Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Istilah analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja yang biasa

digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan

sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan

kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya,

serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan itu.1

Kemudian beralih dengan kata ejaan. Maka, menilik teori dari Weda, kata

‘ejaan’ berasal dari bahasa Arab yakni hija’, lalu menjadi ‘eja’ yang mendapat

akhiran –an. Secara umum, ejaan yakni keseluruhan ketentuan yang mengatur

pelambangan bunyi bahasa, termasuk pemisahan dan penggabungannya, dan

dilengkapi dengan penggunaan tanda baca. Sedangkan secara khusus, ejaan dapat

diartikan sebagai pelambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa

huruf demi huruf, serta huruf yang telah disusun menjadi kata, kelompok kata

atau kalimat. 2

Indonesia mengalami perubahan pedoman ejaan di setiap masanya, dari

Ejaan van Ophuijsen hingga Ejaan PUEBI yang berlaku saat ini. Ejaan PUEBI

dicetuskan pada tahun 2016 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

1
Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa
(Bandung: Angkasa, 2011), 60-61.
2
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia (Yogyakarta:
Episentrum Books, 2018), 4-5.
2

serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang kepanjangan dari Pedoman

Umum Ejaan Bahasa Indonesia ini untuk menggantikan PUEYD edisi ketiga. Hal

tersebut berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yakni, Dr.

Anies Baswedan.3

Buku teks seringkali disebut dengan buku pelajaran, dan dalam bahasa

literatur asing sering diistilahkan textbook. Menilik pendapat dari Chambliss dan

Calfee yang dikutip oleh Maman bahwa definisi dari buku teks adalah alat bantu

siswa untuk memahami dunia, belajar dari hal-hal yang dibaca, serta mengubah

otak peserta didik. Kemudian jika berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan bahwasanya buku teks adalah buku

yang menjadi acuan wajib di sekolah lalu berisi materi pembelajaran yang

bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, budi pekerti dan

kepribadian, kepekaan dan kemampuan estetis, kemampuan penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi, potensi fisik dan kesehatan yang disusun sesuai

standar nasional pendidikan.4

Dapat ditarik kesimpulan dari dua definisi di atas bahwasanya buku teks

adalah buku acuan yang djadikan pegangan bagi peserta didik pada jenjang

3
Yerry Mijianti,’’Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia,’’ Universitas Muhammadiyah
Jember 03, 1 (Februari, 2018):124.
4
Maman Suryaman, “Dimensi-Dimensi Kontekstual di dalam Penulisan Buku Teks Pelajaran
Bahasa Indonesia,” Diksi 13, 2 (Juli, 2006):166.
3

tertentu, yang disusun oleh pakar dalam bidangnya masing-masing, disertai akan

sarana pembelajaran guna mempermudah peserta didik.

Jika berbicara perihal kedudukan buku teks, maka sangat berperan

penting bagi pendidik dan peserta didik. Karena tingkat kepentingan itulah buku

teks layak dijadikan sumber untuk memperoleh pengalaman, sebagai simpanan

pengetahuan tentang berbagai segi kehidupan, menjadi bahan pertimbangan

perihal tingkat kepemilikan peserta didik akan buku teks berkolerasi positif serta

bermakna dengan prestasi belajar.5

Mengacu dari pendapat Prastowo yang dikutip oleh Wulandayani di

dalam jurnal Basastra, bahan ajar merupakan salah satu penentu keberhasilan

dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan ajar yang memadai mustahil untuk

mencapai target pembelajaran yang maksimal. Apalagi hal tersebut diperkuat

dari pendapat Sitepu bahwasanya tidak ada negara satu pun di dunia ini

meninggalkan buku sebagai bahan media pembelajaran.6

Buku terbitan Kemdikbud adalah salah satu buku acuan wajib yang

digunakan di sekolah-sekolah semenjak kurikulum 2013 diberlakukan dan juga

merupakan buku teks berstandar yang disusun oleh tim dengan keahlian khusus

sesuai bidangnya masing-masing sehingga memenuhi syarat kelayakan

5
Ibid., 167.
6
Wulandayani Ngujer Basuki, Ani Rakhmawati, Sri Hastuti, “Analisis Isi Buku Ajar Bahasa
Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/ Mts Kelas VIII,” Basastra: Jurnal Penelitian
Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarnya 03, 2 (April, 2015): 2.
4

penggunaan bagi peserta didik. Sedangkan buku teks terbitan lain, hanya sebagai

penunjang buku utama saja.

Karena buku teks bahasa Indonesia juga berkaitan erat dengan ejaan salah

satunya, maka mengutip pendapat Atrianing bahwa kesalahan ejaan merupakan

salah satu jenis kesalahan berbahasa dalam berbentuk bahasa tulis, maka hal

tersebut sangat menentukan kualitas sebuah tulisan. Jadi, jika suatu tulisan boleh

dikatakan sempurna dari segi isi, namun belum tentu dapat dikatakan baik, jika

terdapat banyak kesalahan ejaan serta tanpa memperhatikan ejaan yang benar, isi

tulisan tidak dapat disampaikan kepada pembaca secara jelas dan tepat.7

Hal tersebut juga diperkuat oleh Putrayasa bahwa kesalahan ejaan terlihat

sederhana. Karena kesederhanaannya, seringkali orang melalaikannya. Padahal

untuk menuliskan bahasa tulis baku perlu pemahaman rambu-rambu pedoman

PUEBI, kamus, dan tata bahasa. Ketepatan penggunaan pedoman ejaan bisa

dijadikan ukuran sejauh mana seseorang akan melek bahasanya.8 Bahkan

menurut Didah, kualitas aktivitas intelektual seseorang ditentukan oleh tingkat

penguasaan bahasa yang dimilikinya.9 Selain itu, buku teks merupakan acuan

7
Atrianing Yessi Wjayanti, “Analisis Kesalahan Penggunaan Ejaan pada Skripsi Mahasiswa
Program Studi di Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI Undaris,” Media Penelitian
Pendidikan 10, 2 (2016): 186.
8
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika) (Bandung: PT Refika
Aditama, 2007), 21.
9
Didah Nurhamidah,”Analisis Kesalahan Ejaan pada Karangan Mahasiswa Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,” Pena Literasi Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Jember 01, 2 (Oktober 2018): 92- 93.
5

atau pedoman peserta didik dan dianggap guru kedua dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, apapun yang tertulis di buku teks akan dianggap benar,

termasuk penulisan ejaan dalam buku teks tersebut. Dengan kata lain, jika tidak

melakukan penganalisisan sebelum proses pembelajaran berlangsung, peserta

didik dikhawatirkan akan mengalami kesalahan secara sistematis.

Namun, kesalahan berbahasa bukanlah hal yang selalu dinilai negatif.

Untuk kalangan pengajar dan peneliti bahasa, kesalahan dapat membantu

langkah, prosedur, dan strategi dalam mengajarkan bahasa. Sedangkan untuk

pembelajar, kesalahan dapat dijadikan sebagai tolok ukur dan alat untuk

meningkatkan kompetensi bahasanya, dan bagi penulis buku teks pembelajaran

bahasa utamanya, agar menjadi sebuah peringatan supaya lebih berhati-hati

dalam penulisan ejaan dalam materi buku bahasa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti dapat merumuskan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk kesalahan pemakaian huruf pada buku teks bahasa

Indonesia terbitan Kemdikbud kelas VII SMP/ MTs?

2. Bagaimana bentuk kesalahan penulisan kata pada buku teks bahasa

Indonesia terbitan Kemdikbud kelas VII SMP/ MTs?

3. Bagaimana bentuk kesalahan penulisan tanda baca pada buku teks bahasa

Indonesia terbitan Kemdikbud kelas VII SMP/ MTs?


6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti dapat menjabarkan tujuan

penelitian sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk kesalahan pemakaian huruf pada buku teks bahasa

Indonesia terbitan Kemdikbud kelas VII SMP/ MTs.

2. Mendeskripsikan bentuk kesalahan penulisan kata pada buku teks bahasa

Indonesia terbitan Kemdikbud kelas VII SMP/ MTs.

3. Mendeskripsikan bentuk kesalahan penulisan tanda baca pada buku teks

bahasa Indonesia terbitan Kemdikbud kelas VII SMP/ MTs.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan secara teoretis

Bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan

ilmu pengetahuan, sebagai refrensi rujukan dalam bidang ejaan.

2. Kegunaan secara praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pihak

penulis buku teks untuk lebih berhati-hati

b. Guru agar lebih berhati-hati dan cermat dalam setiap penulisan dalam

buku teks

E. Definisi Istilah

Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman serta presepsi dari pembaca,

maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah pokok yang ada dan kata kunci

dalam memahami penelitian ini. Istilah-istilah tersebut sebagai berikut:


7

1. Analisis Kesalahan

Istilah analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja yang biasa

digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan

sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan

kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya,

serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan itu.

2. Ejaan

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi

ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan

penggabungan dalam suatu bahasa).

3. Buku teks

Buku teks atau buku pelajaran adalah alat bantu siswa memahami dan

belajar dari hal-hal yang dibaca.

4. Kemdikbud

Kemdikbud akronim dari Kementerian Pendidikan dan Budaya

Jadi, analisis kesalahan ejaan pada buku teks bahasa Indonesia terbitan

Kemendikbud kelas VII SMP adalah mencari atau meninjau ulang kesalahan-

kesalahan ejaan di dalam buku teks bahasa Indonesia terbitan Kemendikbud

kelas VII SMP.

F. Kajian Penelitian Terdahulu


8

Untuk tolok ukur dalam penelitian ini akan dicantumkan hasil penelitian

terdahulu untuk lebih memperkuat penelusuran data yang pernah penulis baca

serta menghindari dari kesamaan dalam pembahasan terhadap tugas akhir yang

pernah diteliti sebelumnya, dan sebagai bahan pertimbangan terhadap judul yang

akan dibahas nantinya. Dari penelusuran penulis terhadap studi karya-karya

ilmiah yang berhubungan dengan judul Analisis Kesalahan Ejaan pada Buku

Teks Bahasa Indonesia Terbitan Kemdikbud Kelas VII. Penulis menekan

beberapa tema yang sedikit mirip dengan tema yang penulis teliti diantaranya

adalah:

Amsari, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, melakukan penelitian tanda mengenai ‘’Kesalahan Penggunaan Tanda

Baca dalam Paragraf Deskripsi pada Siswa Bimbingan Belajar Tingkat SMP

Ganesha Operation Cengkareng, Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2015/ 2016.”10

Hasil penelitiannya masih banyak terjadi kesalahan tanda baca pada paragraf

deskripsi yang dibuat oleh peserta didik. Sehingga dibutuhkan metode yang dapat

meningkatkan pengetahuan siswa tentang menulis tanda baca yang sesuai dengan

kaidah ejaan.. Jadi dibutuhkan perhatian dan motivasi dari guru untuk

10
Amsari, ‘’Kesalahan Penggunaan Tanda Baca dalam Paragraf Deskripsi pada Siswa Bimbingan
Belajar Tingkat SMP Ganesha Operation Cengkareng, Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2015/
2016’’ EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) pada Buku Teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan
Akademik Kelas X Kurikulum 2013’’(Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2017), 77.
9

meningkatkan pemahaman dan kemampuan tentang tanda baca yang dimiliki

peserta didik. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Amsari, yakni

menganalisis tanda baca. Dimana tanda baca termasuk komponen dari ejaan

PUEBI. Penelitian penulis berbeda dengan penelitian Amsari yang fokus meneliti

penggunaan tanda baca dalam paragraf deskripsi yang ditulis oleh peserta didik.

Sedangkan penelitian penulis fokus meneliti PUEBI pada buku teks yang

digunakan di sekolah.

Retno Kurniasari Widianingsih, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, melakukan

penelitian mengenai ‘’Analisis Kesalahan Ejaan pada Buku Teks Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia untuk Kelas VI Sekolah Dasar Terbitan Yudhistira dan

Erlangga’’.11 Hasil penelitiannya dimana masih banyak terjadi kesalahan dalam

kedua buku tersebut, sehingga dibutuhkan ketelitian yang lebih untuk setiap buku

yang akan terbit. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian milik Retno

Kurniasari Widianingsih, yaitu sama-sama menganalisis kesalahan ejaan.

Penelitian penulis berbeda dengan penelitian Retno Kurniasari Widianingsih

yang fokus meneliti ejaan pada buku teks SD terbitan Yudhistira dan Erlangga,

11
Ibid., 77.
10

sedangkan penulis fokus meneliti PUEBI pada buku teks kelas VII SMP/ Mts

terbitan Kemdikbud.12

G. Kajian Pustaka

1. Analisis Kesalahan Berbahasa

a. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Ada beberapa ahli memberikan batasan, antara lain Hastuti, sebagaimana

yang dikutip oleh Muammar, mengistilahkan analisis adalah penyelidikan yang

bertujuan menemukan inti permasalahan, lalu dikupas dari berbagai aspek,

dikritik, dikomentari, kemudian disimpulkan.13 Selanjutnya menurut Kamus

Lengkap Bahasa Indonesia Desy Anwar, analisis adalah suatu penyelidikan

terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk

mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya), dan

sebagainya).14 Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis yaitu penyelidikan

terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) yang bertujuan

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk

perkaranya), serta menemukan inti permasalahan, kemudian dikupas dari

berbagai segi, dikritik, dikomentari, lalu disimpulkan.

