Anda di halaman 1dari 2

Kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah, beberapa wilayah di jogja

mungkin kurang memiliki fasilitas pengelolaan sampah yang memadai, untuk itu
perlu ditingkatkan infrastruktur pngelolaan sampah termasuk pembangunan
tempat pembuagan akhir (TPA) yang aman dan sistem pengangkutan sampah
yang efisien.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah lama


menetapkan aturan tentang pengelolaan sampah. Sayangnya, implementasi dari
regulasi tersebut masih sangat kurang . Menurut undang-undang tersebut, sudah
disebutkan tentang 3R (Reduce, Reuse, Recycle), TPA yang sebelumnya
berfungsi sebagai Tempat Pembuangan Akhir sekarang berfungsi sebagai Tempat
Pemrosesan Akhir. undang-undang ini menetapkan bahwa semua yang masuk ke
TPA adalah residu saja. Undang-undang tersebut juga menyebutkan target di
indonesia berbasis sanitary landfill dalam kurun waktu lima tahun. Namun,
kebanyakan TPA hanya digunakan untuk menampung sampah, bukan untuk
mengelola sampah. Bahkan alat untuk pengawasan dan evaluasi tidak ada. Hal ini
menyebabkan gunungan sampah di TPA tidak pernah tidak pernah dikelola
dengan baik.

edukasi pengelolaan sampah adalah cara untuk meningkatkan kesadaran.


Pendidikan harus dimulai jika ingin menghasilkan perubahan jangka panjang.
Sebagian besar orang hanya berkonsentrasi pada pengelolaan sampah di tahap
akhir. Padahal dari tahap produksi, distribusi, konsumsi, masing-masing itu ada
sampahnya. perbaikan dalam budaya masyarakat ini juga harus didukung dengan
perbaikan infrastruktur dan sistem. Jangan sampai sistem pengelolaan masih
berujung ke TPA meskipun masyarakat sudah rajin untuk memilah dan
mengurangi sampah. Oleh karena itu, memang diperlukan kerja sama dengan
berbagai pihak dan sektor, terutama masyarakat dan pemerintah.

dapat dilihat bahwa, masalah persampahan Kota Yogyakarta dapat dilihat dari tiga
sudut pandang yaitu dari hilir: penimbul sampah (masyarakat), dari proses:
organisasi pengelolaan sampah Kota Yogyakarta (BLH Kota Yogyakarta), dan
dari hulu: pada pengelola sampah akhir (TPA).
Pada bagian hilir, permasalahan yang muncul dari masyarakat penimbul sampah
adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam mensikapi dan mengelola
sampah karena masyarakat tidak tahu bagaimana menangani dan mengelola
sampah. Masyarakat tidak tertib dalam hal waktu dan tempat membuang sampah,
bahkan ketika tempat pembuangan sampah sememtara (TPSS) telah disediakan di
lingkungannya. Konsep 3R (reuse, replace, recycle) masih tidak diterapkan
dengan baik dan perilaku membuang sampah sembarangan terus meningkat.
permasalahan dibagian hilir karena kurangnya kesadaran masyarakat. Perilaku
yang tidak baik sering kali disebabkan karena tingkat pengetahuan dan sikap yang
kurang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Mulasari (2014), menyebutkan
bahwa banyaknya TPS ilegal kemunginan disebabkan karena pengetahuan dan
sikap masyarakat tentang lingkungan yang tidak baik. Pengetahuan dan sikap
yang tidak baik ini mengarah pada perilaku membuang sampah yang tidak baik
juga.

Walaupun begitu masyarakat masih banyak yang mengharapkan pengelolaan


sampah ditangani oleh pemerintah. Masyarakat lebih memilih untuk membayar
retribusi kebersihan dibandingkan dengan kerepotan mengelola sampah sendiri.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian bahwa dari sebagian responden di Kota
Makasar mengharapkan pemerintah mengambil tanggung jawab penuh untuk
mengelola sampah domestik, dan masyarakat hanya diwajibkan untuk membayar
retribusi (Dilla, 2007).
(Rahim, 2020)

Asti Mulasari, A. H. H., Noeng Muhadjir (2016) ANALISIS SITUASI


PERMASALAHAN SAMPAH KOTA YOGYAKARTA
DAN KEBIJAKAN PENANGGULANGANNYA. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Faizah, A. N. (2020) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Mayarakat
(Studi Kasus di Kota Yogyakarta).
Rahim, M. (2020) Strategi Pengelolaan Sampah Berkelanjutan. Jurnal
SIPILsains, 10.
(Asti Mulasari, 2016)
Pembiayaan pengelolaan sampah dari sumber sampah di permukiman sampai
dengan TPS bersumber dari iuran warga
(Faizah, 2020)

Anda mungkin juga menyukai