Anda di halaman 1dari 14

ANTARA FASHION STYLE DAN TASYABBUH DALAM

ISLAM
(Sebuah Telaah Hadis)

Disusun dan Diajukan


Kepada Madrasah Aliyah Darul Qur’an Wal Irsyad Wonosari
Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Sekolah
Nama Kelompok:
1. Rahma Fuadatul Ashfa
2. Wafi Faiqoh

Nama Pembimbing:
1. Muhammad Saifullah, M.A
2. Farida Ningsis S.Pd.I.

JURUSAN KEAGAMAAN (MAK)


MADRASAH ALIYAH DARUL QUR’AN WAL IRSYAD WONOSARI
GUNUNGKIDUL
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

1
ANTARA FASHION STYLE DAN TASYABBUH DALAM
ISLAM (Sebuah Telaah Hadis)

Rahma fuadatul ashfa1, Wafi Faiqoh2, Muhammad Saifullah M.A3, Farida ningsis
S.Pd.I.4
Madrasah Aliyah Darul Qur’an Wal Irsyad Wonosari, Indonesia1,2,3,4
Institut ilmu Al Qur’an An Nur Yogyakarta, Indonesia5

Email: rfuadatula@gmail.com 1, faiqohwafi4@gmail.com 2,


gurupembimbing@gmail.com , dosenpembimbing@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang fashion style dalam pandangan hadis tasyabbuh.
Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada deskriksi konsepsi tentang fashion style yang
berkaitan dengan hadis tasyabbuh. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa
hadis dan beberapa sumber lainnya berupa reverensi-reverensi pendukung dan pembanding
yang sesuai dengan tema penelitian. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu berusaha untuk menggambarkan
tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa
islam merupakan agama yang sangat fleksibel dan sebanding terhadap arus perkembangan
zaman, yang dimana mengikuti trend-trend fashion style diperbolehkan jika tidak
bertentangan dengan koridor syariat Islam, seperti mengikuti perbuatan khusus (peribadatan).
Penelitian ini bertujuan untuk membahas dan menganalisis makna hadis tasyabbuh terhadap
fashion style.

Kata Kunci: Fashion, Tasyabbuh

PENDAHULUAN
Perkembangan zaman yang semakin maju dan cepat membawa banyak perubahan yang
sangat signifikan dari waktu ke waktu. Zaman bergerak aktif membentuk pemikiran orang-
orang untuk melahirkan sebuah tatanan sosial yang lebih maju. Arus perkembangan tersebut
memunculkan istilah globalisasi yang terdengar tidak asing bagi kita.
Globalisasi membawa arus budaya mancanegara yang berbeda-beda. Munculnya sektor
ekonomi, budaya, teknologi, dan lain-lain membawa pengaruh besar dalam kehidupan kita.
Sektor ekonomi yang berupa brand-brand luar negeri dengan mudahnya didapatkan dalam
negeri juga sebaliknya. Layaknya budaya yang dimiliki oleh negara asing bahkan diterapkan
di dalam negeri seperti night of life, valentine day, tahun baru, dan lain-lain. Tak hanya itu,

