Anda di halaman 1dari 4

Nama : Dini Thiyana Luthfi

NPM : 226210674
Semester : 1 (satu)
Kelas :A
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen Pengampuh : Noni Andriyani, S.S., M.Pd

Pentingnya Uji Kemampuan Bahasa Indonesia (UKBI) Bagi Pembelajaran Bipa


Bertujuan Akademik

Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa nasional sebelum Indonesia


merdeka dan ditetapkan sebagai bahasa negara sejak Indonesia merdeka. Dalam
perkembangannya hingga masa kini, kedudukan bahasa Indonesia itu diharapkan makin
kukuh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk itu, dibutuhkan berbagai usaha
pengukuhan bahasa Indonesia di ruang media, ruang publik, ruang birokrasi, dan ruang
pendidikan dan dalam berbagai tataran ranah komunikasi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sebagai lembaga yang memiliki visi
mewujudkan insan berkarakter dan jati diri bangsa melalui bahasa dan sastra Indonesia tentu
memegang peran penting dalam memperkukuh kedudukan bahasa Indonesia di tingkat
nasional, mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia di tingkat regional, dan
memartabatkan bahasa Indonesia di tingkat internasional.

Secara hukum peran itu dikuatkan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Salah satu usaha
memperkukuh kedudukan bahasa Indonesia di tingkat nasional, regional, dan internasional
yang dilakukan oleh Badan Bahasa adalah dengan mengembangkan alat uji kemahiran
berbahasa Indonesia yang disebut dengan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI).
Sebelum undang-undang tentang kebahasaan lahir, gagasan UKBI telah dihadirkan sebagai
wujud komitmen para ahli bahasa, ahli pengajaran bahasa, dan praktisi berbagai bidang
dalam Kongres Bahasa Indonesia V pada tahun 1988. Pada masa kini UKBI telah dilengkapi
dengan berbagai peraturan yang mengiringi implementasinya, bagi penutur bahasa Indonesia
jati maupun penutur bahasa Indonesia yang merupakan orang asing (Masrur & dkk, 2015).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Pasal 17 disebutkan bahwa (1) standar


kemahiran berbahasa Indonesia merupakan standar penguasaan kebahasaan dan kemahiran
berbahasa Indonesia dan (2) standar kemahiran berbahasa Indonesia dikembangkan oleh
Badan dan ditetapkan oleh Menteri. Dalam peraturan yang sama pada Pasal 4 disebutkan
bahwa (1) standar kemahiran berbahasa Indonesia seorang penutur bahasa Indonesia
diperoleh dari hasil UKBI dan (2) standar kemahiran berbahasa Indonesia dikembangkan
oleh Badan dan ditetapkan oleh Menteri. Permendikbud Nomor 70 Tahun 2016 juga
mengukuhkan UKBI sebagai standar kemahiran berbahasa Indonesia. Seiring dengan itu,
terdapat beberapa kebijakan yang mengiringi perjalanan UKBI yang berkaitan dengan
penutur jati dan penutur asing.

Tes kemahiran berbahasa Indonesia merupakan tes eksternal yang tidak terikat
oleh pembelajaran. Tes ini bukan merupakan tes pencapaian belajar, tetapi lebih pada tes
kemampuan berbahasa (profciency test). Tes semacam ini mempunyai tingkatan kesulitan
yang disesuaikan berdasar kompetensi berbahasa yang dikuasai subjeknya (Kusmiatun,
2017). Tes ini juga diselaraskan untuk penutur asing yang pastinya berbeda dengan penutur
jati. Pada umumnya, otak manusia memiliki keterbatasan kapasitas dalam meresepsi
informasi san tidak banyak bentuk yang dibangun dalam bahasa. Hal ini terjadi secara khusus
pada pembelajaran bahasa asing. BIPA menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing,
sehingga hal ini berlaku dalam pembelajaran BIPA cakupan kemahiran berbahasa meliputi
keempat keterampilan berbahasa yang di dalamnya mengandung unsur pengetahuan bahasa
(kosakata dan tata bahasa).

Tes kemahiran berbahasa, mencakup empat keterampilan berbahasa yang masing-


masing berbeda sesuai aspek penguasaannya. Tes menyimak dilakukan dengan berbagai
macam cara dan lebih mengarah pada ranah kognitif untuk mengetahui pemahaman pebelajar
atas tuturan lisan bahasa Indonesia (Ramdhan et al., 2022). Tes ini membutuhkan media
audio dan atau audiovisual. Tes berbicara mengukur kemampuan berbahasa lisan.
Keterampilan berbicara merupakan suatu kompleks karena melibatkan banyak unsur, bahasa
dan nonbahasa. Tes berbi cara dilakukan secara individual. Harris (1969) menyatakan
bahawa tes berbicara adalah tes yang paling sulit. Ada setidaknya lima aspek yang harus
diperhatikan dalam tes ini, yaitu: (a) ucapan, (b) kosakata/diksi, (c) tata bahasa, (d) kefasihan,
dan (e) pemahaman. Keterampilan berbahasa lainnya adalah membaca dan menulis.
Membaca mempunyai arah mengukur kemampuan pemahaman pebelajar pada bacaan,
sedangkan menulis mengarah pada kemampuan menyampaikan informasi/pendapat/ perasaan
dalam wujud tertulis. Keterampilan membaca dilakukan untuk: (a) memahami informasi, (b)
menerima, mengklarifkasi, menganalisis, dan menyimpulkan informasi, (c) ketepatan lafal
dan intonasi ketika membaca dalam bahasa Indonesia. Jenis bacaan akan menentukan hasil
tes. Pembuat alat tes harus dapat memilih bacaan yang tepat sebagai bahan tes membaca.

