Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA GAGAL JANTUNG


DI RUANG ICCU RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH

NAMA : MAULIDIA SELFIANIE


NIM : P07120217065

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : MAULIDIA SELFIANIE


NIM : P07120217065
JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN DIAGNOSA GAGAL JANTUNG DI
RUANG ICCU RUSD ULIN BANJARMASIN

Banjarmasin, Maret 2021

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

M. Rasyid, S.Kep Ns, MPH

2
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL JANTUNG

A. Konsep Penyakit

1. Definisi/deskripsi penyakit
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan
menebal.Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan
dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,
kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau
fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(Darmojo, 2012 cit Ardini 2011).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti,
2012).

3
2. Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung
yang menyebabkan menurunnyakontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot meliputi :
1) Aterosklerosis koroner : mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia,
asidosis, dan infark miokardium yang biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.
2) Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) :
menyebabkan hipertrofi serabut otot jantung. Mekanisme
kompensasi ini akan meningkatkan kontraktilitas jantung yang
pada akhirnya akan menyebabkan gagal jantung.
3) Peradangan dan penyakit miokardiu degeneratif : berhubungan
dengan gaga jantung karena secara langsung merusak serabut
jantung sehingga kontratilitas menurun.
b. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasanya terlibat meliputi:
1) Gangguan aliran darah melalui jantung, misal : stenosis katup
semiluner.
2) Ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah, misal : tamponade
perikardium, perikarditis konstriktif, stenosis katup AV.
3) Pengosongan jantung abnormal, misal : insufisiensi katup AV.
4) Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik ( misal : hipertensi maligna ) walaupun tidak ada
hipertrofi miokardial.

4
c. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung, misalnya :
1) Meningkatnya laju metabolisme ( mis : demam, tirotoksikosis )
2) Hipoksia dan anemia yang memerlukan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen
3) Asidosis ( respiratorik atau metabolik ) dan abnormalitas elektrolit
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Tanda Gejala
Menurut Mansjoer dan Triyanti (2012).Manifestasi klinis dari gagal jantung
tergantung dari etiologinya, tetapi secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Sesak nafas (dyspneu) : peningkatan tekanan pengisian bilik kiri
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan paru. Penurunan compliance
(regangan) paru menambah kerja nafas. Sensasi sesak nafas juga
disebabkan penurunan aliran darah ke otot pernafasan. Awalnya , sesak
nafas timbul saat betraktivitas (dyspneu on effort) dan jika gagal jantung
makin berat sesak juga timbul saat beristirahat.
b. Ortopneu (sesak saat berbaring) : pada saat posisi berbaring, maka
terdapat penurunan aliran darah di perifer dan peningkatan volume darah
di sentral (rongga dada). Hal ini berakibat peningkatan tekanan bilik kiri
dan udema paru. Kapasitas vital juga menurun saat posisi
berbaring.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) yaitu sesak tiba-tiba pada malam
hari disertai batuk- batuk.
d. Takikardi dan berdebar-debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat
peningkatan tonus simpatik.
e. Batuk- batuk : terjadi akibat udema pada bronchus dan penekanan
bronchus oleh atrium kiri yang dilatasi.Batuk sering berupa batuk yang
basah dan berbusa , kadang disertai bercak darah.

5
f. Mudah lelah : terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan
batuk.
g. Sianosis : penurunan tekanan oksigen di jaringan perifer dan peningkatan
ekstraksi oksigen mengakibatkan peningkatan methemoglobin kira-kira 5
g / 100 ml sehingga timbul sianosis.
h. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat
dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
i. Edema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan
secara bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.
j. Hepatomegali (pembesaran hepar) terjadi akibat pembesaran vena di
hepar. Bila proses ini berkembang maka tekanan pada pembuluh portal
meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen yang disebut
asites.
k. Anoreksia dan mual akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam
rongga abdomen
l. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari) : Terjadi karena perfusi ginjal
dan curah jantung akan membaik saat istirahat.

4. Patofisiologi
Jantung yang normal dapat berespons terhadap peningkatan kebutuhan
metabolisme yang menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk
mempertahankan kardiak output. Ini mungkin meliputi: respons sistem syaraf
simpatetik terhadap baro reseptor atau kemoreseptor, pengencangan dan
pelebaran otot jantung untuk menyesuikan terhadap peningkatan volume,
vasokonstriksi arteri renal dan aktivasi sistem renin angiotensin serta respon
terhadap serum-serum sodium dan regulasi ADH dari reabsorbsi cairan.

6
Kegagalan mekanisme kompensasi di percepat oleh adanya volume darah
sirkulasi yang di pompakan untuk menentang peningkatan resisitensi vaskuler
olehpengencangan jantung.Kecepatan jantung memperpendeka waktu pengisian
ventrikel dan arteri koronaria, menurunnya kardiak ouput menyebabkan
berkurangnya oksigenasi pada miokard. Peningkatan tekanan dinding pembuluh
darah akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tunutan oksigen dan pembesaran
jantung (hipertropi) terutama pada jantung iskemik atau kerusakan, yang
menyebabkan kegagalan mekanisme pemompa. (Junadi, Purnawan, 2013).

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
b. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah, terutama GJK akut
memperbutuk PPOM atau GJK kronis.
c. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
d. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik. Gagal ventrikel kiri di tandai
dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2 (akhir)
e. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
f. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal
g. Kecepatan sedimentasi (ESR) : mungkin meningkat, menandakan reaksi
inflamasi akut.
h. Tes fungsi ginjal : menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi
hepar atau ginjal. Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi
ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal

7
i. Tes fungsi hati : Albumin/transferin serum mungkin menurun sebagai
akibat penurunan pemasukan protein atau penurunan sintesis protein
dalam hepar yang mengalami kongesti.
j. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
k. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
l. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
m. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
Bayangan mencerminkan dilatasi/hipertorfi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
n. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
o. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram doople) : dapat menunjukan
dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau
area penurunan kontratilitas ventrikuler.
p. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia.

6. Komplikasi
Menurut Barbara C. long (2010), komplikasi gagal jantung kongestif adalah
sebagai berikut :
a. Efusi pleura: di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi
cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura
biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
b. Aritmia: pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk
mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler
yang akhirnya menyebabkan kematian mendadak.
c. Trombus ventrikuler kiri: pada gagal jntung kongestif akut dan kronik,
pembesaran ventrikel kiri dan penurunan kardiac output beradaptasi
terhadap adanya pembentukan thrombus pada ventrikel kiri. Ketika

8
thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri,
penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan
emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari
Cerebrivaskular accident (CVA)
d. Hepatomegali: karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena
sehingga menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi
fibrosis dan akhirnya sirosis

7. Penatalaksaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
a. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi
oksigen dengan pembatasan aktivitas.
b. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
c. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.
Penatalaksanaan Medis
a. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
b. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
1) Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
2) Digitalisasi
Terapi lain
a. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi
katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
b. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
c. Posisi setengah duduk.
d. Oksigenasi (2-3 liter/menit).

9
e. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan
gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan
1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
f. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi
bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan
jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
g. Hentikan rokok dan alkohol
h. Revaskularisasi koroner
i. Transplantasi jantung
j. Kardiomioplasti

10
8. Pathway

11
B. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
Pengkajian Primer
1) Airways
a) Sumbatan atau penumpukan sekret
b) Wheezing atau krekles
2) Breathing
a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c) Ronchi, krekles
d) Ekspansi dada tidak penuh
e) Penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation
a) Nadi lemah , tidak teratur
b) Takikardi
c) TD meningkat / menurun
d) Edema
e) Gelisah
f) Akral dingin
g) Kulit pucat, sianosis
h) Output urine menurun
Pengkajian Sekunder
1) Keluhan
a) Dada terasa berat
b) Palpitasi atau berdebar-debar.
c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak
nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai
bantal lebih dari dua buah.

12
d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f) Insomnia
g) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h) Jumlah urine menurun
i) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5) Pola eliminasi urine: oliguria, nokturia.
6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7) Postur, kegelisahan, kecemasan
8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
Pemeriksaan fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis,
tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung,
pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales,
wheezing)

13
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis,
warna kulit pucat, dan pitting edema.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Diagnosa 1 : Penurunan curah jantung
1) Definisi : Ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
b. Diagnosa 2 :gangguan pertukaran gas
2) Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi
karbondioksida di membrane kapiler alveolar.

3. Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Penurunan curah NOC : Cardiac Care
jantung b/d 1. Cardiac Pump 1. Evaluasi adanya nyeri 1. Mengetahui lokasi,
Gangguan effectiveness dada (intensitas,lokasi, intensitas serta durasi
frekuensi atau 2. Circulation Status durasi) nyeri
irama jantung 3. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia 2. Mengetahui kelainan
Gangguan volume Kriteria Hasil: jantung irama jantung yang
sekuncup 1. Tanda Vital dalam terjadi
Kelainan jantung rentang normal (Tekanan 3. Catat adanya tanda dan 3. Antisipasi terhadap
(hipertrofi) darah, Nadi, respirasi) gejala penurunan penurunan cardiac
2. Dapat mentoleransi cardiac output output
aktivitas, tidak ada 4. Monitor status 4. Mengetahui
kelelahan kardiovaskuler perkembangan status

14
3. Tidak ada edema paru, kardiovaskuler pasien
perifer, dan tidak ada 5. Monitor status 5. Otot bantu nafas
asites pernafasan yang sebagai indicator
4. Tidak ada penurunan menandakan gagal kurangnya suplai
kesadaran jantung oksigen
6. Monitor abdomen 6. Mengetahui
sebagai indicator keseimbangan intake
penurunan perfusi dan output
7. Perubahan tekanan
7. Monitor balance cairan darah menunjukan
terjadi proses
kompensasi dan
8. Monitor adanya elektofisiologi jantung
perubahan tekanan terganggu
darah yang tiba – tiba 8. Mengetahui efek
samping dari obat –
obatan atau medikasi
9. Manajemen energy
9. Monitor respon pasien terhadap pasien
terhadap efek
pengobatan antiaritmia 10.Mengetahui toleransi
10. Atur periode latihan pasien terhadap ADL
dan istirahat untuk 11.Untuk mengetahui
menghindari tindakan apa yang
kelelahan dilakukan terhadap
11. Monitor toleransi pasien berdasarkan
aktivitas pasien manajemen energy
12. Monitor adanya yang akan diberikan
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu 12.Meningkatnya stress
pada pasien dapat
mengakibatkan
peningkatan kerja
jantung.

15
13. Anjurkan untuk
menurunkan stress 1. Mengetahui TTV
pasien
2. Mengetahui perubahan
TD pasien
Vital Sign Monitoring 3. Mengetahui perbedaan
1.Monitor TD, nadi, kekuatan TD di antara
suhu, dan RR kedua lengan
2.Catat adanya fluktuasi 4. Mengetahui perubahan
tekanan darah TTV pasien sebelum
3.Auskultasi TD pada dan sesudah
kedua lengan dan melakukan aktivitas
bandingkan 5. Mengetahui, kekuatan
4.Monitor TD, nadi, RR, serta irama pada nadi
sebelum, selama, dan 6. Mengetahui perubahan
setelah aktivitas irama dan jantung,
serta mengetahui
5.Monitor kualitas dari apakah ada bunyi
nadi jantung tambahan atau
6.Monitor jumlah dan tidak
irama jantung dan 7. Mengetahui perubahan
monitor bunyi jantung frekuensi dan irama
pernafasasn
8. Ada tidaknya bunyi
yang abnormal di paru
7.Monitor frekuensi dan
irama pernapasan 9. Mengetahui perubahan
suhu pada tubuh
8. Monitor suara paru, 10. Salah satu indikasi
pola pernapasan bahwa tubuh
abnormal kekurangan O2
9. Monitor suhu, warna, 11. Tanda terjadinya
dan kelembaban kulit penyempitan lumen
10. Monitor sianosis di ventrikel sehingga

16
perifer kontraktilitas jantung
menurun
11. Monitor adanya 12. Mengetahui
cushing triad penyebab utama
(tekanan nadi yang TTV berubah
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
12. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

No Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
2. Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas 1. Respiratory Status : Gas Airway Management
b/d kongesti paru, exchange 1. Buka jalan nafas, 1. Agar jalan nafas pasien
hipertensi 2. Respiratory Status : guanakan teknik chin maksimal dalam
pulmonal, ventilation lift atau jaw thrust bila melakukan ventilasi
penurunan perifer 3. Vital Sign Status perlu posisikan pasien
yang untuk memaksimalkan
mengakibatkan Kriteria Hasil : ventilasi
asidosis laktat 1. Mendemonstrasikan
dan penurunan peningkatan ventilasi dan 2. Identifikasi pasien 2. Salah satu cara
curah jantung. oksigenasi yang adekuat perlunya pemasangan mempatenkan jalan
2. Memelihara kebersihan alat jalan nafas buatan nafas
paru paru dan bebas dari 3. Agar lidah tak menutup