2
sektor teknologi yang membawa perubahan lebih besar ditambah dengan adanya fasilitas
internet dengan mudah diakses oleh berbagai pihak sehingga memunculkan informasi yang
kekinian seolah-olah memaksa mereka untuk mengikuti trend seperti fashion. Trend yang
terbentuk karena adanya yang dikenakan oleh banyak khalayak sehingga berubah menjadi
trend fashion.
Fashion yang kita ketahui tak hanya sebatas busana atau pakaian yang melekat pada
tubuh seseorang tetapi juga hair style, perhiasan, skin care, kendaraan, gadget, bahkan segala
jenis makanan yang mereka konsumsi. Informasi yang mereka dapatkan tidak hanya
bersumber dari gadget yang mereka gunakan tetapi majalah, katalog, iklan ditelevisi, bahkan
artis idola mereka yang dijadikan sebagai sumber rujukan informasi bagi penggandrung
masalah kecantikan, kemewahan, dan gaya hidup lainnya demi sebuah like, subscribe,
comment, atau followers yang dapat meningkatkan nilai eksistensi dalam diri seseorang serta
anggapan bahwa dirinya layak menjadi public figure. Kebebasan ini, memberikan pengaruh
yang berdampak negative sehingga seseorang akan dianggap sempurna dengan label good
looking yang menghasilkan sebuah karakter bergengsi tanpa mengedepankan fungsi. Istilah
tersebut telah melekat pada khalayak umum terutama kalangan remaja. Hal tersebut secara
tanpa sadar melahirkan karakter hedonisme, hiperrealitas, konsumtif, dan boros.
Persinggungan budaya yang diterapkan menghasilkan penerapan yang kemudian diikuti
oleh orang Islam yang dikenal dengan istilah tasyabbuh. Meskipun mengikuti perkembangan
zaman tidak ditentang oleh Islam, banyak umat Islam yang tanpa sadar mengikuti jejak-jejak
kaum Yahudi dan Nasrani walaupun bukan perihal kultusnya. Sedangkan dalam penelitian
ini, menjelaskan antara fashion style dan hadis tasyabbuh terkait dengan penyerupaan yang
diperbolehkan atau diharamkan.
Maka penelitian ini akan memberikan pandangan yang fleksibel dengan mengerti arus
zaman bahwa mengikuti trend fashion yang ada harus tetap berlandaskan hadis. Yang mana
mengikuti trend fashion tersebut tidak sampai menyerupai perbuatan-perbuatan yang
mengesankan bagian dari orang atau kelompok yang mengerjakannya. Seperti yang
diterangkan oleh ustadz Adi Hidayat dalam kitabnya K.H Hasyim Asy’ari yaitu Ahlusunnah
wal jama’ah beliau menjelaskan tasyabbuh pada saat itu bahwa keadaan Pulau Jawa dan
sekitarnya tentang munculnya bid’ah-bid’ah, peristiwa tersebut dimanfaatkan untuk
menyebarkan keyakinan- keyakinan pada pemeluk lain. Pada masa penjajahan mereka tidak
hanya menjajah melainkan juga menyebarkan keyakinan mereka (gospel) dan mengajak misi
supaya orang-orang pindah agama dengan mengenakan pakaian dan topi mereka untuk
beribadah, membagikan makanan, biskuit, dan macam-macam. K.H Hasyim Asyari pada saat

3
itu memberikan fatwa bahwa “Siapa yang bertasyabbuh mengenakan pakaian-pakaian
bizaihim pakaian khas mereka yang digunakan untuk kepentingan ibadah tertentu maka
dihukumi tasyabbuh bil kuffar fahuwa kafirun wa haramun’’.
Melihat fenomena di atas yang berkaitan dengan hadis popular yaitu “man tasyabbaha
bi qoumin fahuwa minhum” (barang siapa yang mengikuti suatu kaum maka dia bagian dari
mereka). “Mengikuti” dalam artian “menyerupai” melahirkan pendapat para ulama’ yang
berbeda tentang makna hadis tersebut sehingga menarik minat peneliti untuk membahas
makna hadis lebih mendalam.

METODE PENELITIAN
Metode yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
mengumpulkan data melalui studi pustaka yang berkaitan dengan masalah tersebut. Mencari
sumber-sumber kepustakaan seperti (buku, artikel, skripsi, jurnal dan berbagai sumber dari
internet). Dalam penelitian tugas akhir, kami juga menggunkan model kajian isi yang
membahas suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Secara umum metode
ini meliputi analisis mengenai isi teks tetapi isi teks juga untuk mendeskripsikan analisis
khusus.

