Anda di halaman 1dari 3

Peduli Bahasa melalui Uji Kemahiran Berbahasa

Oleh:
Elvrin Septyanti

(Dosen di Program Studi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Riau,
Mahasiswa Ilmu Pendidikan, Program Doktoral, Universitas Riau)

Utamakan Bahasa Indonesia


Lestarikan Bahasa Daerah
Kuasai Bahasa Asing

Slogan ini sudah sering dibaca bahkan didengar dalam berbagai kesempatan dan ruang
publik. Perkantoran, perguruan tinggi, sekolah, bahkan tempat oleh-oleh menjadi tempat
alternatif bagi slogan ini dapat dikenal oleh masyarakat secara luas. Terkini, teknologi
menggiring masyarakat kreatif untuk mendesain dalam wujud stiker Whatsapp. Maraknya media
stiker menyebabkan sebaran informasi menjadi lebih masif daripada cara konvensional
sebelumnya. Sejatinya, tugas menyebarluaskan slogan ini tidak hanya tanggung jawab Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan balai/kantor bahasa yang ada di tiap-tiap provinsi,
tetapi juga tanggung jawab masyarakat Indonesia umumnya. Mengapa makna slogan begitu
penting?
Setidaknya, cara ini menjadi perwujudan kepedulian masyarakat terhadap bahasa
Indonesia. Terbiasanya masyarakat menggunakan bahasa Indonesia saat bertutur pada
kesempatan formal mencerminkan bahwa masyarakat menerapkan kedudukan bahasa Indonesia
memang demikian adanya. Tentunya, tidak meninggalkan bahasa daerah dalam ruang lingkup
ragam informal dan sosial. Terlebih, bahasa asing menjadi keterampilan berbahasa yang tidak
dapat ditinggalkan di era global. Penguasaan bahasa menjadi hal yang penting sebagai identitas
diri penutur itu sendiri.
Lalu, apakah hanya dengan menggunakan bahasa Indonesia, masyarakat sudah dapat
dikatakan peduli dengan bahasa negaranya? Pernahkah sebagai penutur bahasa, kita mengetahui
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebagai wujud peduli bahasa? Pada Kongres
Bahasa Indonesia ke-5 tahun 1988, Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) menjadi
gagasan para ahli bahasa dan pengambil kebijakan bahasa. Kongres mengamanatkan perlunya
bahan ujian bahasa Indonesia yang bersifat nasional. Hal ini menjadi salah satu alasan
dicantumkannya UKBI dalam politik bahasa nasional dan menjadi salah satu program Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Melalui sejarah yang panjang, dikawal olehPeraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa
dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia dan Permendikbud Nomor 70 Tahun
2016 tentang Standar Kemahiran Berbahasa Indonesia, UKBI dikembangkan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. UKBI menguji kemahiran seseorang dalam memahami
dengaran dan bacaan serta kemahiran seseorang untuk menulis dan berbicara. Selain itu, UKBI
juga menguji pemahaman seseorang dalam penerapan kaidah bahasa Indonesia. Merujuk hal ini,
masyarakat Indonesia dapat mengetahui kriteria kemahiran berbahasa yang dikuasai.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui balai/kantor bahasa yang ada di
tiap provinsi beberapa kali memberikan sosialisasi baik ke sekolah, perguruan tinggi, maupun
perkantoran. Saat ini, peserta UKBI dapat mengikuti ujian secara mandiri. Peserta dapat
melakukan pendaftaran secara daring bahkan memilih jadwal ujian; tanggal dan waktu ujian
tertentu.
Hasil UKBI peserta uji dikategorikan menjadi tujuh predikat. Predikat tersebut mencakup
istimewa dengan skor 725-800, sangat unggul dengan skor 641-724, unggul denegan skor 578-
640, madya dengan skor 482-577, semenjana dengan skor 405-481, marginal dengan skor 326-
404, dan terbatas dengan skor 251-325. Standar kemahiran berbahasa diperuntukkan bagi tiga
kalangan penutur jati bahasa Indonesia, yaitu (1) kalangan profesional, (2) kalangan pelajar dan
