Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS

“Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Memenuhi Penugasan Program


Studi Profesi Ners Stase Keperawatan Anak”

DI SUSUN OLEH:
RINI YANTI, S. Kep
NIM. 20.300.0031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS

DI SUSUN OLEH:
RINI YANTI, S. Kep
NIM. 20.300.0031

Banjarmasin, Maret 2021

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( Ns. Ria Anggara Hamba, S.Kep., M.MKes ) ( Mussaadah, S.Kep., Ns )


LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS

A. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013).
Tuberculosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan
nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002).
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cell-
mediated hypersensitivity) (Wahid dan Suprapto, 2014).

B. Etiologi
Penyebab dari penyakit tubrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan
ukuran sampai 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron dan bersifat anaerob.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis mati pada pemanasan 1000C sela
5-10 menit. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat
prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid)
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu
melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi
(Depkes RI, 2002)
C. Patofisiologi (Pathway)

D. Tanda dan Gejala


1. Demam.
Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting sering
kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari.
2. Batuk.
Terjadi karena iritasi bronkus, sifat batuk dimulai dengan batuk
kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah
(Hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak Nafas.
Akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada.
Timbul bila infeksi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis
5. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan
menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat pada malam hari

F. Komplikasi
1. Kerusakan tulang dan sendi
2. Kerusakan otak
3. Kerusakan hati dan ginjal
4. Kerusakan jantung
5. Gangguan mata
6. Resistensi kuman.
(Alimul aziz, 2009).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
1. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap
akhir penyakit.
2. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak
secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
4. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas
simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
5. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium
tuberculosis,
6. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis,
7. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnyainfeksi.
8. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa
padaparu.
9. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas)
(Doengoes, 2000).

H. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan


1. Medis
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90
% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman
yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan.
Dosis sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali
seminggu.
c. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis
35 mg/kg berat badan.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang
sama.
e. Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).
Dosis harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3
kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
Adapun kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis adalah sebagai
berikut:
a. Kategori 1
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan
tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R),
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat
ini diberikan untuk:
1) Penderita baru TBC paru BTA positif
2) Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
3) Penderita TBC ekstra paru berat.
b. Kategori 2
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari
2 bulan dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol
(E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan Isoniasid (H) Rifampisin (R), Etambutol (E) yang
diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan
setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk
penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan pengobatan
setelah lalai
c. Kategori 3
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ)
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H),
Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk:
1) Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
2) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe
(limfadenitis), pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC
tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
d. OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan
ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA
positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
2. Keperawatan
a. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti
Tuberculosis (OAT).
b. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
I. Data Fokus Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
b. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang:
d. Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada
tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula.
e. Riwayat penyakit dahulu
f. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
1) Riwayat keluarga.
2) Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
3) Aspek psikososial.
4) Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
5) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
6) Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak T idak
bersemangat dan putus harapan.
7) Lingkungan:
8) Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara
kurang, daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar
matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.
g. Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh,
jumlah anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah
lembab, jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak
dapat masuk, ventilasi minim menybabkan pertukaran udara
kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit
jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan
sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada
kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran
kiri atas dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan
karena sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan
aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri
tulang umum, sedangkan dalam hal daya panca indera
(perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran)
jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru
dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang
akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak
berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami
gangguan dalam hal hubungan dan peran yang dikarenakan
adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota
keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges, 1999).
h. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan dan kelelahan
Tanda: Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari
i. Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan
Tanda: Penurunan BB
j. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda: pasien meringis, tidur tidak nyenyak
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan
kurus/ berat badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.
b. Perkusi: Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan
suara pekak.
c. Auskultasi: Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara
napas tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
d. Palpasi: badan teraba hangat (demam)
J. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Obtruksi jalan nafas sekresi Ketidak efektifan
- Klien mengatakan sesak bertahan bersihkan jalan napas
napas, batuk berdahak
DO :
- Dispnea
- Sianosis
- Suara nafas wheezing
- Batuk berdahak
- Produksi sputum banyak
- Gelisah
- TTV :
TD : 130/70 mmHg
T : 36,80C
N : 141x/mnt
R : 38x/mnt
- SpO2 : 60% O2 UK 10
tpm
2. DS : Kerusakan membran Gangguan Pertukaran
- Klien mengeluh sesak saat alveolar kapiler Gas
bernafas.
DO :
- Sesak nafas
- Bunyi nafas ronki
- Bunyi nafas pasien
melemah
- Frekwensi nafas pasien
>20x/m
- GDA tidak normal
3. DS : Sekresi mukopurulen dan Ketidak efektifan pola
- Klien sesak nafas kurangnya upaya batuk. nafas
- Klien merasa nyeri dada
DO :
- Menggunakan otot bantu
nafas
- Takipneu
- Dipneu
4. DS : Anoreksia Ketidakseimbangan
- Klien mengatakan tidak nutrisi kurang dari
nafsu makan kebutuhan tubuh
DO :
- Penurunan berat badan
- Konjungtifa anemis