17
tanda tanda distress 3. Pasang mayo bila perlu jalan nafas
pernafasan 4. Menjaga kebersihan
3. Mendemonstrasikan batuk 4. Lakukan fisioterapi jalan nafas
efektif dan suara nafas dada jika perlu &
yang bersih, tidak ada keluarkan sekret
sianosis dan dyspneu dengan batuk atau
(mampu mengeluarkan suction 5. Identifikasi apakah ada
sputum, mampu bernafas 5. Auskultasi suara nafas, suara nafa tambahan
dengan mudah, tidak ada catat adanya suara atau tidak
pursed lips) tambahan 6. Memudahkan dalam
4. Tanda tanda vital dalam 6. Lakukan suction pada melakukan suction
rentang normal mayo 7. Tindakan kolaborasi
7. Berikan bronkodilator untuk melebarkan
bia perlu bronkus yang
menyempit
8. Agar membran mukosa
8. Barikan pelembab tidak kering
udara 9. Menjaga keseimbangan
9. Atur intake untuk cairan dalam tubuh
cairan
mengoptimalkan 10.Mengetahui tingkat
keseimbangan. saturasi O2
10.Monitor respirasi dan
status O2 1. Mengetahui pola
Respiratory Monitoring frekuensi pernafasan
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan 2. Mengetahui
usaha respirasi penggunaan otot nafas
2. Catat pergerakan tambahan dalam bernafas
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan 3. Suara nafas seperti

18
intercostal dengkur (snoring)
3. Monitor suara nafas, mengindikasikan bahwa
seperti dengkur terjatuh kebelakang dan
menutupi jalan nafas
4. Mengetahui perubahan
pola frekuensi pernafasan
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne 5. Menegtahui
stokes, biot abnormalitas lokasi
5. Catat lokasi trakea trakea
6. Semakin lelahnya otot
diafragma, maka akan
6. Monitor kelelahan otot tubuh akan semakin
diagfragma ( gerakan kekurangan suplai O2
paradoksis ) 7. Mengetahui ada
tidaknya suara
7. Auskultasi suara nafas, tambahan
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan 8. Suatu tindakan untuk
8. Tentukan kebutuhan mengurangi sekret yang
suction dengan menutupi jalan nafas
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama 9. Mengetahui
9. Auskultasi suara paru perkembangan suara
setelah tindakan untuk paru setelah dilakukan
mengetahui hasilnya tindakan

Acid Base Management 1. Mengetahui jumlah


1. Monitro IV line cairan yang diberikan
2. Memaksimalkan

19
2. Pertahankan jalan ventilasi
nafas paten 3. Mengetahui kadar HB
3. Monitor AGD, tingkat dalam darah
elektrolit 4. Mengetahui
4. Monitor status keabnormaloitas
hemodinamik(CVP, hemodinamik di dalam
MAP, PAP) tubuh (baik cairan
ataupun elektrolit)
5. Antisipasi sebelum
5. Monitor adanya tanda terjadi gagal nafas dan
tanda gagal nafas tindakan yang akan
dilakukan jika terjadi
gagal nafas
6. Mengetahui perubahan
6. Monitor pola respirasi pola frekuensi
pernafasan
7. Salah satu cara untuk
7. Lakukan terapi memaksimalkan
oksigen kebutuhan pasien akan
O2
8. Penurunan kadar O2
8. Monitor status dalam darah dapat
neurologi menyebabkan
penurunan fungsi
neurologi

20
DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. (2011). Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2010.
Semarang: UNDIP
Barbara C long.(2010). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung
Judith. M. Wilkinson, Nancy R. Ahern :Buku saku diagnosa keperawatan : diagnosa.
Intervensi NIC, kriteria hasil NOC.: Ed. 9, Jakarta : EGC, 2012
Junadi, Purnawan. (2012). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas
Indonesia. Jakarta.
Mansjoer, A dkk.(2012). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Udjianti, Wajan J. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

21

Anda mungkin juga menyukai