mahasiswa Indonesia, serta (3) kalangan penutur asing. Kalangan profesional terdiri dari sepuluh
profesi yang ada di Indonesia, seperti TNI/POLRI, Manajer, Profesional, Teknisi/Asisten Ahli,
Tenaga Tata Usaha, Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan, Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan, Pekerja Pengolahan dan Kerajinan, Operator dan Perakit, dan Pekerja Kasar.
Ketujuh predikat penilaian ini menjadi acuan bagi masyarakat untuk mengetahui tingkat
kemahiran berbahasa Indonesia. Pada akhirnya, UKBI dapat dijadikan semacam lisensi bagi
penutur bahasa Indonesia.
Merujuk pada sebaran sepuluh profesi yang tercantum pada Permendikbud Nomor 70
Tahun 2016, belum semua profesi mengikuti UKBI. Hal itu disebabkan adanya ketidaktahuan
informasi dari masing-masing profesi. Selain itu, karena cakupan wilayah yang luas tentu
penyebarluasan UKBI tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat oleh pihak terkait.
Terlebih, belum ada aturan yang mengikat dari tiap instansi yang mengharuskan kepemilikan
sertifikat UKBI sebagai prasyarat tertentu guna menunjang keprofesian yang bersangkutan.
Padahal, jika masyarakat profesi memiliki kesadaran pentingnya bahasa Indonesia, UKBI tentu
akan diminati sama halnya seperti pentingnya mengikuti TOEFL, TOEP, ataupun IELTS.
Menindaklanjuti hal demikian, kita tidak bisa hanya menunggu informasi, sosialisasi,
atau undangan dari balai/kantor bahasa sebagai perpanjangan tangan Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa untuk mengikuti UKBI. Perlu kesadaran secara konsisten untuk
menginformasikan bahwa UKBI penting. Usaha-usaha tersebut diantaranya.
Pertama, informasi berantai. Hasil sosialisasi balai/kantor bahasa hendaknya juga
diberitahukan kepada penutur bahasa Indonesia lainnya. Jika penutur tersebut berada dalam
instansi tertentu, penutur dapat meneruskan kepada kolega lainnya atau menginformasikan
kepada kolega lain di luar instansinya. Hal tersebut dapat juga dilakukan oleh atasan kepada
bawahannya. Peran ini juga berlaku pada lembaga jasa lainnya sehingga karyawan dapat
mengikuti UKBI untuk menunjang keprofesiannya.
Kedua, penyebaran di media sosial secara masif. Pemakaian media sosial di berbagai
kalangan; anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua sangat bermanfaat untuk menyebarkan
informasi secara masif. Melalui satu kali unggahan di media sosial, seperti Instagram, Tiktok,
Facebook, Twitter, atau Whatsapp, informasi ini dapat dilihat oleh siapa pun dan di wilayah
mana pun. Tentunya, hal itu berbeda dengan cara konvensional yang memerlukan waktu lebih
lama karena jarak dan waktu.
memperkenalkan layanan UKBI dalam pembelajaran di sekolah
Ketiga, memperkenalkan layanan UKBI dalam pembelajaran di sekolah. Konsep
memperkenalkan UKBI dapat dituangkan dalam berbagai elemen keterampilan berbahasa yang
ada dalam capaian pembelajaran Bahasa Indonesia. Penyusunan instrumen tes pada elemen
mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis menjadi langkah awal untuk memperkenalkan
dan melatih kalangan siswa dan mahasiswa untuk mempersiapkan diri mengikuti UKBI.
Ketiga usaha tersebut dapat menjadi alternatif menyebarluaskan informasi mengenai
UKBI. UKBI selain berfungsi untuk menunjukkan kepedulian terhadap bahasa Indonesia, tentu
juga dapat mencerminkan kelayakan kemahiran berbahasa seseorang sesuai dengan profesinya.
Diharapkan, semakin tinggi profesi seseorang semakin baik pula bahasa yang digunakan. Jangan
sampai, semakin tinggi profesi seseorang tidak diimbangi dengan kemahiran berbahasa
khususnya di forum resmi baik lokal, nasional, maupun internasional. UKBI tidak hanya penting
untuk warga negara asing, tetapi juga untuk penutur jati di Indonesia tentunya. Selamat menguji
diri. Teruji lebih terpuji!

Anda mungkin juga menyukai