K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihkan jalan nafas b/d Obtruksi jalan nafas sekresi
bertahan
2. Gangguan pertukaran gas b/d Kerusakan membran alveolar kapiler
3. Ketidak efektifan pola nafas b/d Sekresi mukopurulen dan kurangnya
upaya batuk
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia

L. Nursing Care Planning (NCP)


No Dx.Keperawatan NOC NIC
1 Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan Airway Management
bersihkan jalan nafas keperawatan selama 1x7 jam 1.Buka jalan nafas,
b/d Obtruksi jalan diharapkan bersihkan jalan gunanakan teknik chin
nafas sekresi bertahan nafas efektif lift atau jaw thrust bila
Kriteria Hasil perlu
Indikator I ER 2.Posisikan klien untuk
memaksimalkan ventilasi
R indentifikasi klien
1. Tidak 3 4 perlunya pemasangan alat
didapatkan jalan nafas buatan
kecemasan 3.Lakukan fisioterafi dada
2. Frekuensi 3 4 4.Keluarkan secret dengan
pernafasan batuk atau suction
sesuai yang 5.Auskultasi suara nafas,
diharapkan catat adanya suara nafas
3. Pengeluaran 3 4 tambahan
sputum pada 6.Berikan pelembab udara
jalan nafas 7.Atur intake untuk
4. Bebas dari suara 3 4 mengobtimalkan
nafas tambahan pengeluaran cairan
Keterangan: 8.Monitor respirasi dan
1. Tidak pernah menunjukkan status 02
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Airway Management
gas b/d Kerusakan keperawatan selama 1x7 jam 1. Buka jalan nafas,
membran alveolar diharapkan pertukaran gas gunanakan teknik chin lift
kapiler efektif. atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil 2.Posisikan klien untuk
Indikator IR ER memaksimalkan ventilasi
1. Peningkatan 3 4 indentifikasi klien
ventilasi dan perlunya pemasangan alat
oksigenasi yang jalan nafas buatan
adekuat 3.Lakukan fisioterafi dada
2. Bebas dari 3 4 4.Keluarkan secret dengan
tanda-tanda
distres batuk atau suction
pernafasan 5.Auskultasi suara nafas,
3. TTV dalam catat adanya suara nafas
rentang normal 3 4 tambahan
Keterangan: 6.Berikan pelembab udara
1. Tidak pernah menunjukkan 7.Atur intake untuk
2. Jarang menunjukkan mengobtimalkan
3. Kadang-kadang pengeluaran cairan
menunjukkan 8.Monitor respirasi dan
4. Selalu menunjukkan status 02
3. Ketidak efektifan pola Setelah dilakukan tindakan Airway Management
nafas b/d Sekresi keperawatan selama 1x7 jam 1. Buka jalan nafas,
mukopurulen dan diharapkan pola nafas efektif. gunanakan teknik chin
kurangnya upaya Kriteria Hasil lift atau jaw thrust bila
batuk. Indikator I E perlu
R R 2. Posisikan klien untuk
1. Frekuensi 3 4 memaksimalkan
pernafasan ventilasi indentifikasi
sesuai yang klien perlunya
diharapkan pemasangan alat jalan
2. Pengeluaran 3 4 nafas buatan
sputum pada 3. Lakukan fisioterafi
jalan nafas dada
3. Bebas dari suara 3 4 4. Keluarkan secret
nafas tambahan dengan batuk atau
4. TTV dalam 3 4 suction
batas normal 5. Auskultasi suara nafas,
Keterangan: catat adanya suara nafas
1. Tidak pernah menunjukkan tambahan
2. Jarang menunjukkan 6. Berikan pelembab
3. Kadang-kadang
menunjukkan udara
4. Selalu menunjukkan 7. Atur intake untuk
mengobtimalkan
pengeluaran cairan
8. Monitor respirasi dan
status 02
4. Ketida kseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari keperawatan selama 1x24 jam, makanan
kebutuhan tubuh b/d diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Kaji BB sebelum dan
Anoreksia terpenuhi. sesudah sakit
Kriteria Hasil 3. Observasi intake dan
Indikator IR ER output nutrisi
1. Asupan sesuai 3 4 4. Tentukan kemampuan
kebutuhan tubuh klien dalam mengunyah,
2. Kemampuan 3 4 menelan dan reflek batuk
menelan 5. Berikan makan perlahan
3. peningkatan BB 3 4 dengan lingkungan yang
Keterangan: tenang
1. Tidak pernah menunjukkan 6. Kolaborasi dengan ahli
2. Jarang menunjukkan gizi untuk menentukan
3. Kadang-kadang jumlah kalori dan nutrisi
menunjukkan yang dibutuhkan klien
4. Selalu menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta: EGC

Guyton, A. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran..

NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi


2015- 2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta: EGC.

Suriadi. (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak (Edisi V). Jakarta: CV. Agung
Setu

Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai