Bahasa Indonesia
DISUSUN OLEH:
NIM : 3203121039
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
FEBRUARI 2023
A. Identitas Jurnal
1. Jurnal Utama
Judul Artikel : Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Penulisan Artikel Ilmiah
Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan Bahasa
Penulis : Eti Ramaniyar, Al Ashadi Alimin, Hariyadi
Edisi Terbit : 2019
Volume : Vol. 8, no. 1
ISSN (E) :-
ISSN (P) :-
2. Jurnal Pembanding
Judul Artikel : Analisis Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pendidikan Perguruan
Tinggi
Nama Jurnal : Jurnal Bahasa, Sastra ,Budaya, dan Pengajarannya (Protatis)
Penulis : Rena Fauziah, Fasya Nur Sa'bani
Edisi Terbit : Desember 2022
Volume : Vol. 1, No. 2
ISSN (E) : 2829-727X
ISSN (P) : 2829-5862
1
B. Ringkasan Jurnal Utama
Penggunaan bahasa Indonesia baku memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa
kaidah dan aturan tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Kaidah
pembentukan kata yang memunculkan bentuk perasa dan perumus dengan taat asas harus
dapat menghasilkan bentuk perajin dan perusak, bukan pengrajin danpengrusak.
Keharmoniman yang timbul akibat penerapan kaidah itu bukan alasan yang cukup kuat
untuk menghalalkan penyimpangan itu. Bahasa mana pun tidak dapat luput dari
keharmoniman. Dipihak lain, kemantapan itu tidak kaku, tetapi cukup luwes sehingga
kosa kata dan peristilahan serta mengizinkan perkembangan berjenis ragam yang
diperlukan di dalam kehidupan modern. Ragam baku yang baru, antara lain, dalam
penulisan laporan, karangan ilmiah, undangan, dan percakapan telepon perlu
dikembangkan lebih lanjut. Alwi, dkk (2010: 14-16) menyebutkan bahasa baku
mendukung empat fungsi, tiga diantaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan
yang satu lagi bersifat objektif: (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhassan, (3)
fungsi pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.
Satu diantara penggunaan bahasa indonesia baku adalah ragam ilmiah atau bahasa ilmiah.
Bahasa ilmiah biasanya digunakan untuk karangan ilmiah. Adapun ciri-cirinya menurut
Chaer (2011: 4) yaitu, 1) bersifat lugas. Artinya, apa yang diutarakan, dikatakan saja
secara langsung, apa adanya, tidak berbelit-belit, atau bertele-tele, atau tanpa kalimat yang
berbunga-bunga. 2) Mematuhi kaidah-kaidah grmatika. Artinya, kalimat-kalimat dan
paragraph-paragraf sesuai dengan kaidah- kaidah tata bahasa. 3) Efektivitas kalimat-
kalimatnya terpenuhi. Maksudnya, pesan-pesan yang dikandung kalimat-kalimat itu dapat
diterima pembaca persis seperti yang diinginkan penulis. 4) Kosa kata yang digunakan,
selain kosa kata baku, juga sesuai dengan kaidah pemilihan kata (diksi); dan istilah-istilah
yang digunakan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni. 5) kalimat-kalimtanya bebas
dari ketaksaan (ambiguity). Maksudnya kalimat-kalimatnya, atau paragraf- paragrafnya
tidak menimbulkan tafsir ganda. 6) Bebas dari makna kias dan figura bahasa. Artinya
kata-kata atau kalimat-kalimat yang digunakan harus bermakna lugas. Misalnya kata
buaya dalam ucapan buaya darat adalah bermakna kias; tetapi dalam ucapan buaya yang
ada di darat tidak bermakna kias, melainkan bermakna sebenarnya, yang disebut makna
leksikal. 7) Mematuhi persyaratan penalaran. Maksudnya, secara semantik kalimat-
kalimat bersifat logis dan dapat diterima oleh akal sehat. 8) mematuhi atau menerapkan
2
kaidah-kaidah ejaan yang berlaku. (saat ini adalah Pedoaman Umum Bahasa Indonesia,
disingkat PUEBI). Semua ciri itu harus tampak terjalin pada setiap kalimat, setip paragraf
atau pada karangan ilmiah itu seutuhnya.
Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sebagai dampak kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Penggunaannya pun semakin luas dalam berbagai
ranah pemakaian, baik secara lisan muapun tulis. Oleh karena itu Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia sangat diperlukan sebagai acuan standar penggunaan bahasa Indonesia
terutama dalam pemakaian bahasa tulis, secara baik dan benar. Secara garis besar
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia memuat empat bab pokok bahasan; 1.
Pemakaian huruf, 2. Penulisan kata, 3. Pemakaian tanda baca, 4. Penulisan unsur serapan.
3
mahasiswa sebagai calon sarjana dipersiapkan tidak hanya untuk menjadi konsumen ilmu
pengetahuan, melainkan juga sebagai produsen dalam bidang ilmiah
Mahasiswa Perguruan Tinggi merasa bangga dan tidak malu atau gengsi pada saat
menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari jumlah responden yang terdiri dari 20
pada butir pertanyaan 1 dan 17 pada butir pertanyaan 4 yang memiliki pernyataan positif
terhadap bahasa Indonesia. Berkaitan dengan ini, dapat dikatakan bahwa mahasiswa
Perguruan Tinggi memiliki sikap positif yang lebih tinggi pada aspek kebanggaan. Sikap
negatif pada aspek kebanggaan adalah ketika seseorang atau sekelompok orang sebagai
anggota masyarakat tidak lagi mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya dan
mengalihkan kepada bahasa yang bukan miliknya Garvin and Mathiot (dalam chaer, 2010:
152). Pada aspek kebanggaan pada butir pertanyaan 4 terdapat 3 responden yang memiliki
pernyataan negatif. Berdasarkan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada aspek
mahasiswa Perguruan Tinggi memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Faktor pendidikan dapat mempengaruhi sikap seseorang, karena untuk menanamkan sikap
berbahasa, bangga dan sadar akan norma bahasa adalah pendidikan Kridalaksana (dalam
Sidabariba, 2013). Pada penelitian ini terdapat 14 responden yang sikap berbahasa
Indonesianya dipengaruhi oleh faktor pedidikan. Peneliti melihat bahwa masyarakat Desa
Bissoloro sudah mengalami perkembangan dalam hal pendidikan dan hal ini
mempengaruhi sikap berbahasanya masyarakat Desa Bissoloro Kecamatan Bungaya
Kabupaten Gowa.
Kekurangan dalam jurnal ini ialah tidak menambahkan sub tema mengenai metode
yang digunakan dalam penulisan artikel ini, agar pembaca dapat mengetahui penulis artikel
mengunakan metode apa dalam menulis artikel tersebut.
4
2. Jurnal pembanding
Kelebihan pada jurnal pembanding yang pertama ialah hampir sama dengan artikel
utama yang memiliki abstrak dengan 2bahasa dalam penulisannya. Hanya saja terdapat
perbedaan yang memberikan kekuranga lebih pada artikel ini.
Kelemahan dalam jurnal pembanding pertama ialah hanya pemberikan sub tema
pendahuluan tanpa adanya iringan dengan sub tema mengenai pembahasan. Dalam artikel ini
penulis langsung memberikan sub teman mengenai tema atau pembahasan yang dibahas pada
artikel ini.
Selanjutnya kelebihan pada artikel pembanding kedua yang dimana masih memiliki
struktur artikel pada umumnya dan tidak jauh berbeda dengan artikel pembanding 1
sebelumnya. Namun yang meranik pada artikel pembanding kedua ini ialah memberikan
tambahan penjelasan melalui footnote yang begitu detail dan panjang di beberapa halaman
artikelnya.
Namun kekurangan yang dimiliki oleh artikel pembandingan kedua ini, seperti yang
dijelaskan pada kelebihan pada artikel ini yang memberikan footnote yang cukup panjang dan
banyak. Hal ini membuat kurang efisiennya materi utama yang disamapaikan penulis pada
artikel, dikarenakan terdapat halaman yang hampir separuh dari halaman tersebut berisikan
footnote yang ditulis oleh penulis.
E. Penutup