12
Retno Kurniasari Widianingsih, ‘’Analisis Kesalahan Ejaan pada Buku Teks Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia untuk Kelas VI Sekolah Dasar Terbitan Yudhistira dan Erlangga’’ (Skripsi,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), 60.
13
Muammar Reza Qhadafi, “Analisis Kesalahan Ejaan yang Disempurnakan dalam Teks
Negoisasi Siswa SMA Negeri 3 Palu,” Jurnal Bahasa dan Sastra 03, 4 (2018): 2.
14
Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru (Surabaya: Amelia Surabaya,
2003), 40.
11

Kemudian Hastuti kembali mengemukakan bahwa kesalahan merupakan

antonim benar, jadi lebih condong ke arah tidak menurut aturan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Kesalahan tersebut dapat disebabkan oleh ketidaktahuan

atau kekhilafan seseorang jika dikaitkan dengan pemakaian kata.15 Selanjutnya,

merujuk kepada kamus bahasa Indonesia, kata kesalahan berasal dari kata salah

dan diartikan sebagai kekeliruan; kealpaan.16 Dapat ditarik kesimpulan bahwa

kesalahan jika dikaitkan dengan penggunaan bahasa yakni, penyimpangan

terhadap kaidah bahasa.

Pernyataan Henry Guntur dan Djago Tarigan, definisi analisis kesalahan

adalah prosedur kerja yang biasa digunakan peneliti dan guru bahasa, yang

mencakup pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat

dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan

berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan.17

Kemudian menurut Supriyadi, sebagaimana dikutip oleh Didah mengungkapkan

bahwa, kesalahan berbahasa sebagai salah satu bentuk penyimpangan wujud

bahasa dari sistem atau kebiasaan berbahasa pada umumnya sehingga

menghambat kelancaran komunikasi berbahasa.18 Jadi penyimpangan yang

dimaksud dapat terjadi pada pengucapan, cara penulisan, struktur kata, struktur

15
Muammar Reza Qhadafi, “Analisis Kesalahan Ejaan yang Disempurnakan dalam Teks
Negoisasi Siswa SMA Negeri 3 Palu,” 2.
16
Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, 386.
17
Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, 60-61.
18
Didah Nurhamidah,”Analisis Kesalahan Ejaan pada Karangan Mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,” 93.
12

kalimat, cara pengungkapan baik lisan maupun tulisan yang menyangkut dengan

kebudayaan yang melatarbelakangi bahasa tersebut.

b. Lingkupan Analisis Kesalahan

Mengutip dari pendapat Pateda, bahwasanya baik penulis atau pembicara

pasti setiap harinya menggunakan bahasa, dan jika dikaitkan kegiatan berbahasa

itu dengan empat keterampilan berbahasa, yakni keterampilan menyimak,

berbicara, membaca, dan menulis pasti seseorang mengalami suatu kesalahan

baik yang disengaja maupun tidak. Kesalahan ada dua macam jenis yaitu

kesalahan sistematis dan kesalahan yang tidak sistematis. Jika berbicara tentang

kesalahan sistematis maka dapat dikaitkan dengan kompetensi. Dimana

komptensi yang dimaksud kali ini, adalah kemampuan penulis ataupun

pembicara untuk menghasilkan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa yang

digunakannya. Bahasa yang dimaksud adalah yang berbentuk kata, kalimat, dan

makna yang mendukungnya. Jadi kesalahan yang dianalisis mencangkup tataran

fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Membahas tentang kesalahan

fonologi, maka meliputi kesalahan yang berhubungan dengan pelafalan,

grafemik, pungtuasi dan silabisasi.19

c. Objek Analisis Kesalahan

Menurut Pateda, objek analisis kesalahan lebih condong pada bahasa

ragam formal. Bahasa ragam formal yang dimaksudkan, misalnya bahasa yang

19
Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan (Flores: Nusa Indah, 1989), 34.
13

digunakan untuk berceramah, berpidato, dalam forum diskusi, seminar,

konferensi, kongres, musyawarah, muktamar, berkhotbah, dan bahkan dalam

proses belajar mengajar.20

d. Faktor-Faktor Kesalahan Ketatabahasaan

Menilik dari penjelasan Utami, yang dikutip oleh Yerry, tentang

kesalahan ketatabahasaan dapat disebabkan karena dua faktor yakni komunikasi

dan tata bahasa. Faktor yang pertama adalah hal-hal penentu dalam kegiatan

berkomunikasi. Kegiatan berkomunikasi yang dilakukan tanpa mengindahkan

faktor penentu dapat membuat kesalahan berbahasa. Faktor kedua adalah tata

bahasa. Kesalahan pemakaian tata bahasa dapat berakibat fatal terhadap bahasa

Indonesia. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Indonesia yang tepat adalah

penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai faktor penentu komunikasi dan benar

dalam penerapan aturan kebahasaan.21

Lain jika mengacu pada teori dari Norrish dan dikutip oleh Pateda, maka

sumber dan penyebab kesalahan yaitu: pemilihan bahan, pengajaran, contoh

bahasa yang digunakan sebagai bahan, serta si terdidik.22

e. Jenis-Jenis Kesalahan

Memang tadi telah disebutkan bahwasanya kesalahan berbahasa yang

sistematis lebih menitikberatkan akan kompetensi seseorang. Namun, tidak

20
Ibid.
21
Yerry Mijianti, ’’Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia,’’115.
22
Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, 67.
14

semuanya dititikberatkan akan kompetensi berbahasa seseorang. Karena

mempelajari bahasa kedua dapat menjadi salah satu penyebab kesalahan

berbahasa seseorang.23 Selain itu, ada kesalahan berbahasa yang diuraikan dari

kenyataan di dalam bahasa Indonesia oleh Pateda, seperti halnya:

a) Kesalahan Acuan

Menurut teori Corder yang dikutip oleh Pateda, kesalahan acuan atau

referential errors diistilahkan: “…where the speaker uses a term with the

intention of referring to some feature of the world to which it is conventionally

inapplicable.”

Memahami kutipan di atas, bahwasanya dalam kehidupan sehari-hari

sering terjadi apa yang dibayangkan, ditunjuk, dibawa, diambil, tidak sesuai

dengan acuan yang dimaksud oleh pembicara. Contohnya kita menyuruh

seseorang, ‘’Bawalah kursi kuliah”, kemudian yang dibawa hanya kursi biasa.24

b) Kesalahan Register

Menurut Mackey yang dikutip oleh Pateda, definisi dari kesalahan

register yaitu, “register is a term employed by some linguist to indicate the uses

to which a language is put occupational, emotive, informative.”

Jika ditarik kesimpulan dari kutipan di atas bahwasanya istilah kesalahan

register adalah kesalahan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan seseorang.

Dalam bahasa Indonesia kata operasi dalam bidang kesehatan maka bermakna

23
Ibid., 38.
24
Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, 39.
15

sebagai usaha menyelamatkan nyawa seseorang dengan jalan membedah bagian

tubuh yang bermasalah. Sedangkan jika kata operasi mengacu terhadap bidang

pemerintahan, maka bermakna pemungutan pajak, penertiban keamanan.25

c) Kesalahan Sosial

Menurut teori Corder yang dikutip oleh Pateda, istilah kesalahan sosial

yaitu, “sosial errors, where he selects forms which are inappropriate to his social

relations with his hearer…”

Semisal, jika peserta didik berkata kepada guru, “Pak, kemarin aku

mendapat hadiah baju dari ibu”, penggunaan kata aku tidak tepat jika dilihat dari

sudut pandang status sosial. Karena kata aku tidak digunakan terhadap seseorang

yang status sosialnya lebih rendah (pembicara) daripada yang diajak berbicara.
26

d) Kesalahan Tekstual

Corder dalam teorinya yang dikutip oleh Pateda, kesalahan tekstual

diistilahkan ‘’when the speaker does not select the structurally correct form to

show the intended relation between two sentence in a discource.”

Kesalahan tekstual mengarah pada jenis kesalahan yang disebabkan oleh

tafsiran yang keliru terhadap kalimat atau wacana yang didengar atau yang

dibaca.

25
Ibid., 40.
26
Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, 41.
16

Contoh kalimatnya, “Anak dokter Ahmad Ali sakit,’’ menunjukkan berbagai

kemungkinan tafsiran. Bisa jadi ditafsirkan ada dua, tiga dan bahkan 4 orang

yang sakit sesuai penafsiran masing-masing orang terhadap kalimat tersebut.27

e) Kesalahan Guru

Salah satu teori dari jenis-jenis kesalahan yang diungkapkan oleh Pateda,

yakni kesalahan guru. Kesalahan ini sebenarnya berkaitan erat dengan metode

pengajaran bahasa seorang guru di dalam kelas. Dimana metode atau bahan yang

diajarkan salah. Salah satu contohnya adalah ketika guru memberikan pengajaran

materi tentang sisipan –el yang dapat dilekatkan pada beberapa kata yang

dikiranya memungkinkan. Seperti halnya gelas yang dijelaskan oleh seorang

guru berasal dari kata gas jika disisipkan dengan –el maka menjadi gelas. Padahal

kata gas dan gelas tidak ada kaitannya sama sekali. Kemudian peserta didik

menerima penjelasan guru tersebut tanpa mengoreksi kembali. Maka kesalahan

tersebut akan terus tertanam diakibatkan oleh kesalahan penansferan ilmu sisipan

tersebut.28

2. Ejaan

a. Pengertian Ejaan

Menilik teori dari Weda, kata ‘ejaan’ berasal dari bahasa Arab yakni

hija’, lalu menjadi ‘eja’ yang mendapat akhiran –an. Secara umum, ejaan yakni

keseluruhan ketentuan yang mengatur pelambangan bunyi bahasa, termasuk

27
Ibid., 42.
28
Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, 46-47.
17

pemisahan dan penggabungannya, dan dilengkapi dengan penggunaan tanda

baca. Sedangkan secara khusus, ejaan dapat diartikan sebagai pelambangan

bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf, serta huruf yang

telah disusun menjadi kata, kelompok kata atau kalimat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya ejaan adalah keseluruhan

aturan, tata cara, kaidah, pedoman untuk menulis suatu bahasa, baik yang

meliputi lambang bunyi, penulisan kata, penulisan kalimat, serta penggunaan

tanda baca, yang wajib dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan serta

keseragaman bentuk, terutama bahasa tulis.29

b. Fungsi EBI

Ejaan bahasa Indonesia atau yang seringkali disingkat EBI adalah ejaan

bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 2015 untuk menggantikan Ejaan

Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Menurut Weda fungsi penggunaan ejaan

dalam penulisan karya ilmiah maupun naskah-naskah resmi lainnya antara lain:

1. Sebagai landasan pembakuan tata bahasa, 2. Sebagai landasan pembakuan

kosakata dan peristilahan, serta sebagai alat penyaring masuknya unsur-unsur

bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia, 3. Berfungsi untuk membantu

pemahaman pembaca dalam mencerna informasi yang disampaikan secara

tertulis. Dengan diterapkannya EBI, maka dapat tercapai beberapa hal berikut: 1.

Mengatasi kesimpangsiuran ejaan bahasa Indonesia, 2. Dengan adanya ejaan

29
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia , 5-6.
18

yang baku, berarti bahasa Indonesia memiliki ejaan sistematis dan bisa dijadikan

ukuran tata bahasa maupun tata istilah, 3. Bahasa Indonesia akan menjadi sarana

komunikasi efektif antar suku, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara

kepulauan, menjadi bahasa ilmu pengetahuan, sehingga dapat berperan penting

di dunia pendidikan Indonesia khususnya.30

c. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia

1) Ejaan van Ophuijsen

Merujuk dari teori Weda perihal asal usul Ejaan van Ophuijsen. Pada

tahun 1900 sebelum ejaan tersebut dicetuskan, daerah Melayu beserta daerah

yang memakai bahasa Melayu menggunakan aksara Arab-Melayu. Namun,

sebagai akibat dari penjajahan orang barat di tanah Melayu. Maka CV. A van

Ophujsen, yang merupakan seorang ahli bahasa dari Belanda mendapatkan titah

untuk merancang ejaan yang dapat dipakai dalam bahasa Melayu. Jika hal

tersebut tidak segera dirancang, maka dikhawatirkan sekolah-sekolah tersebut

yang akan segera bertindak menyusun ejaan dengan metode yang tidak terpimpin

sehingga nantinya muncul kekacauan dalam ejaan tersebut. Ejaan van Ophuijsen

disebut juga dengan Ejaan Balai Pustaka yang diterbitkan dalam sebuah buku

yang berjudul Kitab Logat Melajoe.31

2) Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)

30
Ibid., 5.
31
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia, 6.
19

Mengacu pendapat Yerry bahwa Ejaan Republik ini disusun lebih

sederhana agar mudah digunakan oleh penutur bahasa Melayu serta untuk

mengurangi pengaruh dominasi ejaan Belanda yang diwakili dalam Ejaan van

Ophuijsen. Ejaan Republik ini juga disebut dengan Ejaan Soewandi dikarenakan

yang mencanangkan dan meresmikan ejaan ini tidaklah lain yakni Mr. Soewandi

yang merupakan seorang ahli hukum dan notaris pertama bumiputera yang

menjabat menteri dalam kabinet Sjahrir I,II, dan III. Istilah Ejaan Republik

sekedar nama resminya saja.32

3) Ejaan Pembaharuan

Menilik kembali dari pendapat Weda bahwa Ejaan Pembaharuan ini

dibentuk pada tanggal 19 Juli 1956 kemudian dilanjutkan kembali pada tahun

1957. Ejaan ini berawal dari polemik yang terjadi pada Kongres Bahasa

Indonesia ke-2 di Medan tahun 1954, yang diprakarsai oleh Yamin serta selaku

Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Pembentukan ejaan ini

sebagai bentuk rasa prihatin akan kondisi bahasa Indonesia yang saat itu masih

belum mapan.

Ejaan ini digarap oleh dua orang, yakni diawali oleh Profesor Prijono,

kemudian dilanjutkan oleh E. Katoppo. Karena kebetulan di saat itu, Profesor

Prijono diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan

tidak sempat melanjutkan untuk mengemban amanah awal. Maka daripada itu,

32
Yerry Mijianti, ’’Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia,’’119.
20

ejaan ini juga disebut dengan Ejaan Prijono Katoppo. Ejaan ini dibentuk pada

tanggal 19 Juli 1956 dan dilanjutkan pada tahun 1957.33

4) Ejaan Melindo

Mengutip pendapat Weda perihal sejarah Ejaan Melindo, bahwa pada

tahun 1954 di Medan diadakan Kongres Bahasa dan juga dihadiri oleh delegasi

Malaysia. Karena kebetulan dua negara ini juga penutur bahasa Melayu,

kemudian kedua negara ini membuat kesepakatan untuk merumuskan sebuah

ejaan yang bertujuan untuk menyeragamkan ejaan. Jika dari kubu negara

Indonesia diwakili oleh Slamet Muljana sedangkan delegasi dari Persekutuan

Tanah Melayu (Malaysia) yaitu Syeh Nasir bin Ismail yang tergabung dalam

Panitia Kerja Sama Bahasa Melayu-Bahasa Indonesia. Namun sayang, Ejaan

Melindo gagal diresmikan karena kedua belah pihak mengalami ketegangan

politik.34

5) Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan)

Merujuk kembali pendapat dari Weda tentang sejarah Ejaan Baru atau

lebih dikenal dengan Ejaan LBK. Ejaan ini merupakan kelanjutan dari rintisan

panitia Ejaan Melindo, yakni Indonesia kembali menjalin kerjasama dengan

Malaysia. Jika dari Indonesia istilah panitia perumusan ejaan ini dinamakan

panitia Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan), yang sekarang berganti

nama menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sedangkan dari

33
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia, 7.
34
Ibid., 8.
21

Negara Malaysia pembentukan ejaan ini ditangani oleh panitia Ejaan Bahasa

Baru. Pada tanggal 23 Mei 1972, akhirnya kedua negara ini menandatangani

pernyataan untuk menerapkan ejaan yang dirumuskan oleh panitia dari kedua

negara yang telah disepakati.35

6) Ejaan yang Disempurnakan

Mengacu pada teori Yerry di dalam jurnal Universitas Muhammadiyah

Jember, bahwa EYD yang merupakan singkatan dari Ejaan yang Disempurnakan,

telah mengalami beberapa perubahan dari masa ke masa, yaitu dari tahun 1972,

1988, 2009. Ejaan 1972 merupakan konsep yang diperkenalkan oleh Lembaga

Bahasa dan Kesastraan, serta hasil cikal bakal dari Ejaan Baru atau Ejaan LBK.

Kemudian, agar EYD dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat,

maka dikeluarkanlah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan (PUEYD) oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tuntutan perkembangan zaman merupakan salah satu faktor lahirnya PUEYD

edisi II pada tahun 1988. Agar masyarakat semakin mahir berbahasa Indonesia

dengan baik dan benar, maka PUEYD edisi ketiga dicetuskan pada tahun 2009.36

7) PUEBI

Pada tahun 2016, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa serta

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akhirnya menghasilkan PUEBI yang

kepanjangan dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ini untuk

35
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia, 8.
36
Yerry Mijianti, ’’Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia,’’121-124.
22

menggantikan PUEYD edisi ketiga. Hal tersebut berdasarkan keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan yakni, Dr. Anies Baswedan.37

d. Ciri Khusus dari Ejaan van Ophuijsen hingga PUEBI

1) Ejaan van Ophuijsen

Menurut Erikha, yang dikutip oleh Yerry bahwa ada enam ciri khusus dari

Ejaan van Ophuijsen, yakni: 1. Untuk membedakan antara huruf i dan huruf ї

sebagai akhiran yang disuarakan tersendiri seperti diftong, contonya: mulaї dan

ramaї, dan untuk menulis huruf y, misal Soerabaїa. 2. Huruf j untuk menuliskan

kata-kata yang dieja huruf y, contohnya wajang, jang, saja. 3. Huruf oe untuk

menuliskan kata-kata yang dieja huruf u, misalnya akoe, doeloe, repoeblik. 4.

Huruf ch yang dieja kh seperti achir, chusus, machloe’. 5. Huruf tj dieja menjadi

huruf c seperti Tjikini, tcara, pertjaya. 6. Tanda diakritis, seperti koma ain dan

tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, jum’at, ta’, dan pa’.38

2) Ejaan Republik

Menukil teori Erikha yang dikutip oleh Yerry bahwasanya Ejaan Republik

memiliki lima ciri khusus, yakni: 1. Penghapusan tanda diakritis schwa atau

e‘pepet’ (ẻ) menjadi e sehingga tidak ada lagi ada tulisan kẻnari dan kẻluarga,

tetapi keluarga dan kehadiran. 2. Kata ulang ditulis dengan angka 2 seperti pada

anak2, ber-dua2-an, ke-laki2-an. 3. Awalan di- dan kata depan di keduanya

ditulis serangkai dengan kata yang menyertainya, contoh: dijalan, diluar, dijual,

37
Ibid.
38
Yerry Mijianti, ’’Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia,’’ 119.
23

diminum. 4. Bunyi hamzah (‘) ditulis dengan k sehingga tidak ada lagi kata ra’yat

dan ta’ tetapi menjadi rakyat dan tak. 5. Huruf oe disederhanakan menjadi u

misalnya dulu, aku, republik.39

3) Ejaan Pembaharuan

Mengacu pada teori Admin yang dikutip kembali oleh Yerry bahwasanya

Ejaan Pembaharuan memiliki empat ciri khusus, yaitu: 1. Gabungan konsonan nj

diubah menjadi ń. Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan dari gabungan

konsonan nj menjadi satu huruf ń. Misalnya, menjanji menjadi meńańi. 2.

Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ Perubahan penulisan gabungan huruf

konsonan dari gabungan konsonan ng menjadi satu huruf ŋ. Contohnya,

mengalah menjadi meŋalah. 3. Gabungan konsonan sj menjadi š. Perubahan

penulisan gabungan huruf konsonan dari gabungan konsonan sj menjadi satu

huruf š. Misalnya, sjarat menjadi šarat. 4. Gabungan vokal ai, au, dan oi, menjadi

ay, aw, dan oy. Perubahan penulisan gabungan huruf vokal (diftong) dari

gabungan vokal ai, au, dan oi menjadi ay, aw, dan oy. Misalnya, balai, engkau,

dan amboi menjadi balay, engkaw, dan amboy.40

4) Ejaan Melindo

Ejaan Melindo dapat dikenali dengan enam ciri yang dikutip dari pendapat

Erikha dan Admin yang dikutip oleh Yerry di dalam jurnal Universitas

Muhammadiyah Jember, yaitu: 1. Gabungan konsonan nj pada kata njanji, ditulis

39
Ibid., 120.
40
Yerry Mijianti, ’’Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia,’’120-121.
24

dengan huruf nc, sehingga menjadi huruf yang baru. 2. Kata menyapu akan

ditulis meɳapu. 3. Gabungan sy pada kata syair ditulis menjadi Ŝyair. 4.

Gabungan ng pada kata ngopi ditulis menjadi ɳopi. 5. Diftong oi seperti pada

kata koboi ditulis menjadi koboy. 6. Gabungan konsonan tj pada kata tjara,

diganti dengan cs sehingga ditulis cara.41

5) Ejaan Baru

Menurut Erikha yang dikutip kembali oleh Yerry bahwasanya tidak ada

perbedaan antara ejaan LBK dengan EYD, kecuali pada rincian kaidahkaidah

saja.42

6) Ejaan EYD

Menilik kembali dari pendapat Yerry yang bersumber pada Pustaka Timur,

Ejaan EYD memiliki empat ciri khusus, yakni: 1. Tanda garis miring terdapat

penggunan tambahan, yaitu tanda garis miring ganda untuk membatasi

penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah. 2.

Bentuk kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan menjadi gabungan huruf konsonan. 3.

Huruf diftong oi ditemukan pada posisi tengah dan posisi akhir dalam sebuah

kata, contohnya boikot dan amboi. 4. Penulisan huruf masih tetap mengatur dua

macam huruf, yaitu huruf besar atau huruf kapital dan huruf miring.43

7) PUEBI

41
Ibid., 121.
42
Yerry Mijianti, ’’Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia,’’121.
43
Ibid., 123-124.
25

Menurut penelitian dari Mahmudah yang dikutip oleh Yerry di dalam

jurnalnya, bahwa perbedaan antara PUEYD dengan PUEBI terdapat tujuh

perbedaan secara substansi, yaitu: (a) angka dan bilangan, (b) kata si dan sang,

(c) partikel, (d) singkatan dan akronim, (e) pemakian huruf, (f) kata ganti ku-,

kau-, ku, -mu, dan –nya; (g) kata depan. Kemudian ciri-ciri PUEBI sendiri dalam

penggunaan huruf, maka memiliki lima jenis yang bersumber dari Permendikbud

Nomor 50 tahun 2015 dan dikutip oleh Yerry Mijianti, yaitu: 1. Pada huruf

konsonan terdapat catatan penggunaan huruf q dan x yang lebih rinci, yaitu: (a)

huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan ilmu; (b) huruf x

pada posisi awal kata diucapkan [s]. 2. Pada huruf vokal, untuk pengucapan

(pelafalan) kata

yang benar digunakan diakritik yang lebih rinci, yaitu (a) diakritik (é)

dilafalkan [e] contohnya: anak-anak bermain di teras (téras); (b) diakritik (è)

dilafalkan [Ɛ] misalnya: kami menonton film seri (sèri); (c) diakritik (ê)

dilafalkan [Ə] misalnya: pertandingan itu berakhir seri (sêri). 3. Pada huruf

kapital aturan penggunaan lebih diringkas (pada PUEYD terdapat 16 aturan

sedangkan pada PUEBI terdapat 13 aturan) dengan disertai catatan. 4. Pada huruf

diftong terdapat tambahan yaitu diftong ei misalnya pada akata eigendom, geiser,

dan survei. 5. Pada huruf tebal terdapat pengurangan aturan sehingga hanya dua
26

aturan, yaitu menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan

menegaskan bagian karangan seperti judul buku, bab, atau subbab.44

Terdapat banyak kaidah dalam pemakaian huruf pada PUEBI yang

bersumber dari Permendikbud Nomor 50 tahun 2015 dan dikutip oleh Weda.45

Di bawah ini beberapa kaidah penggunaan huruf kapital, yaitu:

a) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada awal kalimat.

Contoh:

- Kakak pergi mendaki bersama lima orang temannya.

b) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung. Contoh:

- Ibu menasihati Adik, "Berdoalah sebelum tidur, Nak!"

- "Ia telah pergi sejak semalam,"kata seorang perempuan tua.

c) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk

julukan.

Contoh:

• Nama orang:

- Pramoedya Ananta Toer adalah penulis buku tetralogi Buru.

- Bilangan Fu merupakan salah satu novel karya Ayu Utami.

• Julukan:

- Rendra, seorang penyair yang dijuluki Burung Merak telah

menuntaskan pentasnya tadi malam.

44
Yerry Mijianti, ’’Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia,’’124.
45
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia, 16.
27

d) Huruf kapital digunakan dalam huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat

yang diikuti nama orang.

Contoh:

- Ratu Elizabeth

- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

e) Huruf kapital digunakan dalam huruf pertama nama jabatan atau nama instansi

yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.46

Contoh:

- Seminar pendidikan dihadiri oleh Menteri Pendidikan Nasional.

- Vera mengikuti lomba menari yang diadakan oleh Pusat

Pengenbangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan Seni dan Budaya Yogyakarta.

f) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap nama agama, kitab suci,

dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan.

Contoh:

- Islam

- Alkitab

- Allah

- Hanya Dia yang mampu menunjukkan jalan terbaik bagiku.

- Kasih sayang-Nya selalu merengkuhku dalam kedamaian.

46
Ibid., 17.
28

g) Huruf kapital digunakan sebagai nama gelar kehormatan, keturunan, dan

keagamaan yang diikuti nama orang.47

Contoh:

- Kanjeng Ratu Hemas

- Haji Agus Salim

- Nabi Adam

- Insinyur Soekarno

h) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,

keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang

digunakan sebagai sapaan.

Contoh:

- Selamat malam, Dokter.

- Semoga selamat, Sultan.

- Selamat datang, Yang Mulia.

- Permisi sebentar, Kiai.

i) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama singkatan nama orang yang

digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.

Contoh:

- Newton :N

- Pascal second : pas

47
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia, 18.
29

- Joule per Kelvin : J/K atau JK -1

j) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama singkatan nama bangsa, suku

bangsa, dan bahasa.

Contoh:

- suku Dayak

- bahasa Jawa

- bangsa Indonesia

k) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan

hari raya.

Contoh:

- tahun baru Masehi

- hari Rabu

- Idul Fitri

- Natal

- bulan Ramadan

l) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah.

Contoh:

- Perang Padri

- Konferensi Meja Bundar

- Sumpah Pemuda
30

m) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama geografi yang

diikuti nama diri geografi.48

Contoh:

- Pulau Flores

- Gunung Semeru

- Selat Bali

- Sungai Nil

n) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama diri geografi.

Contoh:

- Yogyakarta

- Asia Tenggara

o) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama diri atau nama geografi

jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya.

Contoh:

- tari Jaipong

- sastra Melayu

- batik Pekalongan

p) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi

negara, lembaga resmi, kecuali kata tugas seperti dan, oleh, atau, dan untuk.

Contoh:

48
Ibid., 19.
31

- Republik Indonesia

- Komisi Pemberantasan Korupsi

q) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang

sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan,

badan, dokumen resmi, dan judul karangan.49

Contoh:

- Perserikatan Bangsa-Bangsa

- Undang-Undang Dasar

r) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama semua kata (termasuk kata

ulang sempurna) dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah.

Contoh:

- Novel Centhini milikku masih dipinjam teman sekelas.

s) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan gelar, pangkat,

atau sapaan.

Contoh:

- Dr. : doktor

- S.S. : sarjana sastra

- S.Sn. : sarjana seni

- Prof. : profesor

- Ny. : nyonya

49
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia, 20.
32

- M.Hum. : magister humaniora

- M.A. : magister of art

- Nn. : nona

t) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan

kekerabatan, yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan, seperti bapak,

ibu, saudara, kakak, adik, dan paman.

Contoh:

- Saya setuju jika Saudara tinggal disini malam ini.

- Kapan Ibu pulang dari Bandung?

- Paman dan Bibi akan datang besok pagi.

u) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama kata Anda.

Contoh:

- Anda ingin diantar kemana, Nyonya Elisa?

v) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,

keturunan, dan keagamaan, yang tidak diikuti nama orang. Contoh:

- Ayah saya baru saja diangkat menjadi direktur.

- Dia mengirim surat kepada presiden beberapa waktu lalu.

x) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat

yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.50

Contoh:

50
Ibid., 21.
33

- Para rektor berkumpul di aula.

- Setelah terjadi ledakan bom, lokasi kejadian diamankan oleh

polisi.

Selain pemakaian huruf, ada kaidah dalam menggabungkan kata, yaitu:

a) Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah

khusus, ditulis terpisah.

Contoh:

- mata air

- buah tangan

b) Gabungan kata yang dapat menimbukan salah pengertian ditulis dengan

membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.

Contoh:

- buku-ensiklopedia baru

- anak-cucu pejabat

c) Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai.

Contoh:

- sukacita

- darmabakti

d) Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai.

Contoh:

- menyamaratakan

- dilipatgandakan
34

e) Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat

awalan atau akhiran.

Contoh:

- sebar luaskan

- sama ratakan

PUEBI tidak hanya mencakup akan kaidah penggunaan huruf serta

penggabungan kata, namun juga memiliki kaidah untuk pemenggalan kata.

Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan seperti berikut:

a) Jika di tengah kata terdapat huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya

dilakukan di antara kedua huruf vokal tersebut.51

Contoh:

- ru-am

- bu-as

b) Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal.

Contoh:

- ran-tai

- am-boi

c) Jika di tengah kata dasar terdapat huruf konsonan (termasuk gabungan huruf

konsonan) di antara dua huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf

konsonan itu.

51
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia, 33.
35

Contoh:

- tan-tangan

- la-pak

d) Jika di tengah kata dasar terdapat dua huruf konsonan yang berurutan,

pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan.

Contoh:

- man-di

- makh-luk

e) Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-

masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf

konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.52

Contoh:

- ben-trok

- in-stru-men

f) Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara

bentuk dasar dan imbuhan atau partikel tersebut.

Contoh:

- makan-an

- ber-jalan

52
Ibid., 33-34.
36

g) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan

dilakukan seperti pada kata dasar.

Contoh:

- me-ma-kai

- pe-nga-rang

h) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar.

Contoh:

- te-lun-juk

- ge-mu-ruh

i) Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu

dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-

unsur itu. Tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar.53

Contoh:

- biografi bio-grafi bi-o-gra-fi

- kilogram kilo-gram ki-lo-gram

- pascapanen pasca-panen pas-ca-pa-nen

j) Nama orang, instansi hukum, atau nama diri yang terdiri atas dua unsur atau

lebih pada akhir baris dipenggal di antara unsur-unsurnya.

Contoh:

- Novel Memang Jodoh dikarang oleh Marah Rusli.

53
Weda Sasmita Atmanegara, Pedoman Umum; Ejaan Bahasa Indonesia, 34.
37

- Lagu “Indonesia Raya” digubah oleh Wage Rudolf Supratman.

k) Pemenggalan kata yang menyebabkan munculnya satu huruf di awal atau akhir

baris tidak dilakukan.

Contoh:

- Ia tidak akan mengendarai mobil itu meskipun hujan lebat.

- Seandainya ia tidak mau, pasti ia akan bilang.

l) Singkatan nama diri dan gelar terdiri atas dua huruf atau lebih tidak dipenggal.

Contoh:

- Ayah bekerja sebagai PNS.

- Ia mendapat gelar keluarga R.Ng. Wijaya Kusuma.

Tidaklah cukup jika PUEBI hanya meliputi kaidah penggunaan huruf,

penggabungan kata, serta pemenggalan kata, jika tidak dilengkapi kaidah akan

kata depan. Kata depan seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang

mengikutinya.

Contoh:

- Mereka ada dimana?

- Adik bersembunyi di kolong tempat tidur.

- Pangeran berlari ke tengah hutan untuk mengejar permaisurinya.

- Ia datang dari pulau seberang.

- Vera dan Vira adalah saudara kembar.

- Ayah pulang dari kantor


38

Tidaklah sempurna jikalau kaidah PUEBI hanya meliputi penggabungan kata,

pemenggalan kata, penggunaan huruf serta kata depan, haruslah kaidah partikel

juga menyertainya, yakni:

a) Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Contoh:

- Cobalah ayam panggang buatan Nenek!