BIPA merupakan salah satu bentuk pembelajaran bahasa Indonesia yang subjek
pelajarnya adalah orang asing, bukan penutur asli bahasa Indonesia (Kusmiatun, M.Hum.,
2019). Bahasa Indonesia dalam BIPA dapat menjadi bahasa kedua atau bahasa bahasa asing
bagi pemelajarnya. Pembelajaran BIPA menjadikan orang (penutur) asing dapat menguasai
bahasa Indonesia dan mampu berbahasa Indonesia untuk berbagai keperluan. Pembelajaran
BIPA mempunyai karakter berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya.
Salah satunya adalah karena pemelajarnya adalah orang dewasa. Pembelajaran bahasa untuk
dewasa memiliki karateristik khusus yang berbeda. Secara umum, pembelajaran BIPA
berorientasi pada kebutuhan komunikasi. Pembelajaran ditujukan untuk membekali pemelajar
agar dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik (Pulungan &
Damaianti, 2018). Namun, salah satu bentuk pemelajaran BIPA lainnya adalah BIPA yang
ditujukan untuk keperluan akademik. Artinya, pemelajar mempunyai tujuan akademik seperti
studi lanjut di Indonesia, meneliti, maupun bidang pengajaran atau akademik lainnya. BIPA
yang demikian ini dinamakan BIPA bertujuan akademik.

Kusmiatun (2017) menyebutkan bahwa dalam BIPA jenis ini pembeda dengan BIPA
lainnya adalah pada konten materinya yang mengarah pada bidang akademik. Dengan
demikian, uji kemahiran untuk BIPA jenis ini juga harus disesuaikan dengan substansi BIPA
yang bersangkutan. BIPA akademik selaras dengan English for Academic Purposes yang
dalam kontennya Hayland (2006) menyebutkan bahwa secara general AEP mengarah pada
kebutuhan pelajar terhadap keterampilan berbahasa yang akan digunakan untuk: (1)
mendengarkan dosen mengajar di kelas; (2) berpatisipasi dalam supervisi, seminar, tutorial;
(3) membaca buku, artikel, dan materi lainnya; dan (4) menulis esai, jawaban ujian, laporan,
dan tesis. nya terdapat mahasiswa asing, dan pengelola program BIPA bertujuan akademik.

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemelajar asing memerlukan
sebuah alat ukur kemampuan berbahasa Indonesia akademiknya, yakni dengan tes kemahiran
berbahasa akademik. Selain itu, jenis tes yang ada saat ini, yakni UKBI, perlu dikembangkan
agar sesuai dengan pemelajar asing. Dengan diterapkannya piranti tes kemahiran
berbahasa Indonesia yang berbeda dengan penutur asli, maka institusi BIPA akan lebih
mudah memetakan kemampuan berbahasa Indonesia pemelajar asing.
DAFTAR PUSTAKA

Kusmiatun, M.Hum., A. (2019). Pentingnya Tes Kemahiran Berbahasa Indonesia Bagi


Pemelajar Bipa Bertujuan Akademik. Diksi, 27(1), 8–13.
https://doi.org/10.21831/diksi.v27i1.26140

Kusmiatun, A. (2017). BIPA Bertujuan Akademik. Universitas Negri Malang.

Masrur, A., & dkk. (2015). Pengadaan Tes UKBI: Sebagai Upaya Meningkatkan Nilai
Ekonomis Bahasa Indonesia. Pengembangan Kemahiran Berbahasa Indonesia, 205–
237.

Pulungan, H. K., & Damaianti, V. S. (2018). Kompetensi Literasi Mahasiswa Dalam Hasil
Uji Kemahairan Berbahasa Indonesia ( Ukbi ) Mahasiswa Jurusan Bahasa Dan Sastra
Indonesia , Universitas Negeri Medan. 417–422.

Ramdhan, V., Ramliyana, R., & Sutisna, U. (2022). Pelatihan tes Uji Kemahiran Berbahasa
Indonesia (UKBI) di SMK Al–Husna Bojong Gede. ABSYARA: Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat, 3(1), 144–149. https://doi.org/10.29408/ab.v3i1.5489

Anda mungkin juga menyukai