Laporan Kasus KKJ
Laporan Kasus KKJ
OLEH
ARIE MILANDAYANI
HESTY MEILAWATI
DESY FARDINA
DIANA INDAH
ESTADIAH SUCI RAMADHANI
FHARA THESSA JELVI
FIKRI RURIANDY AUFI
MHD. AMRULLAH
OTRA IDOLA
RAESKI AYISHA ISTI
RAHMAT REZKI
RAHMI TRIANA PUTRI
RIA DWI UTAMI
RITA ERDAYANI
ZAKIA FATMA RAHIM
PENDAHULUAN
2
baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan seperti ini ditemukan pada multipara,
mioma uteri, kuratase yang berulang, umur >35 tahun, bekas seksio sesarea, dan
wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa sebelumnya.2,5
Pada plasenta previa oleh karena pembentukan segmen bawah rahim
secara ritmik terjadi pelepasan plasenta berulang. Hal ini menyebabkan
perdarahan berulang dan semakin banyak yang tidak dapat dicegah sehingga ibu
mengalami anemia bahkan syok. Plasenta previa meningkatkan risiko untuk
terjadinya syok hemoragik pada kasus obstetri. Perdarahan berulang dan semakin
banyak akibat pelepasan plasenta menyebabkan ibu jatuh dalam keadaan syok.1
Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua setelah
melewati trimester III disebut dengan perdarahan antepartum, yang merupakan
kasus gawat darurat berkisar 3-5% dari seluruh persalinan. Penyebab utama
perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta, selain itu bisa
akibat lesi lokal vagina/ serviks. Plasenta previa merupakan penyulit kehamilan
hampir 1 dari 200 persalinan atau 1,7 % sedangkan untuk solusio plasenta 1 dalam
155 sampai 1 dari 225 persalinan atau <0,5%. Lebih dari setengah dari seluruh
kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan paling sering dari
perdarahan yang berlebihan.6
Plasenta previa merupakan salah satu faktor risiko terjadinya perdarahan yang
membahayakan ibu dan janinnya. Berdasarkan latar belakang dari makalah ini,
inpartu, HAP ec. plasenta previa totalis + anemia berat + JTHIU presentasi
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Suku :- Suku :-
No. MR : 01046383
2.2 Anamnesis
Seorang pasien masuk ke VK IGD RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau pada
tanggal 9 Agustus 2020 pukul 8:00 WIB dengan keluhan utama yaitu keluar darah
dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS. Keluar darah
berwarna merah segar dan tidak bergumpal, keluar darah tanpa disertai nyeri dan
tanpa sebab. keluhan keluar air – air dari jalan lahir yang tidak tertahankan (-),
nyeri pinggang menjalar ke ari – ari (-),keluar lendir bercampur darah (-). Pasien
4
kali ke dokter kandungan di RS Anisa, dilakukan USG dan dikatakan janin dalam
kondisi baik, namun plasenta menutupi jalan lahir (saat usai kehamilan 28
minggu). Pasien mengatakan gerakan janinnya dirasakan aktif, dan pertama kali
merasakan gerakan janinnya sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat trauma (+), pasien
terjatuh di kamar mandi 2 jam SMRS, riwayat di urut-urut (-). Riwayat coitus
dalam waktu 2 minggu terakhir (-), riwayat demam (-), keputihan (-), gigi
berlubang (-), nyeri saat BAK (-). Riwayat kehamilan muda mual muntah (-),
riwayat penyakit jantung (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit ginjal (-),
riwayat penyakit hati (-), DM (-), alergi (-), riwayat operasi (-) .
riwayat TBC (-), riwayat penyakit menular seksual (-), cacat bawaan (-), riwayat
adalah Pernah menjadi peserta KB (+) dan Metode KB yang dipakai : suntikan
selama : 4 tahun
Riwayat haid adalah Menarche usia 12 tahun, teratur, lama haid 6-7 hari,
5
Riwayat perkawinan adalah Perkawinan ke 2, Lama perkawinan adalah 1
tahun, Usia saat kawin kedua pada umur 31 tahun dan Pasien mengalami cerai
Riwayat kontrasepsi adalah Tidak ada dan Riwayat obsos adalah pasien
6
Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abd : (status lokalis )
Ext : Akral hangat, edema (-/-), CRT<2”, edema (-)
Genetalia Externa
Inspeksi : vulva tampak rembesan darah tidak aktif dan uretra tampak
tenang
Inspekulo : portio livide, arah posterior, OUE tertutup, tampak rembesan
darah dari OUE tidak aktif, fluksus (+) darah.
VT : tidak dilakukan
Lab hb 3 : 3,1 g/dL
2.5 Pemeriksaan Laboratorium (9/08/2020)
a. Darah Lengkap
7
MCHC : 34.9 g/dL (normal : 33-37)
b. Hitung Jenis
c. Screening Covid-19
d. Faal hemostasis
e. Imunologi
8
2.6 Pemeriksaan USG (9/08/2020)
9
a. Janin tunggal hidup Intrauterin presentasi kepala
b. Biometri
1. BPD : 7.88 cm
2. HC : 28.9 cm
3. AC : 27.67 cm
4. FL : 6.17 cm
5. EFW : 1940 cm
- MVP : 2,7 cm
e. Kesan : Janin tunggal hidup Intrauterin presentasi kepala, gravid 31-32 minggu
pasien dengan riwayat keluar darah dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan TFU setinggi 26 cm dan bagian bawah janin adalah kepala. Pada
2.8 Diagnosis
a. Diagnosis
G3P2A0H2 gravid 31-32 minggu, belum inpartu, HAP ec plasenta previa totalis,
b. Diagnosis banding
10
2.9 Tata Laksana
ekspektatif
2. IVFD RL 20 tpm
11
demi lapis
5. Saat peritonium dibuka, Tampak uterus gravidarus
6. Insisi semilunar SBR disayat
7. Dengan menarik kepala, Lahir bayi perempuan dengan BB: 1999 gr PB : 41 cm
8. Plasenta dikeluarkan dengan tarikan ringan, sisa plasenta dibersihkan
9. kavum uterus dibersihkan dari sisa darah dan selaput
10. Dilakukan penjahitan dinding uterus 2 lapis
11. Rongga abdomen dibersihkan dari darah
12. Diyakini kontraksi uterus baik, dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
13. Tindakan selesai
14. Perdarahan intra operatif 200cc (selama operasi)
Telah lahir bayi perempuan dengan berat 1999 gram, PB 41 cm.
INSTRUKSI PERAWATAN PASCA OPERASI
1. IVFD RL + Oksitosin 10 IU 28 tpm (Pasca operasi)
Observasi Kala IV
Puku
TD N S T TFU Kontraksi Perdarahan Urin
l
2 jari
14.30 90/50 86 36,7 36,7 dibawah Baik - 200cc
pusat
2 jari Baik
14.45 96/48 89 20 36,7 dibawah -
pusat
2 jari Baik
15.00 96/45 86 20 36,7 dibawah -
pusat
2 jari Baik
15.15 98/44 90 20 36,6 dibawah -
pusat
15.45 118/69 90 20 36,6 2 jari Baik
12
dibawah
pusat -
2 jari Baik
16.15 128/73 90 20 dibawah -
pusat
2 jari Baik
16.45 139/78 91 20 dibawah -
pusat
2 jari Baik
17.15 137/79 89 20 dibawah -
pusat
2.12 FOLLOW UP
Tgl/Jam S O A P
10 nyeri di bekas Luka KU: TSS P3A0H3 post SCTPP - Obs KU,
operasi (+) Kes: CM a/i profuse bleeding ec TTV, involusi
Agustus
TD: HAP ec Plasenta previa uterus,
2020 / 100/70mmhg totalis, anemia (POD 1) perdarahan
HR: 85x/m aktif
07:00
RR: 22x/m pervaginam
WIB T: 36,5C - Cefadroxil
2x500 mg
B: asi (-) - Asam
U: TFU teraba 2 Mefenamat
jari bawah 3x500 mg
pusat, kontraksi - Hemafort
baik 1x1
B: BAK (+) via
DC
B: BAB (-),
Flatus (+) BU
(+)
L: lokia rubra
(+)
E: luka operasi
(+) tertutup
perban,
rembesan darah
(-), defans
muskular (-)
M: mobilisasi
(+)
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum
segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang
secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah
luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalam masa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin
14
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous
placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan
tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap
berhati-hati.9
ditemukan pada:
2. Mioma uteri
6. Riwayat abortus
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
15
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai
plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).
tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium
uteri internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan
yang luas seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel.10
minggu saat segman bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis. Umumnya terjadi pada terimester ketiga karena sigmen bawah uterus
servik menyebabkan sinus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau
segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti plasenta letak normal. Keadaan
endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas
untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati
atau menutup ostium uteri internum. Endomertium yang kurang baik juga dapat
16
menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat
serta membukanya servik, plasenta terlepas dari dinding uterus. Keadaan ini
pembuluh darah yang pecah berukuran bersar, perdarahan akan banyak sekali.12
Ciri yang menonjol pada plasena previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir
banyak dan berhenti sendiri, perdarahan dapat berulang dan pada setiap
pengulangan terjadi perdarahan lebih banyak seperti mengalir. Pada plasenta letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarahan bisa
berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas
abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan
letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu
1. Anamnesis
Terdapat beberapa hal yang perlu ditanyakan pada ibu mengenai perdarahan,
17
perdarahan. Informasi mengenai nyeri seperti letak, sejak kapan, frekuensi, dan
2. Pemeriksaan Luar
Biasa dapat ditemukan posisi terendah janin yang masih tinggi dan kelainan
letak janin melalui pemeriksaan Leopold. Selain itu, pada palpasi perut perlu
diinterpretasikan apakah perut terasa lunak atau tegang dan keras yang sering
3. Pemeriksaan Dalam
Ibu janin yang dicurigai plasenta previa tidak boleh dilakukan pemeriksaan
dalam karena akan mencetus perdarahan yang lebih banyak. Oleh karena itu,
persiapan rencana Caesar jika diindikasikan untuk sectio secarea pada plasenta
USG telah menjadi diagnosa gold standard pada diagnose plasenta previa.
ketepatan 90%.
MRI juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk
plasenta previa . MRI kalah praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebih dalam
18
suasana yang mendesak,. Selain itu, karena masalah harga dan tidak banyak pusat
kesehatan yang memilik MRI, USG tetap menjadi alat diagnosa yang dipilih.13
Prinsip penanganan harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
1. Tatalaksana Umum :
d. Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur,
2. Tatalaksana Khusus
Terapi Konservatif, agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis
d. Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral
19
e. Pastikan tersedianya sarana transfusi.
lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah
Terapi Aktif
d. Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
sesarea.
Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari
tempat plasenta :
20
b. Pasang infus oksitosin 10 unit pada 500 mL cairan IV (NaCL 0,9% atau Ringer
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab
a.hipogastrika maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan
21
keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua
previa.
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa pada saat ini lebih baik
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasive dengan USG disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul
akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti perdarahanyang masif,
trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau
emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok
septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat
22
Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok
hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan.
a) Fase Kompensasi
23
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak
dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak
menurun.
b) Fase Progresif
seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
24
sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =
c) Fase Irevesibel
mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul
hiperkapnea.16
25
Secara umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan
frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin
dengan turgor yang jelek, ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian
kapiler yang lambat, Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika
kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini
frekuensi dan kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka
klinis.
