Alkisah, pada zaman dahulu, ada tiga bersaudara yang memimpin
sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Tiga Puncak Kaum.Si sulung bernama Pamuncak Rencong Talang, si tengah bernama Pamuncak Tanjung Sari, dan si bungsu bernama Pamuncak Koto Tapus. Kerajaan ini dibagi menjadi tiga wilayah, masing-masing dari mereka menguasai satu wilayah, tetapi mereka bertiga selalu berunding dan saling membantu untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kerajaan, sehingga mereka dapat memimpin kerajaan tersebut dengan sangat bijaksana. Suatu masa, Pamuncak Rencong Talang sangat gembira, karena hasil panen rakyatnya melimpah. Ia bermaksud rnerayakan dengan mengadakan pesta rakyat. Pamuncak Rencong meminta para hulubalang mempersiapkan pesta yang akan diselenggarakan selama tiga hari tiga malam tersebut. Pamuncak Tanjung Sari dan Pamuncak Koto Tapus sudah pasti diundang oleh kakak sulung mereka untuk menghadiri pesta tersebut. Malam ketiga adalah undangan bagi para Pamuncak dan keluarganya untuk datang. Namun ternyata, Pamuncak Tanjung Sari tidak dapat hadir, sehingga ia mengutus istri dan anaknya untuk menghadiri acara tersebut. Salah satu putri Pamuncak Talang Sari adalah seorang gadis yang cantik jelita. Ia segera menjadi pusat perhatian para pemuda yang menghadiri pesta tersebut. Karena malam tersebut adalah acara khusus muda-mudi, istri Pamuncak Talang Sari memilih bergabung dengan keluarga Pamuncak Rencong Talang. Sang Putri sangat asyik dengan acara tersebut, tak terasa hari sudah lewat tengah malam. Ibunya menghampiri dan mengajaknya pulang, tetapi ia tidak menghiraukannya. Ketika kedua kalinya sang ibu menghampirinya, Sang Putri justru membentak ibunya. Pemuda yang duduk di sebelahnya bertanya, “Siapakah ibu itu, Putri nan cantik?” “Oh, ia pembantuku!” tukas sang putri. Ibunya sangat terluka mendengar ucapan putrinya. Dalam perjalanan pulang, mereka melewati perjalanan yang cukup jauh untuk sampai di rumah. Ketika melewati sebuah lembah yang berlumpur antara Pulau Sangkar dan Lolo, tanpa sengaja mereka bertemu dengan sekelompok pemuda yang tadi hadir di pesta. Salah satu pemuda tersebut kembali bertanya siapakah perempuan tua itu kepada sang Putri. “Aku tadi sudah katakan, ia pembantuku!” ujar si Putri ketus. Semakin terluka hati ibunya mendengarnya. Berdoalah istri Pamuncak Tanjung Sari kepada Tuhan, agar anaknya yang durhaka itu ditelan oleh rawa lumpur. Rupanya doa itu dikabulkan oleh Tuhan. Si dara itu terjerat kakinya oleh rawa yang berlumpur itu, sehingga ia terbenam makin dalam. Ia menangis dan meminta tolong kepada ibu dan pengawalnya. Namun, ibunya tiada mengacuhkan. “Aku bukan Ibumu, Aku hanyalah pesuruhmu.” Si gadis itu terus juga meraung sambil berkata, “Tolong…, toloong Ibu, Aku tidak akan durhaka lagi kepadamu. Maafkanlah aku, Ibu.” Ibunya tak mau mendengar permintaan anaknya itu. Malah ia mengambil gelang dan selendang Jambi yang dipakai anaknya. Setelah diambilnya barang tersebut, maka tenggelamlah gadis itu. Setelah kejadian itu, negeri itu dinamai oleh penduduknya dengan nama Lempur yang berasal dari kata Lumpur. Sementara itu, gelang tersebut dibuang di sebuah tebat, sehingga tebat tersebut dinamakan Tebat Gelang. Kemudian, kain panjang Jambi dibuang pula ke dalam tebat lainnya, sehingga tebat itu diberi nama Tebat Jambi.