PEMBAHASAN
Fashion Style dan tasyabbuh
Di era modern ini, fashion tentunya menjadi hal yang tak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Setiap orang terbiasa peduli dengan penampilan maupun gaya
busana. fashion sebagai segala sesuatu yang dikenakan pada tubuh, baik dengan
maksud melindungi tubuh maupun memperindah penampilan tubuh.
Adapun fashion menurut beberapa ahli ialah:
a. Menurut Thomas Karlyle fashion merupakan simbol dari jiwa. Pakaian tidak
pernah lepas dari perkembangan budaya dan sejarah kehidupan manusia. Selain
disebut sebagai kulit sosial, Thomas Karlyle juga beranggapan bahwa fashion
menjadi petunjuk identitas diri dari si pemakainya.
b. Menurut Bernard, dari sudut pandang etimologis fashion merupakan sebutan yang
hampir sama dengan factio. Factio dalam bahasa Latin artinya adalah
“melakukan”. jadi fashion atau busana sangat erat kaitannya dengan aktifitas
seseorang. Definisi busana juga erat kaitannya dengan hal-hal yang berkaitan
dengan bentuk, jenis, prosedur, dan juga tindakan seseorang. Namun semakin

4
kesini fashion mengalami penyempitan makna. Karena sekarang, fashion lebih
didefinisikan kepada mode yang dipakai oleh individu maupun sekelompok orang.
Baik yang berwujud pakaian maupun perhiasan.
c. Menurut Pholemus dan juga Procter, fashion juga merupakan istilah yang
digunakan untuk menyebutkan tentang dandanan dan juga gaya busana. Oleh
karenanya, fashion pada perkembangannya kemudian dianggap sebagai trend.
Dimana trend ini mengacu pada busana dan gaya, lalu kemudian berfokus juga
pada penampilan.
d. Menurut Alex Thio dalam bukunya yang berjudul sociology, Alex Thio menulis
“fashion is great though brief enthusisasm among relatively large for number of
people for particular innovation” Jadi, fashion dapat diartikan sebagai apasaja
yang menjadi trend dan diikuti oleh banyak orang. Selain itu fashion juga dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan kebaruan.
Fashion dan busana seringkali digunakan untuk menunjukkan nilai sosial atau status
seseorang, dimana orang sering kali membuat penilaian terhadap nilai sosial atau
status orang lain berdasarkan pakaian yang digunakan orang tersebut. Fashion atau
kecantikan adalah bagian dari sifat-sifat manusia. Islam menyebutnya sebagai fitrah.
Namun Islam menetapkan aturan berupa syarat-syarat yang harus diperhatikan agar
fashion dan kecantikan tidak menjadi sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam.
Fashion tidak sebatas pakaian untuk menutupi tubuh, fashion tersebut dapat
membangun identitas kelas dan sebagai penanda yang memberikan informasi diri.
Fashion menjadi informasi nonverbal untuk mengkomunikasi makna konseptual
mode pada setiap penampilan millennials. Namun seiring perkembangan zaman yang
merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dibantahkan sehingga memunculkan
berbagai trobosan-trobosan sebagai bentuk berkembangnya peradaban manusia.
Fashion kini menjadi sebuah ajang unjuk diri atau peningkatan pamor sebagai
popularitas dan ajang gengsi. Sehingga memungkinnya terjadinya transfer
kebudayaan yang kemudian diikuti oleh banyak pemuda-pemudi di belahan negara
termasuk Indonesia. Dalam Islam aturan fashion sudah termaktub di dalam nash yang
tidak bisa dipisahkan dengan aturan syariat. Hampir seluruh syariat yang dibangun di
dalam nash mengandung misi politik hukum Identitas sehingga mengarah pada suatu
tujuan untuk membentuk bangunan hukum yang terpadu, juga memiliki identitas kuat
serta membentuk etika hukum dalam berpakaian, bukan sekedar menggunakan dan
menutup bagian tubuh, tetapi Islam juga menanamkan nilai-nilai filosofi yang sangat

