Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TRAKEOSTOMI


DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT
RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH

NAMA : NUR APRILISA WULANDARI


NIM : P07120217074

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURSAN KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : NUR APRILISA WULANDARI


NIM : P07120217074
JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN TRAKEOSTOMI DIRUANG NTENSIVE
CARE UNIT RUSD ULIN BANJARMASIN

Banjarmasin, April 2021

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ns. Hj. Endang Sri PN, M.Kep, Sp.MB


Maulana Ridha Saputra, S.Kep.NS
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAKEOSTOMI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding
depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat
masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta,
Rusmarjono, Soepardi, 2004).
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara
dapat masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (Adams,
1997). Trakeostomi merupakan tindakan operatif yang memiliki tujuan
membuat jalan nafas baru pada trakea dengan membuat sayatan atau insisi
pada cincin trakea ke 2,3,4.
Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk
membuat suatu jalan nafas didalam trakea servikal. Perbedaan kata–kata
yang dipergunakan dalam membedakan “ostomy” dan “otomy” tidak begitu
jelas dalam masalah ini, sebab lubang yang diciptakan cukup bervariasi
dalam ketetapan permanen atau tidaknya. Apabila kanula telah ditempatkan,
bukaan hasil pembedahan yang tidak dijahit dapat sembuh dalam waktu satu
minggu. Jika dilakukan dekanulasi (misalnya kanula trakeostomi
dilepaskan), lubang akan menutup dalam waktu yang kurang lebih sama.
Sudut luka dari trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit dengan beberapa
jahitan yang dapat diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan jika
diperlukan, pada rekanulasi; alternatifnya stoma yang permanen dapat dibuat
dengan jahitan melingkar (circumferential). Kata trakeostomi dipergunakan,
dengan kesepakatan, untuk semua jenis prosedur pembedahan ini. Perkataan
tersebut dianggap sebagai sinonim dari trakeotomi.
2. Fungsi Trakeostomi
Fungsi dari trakheostomi antara lain:
a. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya
mengurangi kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara
sehingga mengakibatkan peningkatan regangan total dan ventilasi
alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi cukup besar
(paling sedikit pipa 7).
b. Proteksi terhadap aspirasi
c. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting
pada pasien dengan gangguan pernafasan
d. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
e. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus
respiratorius
f. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke
perifer oleh tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi
batuk yang normal.

3. Indikasi dan Kontra Indikasi


Indikasi dari dilakukannya trakeostomi antara lain :
a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis,
misalnya pada pasien dalam keadaan koma.
c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis
e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul
melalui mekanisme serupa
f. Obstruksi laring yang disebabkan oleh:
1) Karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis
difterika, laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut,
dan abses laring
2) Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan
ganas, trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise
Nerus Rekurens
3) Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital,
traumaeksterna dan interna, infeksi, tumor.
4) Cedera parah pada wajah dan leher
5) Setelah pembedahan wajah dan leher
g. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
h. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma
kapitis berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta
selama dan sesudah operasi laring

Gambar 1. Indikasi Tindakan Trakeostomi untuk Mengatasi Obstruksi


Jalan Nafas

Sedangkan untuk kontraindikasi dari trakeostomi antara lain adalah


adanya infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah
yang tidak terkontrol, seperti hemofili.
4. Klasifikasi
a. Menurut Lama Pemasangan
1) Permanen (Tracheal Stoma Post Laryngectomy)
Tracheal cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada
leher. Rigiditas cartilage mempertahankan stoma tetap terbuka
sehingga tidak diperlukan tracheostomy tube (canule).
2) Sementara (Tracheal Stoma without Laryngectomy)
Trachea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat
obstruksi. Digunakan tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal
atau Non metal (terutama pada penderita yang sedang mendapat
radiasi dan selama pelaksanaan MRI Scanning).
b. Menurut Letak Insisi
1) Insisi Vertikal
Dilakukan pada keadaan darurat
2) Insisi Horisontal.
Dilakukan pada keadaan elektif.
c. Menurut Waktu Dilakukan Tindakan
1) Darurat
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat
darurat. Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu
dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil,
maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak
meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh
lebih kecil. Menggunakan teknik insisi vertical.
2) Non-Darurat
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam
ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga
sepanjang 4-5 cm. Menggunakan teknik insisi horizontal.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :

Waktu dilakukan Lama


No. Teknik Insisi
Tindakan Penggunaan

1. Darurat Sementara Vertikal, dibuat di antara cincin


trakea 1 dan 2 atau 2 dan 3.

2. Non-darurat Permanen Horizontal, dibuat di antara cincin


trakea 2 dan 3 sepanjang 4-5 cm.

5. Jenis tindakan trakeostomi


a. Surgical trakeostomi, yaitu tipe ini dapat sementara dan permanen dan
dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea
kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
b. Percutaneous trakeostomi, yaitu tipe ini hanya bersifat sementara dan
dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang di
antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang
yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat
dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga
jauh lebih kecil.
c. Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada pertengahan
membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan
kawat dan dilator
6. Jenis Pipa Trakeostomi
a. Cuffed Tubes; Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur
sehingga memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

Gambar 2. Cuffed Tubes

Gambar 3. Mekanisme kerja cuffed tubes

b. Uncuffed Tubes; Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita


yang tidak mempunyai risiko aspirasi.

Gambar 4. Uncuffed Tubes


c. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam); Dua bagian trakeostomi
ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat
dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
d. Silver Negus Tubes; Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk
trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan
penderita dapat merawat sendiri.

Gambar 6. Silver Negus Tubes


e. Fenestrated Tubes; Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di
sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas
melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan
penderita untuk dapat berbicara

Gambar 7. Fenestrated Tubes


Ukuran pipa
Ukuran trakeostomi standar adalah 0 – 12 atau 24 – 44 French.
Trakeostomi umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada.
Tabung dari plastik mempunyai lumen lebih besar dan lebih lunak dari yang
besi. Tabung dari plastik melengkung lebih baik kedalam trakea sehingga
iritasi lebih sedikitdan lebih nyaman bagi klien.
7. Teknik Trakeostomi
Sebelum dilakukan pembedahan, maka alat-alat yang perlu dipersiapkan
adalah semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting
panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil
yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran yang sesuai untuk pasien.
Pasien atau keluarganya yang akan dilakukan tindakan trakeostomi harus
dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi termasuk kematian selama
prosedur tindakan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30°
untuk menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu diganjal
dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan
pada persendian atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus
dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher.
Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan
ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan
krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat
vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa
suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada
pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau
kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu
sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter. Dengan gunting panjang yang
tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan
ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa
pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan
ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah
ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke
lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea
jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan
dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat
kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu
diikat.
Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara
cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan
memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian
pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali
pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa. Untuk menghindari
terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek
agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.
8. Perawatan Post Trakeostomi
Perawatan trakeostomi meliputi:
a. Pembersihan secret atau biasa disebut trakeobronkial toilet,
b. Perawatan luka pada trakeostomi
c. Perawatan anak kanul
d. Humidifikasi untuk menjaga kelembapan
Tujuan perawatan trakeostomi meliputi:
a. Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (pluging)
b. Untuk mencegah infeksi
c. Meningkatkan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi)
d. Bronkial toilet yang efektif
e. Mencegah pipa tercabut

Segera setelah trakeostomi dilakukan :


a. Rontgen dada untuk menilai posisi tube dan melihat timbul atau
tidaknya komplikasi
b. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
c. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa
trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat


menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan
kanul harus sering diisap ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-
kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar.
Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul harus
dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti
untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat untuk
mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi. Pasien dapat dirawat di ruang
perawatan biasa dan perawatan trakeostomi sangatlah penting.
Gambar 8. Prosedur perawatan tracheostomy tube

