Anda di halaman 1dari 2

1.

Kaum Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah mempunyai tafsiran khusus terhadap prinsip keadilan. Semua


perbuatan Tuhan bersifat keadilan semata-mata tidak ada satu perbuatan pun yang bisa
dikatakan dzalim.1 Tuhan tidak memperbuat sesuatau perbuatan kecuali ada tujuan dan
hikmahnya. Perbuatan yang tidak bertujuan pada manusia dikatakan perbuatan ngawur.
Orang yang bijaksana ialah orang yang mengambil manfaat dari perbuatannya untuk dirinya
sendiri atau orang lain. Karena Tuhan tidak perlu mengambil manfaat untuk dirinya sendiri
maka perbuatannya dimaksud untuk memberi manfaat kepada manusia, kesemuanya ada
tujuannnya yaitu untuk kebaikan manusia di dunia.

Jadi alam ini berjalan menurut tujuan yang telaj ditentukan. Gerakan bintang, pergantian
siang dan malam, gunung berapi dan bencana alam serta sebagainya semaunya ada
tujuannya.

Karena Tuhan maha bijaksana dan maha adil tidak mengerjakan sesuatu kecuali ada
tujuannya maka ia tidak lain hanya menghendaki kebaikan manusia, dari bermacam macam
dalam dunia maka tidak berarti bahwa Tuhan menghendaki keburukan-keburukan itu sendiri.
Aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa Tuhan wajib memperbuat yang baik dan terbaik untuk
kebaikan manusia.

Abd Al-Jabbar seorang tokoh Mu’tazilah menjelaskan bahwa keadilan tuhan memuat arti
Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melupakan kewajibannya terhadap
manusia, dan segala perbuatan Tuhan adalah baik. Artinya Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban
yang telah ditentukan sendiri bagi-Nya.

Dari penjabaran diatas Keadilan Tuhan membatasi kehendak mutlaknya dan menurut
aliran ini konsep keadilan Tuhan bermuara pada kepentingan manusia. 2

1
Ibid, hlm 159
2
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung;Puataka Setia), 2012, hlm, 217
2. Kaum Asy’ariah

Aliran Asy’ariah berpendapat mengenai makna keadilan Tuhan dengan pemikiran bahwa
Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan dapat berbuat sesuai
kehendaknya. Dengan kata lain ketidakadilan dimaknai apabila Tuhan tidak dapat berbuat sesuai
kehendaknya terhadap makhluknya. Sehingga aliran ini mengatakan bahwa perbuatan –
perbuatan Tuhan tidak memiliki tujuan yang mampu mendorongnya dalam berbuat sesuatu hal.
Tuhan berbuat sesuatu bukan karena kepentingan manusia tetapi karena memang ia memiliki
kehendak mutlaknya.

Menurut Al-Syah Rastani, Asy’ariah berpendapat bahwa Tuhan tidaklah berbuat salah
jikalau memasukkan seluruh manusia kedalam surga, dan tidak bersifat dzalim jika memasukkan
seluruh manusia ke dalam neraka. Aliran Asy’ariah berpijak pada paham jabariyah dan
penggunaaan akal yang tidak begitu besar, maka pendapat mereka adalah Tuhan mempunyai
kehendak mutlak baik kehendak berupa hidayah dan kesesatan, kenikmatan dan kesengsaraan,
pahala bagi yang taat dan siksa bagi yang maksiat, pengutusan rasul dan pengkukuhannya
dengan mukjizat.

Perbedaan mereka dengan Aliran Mu’tazilah sangat jelas sekali. Aliran Asy’ariah
mengatakan bahwa syara’ lah yang pertama-tama menentukan sifat baik dan buruk. Akal tidak
campur tangan dalam soal ini. Kalau sekiranya syara’ memerintahkan bohong, tentulah bohong
itu menjadi baik, sebaliknya kalau syara’ melarang jujur tentu kejujuran akan menjadi buruk.
Segala kewajiban datangnya dari syara’ dan akal tidak dapat menetapkan sesuatu kewajiban. 3

3
Ibid, hlm 219

Anda mungkin juga menyukai