5
tinggi. Fashion bagi muslimah yang masih memperlihatkan lekuk tubuh, termasuk
bagi wanita pengguna jilbab, namun tetap mengenakan busana seksi yang
memperlihatkan lekuk tubuhnya yang kini dikenal dengan istilah jilboobs.
Dalam keputusan Fatwa Komisi fatwa Mejelis Ulama Indonesia Nomor 287
Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi1, bahwa tidak boleh memperlihatkan
bentuk-bentuk tubuh, pakai jilbab tapi berpakaian ketat, MUI secara tegas melarang.
Dan Undang -undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, regulasi yang ada
ini sebaiknya perlu diperbarui untuk menjawab tantangan yang semakin kompleks
dengan perkembangan dunia fashion yang tidak bisa lagi dibendung dengan
mempertontonkan aurat yang dinikmati bahkan di konsumsi oleh umat Islam sendiri.
Persolan fashion pada umumnya mengundang kontroversi di berbagai kalangan,
munculnya ragam fashion yang beraneka macam bukanlah suatu masalah namun
kosekuensinya saat ditampilkan dan digunakan oleh kalangan perempuan khususnya
muslimah justru mengumbar aurat, padahal perempuan diperintahkan oleh Islam
untuk menutup aurat. Yang menurut Bahasa sendiri, aurat artinya aib, malu, dan
buruk.
Fashion khususnya pakaian, merupakan trend, ironisnya, sikap dan tindakan
umat muslim oleh sebagian orang dianggap sebagai bagian dari seni dan mode
busana yang artistik dengan slogan, tubuh wanita itu indah, sehingga mengapa harus
ditutupi. Tindakan memperlihatkan aurat didepan umum dalam perspektif Islam
dikenal dengan istilah tabarruj. Hal tersebut sangat dilarang oleh Allah dalam Q.S. al-
Ahzab (33):
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬ َّ ‫َوقَرْ نَ فِ ْي بُيُوْ تِ ُك َّن َواَل تَبَرَّجْ نَ تَبَرُّ َج ْال َجا ِهلِيَّ ِة ااْل ُوْ ٰلى َواَقِم َْن الص َّٰلو َة َو ٰا ِتي َْن‬
ُ ‫الز ٰكو َة َواَطِ عْ َن َ َو َرس ُْولَ ٗه ۗ ِا َّن َما ي ُِر ْي ُد‬
‫ت َو ُي َطه َِّر ُك ْم َت ْط ِهيْرً ۚا‬ِ ‫س اَهْ َل ْال َب ْي‬
َ ْ‫ِب َع ْن ُك ُم الرِّ ج‬َ ‫لِي ُْذه‬
33. Artinya: (Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah). Larangan untuk bersolek dan berhias sebagaimana perempuan-perempuan
Jahiliah. Karena perempuan-perempuan Jahiliah tidak memperhatikan batas-batas
aurat yang harus ditutupi. Bahkan dalam sejarah dijelaskan perempuan dalam
bertawaf tidak menggunakan pakaian2.

1
(Muhammad Habibi 228-230) 2014
2
Muhammad albaltajiy h.303-304

6
Dalam sebuah hadis, Nabi saw. Mengancam dan mengecam dengan keras
perempuan yang suka mepertontonkan auratnya. Hadis dimaksud sebagai berikut3:
‫ صنفان من أهل النار لم أرهما قوم معهم سياط كأدناب البقر‬: ‫عن أبي هريرة قال رسول هلال عليه وسلم‬
‫ ريحنا ليوجد من‬7 ‫يضربون بها الناس ونساء كاسيات رءوسهن كأسنمة البخت المائلة اليدخلن الجنة واليجدن‬
5 ‫مسيرة كذاكذا‬
Artinya : Dari Abu Hurairah ra. berkata: telah bersabda Rasulullah saw: ada dua
golongan ahli neraka yang disiksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, 1) kaum
yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (yakni
penguasa yang dzalim), 2) perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang selalu
berbuat maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebesar
punuk unta. Mareka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium baunya,
padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang. Hadis diatas
seolah memprediksikan kondisi sekarang, sejumlah perempuan mengklaim diri
berpakaian, tetapi pada hakikatnya telanjang. Hal tersebut karena pakaian yang
dikenakannya tidak menutup bagian yang semestinya ditutup, atau mungkin menutup
semua bagian yang dianggap harus ditutup, tetapi pakaian yang dipakainya sangat
tipis, sehingga tidak mencerminkan sebuah pakaian yang dibenarkan dalam Islam.
Tayabbuh berasal dari bahasa Arab sya-ba-ha yang berarti penyerupaan terhadap
sesuatu atau suatu objek yang menyerupai sesuatu yang lain.
Adapun tasyabbuh menurut para ahli ialah:
a. menurut Ibnu Manzur, kata tasyabbuh merupakan bentuk masdar dari kata
tasyabbaha-yatasyabbahu yang bermakna suatu objek yang menyerupai sesuatu
yang lain.
b. Menurut Imam Muhammad Al-ghazali As syafi’i didefinisikan sebagai sebuah
usaha seseorang untuk meniru sosok yang dikaguminya, baik dari tingkah laku,
penampilan, hingga sifat-sifatnya. Usaha tersebut merupakan sebuah praktek yang
benar-benar disengaja untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Menurut Muhammad Rawwas Qal’ah Ji, tasyabbuh memiliki makna imitasi atau
peniruan sebagai penjiplakan dan taqlid. Sikap seperti ini disebabkan karena
adanya kecintaan,kekaguman, atau ketertarikan hati terhadap objek yang ditiru.
Meniru budaya atau tradisi milik bangsa lain merupakan buah adanya interaksi sosial
antara dua entitas atau kultur yang berbeda. Persinggungan budaya semacam ini
membuka peluang adanya keterpengaruhan suatu kelompok atas tradisi atau
3
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshariy al-Qurthubiy h.153
7
kebiasaan kelompok lain. Keterpengaruhan yang kemudian melahirkan peniruan-
peniruan tradisi yang dilarang dalam Islam. Sabda Nabi mengenai hal ini terekam
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Qutaibah, (hadisnya ditulis)
‫حدثنا قتيبة حدثنا ابن‬
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibn
Lahibah dari Amri bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya. Bahwasanya Rasululloh
SAW pernah bersabda: “Tidaklah termasuk golongan kita seseorang yang meniru
selain daripada kita. Janganlah meniru kaum Yahudi dan tidak pula kaum Nashrani.
Sesungguhnya ucapan salam kaum Yahudi dengan isyarat jari-jari, dan ucapan salam
kaum nashrani dengan isyarat telapak tangan”. (HR.Abu Dawud)4. Bahwa Rasululloh
melarang akan praktek tasyabbuh tersebut khususnya terhadap tradisi atau kebiasaan
dari kaum Yahudi dan Nasrani ketika hendak mengucapkan salam atau sapaan antar
sesama. Rasululloh seolah ingin menegaskan keharusan bagi setiap muslim untuk
memiliki identitas keislaman yang berbeda dengan identitas-identitas golongan
lainnya.

Dalam memaknai hadis-hadis tasyabbuh, terjadi perbedaan dikalangan para


ulama terkait boleh tidaknya tasyabbuh khususnya meniru tradisi Yahudi dan Nasrani.
Melalui kajian matan sanad, bahwa hadis-hadis yang menjelaskan tentang larangan
tasyabbuh terhadap tradisi-tradisi non-muslim merupakan bentuk perlindungan atas
identitas ke-Islaman umat Muslim. Dalam hal ini, tasyabbuh merupakan sebuah
pelanggaran apabila bertentangan dengan akidah dan syariah, yaitu tidak
menyinggung kaidah-kaidah normatif agama baik itu nash al-Qur’an maupun sunah
serta bukan bagian dari kebiasaan khusus Yahudi dan Nasani. Fashion dalam segala
macam bentuknya, mendapat perhatian khusus bagi umat Islam khususnya kalangan
ulama dan tokoh ulama bahkan sejumlah fatwa ulama telah diterbitkan, namun
sepertinya tidak tergubris dengan fatwa tersebut. Bahkan sebaliknya, cenderung
adanya fenomena bahwa pihak yang melakukan tindakan seperti itu angkat bicara dan
membela diri atas nama seni dan hak asasi manusia. Dari sini tanpak adanya sikap
egoisme dan kecenderungan untuk menang sendiri. Hal ini mengisyaratkan bahwa
kondisi Indonesia saat ini sudah meletakkan kepentingan materil di atas segala-
galanya, bahkan di atas agama, atau bisa saja sikap seperti itu karena menganggap
4
(Abu isa Muhammad bin isa al tirmidzi h.425-426) 1996.
8
bahwa wilayah agama sebatas ibadah mahdhah semata, sedangkan seni adalah seni
dan tidak memasuki wilayah hukum agama. Jika fashion dikonsultasikan dengan
hukum Islam maka pada dasarnya dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, salah
satunya yaitu aurat. persoalan fashion pada umumnya memunculkan kontroversi
diberbagai kalangan, munculnya ragam fashion yang beraneka macam bukanlah suatu
masalah namun kosekuensinya disaat ditampilkan dan digunakan oleh kalangan
perempuan khususnya muslimah justru mengumbar aurat, padahal perempuan
diperintahkan oleh Islam untuk menutup aurat. Sejarah kehidupan umat manusia
menurut sinyalemen al qur’an dalam kisah Nabi Adam dan Siti Hawa setelah
diturunkan ke bumi dalam keadaan tidak berpakaian keduanya langsung menutupi
auratnya. Hal ini menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan fitrah yang
diciptakan Allah SWT hal tersebut dapat dipahami dalam firman Allah Q.S al A’raf
(7):

َ‫ت هّٰللا ِ لَ َعلَّهُ ْم يَ َّذ َّكرُوْ ن‬ َ ِ‫اريْ َسوْ ٰاتِ ُك ْم َو ِر ْي ًش ۗا َولِبَاسُ التَّ ْق ٰوى ٰذلِكَ َخ ْي ۗ ٌر ٰذل‬
ِ ‫ك ِم ْن ٰا ٰي‬ ٰ
ِ ‫يَا بَنِ ْٓي ا َد َم قَ ْد اَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسًا يُّ َو‬

26. “Hai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah
yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan
Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Menyalahi kodrat dan fitrah tersebut berarti menyalahi ketentuan Tuhan yang
telah ditetapkan-Nya. Telaah terhadap konsepsi Islam dalam masalah aurat,
ditemukan sejumlah nash syariat yang menekankan dan memerintahkan umat
manusia, khususnya umat Islam untuk menutup aurat. Diantara ayat tersebut terdapat
dalam Q.S. An-Nur (24):

َ‫ظنَ فُرُو َجه َُّن َواَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن ِإاَّل َما ظَهَ َر ِم ْنهَا ۖ َو ْليَضْ ِر ْبن‬ ْ َ‫ص ِر ِه َّن َويَحْ ف‬ َ ٰ ‫ت يَ ْغضُضْ نَ ِم ْن َأ ْب‬ ِ َ‫َوقُل لِّ ْل ُمْؤ ِم ٰن‬
ْ‫بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَ ٰى ُجيُوبِ ِه َّن ۖ َواَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن ِإاَّل لِبُعُولَتِ ِه َّن َأوْ َءابَٓائ ِه َّن َأوْ َءابَٓا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَٓاِئ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَٓا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأو‬
‫ت َأ ْي ٰ َمنُه َُّن َأ ِو ٱل ٰتَّبِ ِعينَ َغي ِْر ُأ ۟ولِى ٱِإْل رْ بَ ِة ِمنَ ٱلرِّ َجا ِل َأ ِو‬ ْ ‫ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأوْ بَنِ ٓى ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأوْ بَنِ ٓى َأ َخ ٰ َوتِ ِه َّن َأوْ نِ َسٓاِئ ِه َّن َأوْ َما َملَ َك‬
ِ ‫ت ٱلنِّ َسٓا ِء ۖ َواَل يَضْ ِر ْبنَ بَِأرْ ُجلِ ِه َّن لِيُ ْعلَ َم َما ي ُْخفِينَ ِمن ِزينَتِ ِه َّن ۚ َوتُوب ُٓو ۟ا ِإلَى ٱهَّلل‬ ِ ‫ُوا َعلَ ٰى عَوْ ٰ َر‬ ۟ ‫ظهَر‬ ْ َ‫ٱلطِّ ْف ِل ٱلَّ ِذينَ لَ ْم ي‬
َ‫َج ِميعًا َأيُّهَ ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬

9
31. “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.

