Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENGUJIAN BAHAN TEKNIK

Pendahuluan
Upaya mengubah bahan dan energi menjadi produk yang berguna sering disertai dengan
keharusan untuk memilih bahan dengan sifat-sifat yang optimum. Oleh karena itu pengetahuan
tentang sifat-sifat bahan perlu dipelajari dan dimiliki oleh ahli teknik. Pada kendaraan bermotor
misalnya, misalnya terdapat bermacam-macam bahan seperti baja, gelas, plastik, karet dan lain
sebagainya.

Pemilihan jenis bahan-bahan pada contoh di atas tentu saja dengan alasan-alasan yang
kuat, yakni dengan memperhatikan sifat-sifat bahan seperti kekuatan, kelenturan, konduktifitas,
berat jenis, dan lain sebagainya. Selain itu juga diperhatikan sifat bahan selama proses
pembentukannya, perilaku selama penggunaannya (mampu bentuk, ketahanan kimia, panas,
dsb.nya), masalah biaya dan pengadaannya. Selanjutnya dengan perkembangan dan penemuan
bahan-bahan yang baru, desain akan terpengaruh dengan sendirinya menjadi lebih ekonomis dan
efisien.

1.1. Struktur Intern Bahan


Struktur intern bahan mencakup atom-atom dan susunannya di dalam suatu kristal,
molekul atau struktur mikro. Struktur intern bahan menentukan sifat bahan dan sifat bahan akan
menentukan proses pembentukan bahan itu sendiri.

Contoh, pada proses pembentukan bahan melalui pemotongan dengan gergaji atau pahat
mesin, maka hanya dengan bahan-bahan yang tidak terlalu keras atau tidak terlalu lunak saja yang
dapat dikerjakan melalui proses pemotongan ini. Dalam kasus ini, bahan yang sangat keras dapat
merusak mata gergaji atau pahat, dan sebaliknya untuk bahan yang sangat lunak akan sulit untuk
digergaji.

Sering pula terjadi proses pembentukan dapat merubah sifat-sifat bahan seperti pada
pembentukan melalui penempaan, dimana terjadi perubahan struktur dalam bahan sehingga bahan
menjadi lebih padat dan keras.

I-1
Bahan yang telah terbentuk biasanya memiliki sifat-sifat yang telah ditentukan
sebelumnya dalam perencanaan desain. Produk ini akan tetap memiliki sifat-sifat tersebut, asalkan
tidak terjadi perubahan struktur selama penggunaannya. Jika suatu produk selama penggunaannya
telah mengalami perubahan struktur, maka sifat dan perilakunya juga akan berubah. Contoh; Karet
lama kelamaan menjasi keras dan getas, jika sering kena cahaya dan perubahan cuaca. Logam
mengalami kelelahan selama pembebanan siklis.

1.2. Sifat-sifat mekanis bahan


Pengetahuan tentang sifat-sifat mekanis bahan didapatkan melalui suatu pengujian bahan
tersebut di laboratorium. Banyak laboratorium riset yang melaksanakan pengujian bahan itu seperti;
laboratorium riset milik sekolah tinggi teknik, Institusi negeri, asosiasi industri, dan perusahaan-
perusahaan besar. Dari pengujian-pengujian yang dilakukan didapatkan pengetahuan tentang sifat-
sifat bahan, yang mana sangat membantu dalam proses pemilihan dan pengerjaan bahan tersebut
menjadi produk-produk yang bermanfaat.

Sifat-sifat bahan digunakan dan diperlukan oleh banyak kalangan sebagai referensi
dalam perhitungan-perhitungan teknik, persyaratan kualitas, dan lain sebagainya. Dalam
pelaksanaan pengujian bahan biasanya sudah disiapkan dahulu bahan uji dalam bentuk tertentu yang
sudah standar (gambar 1.1). Bahan uji ini dibebani hingga sampai patah (putus) atau pada kondisi
yang diinginkan.

Pembebanan terhadap bahan uji dapat menyebabkan efek-efek yang berbeda, karena hal
tersebut metoda pengujian dapat dibagi dalam 2 kelompok sesuai dengan jenis pembebanannya,
yakni:

- Metoda statis : meliputi pengujian-pengujian pembebanan secara lambat kemudian makin


meningkat sampai dengan nilai tertinggi. Contoh : pengujian kekerasan, percobaan tarik.

- Metoda dinamis : meliputi pengujian-pengujian dengan pembebanan secara tiba-tiba atau dalam
waktu yang lama secara periodis.
Kedua jenis pembebanan akan menyebabkan tegangan yang berbeda-beda di dalam bahan
sesuai dengan arah gaya.

I-2
Berikut adalah contoh metoda statis dengan percobaan tarik:

Gambar 1.1 Deformasi disebabkan oleh beban tarik

Bahan uji ditempatkan pada alat pencekam pada mesin uji tarik, kemudian ditarik
dengan gaya tarik yang makin lama makin besar sampai bahan uji putus. Mula-mula bahan uji
akan memanjang elastis. Pada keadaan ini jika gaya tarik ditiadakan, maka panjang ukur akan
kembali menjadi Lo seperti semula. Perubahan panjang elastis ini sangat kecil. Pada pembebanan
dengan gaya tarik yang besar akan terjadi perubahan panjang plastis (permanen). Pada kondisi ini
jika gaya tarik ditiadakan, maka panjang ukur menjadi lebih besar daripada Lo. Setelah
pembebanan dengan gaya tarik yang lebih besar lagi akhirnya terjadi penyusutan penampang secara
lokal, kira-kira ditengah panjang ukur. Ditempat ini akhirnya akan terjadi perpatahan.

Dari percobaan tarik diatas didapat data antara lain kekuatan tarik St , kekuatan luluh
Sy , kekuatan 0,2 % regangan Sy 0.2 , regangan patah dan susut penampang serta modulus elastis

(Modulus Young). Berikut ini adalah pembahasan singkat istilah-istilah penting yang berhubungan
dengan sifat-sifat mekanis bahan.

a. Deformasi

I-3
Deformasi adalah perubahan bentuk bahan karena bahan mengalami pembebanan oleh suatu
gaya. Besarnya deformasi persatuan panjang disebut regangan (strain, ε). Ada 2 jenis deformasi,
yakni deformasi elastis dan deformasi plastis.

Deformasi elastis adalah deformasi yang mengakibatkan regangan elastis, artinya


regangan ini akan hilang dengan sendirinya jika tegangan ditiadakan. Dalam hal ini hubungan
antara tegangan S dan regangan ε masih linear atau proporsional. Pada daerah elastis ini
perbandingan antara tegangan S dan regangan elastis disebut Modulus Elastisitas atau Modulus
Young.

E
S
Pa, MPa, atau psi dan

L L1  L2
  ......................................................... (1.1)
L0 L0
Deformasi plastis adalah deformasi yang menyebabkan regangan plastis, artinya regangan
ini masih tetap ada (permanent) walaupun tegangan yang menyebabkan regangan ini telah
ditiadakan. Deformasi plastis ini baru terjadi jika daerah elastis telah dilampaui.

b. Keuletan (ductility)
Keuletan adalah besar regangan plastis sampai patahan εF sehingga seperti halnya pada
regangan patah ini dapat dinyatakan dalam presentase perpanjangan.

L LF  L2
F   , dengan LF adalah panjang ukur saat patah ... (1.2)
L0 L0
Dari percobaan tarik diketahui deformasi plastis umumnya terlokalisasi pada daerah susut,
jadi persentase perpanjangan tergantung pada panjang ukur (gambar 1.1)
Ukuran keuletan berikutnya adalah susut penampang R pada titik patah, yakni;

AF A  AF
R  0 …………………………………………… (1.3)
A0 A0
AF adalah luas penampang pada patahan
Bahan yang ulet biasanya mempunyai penyusutan penampang yang besar sebelum patah.

I-4
Kesimpulan : Perpanjangan merupakan ukuran regangan plastis sedangkan penyusutan
penampang merupakan ukuran susut plastis.
c. Kekuatan luluh (yield strength, Sy)
Ketahanan bahan terhadap deformasi plastis disebut kekuatan luluh.

Fy
Sy  ………………………………………………….… (1.4)
A0
Fy adalah gaya pada saat pertama kali besarnya konstan atau turun.
Pada bahan tidak ulet terdapat titik luluh yang jelas (gambar 1.2a ) tetapi pada beberapa
bahan lainnya tanpa batas proporsional yang jelas. Pada kasus demikian kekuatan luluh
akan didefinisikan sebagai kekuatan yang diperlukan untuk menghasilkan regangan plastis
sebesar 0,2% atau dengan nilai lain sesuai spesifikasi perancangan (gambar 1.2c ).
Fy 0, 2
S y 0, 2  …………………………………………......… (1.5)
A0
Fy 0,2 adalah gaya yang menyebabkan regangan plastis 0,2%
Umumnya kekuatan dan keuletan bahan tidak sejalan sehingga keduanya dipadu
dalam menentukan persyaratan desain.
d. Kekuatan tarik (tensile strength, St)
Kekuatan (strength) adalah ukuran besar gaya yang dibutuhkan untuk merusak
(mematahkan) bahan. Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang ditetapkan sebagai
hasil bagi gaya tarik maksimum dengan luas penampang yang mula.
Gaya tarik maksimum biasa dimaksudkan sebagai gaya yang mungkin timbul sebagi
penggunaan bahan tersebut sehingga jika kekutan tarik suatu bahan telah diketahui maka
ukuran penampang bahan dapat dihitung berdasarkan gaya terbesar yang mungkin akan
membebaninya.
Fmak
St  ………………….…………………………………… (1.6)
A0
Fmak adalah gaya terbesar pada percobaan tarik.
Diagram tegangan- regangan

I-5
Dari data pengukuran gaya tarik dan perubahan panjang ukur dapat dibuat suatu diagram
tegangan vs regangan. Diagram ini bentuknya tidak tergantung pada bahan uji, melainkan
pada jenis bahan (material).

Gambar 1.2 Diagram Tegangan –Regangan untuk (a) Bahan tidak ulet tidak ada deformasi
plastik (besi cor) (b) Bahan ulet dengan titik luluh (baja karbon rendah) (c)
Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas (d) Kurva tegangan sesungguhnya
regangan dan tegangan nominal. Sb=kekuatan patah, St=kekuatan tarik,
Sy=kekuatan luluh, ef=perpanjangan (regangan sebelum patah), X= titik
patah, Yp=titik luluh.

Berikut ini adalah contioh metode statis dengan pengujian kekerasan (hardness)
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi benda keras pada
permukaannya. Ada 3 metode pengujian kekerasan, yaitu;
a. Pengujian kekerasan menurut Brinell
Bola baja yang telah diperkeras digunakan untuk menekan dengan gaya tekan standar pada
bahan uji sehingga terjadi deformasi plastis berbentuk lekukan. Luas daerah lekukan (dengan
mengukur diameter lekukan) merupakan ukuran kekerasan bahan uji (gambar 1.3)
Spesifikasi yang digunakan
Penekan = Bola baja karbida, 10 mmØ
Beban = 500-3.000 kg
Kekerasan = Beban/luas penekanan.

b. Pengujian kekerasan menurut Vickers

I-6
Pengujian ini mirip metode Brinell, bedanya antara lain digunakannya piramida empat sisi
yang terbuat dari intan untuk menusuk permukaan bahan uji
Metode ini tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang sangat keras dan untuk lapisan-
lapisan dengan ketebalan tipis.
Spesifikasi yang digunakan
Penekan = Piramida intan sudut bidang berhadapan 136o
Beban = 1-120 kg
Kekerasan = Beban/luas penekanan.
Penggunaan :
 Untuk semua bahan pada semua tingkat kekerasan
 Pengukuran kekerasan pada permukaan tipis pada sisi pinggir
Metode kekerasan menurut Vickers ini merupakan metode pengukuran paling akurat sehingga banyak
digunakan pada berbagai keperluan.
c. Pengujian kekerasan menurut Rockwell
Berlainan dengan kedua metode pengujian kekerasan di atas, kekerasan menurut Rockwell
ditentukan langsung melalui kedalaman penitrasi dari kerucut intan bersudut puncak 120 o (ujungnya
dibulatkan dengan r=0,2 mm)
Gaya tekan yang digunakan konstan dan diberikan dalam 2 tahap : gaya pendahuluan Fo
=98 N (10 kg); gaya uji F1=1470 N.(maksimum 150 kg). Gaya pendahuluan digunakan untuk
menetapkan basis pengukuran. Setelah basis pengukuran kedalaman ditetapkan, gaya F1 diberikan
sehingga kerucut intan masuk lebih dalam. Jika kerucut sudah diam, maka kedalaman penetrasi
kerucut dapat dibaca pada alat penunjuk. Kedalaman penitrasi ini memuat 3 komponen, yaitu
deformasi plastis dari bahan uji, deformasi elastis dari bahan uji, dan deformasi elastis dari alat
penguji (pegas-pegas). Jika gaya F1 dilepas, maka kerucut intan masih dibawah pengaruh gaya Fo
dan terangkat ke atas. Deformasi elastis kembali normal dan pada keadaan ini alat penunjuk
kedalaman menunjukkan kedalaman penetrasi tB.
Pengujian kekerasan Rockwell cocok untuk semua material keras dan lunak, penggunaannya
sederhana dan penekanannya dapat dengan leluasa.
Kekerasan Rockwell ditentukan dengan dalamnya penekanan/penetrasi.

I-7
Gambar 1.3 Perbandingan dimensi dari penekanan pada berbagai pengujian kekerasan.

1.3. Sifat Termis Bahan


1.3.1. Kapasitas Panas (heat capacity)
Kapasitas adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperature bahan
menjadi 1oC lebih tinggi. Kapasitas panas dalam prateknnya sering dinyatakan sebagai kapasitas
panas spesifik, yaktu; kapasitas panas yang dikandung dalam 1 kg bahan. Nilai kapasitas panas
spesifik bergantung pada temperature, oleh karena itu nilai hanya berlaku untuk basis temperature
tertentu

Tabel 1.1. Nilai kapasitas panas spesifik untuk beberapa bahan (antara 0oC s/d 100oC ) dalam
satuan Joule/kg.K
Aluminium 896 Merkuri 138
Besi/baja 460 Kayu 2400
Tembaga 383 Gelas 800
Seng 385 Bensin 2100
Perak 243 Etanol 2430
Timbal 130 Air 20oC 4182

I-8
Platina 134

1.3.2. Panas Transformasi


Panas transformasi yang sering digunakan adalah panas peleburan dan panas penguapan.
Panas peleburan adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengadakan perubahan fase dari fase
cair menjadi padat (membeku) atau sebaliknya (mencair/melebur).
Panas peleburan sering dinyatakan sebagi panas peleburan spesifik, yaitu jumlah panas
peleburan untuk 1 kg bahan. Berikut adalah

Tabel 1.2 Panas peleburan spesifik beberapa bahan pada tekanan normal (101300 Pascal) dalam
satuan KJ/Kg.
Titik Beku/Cair/Lebur Panas peleburan spesifik (Kj/Kg)
(freezing/melting point)
Air 0oC 334
Aluminium 660oC 397
Merkuri -38,87oC 11,8

Beberapa bahan seperti keramik dan gelas tidak memiliki titik lebur yang jelas, tetapi
dapat diamati bahwa bahan menjadi lunak pada suhu tinggi.
Panas penguapan adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengadakan perubahan fase
dari cair menjadi gas (menguap) atau sebaliknya (kondensasi) . Panas penguapan sering
dinyatakan sebagai panas penguapan /kondensasi spesifik, yakni panas penguapan untuk setiap 1 kg
bahan.

Tabel 1.3 Nilai panas penguapan spesifik untuk beberapa bahan pada tekanan normal.
Bahan Titik Didih (OC) Panas penguapan spesifik (KJ/Kg)
Air 100 2256
Merkuri 357 286

I-9
Aluminium 2500
Besi 2880
SO2 -10 390
Etanol 78,4 842

1.3.3. Muai Panas


Pemuaian lazim terjadi pada bahan yang dipanaskan. Rumus empiris yang dikembangkan
adalah :
L A V
  .T dan   .T dan   .T …………… (1.7)
L0 A0 V0

Pada umumnya koefisien-koefisien muai panjang α, muai luas permukaan β, dan muai
volume γ nilainya meningkat dengan naiknya temperature. Untuk Δ T yang besar rumus empiris
diatas kurang teliti sehingga sebagai koreksi ditambahkan pendekatan baru dengan asumsi bahwa
koefisien muai panjang α, merupakan fungsi linear dari peningkatan temperature Δ T sebagai
berikut :
α1 = α + α . Δ T
Selanjutnya hubungan fungsional antara panjang akhir L dan Δ T ditentukan sebagai
berikut:
L1= Lo + Δ L = Lo + Lo . α. . Δ T = Lo (1+ α . Δ T) …………………….
(1.8)
Untuk Δ T yang besar berlaku:
L1= Lo (1+ α . Δ T)= Lo (1+ (α.o +α 1. Δ T) . Δ T) = Lo (1+ α o. Δ T + α1. (ΔT)2)
...................................................................................................
................... (1.9)
Jika diinginkan nilai α, juga dapat diasumsikan memiliki hubungan yang linear dengan
ΔT, maka didapatkan persamaan berikut :
L= Lo (1+ α o. Δ T + α1. (ΔT)2 + α2. (ΔT)3) …………………… (1.10)
Pada pemuaian luas permukaaan dapat dijabarkan dengan asumsi bahwa bahan berbentuk
kotak dengan panjang sisi awal Lo sebagai berikut :

I - 10
Ao =6. Lo2 dan A = Ao + ΔA = Ao (1+ β. Δ T) ……………… (1.11)
Dengan demikian luas permukaan bahan saat memuai adalah :
A =6. L2 = 6 ( Lo. (1+ α .Δ T ))2= 6.Lo2. (1 + α.. ΔT)2
= Ao. (1 + α. ΔT)2= Ao (1+ 2. α. .Δ T + α2. (ΔT)2) …………. (1.12)
Karena α sendiri merupakan suatu nilai yang sangat kecil, maka suku dengan koefisien α2
dapat dibaikan sehingga didapat :
A = Ao. (1 + 2. α. ΔT) ………………………………………… (1.13)
Terlihat bahwa koefisien muai luas permukaan β dapat memiliki hubungan fungsional
dengan koefisien muai panjang α sebgai berikut :
β =2. α …………………………………………………………. (1.14)
Selanjutnya dengan asumsi yang sama, akan didapatkan hubungan untuk koefisien muai
volume :
γ = 3. α ………………………………………………………… (1.15)
Asumsi bahan berbentuk kotak dapat dibenarkan mengingat semua bahan disusun melalui
bentuk kotak-kotak kecil.
Sebagai akibat pemuaian, maka untuk setiap perubahan temperature terjadi perubahan
massa jenis bahan.
Bukti : Pada suhu To massa jenis bahan ρo = M/V0 sehingga pada suhu T massa jenis bahan
menjadi :
M M 0
   …………………………. (1.16)
V V0 .1   .T  1   .T 
Rumus diatas berlaku hanya untuk zat padat, sedangkan zat cair dan terutama gas rumus diatas
tidak lagi teliti.

1.3.4. Konduktifitas Panas Bahan


Konduktifitas panas (daya hantar panas) adalah banyaknya aliran panas persatuan luas
bahan (heat flux; W/m2) yang dapat lewat pada bahan setebal satuan panjang sehingga terjadi
perubahan temperature sebesar 1oC

I - 11
q.L Watt 
k  m.K 
A.T  
Berikut adalah tabel kondutifitas panas untuk beberapa bahan dalam W/m.K
Perak 418,6 Beton 1,3
Tembaga 377,8 Gelas 0,92
Aluminium 209 Air 0,52
Baja 41,7 s/d 55,6 Kayu 0,2
Timbal 35 Udara pada 0oC 0,023

1.4. Latihan soal


-6
1.4.1 Platina memiliki nilai α= 8,5 .10 K-1 dan β = 3,5 .10-9 K-2 . Tentukan hubungan
fungsional antara panjang akhir dan perubahan temperatur.
-6
1.4.2. Kawat aluminium (E= 70.000 MPa, α= 8,5 .10 /oC) mengalami tegangan tarik
sebesar 34,5 MPa. Berapakah pertambahan temperature untuk mencapai muai yang
sama?.
1.4.3. Kawat penarik baja (Lo=7,2 m, d=2,8 mm, E=205.000 MPa, α = 11,7.10-6 /oC)
karena alasan tertentu hanya diperbolehkan mengalami regangan maksimal 0,015%=
0,00015
a. Tentukan beban maksimal yang diperbolehkan?
b. Tentukan beban maksimal yang diperbolehkan, jika temperature kawat meningkat
10oC?

I - 12

Anda mungkin juga menyukai