Stadium syok dibagi berdasarkan persentase kehilangan darah yaitu 15, 15-30, 30-
darah terlihat bahwa penurunan refiling kapiler, tekanan nadi dan produksi urin
26
lebih dulu terjadi dari pada penurunan tekanan darah sistolik. Oleh karena itu,
hanya berdasarkan perubahan tekanan darah sistolik dan frekuensi nadi dapat
demikian pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun
kompensasi yang terjadi tidak banyak pada pembuluh perifer sehingga telah
sirkulasi tersebut maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan
fungsinya dengan baik untuk seluruh organ dan sistem organ. Pada tahapan ini
organ-organ vital terutama otak dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas.
Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai mulai pucat dan terasa dingin.
Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut
sehingga menyebabkan kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki.
27
Kedaan klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal
vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi
tersebut dipertahankan dan dijaga agar tetap pada kondisi stabil. Penatalaksanaan
syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai pengganti cairan
1. Airway = lindungi dan bebaskan jalan nafas, head tilt,chin lift, jaw trust,
2. Breathing = kontrol jalan nafas, pemberian oxygen dengan bag and mask
tempat pelayaan kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga adalah teknik
posisi pasien yang dapat membantu mencegah kondisi syok menjadi lebih
buruk, misalnya posisi pasien trauma agar tidak memperberat trauma dan
perdarahan yang terjadi, pada wanita hamil dimiringkan ke arah kiri agar
28
fungsi sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg tidak dianjurkan
cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau
ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian
perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu satu jam, karena
darah segera.
kematian sel yang progressif, lalu gangguan fungsi organ diantaranya : gagal
ginjal, gagal jantung, gangrene pada lengan dan tungkai dan akhirnya kematian
penderita.21
29
3.3.1 Muka
3.3.2 Mammae
montgomery,maupun puting retraksi atau tidak, menyerupai kulit jeruk atau tidak,
dan apakah ada tanda peradangan atau tidak. Pada palpasi menilai apakah terdapat
3.3.3 Abdomen
a. Inspeksi
sesuai usia kehamilan atau tidak, bekas operasi pada abdomen, fetal
b. Palpasi
palpasinya adalah:
telapak tangan kiri dan kanan lalu rasakan bagian bayi yang ada pada
lateral kanan dan telapak tangan kanan pada dinding perut lateral kiri
30
ibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama. Mulai dari bagian
diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan untuk menentukan apa
kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan uterus bawah, ujung-ujung
jari tangan kanan dan kiri berada pada tepi atas simfisis. Temukan
kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari
panggul.
31
a. Inspeksi
Melihat vulva, ostium vagina dan urethra. Menila apakah terdapat darah
yang keluar, penipisa vulva dan perineum, apakah vulva dan urethra tampak
a. Inspeksi
konsistensi, OUE tertutup atau tidak, tampak darah keluar (+/-), flour albus (+/-).
b.VT / Bimanual
ischidika, arkus pubis, os koksigis. Pada janin dinilai presentasi, situs, station,
sumbu.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perdarahan
antepartum (Hemorrhage Ante Partum), plasenta previa, anemia berat, dan syok
hipovolemik terkait alur penegakan diagnosis, faktor risiko, tatalaksana, dan
edukasi yang tepat untuk menurunkan angka kematian ibu dan janin.
Daftar masalah dari kasus ini adalah:
32
(CATATAN: URUTKAN DIAGNOSIS BERSAMAAN DENGAN
DIAGNOSIS DST)
1. Bagaimana menegakkan diagnosis HAP?
2. Apakah etiologi terjadinya HAP?
3. Apakah etiologi terjadinya syok hipovolemik?
4. Apakah faktor risiko terjadinya plasenta previa?
5. Apakah tatalaksana HAP pada kasus ini sudah tepat?
6. Bagaimana menegakkan diagnosis plasenta previa?
7. Apakah tatalaksana plasenta previa pada kasus ini sudah tepat?
8. Apakah edukasi yang diberikan kepada pasien plasenta previa?
9. Bagaimana menegakkan diagnosis anemia berat?
10. Apakah faktor risiko terjadinya anemia berat?
11. Apakah tatalaksana anemia berat pada kasus ini sudah tepat?
12. Bagaimana menegakkan diagnosis syok hipovolemik?
13. Apakah tatalaksana syok hipovolemik pada kasus ini sudah tepat?
Dari pemeriksaan fisik pada pasien keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran komposmentis, dan tekanan darah 90/60 mmHg. Dari pemeriksaan
33
leopold 1 didapatkan TFU teraba pertengahan processus xyphoideus dan pusat,
teraba massa kurang bulat, lunak. Dari pemeriksaan leopold 2 didapatkan teraba
tahanan memanjang pada sisi kanan ibu dan bagian kecil disisi kiri ibu . Dari
pemeriksaan leopold 3 teraba massa bulat, keras, melenting.Dari pemeriksaan
leopold 4 konvergen, 5/5 .
Dari pemeriksaan genetalia eksterna, inspeksi vulva tampak rembesan
darah tidak aktif dan uretra tampak tenang. Pemeriksaan inspekulo portio livide,
arah posterior, OUE tertutup, tampak rembesan darah dari OUE tidak aktif,
fluksus (+) darah, untuk pemeriksaan dalam tidak dilakukan. Berdasarkan
pemeriksaan penunjang, didapatkan Hb 3.1.
1. Plasenta Previa
2. Solutio Plasenta
3. Vasa previa
Pada pasien ini terdapat etiologic plasenta previa totalis sehingga pada
kehamilan terjadi HAP.
34
Plasenta previa merupakan keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan lahir. Gejala utama berupa perdarahan pada
kehamilan lebih dari 22 minggu atau pada kehamilan trimester III yang bersifat
tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent).
Perdarahan tersebut berupa darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya
anemia. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah dan
bagian terbawah janin belum turun, biasanya kepala masih floating.
35
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit sedang dengan kesadaran komposmentis, TD 90/60 mmHg, HR 82x / menit,
RR 24x/menit, T 36,7◦C, TB 150 cm, BB sebelum hamil 48 kg, BB saat hamil 54
kg, BMI 21,33. Konjungtiva anemis pada mata dan terdapat bunyi vesikular pada
paru.
Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan tampak perut membuncit sesuai
usia kehamilan preterm. Dilakukan pemeriksaan leopold dengan hasil leopold I
TFU teraba pertengahan processus xyphoideus dan pusat, teraba massa kurang
bulat, lunak, leopold II teraba tahanan memanjang pada sisi kanan ibu dan bagian
kecil disisi kiri ibu, leopold III teraba massa bulat, keras, melenting dan leopold
IV : konvergen, 5/5. TFU : 26 cm, TBJ : 2.015 gram, kontraksi : (-), DJJ : 159
dpm/regular.
Dari pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan, vulva tampak rembesan
darah tidak aktif dan uretra tampak tenang . Pada saat pemeriksaan inspekulo,
didapatkan portio livide, arah posterior, OUE tertutup, tampak rembesan darah
dari OUE tidak aktif, fluksus (+) darah. Tidak dilakukan VT pada kasus pasien.
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini dilakukan cek laboratorirum,
didapatkan hasil Hemoglobin 3,1. Selain itu dilakukan USG dengan kesan janin
tunggal hidup intrauterin presentasi kepala, gravid 31-32 minggu sesuai biometri,
plasenta previa totalis.
Berdasarkan data-data yang di ambil dari anamnesis, pemeriksaaan fisik
dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis pasien adalah G3P2A0H2
gravid 31-32 minggu, belum inpartu, HAP ec. plasenta previa totalis + anemia
berat ec. Perdarahan aktif + janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala.