Dalam Islam jika seorang muslim menyerupai selain baiknya baik dalam
bentuk dan sifat, asal sudut kepercayaan, kebudayaan, amalan, wanita, laki-laki
maupun tingkah laku maka disebut dengan tasyabbuh. Umat Islam dilarang untuk
mengikuti, meniru, apalagi menyerupai suatu kaum atau golongan tertentu, terutama
kaum Yahudi dan Nasrani. Rasululloh pernah bersabda: “tidaklah temasuk golongan
kita seseorang yang meniru selain daripada kita. Janganlah meniru kaum yahudi dan
tidak pula kaum nasrani. Sesungguhnya ucapan salam kaum yahudi dengan isyarat
jari-jari, dan ucapan salam kaum nasrani dengan isyarat telapak tangan” (HR.Abu
Dawud)

Tasyabbuh atau meniru sebuah tradisi yang dilakukan oleh orang-orang yang
beragama non-Islam jika merujuk pada hadis di atas maka dengan tegas Rasulullah
melarang hal tersebut. Namun demikian, seluruh tasyabbuh itu kemudian menjadi hal
yang terlarang atau tidaknya secara mutlak. Mengenai hal ini sejatinya tasyabbuh
terbagi dalam dua kategori, tasyabbuh yang dapat diterima dan tasyabbuh yang
terlarang. Dilarangnya tasyabbuh oleh Rasulullah berdasarkan dari berbagai
pertimbangan tekstual dan kontekstual yang ada. Adanya beberapa ritual keagamaan
dalam Islam yang merupakan hasil adopsi dan modifikasi dari tradisi-tradisi terdahulu
seperti aqiqah, tradisi makan sahur ketika puasa, thawaf mengelilingi Ka’bah, nikah
dan lain sebagainya menjadi sebuah alasan yang kuat tentang ketidak absolutan hadis-

10
hadis yang melarang praktek tasyabbuh. Ibnu Taimiyah membagi praktek tasyabbuh
yang dilarang atau bertentangan dengan syariah Islam dalam dua bentuk5
1. Tasyabbuh atas tradisi-tradisi kaum non-Muslim yang dilakukan secara sadar
bahwa tradisi-tradisi tersebut dilakukan secara khusus oleh mereka. Contohnya
adalah tradisi berbagi hiasan telur di hari Paskah yang memang menjadi bagian
tradisi dari agama Nasrani. Atau tradisi menyediakan sesaji atau sesajen di depan
patung-patung atau tempat-tempat yang dianggap keramat dengan tujuan sebagai
persembahan bagi sosok yang dipercaya sebagai penunggu atau penguasa tempat-
tempat tersebut.
2. Tasyabbuh yang dilakukan oleh mereka yang pada dasarnya tidak mengetahui apa
hakikat atau makna dibalik tradisi-tradisi yang diikutinya. Mengenai hal ini,
praktek semacam ini terbagi kedalam dua jenis:
a. Tradisi yang pada dasarnya memang diambil dari tradisi keagamaan agama lain
yang dikerjakan dalam keadaan yang sama atau ada sedikit modifikasi atau
perubahan baik dari segi waktu, tempat maupun teknis pelaksanaan. Sebagai
contoh adalah perayaan Natal oleh sebagian masyarakat Indonesia yang notabene
mayoritas beragama Islam. Ikut merayakan hari natal oleh masyarakat Muslim di
negeri ini pada umumnya didasari ikut-ikutan atau ketidak tahuan mereka akan
apa hakikat dari hari raya Natal sebenarnya.
b. Tradisi yang bukan berasal atau tidak diambil dari tradisi keagamaan agama lain,
namun secara kebetulan tradisi tersebut juga dikerjakan oleh pemeluk agama non-
Islam. Untuk jenis seperti ini bukanlah dianggap sebagai tasyabbuh. Adapun hukum
melakukannya tergantung apakah bersinggungan dengan syariat atau tidak. Contoh
dari bentuk ini biasanya menyangkut pakaian, makanan dan hal-hal lainnya yang
berkenaan dengan kebiasaan sehari-hari yang umum terjadi di masyarakat. Menurut
Nashir bin Abd al-Karim al- ‘Aql, tidak semua praktek tasyabbuh dihukumi secara
mutlak sebagai praktek yang dilarang. Menurutnya, meniru dalam hal-hal umum yang
dipandang positif masih mungkin untuk diperbolehkan. Dia menghukumi mubah pada
praktek peniruan tradisi dari orang-orang non-Muslim dan kafir jika terkait dengan
masalah keduniawian dan bukan ciri khusus dari orang-orang tersebut. Selain itu,
perlu dipastikan pula praktek tersebut tidak memberikan nilai mudharat terhadap umat
Muslim apapun bentuknya. Dalam konteks ini, jika peniruan tersebut tidak
mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat Islam baik itu al-Qur’an
5
(ibnu taimiyah hal.203) 2003
11
maupun al-Sunnah, maka peniruan tersebut dihukumi secara mubah. Sebagai contoh
adalah penggunaan hal-hal keduniawian seperti alat-alat teknologi terkini (telepon
genggam, televisi, laptop dan lain sebagainya).

