DI SUSUN OLEH :
KLMPOK 15
1. ANGGA (418110105)
2. AIDZUL AKBAR AZIZUDIN (418110101)
3. FAESAL FAHROZI (4181101
4. NANANG (4181101
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan Paper/makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan paper yg berjudul RANGKUMAN SNI MENGENAI
TEGANGAN, BERAT JENIS, FAKTOR TEKUK, ANGKA KELANGSINGAN, DAN
SAMBUNGAN tepat pada waktu yang sudah di tentukan.
penulis juga berharap agar Paper ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
TEGANGAN, BERAT JENIS, FAKTOR TEKUK, ANGKA KELANGSINGAN, DAN
SAMBUNGAN pada suatu jenis kayu.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
Penyusunan Paper Ini.
Penulis menyadari Jurnal ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
Kelompok 14
DAFTAR ISI
COVER ……………………………………………………………………………......................
A. TEGANGAN
Besarnya tegangan ijin bisa ditentukan berdasarkan kelas kuatnya, dapat diambil
dari tabel yang terdapat pada Lampiran II. Bila ragu-ragu mengunakan tabel
tersebut, dapat menggunakan rumus yang terdapat dibawah ini, berdasarkan berat
jenisnya.
lt = 170 g
tr //
= ds // = 150 g
ds⊥ = 40 g
// = 20 g
untuk kayu mutu B, tegangan ijinnya harus dikalikan dengan faktor = 3/4.
3. Tegangan ijin yang diperoleh diatas adalah untuk kayu terlindung, sehingga untuk
kayu yang tidak terlindung, misalnya : selalu terendam air, kadar lengas tinggi,
terkena air hujan dan matahari, maka tegangan ijinnya harus dikalikan dengan faktor
2/3 ( = 2/3). Bila struktur tidak terlindung namun dapat mengering dengan cepat,
misalnya : untuk jembatan, perancah, maka tegangan ijin harus dikalikan dengan
faktor 5/6 ( =5/6).
4. Bila sifat muatan struktur kayu berupa beban sementara, maka tegangan ijinnya harus
dikalikan dengan angka 5/4 ( = 5/4).
Dengan demikian rumus tegangan ijinnya menjadi :
lt = 170 g
tr // = ds // = 150 g
ds⊥ = 40 g
// = 20 g
5. Bila arah gaya batang membentuk sudut dengan arah serat kayu (Gambar 2.1), maka
tegangan yang diijinkan harus dihitung menurut rumus :
ds
= ds - ( ds - ds⊥ ) sin
B. BERAT JENIS
Penggolongan kelas kuat secara masinal (grading machine) pada kandungan air
standar (15%) menurut SNI-5 (2002) dapat dilihat pada Tabel 2.1. Berdasarkan
penggolongan kelas kuat atau mutu kayu seperti pada Tabel 2.1, maka nama kayu
perdagangan tidak lagi dapat digunakan sepenuhnya sebagai penentu kelas kuat kayu. Tetapi,
nilai berat jenislah yang akan sangat menentukan. Walaupun masyarakat telah mengenal
beberapa jenis kayu seperti bangkirai, meranti, kamper, jati, dan sengon dan telah mampu
mengurutkan kelas kuat dari kayu- kayu tersebut, sifat non-homogen menyebabkan
panjangnya interval bera jenis kayu pada satu macam kayu. Sebagai contoh
kayu bangkirai; Berat jenis pada kondisi kering udara berkisar antara 0,6 sampai
1,16. Karena kekuatan kayu berkorelasi linier dengan berat jenis, maka kayu bangkirai
seharusnya tidak terletak pada satu kelas kuat agar penggunaannya dapat optimal
Tabel 2.1 Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara masinal pada kadar air 15%
Kode mutu Ew Fb Ft // Fc // Fv Fc
Dimana :
Ew : modulus elastisitas lentur
Fb : kuat lentur
Ft// : kuat tarik sejajar serat
Fv : kuat geser
Fc⊥ : kuat tekan tegak lurus serat
Nilai modulus elastisitas lentur (Ew) dalam satuan MPa dapat diperkirakan dengan
Persamaan (2.1) dimana G adalah berat jenis kayu pada kadar air standar (15%).
Ew = 16.500G0,7 (2.1)
Apabila nilai G yang diketahui bukan pada kadar air standar tetapi pada kadar air m%
(m sebaiknya lebih kecil dari pada 30%), maka prosedur berikut ini dapat dilakukan untuk
menentukan berat jenis kayu pada kadar air 15% (SNI-5, 2002; ASTM D2395-02).
(W −W )
m= g d x100%
Wd
Wd dan Wg berturut-turut adalah berat kayu kering-oven dan berat kayu basah.