36
d. Riwayat kuretase
e. Vaskularisasi desidua yang tidak memadai
f. Plasenta terlalu besar
4.6. Apakah tatalaksana plasenta previa pada kasus ini sudah tepat?
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester
kedua atau ketiga harus dirawat dirumah sakit. Pasien diminta istirahat
baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap.
Tatalaksana umum berupa:
a. Perbaiki cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCL
0,9% atau RL).
b. Lakukan penilaian jumlah perdarahan, jika perdarahan banyak
dan berlangsung, persiapkan seksio sesaria tampa
memperhitungkan usia kehamilan. Jika perdarahan sedikit dan
berhenti serta janin hidup tetapi prematur, pertimbangkan terapi
ekspektatif.
Tatalaksana Khusus berupa:
37
g/dL, Inj. Dexametasone 2 x 6 mg dan onsul fetomaternal pada
(10/8/2020).
• Observasi KU, TTV, DJJ, Kontraksi, Perdarahan aktif dari jalan lahir
• Injeksi Cefazoline 2gr ( Pre OP ) → Skin test
• Resusitasi IVFD 2 jalur : IVFD RL guyur 3 kolf, IVFD HES guyur 1
kolf
• NRM 10 L/i
• Ibu diposisikan miring ke kiri
• Rencana transfusi PRC 5 kolf
• Konsul Anestesi
• Konsul Anak
• Konsul Paru
• Informed consent
• Family planning pasien menolak untuk pemasangan IUD atau MOW
Diskusi dengan Konsulen dr. Nicko Pisceski K.S, SpOG tranfusi PRC 1
kolf pre op sambil menunggu persiapan OK.
Pada pasien ini, usia kehamilan 31-32 minggu dengan keadaan umum tampak
sakit berat. Pasien mengalami perdarahan aktif. Pada pemeriksaan DJJ didapatkan
170 Dpm. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien ini memenuhi indikasi terminasi tanpa melihat usia kehamilan.
38
4.8. Bagaimana menegakkan diagnosis anemia berat?
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah kadar Hb (Hemoglobin)
hematokrit dan jumlh sel darah merah dibawah nilai normal tau bisa disebut juga
penurunan kualitas sel-sel darah merah dibawah nilai normal atau bisa disebut
juga penurunan kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi atau jumlah kadar
hemoglobin (Hb) dibawah status normal.23
4.10. Apakah tatalaksana anemia berat pada kasus ini sudah tepat?
Pada kasus ini dilakukan tindakan transfusi darah PRC sampai dengan
hemoglobin >10 g/dl. Adapun tatalaksana yang diberikan pada pasien ini telah
sesuai karena indikasi untuk dilakukan transfusi darah adalah kadar Hb <7 g/dl
atau kadar hematokrit <20%. (Pada kasus ini dilakukan tindakan transfusi darah
PRC sampai dengan hemoglobin >10 g/dl. Adapun tatalaksana yang diberikan
39
pada pasien ini telah sesuai karena indikasi untuk dilakukan transfusi darah adalah
kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20%.
40
pasien ini, yang menunjukan adanya penurunan kadar Hb darah dan ditemukan
rembesan darah di vulva dan dari OUE tidak aktif, dengan fluksus (+) darah.
4.12. Apakah etiologi terjadinya syok hipovolemik?
Syok hipovolemik dapat terjadi akibat :15
1. Perdarahan hebat (hemoragik)
2. Trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang
tubuh non-fungsional.
3. Dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat
dibedakan menjadi 4 tingkatan atau stadium syok yang dibagi berdasarkan
persentase kehilangan darah dengan perhitungan skor tenis lapangan, yaitu 15%,
15-30%, 30-40%, dan >40%. Berikut stadium syok hipovolemik berdasarkan
gejala klinisnya:17
Tanda dan Stadiu Stadiu Stadiu Stadiu
Pemeriksaa m-I m-II m-III m-IV
n Klinis
Kehilangan 15% 15- 30- >40%
Darah (%) 30% 40%
Kesadaran Sedikit Cemas Sangat Letargi
cemas Cemas
/
Bingu
ng
Frekuensi <100x/ >100- >120- >140x/
Jantung atau menit 120x/ 140x/ menit
Nadi menit menit
Frekuensi 14- 20- 30- >35x/
Nafas 20x/ 30x/ 40x/ menit
menit menit menit
Refiling Lamba Lamba Lamba Lamba
Kapiler t t t t
Tekanan Norma Norma Turun Turun
41
Darah l l
Sistolik
Tekanan Norma Turun Turun Turun
Nadi l
Produksi >30ml/ 20- 5- Sangat
Urin Jam 30ml/ 15ml/ sedikit
Jam Jam
Pada kasus ini, etiologi terjadinya syok hipovolemik adalah karena
perdarahan hebat yang berasal merupakan perdarahan antepartum.
4.13. Apakah tatalaksana syok hipovolemik pada kasus ini sudah tepat?
Tatalaksana pada pasien syok hipovolemik harus dilakukan segera,
meliputi mengembalikan tanda-tanda vital dan hemodinamik kepada kondisi
dalam batas normal. Selanjutnya mempertahankan kondisi tersebut dan dijaga
agar tetap pada kondisi stabil. Penatalaksanaan syok hipovolemik yang utama
adalah pemberian cairan tubuh atau darah yang hilang.26,27,28
Penatalaksanaan syok hemoragik dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan dan di tempat pelayanan
kesehatan. Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan adalah
memperhatikan prinsip tahapan resusitasi. Selajutnya bila kondisi jantung, jalan
nafas, dan respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah
menghentikan trauma penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah
perdarahan berlanjut.29,30,31
Pada pusat pelayanan kesehatan selanjutnya dilakukan pemasangan infus
intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonic NaCl 0,9% atau
ringer laktat. Pemberia awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB
pada anak atau sekitar 1-2 liter pada dewasa. Pemberian cairan dilanjutkan
bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat
perbaikan hemodinami, maka pilihan terbaik adalah dengan pemberian kristaloid.
Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik, maka pilihannya adalah dengan
pemberian koloid dan dipersiapkan pemberian darah segera.29,30,31 Adapun
tatalaksana yang diberikan kepada pasien ini telah sesuai karena telah dilakukan
pemberian cairan RL dan transfusi 5 lb PRC.
42
BAB V
5.1 Simpulan
43
a. Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada usia kehamilan > 22
berulang, usia diatas 30 tahun, bekas SC, perubahan inflamasi atau atrofi,
riwayat abortus, defek vaskularisasi pada desidua, dan wanita yang punya
tubuh.
5.2 Saran
sebanyak 2 kali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu kebidanan
sarwono prawirohardjo. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono
prawirohardjo;2014.
44
2. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, Effendi JS. Obstetri patologi: ilmu
kesehatan reproduksi, edisi 3. Jakarta: EGC;2013.
3. Rohimah YT. Pengaruh Usia Ibu Hamil Terhadap Kejadian Placenta
Previa Di RSUP Soeradji Tirtonegoro. J Keperawatan Glob.
2016;1(2):100–3.)
4. Jatiningrum T. Perdarahan Antepartum. 2010;7–34.
5. Aprilya, Vian. Analisis faktor risiko terhadap kejadian plasenta previa di
RSUD Tugurejo Semarang. Undergraduate thesis, UNIMUS . 2018.
6. Londok THM, Lengkong RA, Suparman E. Karakteristik Perdarahan
Antepartum Dan Perdarahan Postpartum. J e-Biomedik. 2013;1(1):614–
20.
7. Putri NA. Plasenta previa sebagai faktor protektif kejadian preeklamsia
pada ibu hamil. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 2019;10(2).
8. Cunningham FG. 2006. Obstetri William Vol.1. Jakarta:EGC.pp:685-704.
9. Prawirohardjo, sarwono, 2011. Ilmu Kandungan 3rd ed. M. Anwar, A.
Baziad, & P. Prabowo, eds., Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
10. Mochtar R. Sinopsis obstetri . Penerbit Buku Kedokteran
EGC;Jakarta:2002.
11. Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 – 98.
12. Oxcron, 2010; h. 426.
13. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Placenta Praevia,
Placenta Praevia Accreta and Vasa Praevia: Diagnosis and Management.
Green-top Guideline No. 27. London: RCOG; 2011.
14. Wijaya, IP. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed VI. . Jakarta:
Interna Publishing;2014.
15. Lamm, Ruth L., and Coopersmith, Craig M. Comprehensive Critical
Care:Adult.Chapter 10. Illinois: Society of Critical Care Medicine. 2012.
16. Worthley. IG, Shock: A Review of pathophysiology and management.
Department of critical care medicine. Flinders medical centre. Adelaide.
2000;2:55-65.
45
17. Hardisman, H. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok
Hipovolemik. Jurnal Kesehatan Andalas, 2013;2(3), p.178.
18. Pascoe S, Lynch J. Management of Hypovolaemic Shock in Trauma
Patient. Committee NICPG, Sisson G, Parr M, Sugrue M, editors. Sydney:
ITIM (Institute of Trauma and Injury Management) NSW Health; 2007.
19. Hardisman, H. (2013) ‘Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok
Hipovolemik: Update dan Penyegar’, Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3), p.
178.
20. Pascoe S, Lynch J. Management of Hypovolaemic Shock in Trauma
Patient. Committee NICPG, Sisson G, Parr M, Sugrue M, editors. Sydney:
ITIM (Institute of Trauma and Injury Management) NSW Health; 2007.
21. Boswick John. A, 1997, Boswick John. A, Perawatan Gawat Darurat.,
EGC., Jakarta p. 44.
22. Giordano R, Cacciatore A, Cignini P, Vigna R and Romano M.
Antepartum Haemorrage. J Prenat Med. 2010; 4(1): 12-16.
23. Studi P, Gizi I, Kedokteran F, Diponegoro U. of Nutrition College,
Volume of Nutrition College, Volume Tahun 2014 Online di :
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc Journal of Nutrition College,
Volume 3 , Nomor 4 , Tahun 2014. 2014;4.
24. Sudoyo dkk dalam penelitian Indartanti dan Apoina 2014.
25. Queensland Ambulance Service. 2016. Clinical Practice Guidelines:
Trauma/Hypovolaemic Shock. Queensland;. Diakses pada [13 Oktober
2016]. Tersedia pada
[https://ambulance.qld.gov.au/docs/clinical/cpg/CPG_Hypovolaemic
%20shock.pdf]
26. George Y, Harijanto E, Wahyuprajitno B. Syok: definisi, klasifikasi dan
patofisiologi. Dalam: Harijanto E, editor. Panduan tatalaksana terapi
cairan perioperatif. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Reanimasi Indonesia; 2009.
27. Armstrong DJ. Shock. Dalam: Alexander MF, Fawcett JN, Runciman PJ,
editors. Nursing practice hospital and home. Edisi ke-2. Edinburg:
Churchill Livingstone; 2004.
46
28. Worthley LIG. Shock: a review of pathophysiology and management: part
1. Critical Care and Resuscitation. 2000; 2:55-65.
29. Udeani J, Kaplan LJ, Talavera F, Sheridan RL, Rice TD, Geibel J.
Hemorrhagic shock [internet]. New York: WebMD LLC; 2013 [diakses
2014 Ags 28]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com)
30. Kolecki P, Menckhoff CR, Dire DJ, Talavera F, Kazzi AA, Halamka JD,
et al. Hypovolemic shock treatment & management [internet]. New York:
WebMD LLC; 2013 [diakses pada 2014 Ags 22]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/7601 45-treatment)
31. Pascoe S, Lynch J. management of hypovolaemic shock in trauma patient.
Sydney: NSW Health; 2007.
47