- Apakah kamu sedang sibuk?

b) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuinya.

Contoh:

- Apa pun yang kau berikan, akan aku terima.

- Jika pertunjukan ini berakhir tengah malam pun, aku akan

menuntaskannya.

c) Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata

yang mengikutinya.

Contoh:

- Peserta lomba mengambil nomor satu per satu.

- Harga tanah saat ini Rp 1.000.000 per meter.

d) Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai

dengan kata yang mendahuluinya.54

54
Ibid., 37.
39

Contoh:

- Bagaimanapun juga, aku akan tetap duduk di sini menunggumu.

- Sekalipun hal tersebut mustahil, tak ada salahnya jika kita

mencoba terlebih dahulu

e. Buku Teks

1) Pengertian dan Kedudukan Buku Teks

Buku teks seringkali disebut dengan buku pelajaran, dan dalam bahasa

literatur asing sering diistilahkan textbook. Menilik pendapat dari Chambliss dan

Calfee yang dikutip oleh Maman Suryaman bahwa definisi dari buku teks adalah

alat bantu siswa untuk memahami dunia, belajar dari hal-hal yang dibaca, serta

mengubah otak peserta didik. Kemudian jika berdasarkan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan bahwasanya buku teks

adalah buku yang menjadi acuan wajib di sekolah lalu berisi materi pembelajaran

yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, budi pekerti dan

kepribadian, kepekaan dan kemampuan estetis, kemampuan penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi, potensi fisik dan kesehatan yang disusun sesuai

standar nasional pendidikan.55

Dapat ditarik kesimpulan dari dua definisi di atas bahwasanya buku teks

adalah buku acuan yang djadikan pegangan bagi peserta didik pada jenjang

55
Maman Suryaman, ‘’Dimensi-Dimensi Kontekstual Di Dalam Penulisan Buku Teks
Pelajaran Bahasa Indonesia,’’166.
40

tertentu, yang disusun oleh pakar dalam bidangnya masing-masing, disertai akan

sarana pembelajaran guna mempermudah peserta didik.

Jika berbicara perihal kedudukan buku teks, maka sangat berperan sangat

penting baik bagi pendidik dan peserta didik. Karena tingkat kepentingan itulah

buku teks layak dijadikan sumber untuk memperoleh pengalaman, sebagai

simpanan pengetahuan tentang berbagai segi kehidupan, menjadi bahan

pertimbangan perihal tingkat kepemilikan peserta didik akan buku teks

berkolerasi positif serta bermakna dengan prestasi belajar.56

Mengacu dari pendapat Prastowo yang dikutip oleh Wulandayani, dkk di

dalam jurnal Basastra, bahan ajar merupakan salah satu penentu keberhasilan

dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan ajar yang memadai mustahil untuk

mencapai target pembelajaran yang maksimal. Apalagi hal tersebut diperkuat

dari pendapat Sitepu bahwasanya tidak ada negara satu pun di dunia ini

meninggalkan buku sebagai bahan media pembelajaran.57

2) Analisis Buku Teks

Menurut pendapat Mahmood dan Iqbal yang dikutip oleh Wulandari,

yaitu: “Textbook evaluation is one of the key responsibilities of CW (Curriculum

Wing). To make the evaluation process more effective, there is a need to identify

agreed upon indicators of a quality textbook.” Jadi dapat disimpulkan bahwa

56
Ibid., 167.
57
Wulandayani Ngujer Basuki, Ani Rakhmawati, Sri Hastuti, ‘’Analisis Isi Buku Ajar Bahasa
Indonesia Wahana Pengetahuan Untuk SMP/ Mts Kelas VIII,’’2.
41

menganalisis buku teks perlu ditetapkan indikator-indikator yang bertujuan

untuk mengetahui kualitas buku teks tersebut.58

Hal ini diperkuat oleh pendapat Sitepu bahwa belum tentu penulis buku

teks mengetahui unsur-unsur yang perlu dan yang harus diperhatikan dalam

kepenulisan. Selain itu, dalam proses penerbitan, editor penerbit juga terkadang

penulis kurang cermat menyunting buku itu dari aspek isi, bahasa, ilustrasi dan

desain dengan sudut pandang buku teks sebagai sumber belajar.59

Ditambah lagi BSNP (Badan Standarisasi Nasional Pendidikan) telah

menetapkan instrumen penilaian buku teks. Bahwa buku teks yang berkualitas

wajib memenuhi empat unsur kelayakan, yaitu kelayakan isi, kelayakan

penyajian, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan kegrafikaan. Kriteria dari

BSNP tersebut dijabarkan dalam bentuk indikator. Hal tersebut bertujuan untuk

memperjelas indikator buku teks yang akan dinilai sehingga siapa saja yang

menilai dapat menerapkannya. Salah satu unsur yang harus diperhatikan adalah

kelayakan isi. Isi menyangkut materi yang ada dalam buku ajar sehingga sangat

wajar apabila unsur kelayakan isi merupakan unsur utama untuk menentukan

kualitas buku. Serta menurut Muslich berpendapat perihal kelayakan isi harus

memiliki indikator, antara lain: (1) kesesuaian uraian materi dengan SK (Standar

Kompetensi) dan KD (Kompetensi Dasar); (2) keakuratan materi; dan (3) materi

pendukung pembelajaran. Indikator-indikator tersebut memiliki butir-butir

58
Ibid., 5.
59
Ibid., 2.
42

penilaian.60 Keakuratan materi pastinya salah satu unsurnya adalah penulisan

yang sesuai dengan kaidah karena hal tersebut termasuk materi yang penting bagi

peserta didik, meskipun terlihat remeh.

f. Kemdikbud

Kemdikbud singkatan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

dimana bagian kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang

menyelenggarakan urusan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,

pendidikan menengah, pendidikan vokasi, pendidikan tinggi, pengelolaan

kebudayaan, penelitian. Kemdikbud itu sendiri berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada presiden. Karena Kemdikbud yang bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan pendidikan, maka secara otomatis juga bertanggung jawab akan

menyusun, menyediakan buku teks bagi peserta didik yang berdasarkan pada

peraturan UU No. 33 Tahun 2017 pasal 36. Bidang Perbukuan Pusat Kurikulum

dan Perbukuan Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang

berwenang sebagai penanggung jawab ketersedian, dan menyusun buku terutama

untuk kurikulum K13.61

60
Ibid., 5-6.
Agita Misriani, ‘’Kualitas Buku Teks Bahas Indonesia Kelas VII Terbitan Kemdikbud
61

Kurikulum 2013 (Tinjauan Atas Aspek Kesesuaian),’’ Estetik 1, no. 1 (Juni 2018): 2.
43

Anda mungkin juga menyukai