Wg
=
Vg
Gm =
1.000(1+ m /100)
Gb = Gm , dengan a = 30 − m
( 1 + 0,265aG )30
m
G= Gb
( 1− 0,133G )
b
Contoh penentuan berat jenis kayu berdasarkan prosedur di atas adalah sebagai
berikut. Apabila hasil pengukuran berat basah dan berat kering dari sampel kayu
dengan ukuran seperti pada gambar di bawah berturut-turut adalah 1,6 gr dan 1,3 gr,
maka berat jenis kayu pada kadar air 15% adalah:
i. Kadar air sampel kayu (m%)
(1,6 −1,3)
m= x100% = 23%
1,3
−3
1,6 10 kg = 800 kg/m3
=
2 10 − 6 m3
Gm = 800 = 0,65
(
1.000 1+ 23 / 100 )
30 − 23 0,65
a= = 0,233 Gb = = 0,625
30 (1+ 0,265x0,233x0,65)
G= Gb ) 0,625 = 0,68
( =
1− 0,133Gb (1− 0,133x0,625)
Analisis kode mutu dari beberapa jenis kayu yang sering digunakan
untuk keperluan konstruksi dapat dilihat Pada Tabel 2.2. Walaupun demikian pengujian
secara masinal atau pengujian berat jenis kayu masih tetap dianjurkan untuk kontrol
terhadap nilai-nilai yang ada pada Tabel 2.2. Nilai modulus elastisitas lentur (Ew) pada
kandungan air 12% diperoleh dari American Forest Product Laboratory. Sedangkan
nilai modulus elastisitas lentur pada kandungan air 15% dihitung dengan Persamaan
2.1 berdasarkan nilai berat jenis dari American Forest Product Laboratory atau
PROSEA. Kode mutu kayu ditentukan berdasarkan nilai modulus elastisitas lentur pada
kandungan air 15%. Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa kayu kempas memiliki kode mutu
yang tertinggi yaitu E18, sedangkan kayu dengan kode mutu terendah (E12) adalah
kayu meranti merah.
C. FAKTOR TEKUK
Pada struktur rangka banyak terdapat batang yang menerima beban desak. Dengan adanya
gaya desak maka kemungkinan akan dapat menimbulkan tertekuknya batang. Besarnya faktor
tekuk ini tergantung dari kondisi struktur pendukungnya dan kelangsingannya. Akibat dua
faktor tersebut mengakibatkan perhitungan lebih panjang (banyak) bila dibandingkan dengan
batang tarik, namun pada perencanaan batang desak pengurangan luas akibat sambungan tidak
perlu diperhitungkan.
Didalam merencanakan batang desak harus diperhatikan adanya bahaya tekuk, tetapi tidak
perlu memperhatikan faktor perlemahan seperti pada batang tarik Besarnya faktor tekuk ( )
tergantung dari angka kelangsingan batang ( ).Dan dapat di hitung menggunakan rumus sebagai
berikut :
ltk
=
imin
Pada konstruksi batang tekan, batang akan mengalami tekuk dan besarnya factor
tekuk ( ώ ) tergantung kelangsingan dari batang tersebut ( λ ).
Sedangkan besarnya λ = lk/i min
Batang tekan dapat berupa batang tunggal maupun batang ganda, maka tegangan tekan yang
terjadi adalah :
Ώ =factor tekuk
A br = luas penampang bruto
σtk = tegangan tekan yang terjadi
σtk// = tegangan tekan sejajar serat yang diijinkan
Jika ukuran kayu belum diketahui maka untuk mencari I minimum dapat menggunakan rumus
Euler ( dengan asumsi angka kelangsingan λ ≥ 100 )
Л 2. E . I min
P=
n . lk
Dimana :
P = gaya tekan
n = angka keamanan = 5
E = modulus elastisitas
lk = panjang batang yang mengalami tekuk
D. ANGKA KELANGSINGAN
Untuk mengetahui angka kelangsingan kayu harus diketahui terlebih dahulu ukuran kayu,
padahal dalam perencanaan batang tekan, justru ukuran kayu itulah yang akan dicari. Untuk
itu perhitungan mengarah pada pencarian Iminimum dengan menggunakan rumus EULER
(dengan asumsi angka kelangsingan > 100).
2 EI
min
P = 2
n.lk
Imin = n.lk2 .P
2.E
dengan satuan untuk : Imin (cm4), P (ton), lk (meter). Sehingga untuk kelas kuat :
I E = 125.000 kg/cm2 Imin = 40 . P . lk2.
II E = 100.000 kg/cm2 Imin = 50 . P . lk2.
III E = 80.000 kg/cm2 Imin = 60 . P . lk2.
IV E = 60.000 kg/cm2 Imin = 80 . P . lk2
V E = 40.000 kg/cm2 Imin = 125 . P . lk2
Ada dua macam sambungan yaitu : sambungan titik buhul (yaitu sambungan
untuk merangkai buhul / simpul struktur) dan sambungan perpanjangan (yaitu
sambungan yang dibutuhkan untuk mendapatkan panjang kayu yang sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan).
A. Kesimpulan
dari bebrapa pembahasan yang di uraikan dalam rangkuman sni di atas dapat di
simpulkan bahwa sebelum kita menggunakan bahan kayu kita harus tau berapa nilai
tengangan pada kayu, barat jenis kayu yang di pakai, factor tekuk, jamlah angka
kelangsingannya, sehingga kita dapat menggunakan kayu tersebut dengan aman dan tidak
menimbulkan efek pada saat pengerjaan kayu tersebu, dan dakam pengerjaan suatu
konstruksi kayu kita harus lebih teliti dikarenak akan menjamin ketahana struktu yang
akan kita buat, sehinngga bangunan yang kita bangun lebih aman dan nyaman terlebih
lagi dengan factor keindahannya.
B. Saran
kami mengucapkan banyak permohonan maaf apabila terdapat banyak kesalah dari paper
yang kami susun, maka dari itu kami mengharapkan masukan dan kritikan dari pembaca
isi dari paper ini.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada kelompok 14 yang telah meluangkan
waktunya untuk menyusun paper ini secara bersama sehingga paper ini dapat di
selesaikan pada waktu yang di tentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, NI.5. PKKI 1961, Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan, Jakarta.
Suwarno, 1978, Konstruksi Kayu, Universitas Gajah Mada, Jogyakarta.
Heinz Friaek, Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu, Yayasan Kanisius.
Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia, 1985, (PUBI 1982)
Yayasan LPMB, Bandung.
Lampiran Data SKSNI M.21 – 1991 – 03 dan SKSNI M.27 – 1991 – 03,
Jakarta.