9. Komplikasi Trakeostomi
Komplikasi dini yang sering terjadi adalah perdarahan, pneumotoraks
terutama pada anak-anak, hilangnya jalan nafas, penempatan kanul yang
sulit, laserasi trakea, ruptur balon, henti jantung sebagai rangsangan hipoksia
terhadap respirasi dan paralisis saraf rekuren.
Perdarahan terjadi bila hemostasis saat trakeostomi tidak sempurna serta
disertai naiknya tekanan arteri secara mendadak setelah tindakan operasi dan
peningkatan tekanan vena karena batuk. Perdarahan diatasi dengan
pemasangan kasa steril sekitar kanul. Apabila tidak berhasil maka dilakukan
ligasi dengan melepas kanul.
Emfisema subkutan terjadi di sekitar stoma tetapi bisa juga meluas ke
daerah muka dan dada, hal ini terjadi karena terlalu rapatnya jahitan luka
insisi sehingga udara yang terperangkap di dalamnya dapat masuk ke dalam
jaringan subkutan pada saat penderita batuk. Penanganannya dilakukan
dengan multiple puncture dan longgarkan semua jahitan untuk mencegah
komplikasi lanjut seperti pneumotoraks dan pneumomediastinum.
Sedangkan komplikasi pasca trakeostomi terdiri atas kematian pasien,
perdarahan lanjutan pada arteri inominata, disfagia, aspirasi, pneumotoraks,
emfisema, infeksi stoma, hilangnya jalan nafas, fistula trakeoesofagus dan
stenosis trakea. Kematian pasien terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia
dari respirasi. Pasien hipoksia berat yang dilakukan tindakan trakeostomi,
pada awalnya pasien akan bernafas lalu akan terjadu apnea. Hal ini terjadi
akibat deinervasi fisiologis dari kemoreseptor perifer yang dipicu dari
peningkatan tekanan oksigen tiba-tiba dari udara pernafasan
Secara sistematis, komplikasi dari trakeostomi antara lain :
No Waktu Komplikasi
1. Intra operatif  Haemorrhage (pendarahan).
 Rasa panas pada jalan nafas
 Cedera pada trakea dan laring
 Cedera pada struktur trakeal
 Emboli udara
 Apnea
 Henti jantung
 Perforasi
 Ruptur pleura viseralis
 Sumbatan darah/secret
2. Post operatif  Emfisema subkutan
 Pneumotoraks / pneumomediastinum
 Tabung berpindah
 Tabung tersumbat
 Infeksi luka
 Trakea nekrosis
 Pendarahan sekunder
 Masalah menelan
3. Jangka panjang  Obstruksi jalan nafas atas
 Infeksi
 Fistula trakeoesofagus
 Stenosis trakea
 Iskemia atau nekrosis trakea

Gambar 9. Komplikasi trakeostomi

A. Trakea tertekuk ke depan


B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar
C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul
D. Tukak karina karena kateter isap
E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul
( herniasi akibat ditiup berlebihan )
F. Manset kanul terlepas di trakea
G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat
H. Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)
10. Pathway
Gambar 10. Algoritma Trakeostomi

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat / alasan
Pengumpulan data tergantung pada patofisiologi dan/atau alasan untuk
dukungan bantuan ventilasi (trakeostomi), misalnya trauma dada
(pneumothorax, hemothorax).
b. Aktivitas/istirahat
Gejala : dispnea dengan istirahat ataupun aktivitas

c. Sirkulasi
Tanda : takikardia, frekuensi tak teratur, nadi apical berpindah oleh
adanya penyimpangan medaistinal. TD hiper/hipotensi
d. Makanan/cairan
Gejala : anorexia (mungkin karena bau sputum)
Tanda : pemasangan IV line,
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri area luka trakeostomi, nyeri dada unilateral meningkat
karena batuk atau bernafas
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah
f. Pernafasan
Gejala : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat
trauma dada.
Tanda : peningkatan frekuensi nafas, kulit cyanosis, penggunaan
ventilasi mekanik (trakeostomi), secret pada selang trakeostomi
g. Hygiene
Tanda : kemerahan area luka trakeostomi
h. Interaksi social
Tanda : ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress
pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau
perubahan posisi selang trakeostomi.
b. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk
meneruskan. berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis
otot pernafasan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan
bypass pertahanan pernafasan atas.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau
perubahan posisi selang trakeostomi.
Tujuan : Tidak ada sekret pada jalan nafas
Kriteria hasil : Ronchi dan wheezing tidak terdengar
Intervensi Rasional
1. Mengauskultasi paru setiap 4 jam 1. Jika ditemukan crackles dan wheezing
2. Menganjurkan klien untuk tarik dapat mengintrepretasikan adanya
nafas dalam dan batuk sekret pada jalan nafas
3. Melakukan fisioterapi nafas jika 2. Pasien dapat mengeluarkan sekret
tidak ada kontraindikasi dengan tarik nafas dalam dan batuk
4. Membersihkan trakheostomy tube tanpa suctioning
klien sesuai dengan kebutuhan. 3. Untuk membantu pasien
Berdasarkan jumlah akumulasi mengeluarkan sekret dengan batuk
secret 4. Dengan membersihkan trakheostomy,
5. Melakukan suction bila perlu menghindari terjadinya penumpukan
6. Melakukan nebulizer sekret dan agar jalan nafas bersih
5. Suctioning membersihkan jalan nafas
dari sekret
6. Nebulizer membantu untuk
mengencerkan secret sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan

b. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk


meneruskan. berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis
otot pernafasan
Tujuan : Pola pernapasan manjadi efektif
Kriteria hasil : RR dalam batas normal, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
Intervensi Rasional
1. Selidiki etiologi gagal pernafasan 1. Penting untuk perawatan, contoh
2. Observasi pola nafas. Catat keputusan tentang kemampuan
frekuensi, jarak antara pernafasan pasien yang akan datang dan
spontan dan nafas ventilator dukungan tepat ventilator
3. Tinggikan kepala tempat tidur atau 2. Pasien dengan ventilator dapat
letakkan pada kursi ortopedik bila mengalami hiperventilasi/
memungkinkan hipoventilasi
4. Periksa selang trakeostomi 3. Peninggian kepala pasien atau
terhadap obstruksi, misal terlipat turun dari tempat tidur sementara
5. Alirkan selang sesuai indikasi, masih pada ventilator secara fisik
hindari aliran ke pasien atau dan psikologik menguntungkan.
kembali ke dalam wadah 4. Lipatan selang mencegah
6. Bantu pasien dalam control pengiriman volume adekuat dan
pernafasan di samping tempat tidur meningkatkan tekanan jalan nafas
dan ventilasi manual kapanpun 5. Air mencegah distribusi gas dan
diindikasikan pencetus pertumbuhan bakteri
6. Melatih pasien nafas lambat, lebih
dalam, praktik nafas abdomen,
member posisi yang nyaman dan
penggunaan teknik relaksasi dapat
membantu memaksimalkan fungsi
pernafasan

c. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan


bypass pertahanan pernafasan atas.
Tujuan : Memperkecil adanya infeksi sehingga kemungkinan
komplikasi tidak ada
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi Rasional
1. Cuci tangan sebelum melakukan 1. Dengan tangan yang bersih saat
prosedur melakukan prosedur, memperkecil
2. Monitor dan laporkan adanya kemungkinan terjadinya infeksi
tanda-tanda infeksi, misalnya 2. Mengidentifikasi adanya infeksi dan
demam, penurunan RR memperkecil komplikasi
(Respiratory Rate), dahak kental, 3. Pemaparan terlalu sering pada
peningkatan jumlah sel darah trakheostomy mengakibatkan
merah pneumonia
3. Jaga pemaparan trakheostomy 4. Agar mikroorganisme tidak dapat
terhadap benda asing masuk ke jalan nafas
4. Gunakan teknik steril dalam 5. Untuk meningkatkan sistem imun
melakukan perawatan trakheostomi
dan suctioning
5. Anjurkan untuk diet tinggi kalori
tinggi protein

d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan


untuk menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.
Tujuan : Klien mampu berkomunikasi
Kriteria hasil : Interaksi sosial klien berkembang
Intervensi Rasional
1. Beri kesempatan klien untuk 1. Memberikan klien untuk
berkomunikasi mengungkapkan apa yang klien
2. Amati gerak non verbal klien butuhkan
3. Sediakan kertas dan bolpoin jika 2. Gerak non verbal
pasien lemah tidak mampu mengintepretasikan perasaan klien
berbicara banyak 3. Pasien bisa berkomunikasi dengan
4. Ajarkan pada pasien yang menulis di kertas jika lemah
terpasang trakheostomi tentang
cara menutup lubang trakheostomi 4. Menutup jalur masuknya udara
dengan jari yang bersih atau tutup melalui trakheostomi maka pasien
yang khusus jika ingin berbicara dapat berbicara

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E (2009) Buku Saku Patofisiologi. edisi 3 EGC : Jakarta


Mansjoer, A. et all (2000). Kapita selekta Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius

Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan Gangguan Sistem Pernapasan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.

Doenges, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC

Gibson, I. (1983) Tracheostomy management. Nursing 2(18), pp538-540

Griggs, A. (1998) Tracheostomy: Suctioning and humidification. Nursing

Standard Continuing Education Reader pp18-23

Hooper, M. (1996) Nursing care of the patient with a tracheostomy. Nursing

Standard 15(10), pp 40-43

Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan:

Diagnosa NANDA, Intrevensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai