaha merubah ukuran dan bentuk.
Gaya-gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas.
Perubahan ukuran atau bentuk dikenal sebagai deformasi atau regangan. Jika tegangan
yang bekerja kecil maka deformasi yang terjadi juga kecil, dan ketika tegangan dihilangkan
sepenuhnya maka bentuk benda akan kembali pada bentuk semula sesuai dengan sifat
elastisitas benda tersebut. Puncak garis kesebandingan antara kenaikan tegangan dengan
kenaikan regangan disebut dengan batas sebanding. Di luar batas sebanding, regangan akan
meningkat lebih besar dibandingkan dengan peningkatan tegangan seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.1. Jika tegangan yang didukung melebihi daya dukung serat, maka serat-serat akan
putus dan terjadilah keruntuhan/kegagalan.

Gambar 2.1 Kurva tegangan – regangan bahan kayu dengan gaya aksial (Edlund, 1995)

Kayu memiliki beberapa jenis tegangan, pada jenis tegangan tertentu nilainya besar
tetapi pada jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Jenis-jenis tegangan yang berbeda
tersebut berperan secara bersama-sama, sebagai contoh tegangan tekan akan berusaha
menekan/memperpendek kayu, tegangan tarik akan berusaha memperpanjang kayu, dan
tegangan geser akan berusaha menggeser serat-serat kayu. Biasanya kayu seringkali
menderita kombinasi dari beberapa tegangan di atas secara bersamaan walaupun salah satu
tegangan diantaranya akan mendominasi.

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 1


Struktur Kayu I

Kemampuan benda untuk merubah bentuk dan kembali pada bentuk semula disebut
fleksibilitas, sedangkan kemampuan benda untuk menahan perubahan bentuk disebut
dengan kekakuan. Modulus elastisitas adalah nilai yang mengukur hubungan antara
tegangan dengan regangan pada batas sebanding dan menggambarkan istilah fleksibilitas
dan kekakuan. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut lebih kaku, dan
sebaliknya semakin rendah nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut akan semakin
fleksibel. Masing-masing bahan memiliki nilai modulus elastisitas yang berlainan. Istilah
getas dipakai untuk menggambarkan perilaku bahan yang putus walaupun hanya dengan
sedikit perubahan bentuk tanpa memperhatikan besarnya beban yang bekerja.
Keuletan dan kekerasan adalah dua sifat kayu yang seringkali diartikan tidak jelas
(memiliki banyak pengertian). Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah
tenaga yang relatif besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan yang
berulang-ulang yang melampaui batas sebanding serta mengakibatkan perubahan bentuk
yang permanen dan kerusakan sebagian. Sedangkan kekerasan adalah kemampuan kayu
untuk menahan gaya yang membuat takik atau lekukan atau kikisan (abrasi).

B. Metode pengujian
Dua alternatif untuk menentukan kekuatan kayu yang tersedia adalah pengujian
lapangan dan pengujian laboratorium. Pengujian lapangan memiliki keuntungan yaitu
pengujian dapat dilakukan pada kondisi yang mirip dengan penggunaannya, tidak seperti
pengujian laboratorium yang hanya dapat menirukan saja. Di sisi lain, pengujian lapangan
membutuhkan waktu yang lama, faktor-faktor luar yang mempengaruhi penelitian lebih sulit
dikendalikan, dan penyebaran variabel membuat biaya penelitian meningkat. Pada kondisi
yang sama, pengujian laboratorium menghasilkan data yang cepat.
Pada pengujian di laboratorium,benda uji kayu dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
pengujian pada benda uji ukuran kecil, dan pengujian pada benda uji ukuran struktural. Hasil
penngujian pada benda uji ukuran kecil digunakan sebagai pembanding dan petunjuk
mengenai kekuatan kayu pada jenis yang berbeda-beda. Karena pada benda uji ini dihindari
adanya pengaruh luar seperti mata kayu dan jenis-jenis cacat lain, maka hasil yang diperoleh
tidak menunjukkan kekuatan sesungguhnya yang dapat didukung oleh batang kayu
struktural sehingga perlu diberi nilai reduksi untuk memperoleh kekuatan ijin. Pengujian
kayu dengan benda uji struktural lebih mirip dengan pengujian lapangan dan nilai yang
dihasilkan berbeda dengan pengujian laboratorium pada benda uji ukuran kecil, karena pada

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 2


Struktur Kayu I

pengujian ini diperbolehkan adanya pengaruh luar seperti mata kayu dan retak. Pengujian
ini memerlukan biaya yang tinggi sebab volume kayu yang digunakan menjadi banyak dan
waktu pengujian yang lama. Lebih jauh lagi, faktor-faktor reduksi yang harus diperhitungkan
menjadi lebih banyak akibat variasi benda uji.
Oleh karena kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, maka pengujian
dilakukan secara terpisah pada kandungan air segar (saat ditebang) dan pada kandungan air
yang dikeringkan hingga kandungan air standar (15%). Alternatif yang lain adalah pengujian
pada kandungan kering udara dan nilai yang diperoleh kemudian dikoreksi untuk
mendapatkan nilai pada kandungan air standar. Untuk pengujian pada benda uji ukuran
besar, sudah menjadi kebiasaan agar kayu yang diuji berasal dari banyak pohon yang
berbeda sehingga dapat memperhitungkan keanekaragaman kekuatan kayu pada jenis kayu
yang sama.

C. Sistem pemilahan (Grading)


Pemilahan kelas kuat kayu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu observasi visual dan
pengujian dengan grading machine. Pemilahan secara visual sudah sejak lama dipergunakan
oleh masyarakat kita. Beberapa parameter visual yang dapat diamati pada kayu dan berkaitan
erat dengan kekuatan adalah lebar cincin tahunan, kemiringan serat, mata kayu, keberadaan
jamur atau serangga perusak kayu, dan retak. Apabila si pengamat tidak mempunyai
keahlian dan pengalaman, maka pemilahan kelas kuat kayu akan lama dan hasilnyapun
menjadi tidak reliable (mengandung banyak keraguan).
Pemilahan dengan menggunakan grading machine sudah mulai dilakukan di beberapa
negara termasuk negara kita. Prinsip pengujian dengan grading machine adalah pengujian
lentur statik. Batang kayu yang telah dibentuk menjadi ukuran struktur ataupun yang masih
utuh (kayu log) dibebani beban terpusat dan kemudian dicatat besarnya lendutan tepat di
bawah beban yang bekerja. Pengujian lentur statik ini dilakukan pada setiap jarak tertentu
pada batang kayu, sebagai contoh satu meter. Dari data beban dan lendutan maka nilai
modulus elastisitas lentur (MOE) yang merupakan kemiringan kurva beban-lendutan dapat
diperoleh. Tegangan lainnya dapat diperoleh berdasarkan persamaan empirik dari nilai MOE
yang telah diperoleh.
Penggolongan kelas kuat secara masinal (grading machine) pada kandungan standar
(15%) menurut SNI-5 (2002) dapat dilihat pada Tabel 2.1. Berdasarkan penggolongan kelas
kuat atau mutu kayu seperti pada Tabel 2.1, maka nama kayu perdagangan tidak lagi dapat

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 3


Struktur Kayu I

digunakan sepenuhnya sebagai penentu kelas kuat kayu, tetapi nilai berat jenislah yang akan
sangat menentukan. Walaupun masyarakat telah mengenal beberapa jenis kayu seperti
bangkirai, meranti, kamper, keruing dan sebagainya dan telah mampu mengurutkan kelas
kuat dari kayu-kayu tersebut, sifat non homogen menyebabkan panjangnya interval berat
jenis kayu pada satu macam kayu. Sebagai contoh kayu bangkirai; berat jenis pada kondisi
kering udara berkisar antara 0,6 sampai 1,6. Karena kekuatan kayu berkorelasi linier dengan
berat jenis, maka kayu bangkirai seharusnya tidak terletak pada satu kelas kuat agar
penggunaannya dapat optimal.

Tabel 2.1 Nilai kuat acuan (Mpa)


berdasarkan atas pemilahan secara masinal pada kadar air 15%

Kode Kuat tekan


Modulus Kuat tarik Kuat tekan
mutu Kuat lentur Kuat geser tegak lurus
Elastisitas lentur sejajar serat sejajar serat
Fb Fv serat
Ew Ft // Fc //
Fc ┴
E26 25000 66 60 46 6,6 24
E25 24000 62 58 45 6,5 23
E24 23000 59 56 45 6,4 22
E23 22000 56 53 43 6,2 21
E22 21000 54 50 41 6,1 20
E21 20000 50 47 40 5,9 19
E20 19000 47 44 39 5,8 18
E19 18000 44 42 37 5,6 17
E18 17000 42 39 35 5,4 16
E17 16000 38 36 34 5,4 15
E16 15000 35 33 33 5,2 14
E15 14000 32 31 31 5,1 13
E14 13000 30 28 30 4,9 12
E13 12000 27 25 28 4,8 11
E12 11000 23 22 27 4,6 11
E11 10000 20 19 25 4,5 10
E10 9000 18 17 24 4,3 9

Keterangan :
Ew : modulus elastisitas lentur Fb : kuat lentur
Ft // : kuat tarik sejajar serat Fc // : kuat tekan sejajar serat
Fv : kuat geser Fc : kuat tekan tegak lurus serat
Nilai modulus elastisitas lentur (E w) dalam satuan Mpa dapat diperkirakan dengan
Persamaan (2.1) dimana G adalah berat jenis kayu pada kadar air standar (15%).

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 4


Struktur Kayu I

Ew = 16000. G0,7 (2.1)

Apabila nilai G yang diketahui bukan pada kadar air standar tetapi pada kadar air m% (m
sebaiknya di bawah 30%), maka prosedur berikut ini dapat dilakukan untuk menentukan
berat jenis kayu pada kadar air standar 15% (SNI-5; ASTM D2395-02).

1. Menghitung kadar air (m%)


(W g  Wd )
m = x 100%
Wd
Wd dan Wg berturut-turut adalah berat kayu kering oven dan berat kayu basah.

2. Menghitung kerapatan kayu ( ρ ) dalam satuan kg/m 3


Wg
ρ =
Vg

Vg adalah volume kayu basah

3. Menentukan berat jenis pada kadar air m% (Gm)



Gm =
[1.000 (1  m / 100 )]

4. Menentukan berat jenis dasar (Gb)


Gm 30  m
Gb = dengan a =
(1  0,265 aGm ) 30

5. Menentukan berat jenis pada kadar air standar 15% (G)


Gb
G=
(1  0,133Gb )

Contoh menentukan berat jenis kayu berdasarkan prosedur tersebut adalah sebagai berikut

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 5


Struktur Kayu I

Sebuah sampel kayu dengan ukuran seperti pada gambar di atas. Apabila hasil pengukuran
berat basah dan berat kering berturut-turut adalah 1,6 gr dan 1,3 gr, maka berat jenis kayu
pada kadar air 15% adalah :

 Kadar air sampel kayu (m%)


(1,6 1,3)
m = x100%  23%
1,3
 Nilai kerapatan (ρ)
1,6 10 3 kg
ρ = 6 3
 800 kg / m 3
2 10 m
 Berat jenis pada kadar air m% (Gm)
800
Gm =  0,65
[1.000 (1  23 / 100 )]
 Berat jenis dasar (Gb)
30  23 0,65
a =  0,233 sehingga  Gb =  0,625
30 (1  0,265 x 0,233 x 0,65)
 Berat jenis pada kadar air standar 15% (G)
0,625
G =  0,68
(1  0,133 x 0,625

Kode mutu dari beberapa jenis kayu yang sering dipergunakan untuk keperluan konstruksi
dapat dilihat pada Tabel 2.2. Meskipun demikian pengujian secara masinal ataupun
pengujian berat jenis kayu masih tetap dianjurkan untuk kontrol terhadap nilai-nilai yang
ada pada Tabel 2.2 tersebut. Nilai modulus elastisitas lentur (E w) pada kandungan air 12%
diperoleh dari American Forest Product Laboratory, sedangkan pada kandungan air 15%

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 6


Struktur Kayu I

dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1 berdasarkan nilai berat jenis dari American
Forest Product Laboratory.

Tabel 2.2 Kode mutu kayu beberapa kayu perdagangan

Nama kayu Kadar air (%) Ew (MPa) Kode mutu


12 13000
1. Kapur E13
15 12854
12 18500
2. Kempas E18
15 17526
12 14300
3. Keruing E14
15 13616
4. Merbau
15 15400 E16
12 15700
5. Mersawa E14
15 13490
12 15000
6. Ramin E14
15 12983
12 18000
7. Balau E17
15 16500
12 12200
8. Meranti Merah E12
15 11940

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu


Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu diantaranya adalah kerapatan,
mata kayu, kemiringan serat, kandungan air, dan temperatur. Faktor-faktor ini memerankan
fungsi yang cukup jelas terhadap penentuan nilai kekuatan dan kekakuan kayu.

1. Kerapatan
Kerapatan kayu berpengaruh terhadap beberapa jenis kekuatan kayu seperti tegangan
tekan dan tarik sejajar serat, tegangan lentur, tegangan geser, dan kekerasan. Bagian dari
sebuah pohon juga memberikan pengaruh yang penting terhadap variasi kerapatan kayu.
Untuk kuat tarik sejajar serat, belah, geser dan ketahanan kejut meskipun juga dipengaruhi
oleh kerapatan juga dipengaruhi oleh penempatan serat-serat kayu atau cacat kayu secara
lebih dominan.

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 7


Struktur Kayu I

2. Kemiringan serat
Pada kemiringan serat 15o, tegangan tarik sejajar serat, tegangan lentur statik, dan
tegangan tekan sejajar serat berkurang sampai 45%, 70%, dan 80% dari tegangan pada serat
yang lurus (Desch dkk, 1981, dalam Awaludin dan Irawati, 2005). Untuk keperluan umum,
nilai angka aman pada perencanaan dan penggunaan kayu harus dapat
mempertimbangkanpengaruh adanya kemiringan serat.

3. Kandungan air
Kandungan air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap seluruh kekuatan kayu.
Hampir semua kekuatan kayu meningkat apabila kandungan air diturunkan. Meningkatnya
kekuatan kayu akibat menurunnya kandungan air dari titik jenuh serat terjadi tidak secara
linier seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Pengaruh kandungan air pada beberapa jenis kekuatan kayu (Somayaji, 1995)

4. Mata kayu
Mata kayu mempengaruhi jenis-jenis kekuatan kayu dengan tingkat yang berbeda-
beda tergantung pada ukuran, letak, dan jenisnya. Jenis-jenis kekuatan kayu dipengaruhi
secara nyata olehmata kayu. Hal ini disebabkan karena serat-serat pada mata kayu miring
dan tidak teratur. Mata kayu tidak mempengaruhi semua jenis-jenis kekuatan kayu dengan
tingkat yang sama. Tegangan geser, tegangan tekan tegak lurus serat, dan modulus elastis
sedikit dipengaruhi oleh adanya mata kayu, sedangkan tegangan tekan sejajar serat, tegangan
lentur mengalami penurunan yang cukup besar dengan adanya mata kayu. Pengaruh mata
kayu yang dinyatakan dalam luas mata kayu adalah sebanding terhadap luas tampang batang
kayu itu sendiri. Lokasi mata kayu juga memiliki pengaruh dalam penurunan kekuatan kayu.
Sebagai contoh pada sebuah balok kayu, mata kayu yang terletak pada daerah tekan akan

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 8


Struktur Kayu I

lebih sedikit pengaruhnya dari pada mata kayu dengan ukuran yang sama dan terletak pada
daerah tarik. Sedangkan apabila letak mata kayu pada daerah netral maka pengaruhnya akan
kecil sekali.

E. Perilaku kayu terhadap temperatur dan waktu


1. Pengaruh temperatur
Sebagian besar kayu tersusun atas selulosa, lignin, dan hemiselulosa, yang
kesemuanya itu merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur Carbon, Hidrogen, dan
Oksigen.Unsur-unsur tersebut mudah terbakar apabila ada peningkatan temperatur ruangan
yang berlebihan. Oleh karena itu kayu digolongkan sebagai material yang mudah terbakar
(combustible material). Perilakuk struktur kayu dalam merespon temperatur tinggi berbeda
dengan dengan bahan struktur yang lain seperti beton atau baja. Ketika temperatur tinggi
sudah dapat membakar kayu bagian luar, maka kayu bagian luar akan terbakar dan berubah
menjadi arang. Mengingat angka penyabaran panas (thermal conductivity) kayu yang relatif
kecil dan kandunghan air pada kayu, maka dibutuhkan waktu yang lama agar api dapat
membakar bagian dalam kayu (Malhotra, 1982).
Waktu yang diperlukan oleh temperatur tinggi untuk membakar kayu bagian luar
sangat bergantung dari kadar air kayu awal, dimensi batang kayu, ketersediaan oksigen dan
nilai temperatur itu sendiri. Kollmann dkk (1984) menyatakan bahwa hemiselulosa pada
kayu Oak mulai mengalami pyrolisis (penguraian/perubahan material akibat temperatur)
pada temperatur 150oC sampai 180oC. Pyrolisis pada selulosa terjadi pada temperatur 280oC
sampai 350oC, sedangkan lignin akan mulai mengalami pyrolisis pada temperatur 350oC
sampai 400oC dan pyrolisis yang lengkap pada lignin terjadi pada temperatur 450oC sampai
500oC.
Arang yang terbentuk akibat terbakarnya bagian luar kayu akan berfungsi sabagai
lapisan penghambat masuknya temperatur tinggi ke bagian dalam kayu, sehingga dibutuhkan
waktu yang lebih lama agar kayu bagian dalam ini dapat terbakar. Sebagai contoh pada
batang kayu berdiameter besar (kayu log) dibutuhkan waktu lebih dari setengah jam agar
panas api dapat membakar satu inchi kayu bagian dalam (Kubler, 1980).
Akibat yang lebih jauh dari proses terbakarnya kayu pada bidang konstruksi adalah
perubahan sifat-sifat mekanis dari kayu itu sendiri. Struktur kayu yang mengalami
peningkatan temperatur akan mengalami penurunan kekuatan (strength degradation).
Penurunan kekuatan kayu akibat terjadinya peningkatan temperatur tidak terjadi secara linier

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II - 9


Struktur Kayu I

melainkan cenderung berbentuk lengkung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Perilaku ini
disebabkan oleh adanya arang (sisa material kayu yang terbakar) yang berfungsi sebagai
pelindung kayu bagian dalam sehingga kayu terhindar dari keruntuhan seketika (brittle
collapse).

Gambar 2.3 Penurunan kekuatan beberapa macam maqterial struktur


akibat peningkatan temperatur (kubler, 1980).

2. Pengaruh waktu
Kekuatan atau tegangan kayu erat kaitannya dengan lamanya pembebanan, atau
dengan kata lain kekuatan kayu merupakan fungsi waktu (time dependent). Sebagai contoh
lendutan pada suatu balok gelagar. Berdasarkan analisis gaya dan tegangan, beban-beban
awal yang bekerja pada balok tersebut tidak cukup untuk membuat gelagar tersebut patah.
Tetapi bila beban-beban tersebut ditahan dalam waktu yang lama, maka lendutan akan
meningkat sebagai akibat “menurunnya tegangan” dan pada akhirnya gelagar akan
mengalami keruntuhan. Perilaku meningkatnya lendutan pada contoh tersebut dikenal
dengan istilah rangkak (creep).
Pengujian kekuatan kayu yang dilakukan di laboratorium umumnya berlangsung
dalam waktu yang sangat singkat (sekitar 5 menit). Kekuatan atau tegangan kayu yang
dihasilkan pada waktu yang singkat lebih tinggi dari pada hasil pengujian dengan durasi
pembebanan yang lebih lama misalnya satu minggu, satu bulan, atau bahkan sepuluh tahun).
Beban yang dapat didukung oleh kayu hingga sepuluh tahun adalah beban yang dapat
menyebabkan tegangan sebesar 60% dari tegangan yang diperoleh dari pengujian selama 5
sampai 10 menit (Hoyle, 1978). Perilaku tegangan atau kekuatan kayu yang time-dependent
ini harus diperhitungkan di dalam perencanaan atau analisis kekuatan konstruksi kayu.

Jurusan Teknik Sipil – Polmed II -10

Anda mungkin juga menyukai