Hadis-hadis yang menyinggung tentang larangan dari praktek tasyabbuh akan tradisi-
tradisi kaum non-Muslim khususnya kaum Yahudi dan Nasrani sejatinya merupakan
bentuk perlindungan atas identitas ke-Islaman umat Muslim. Pelarangan tersebut
bukanlah sebuah pelarangan yang bersifat mutlak, namun hanya berlaku dalam
konteks yang bertentangan dengan akidah dan syariah saja. Adapun praktek
tasyabbuh yang tidak berkaitan dengan kedua hal di atas merupakan bentuk dari
tasyabbuh yang diperbolehkan selama tidak menyinggung kaidah-kaidah normatif
agama baik itu nash al-Qur’an maupun al-Sunnah serta bukan bagian dari kebiasaan
khusus kaum atau golongan tersebut. Budaya Valentine’s Day yang diperingati setiap
tanggal 14 Februari oleh sebagia pemuda-pemudi Indonesia yang beragama Islam
merupakan salah satu bentuk tasyabbuh yang terlarang. Para pemuda-pemudi Muslim
Indonesia seharusnya mempunyai tradisi yang sarat akan nilai-nilai akhlak yang mulia
alih-alih merayakan sebuah tradisi yang penuh dengan hura-hura, khalwat dengan
lawan jenis yang bukan mahramnya atau bahkan menjurus ke arah perzinahan atas
nama kasih sayang. Inilah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah melalui keberadaan
hadis-hadis tentang tasyabbuh itu sendiri.

KESIMPULAN

Konsep antara fashion dan tasyabbuh yang mendatangkan kemaslahatan dan


kemafsadatan, nampak jelas jika dikonsultasikan dengan hukum Islam dan hadis-
hadis yang menyinggung tentang larangan dari praktek tasyabbuh akan tradisi-tradisi
kaum non-Muslim khususnya kaum Yahudi dan Nasrani sejatinya merupakan bentuk

12
perlindungan atas identitas ke-Islaman umat Muslim. Pelarangan tersebut bukanlah
sebuah pelarangan yang bersifat mutlak, namun hanya berlaku dalam konteks yang
bertentangan dengan akidah dan syariah saja. Adapun praktek tasyabbuh yang tidak
berkaitan dengan kedua hal di atas merupakan bentuk dari tasyabbuh yang
diperbolehkan selama tidak menyinggung kaidah-kaidah normatif agama baik itu
nash al-Qur’an maupun al-Sunnah serta bukan bagian dari kebiasaan khusus kaum
atau golongan tersebut. Para pemuda-pemudi Muslim Indonesia seharusnya
mempunyai tradisi yang mengandung nilai-nilai akhlak yang mulia alih-alih
merayakan sebuah tradisi yang penuh dengan hura-hura, khalwat dengan lawan jenis
yang bukan mahramnya atau bahkan menjurus ke arah perzinahan atas nama kasih
sayang. Inilah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah melalui keberadaan hadis-hadis
tentang tasyabbuh itu sendiri.

13

Anda mungkin juga menyukai