Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

G1P0A0 gravida 24-25 minggu + Kala 1 fase laten memanjang + IUFD

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tuhas Kepaniteraan


Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Tk. II RS. Dustira Cimahi
Universitas Jendral Achmad Yani

Disusun Oleh:
Nabila Yuanita Kansa- 4151151503
Ratriningdyah W-4151151452

Pembimbing:
H. Undang Gani,dr., Sp.OG

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
CIMAHI
2017

1
DAFTAR ISI
Cover.... ..................................................................................................................i
Daftar isi....... .........................................................................................................ii
Laporan Kasus .......................................................................................................1
Tinjauan Pustaka ...................................................................................................8
Daftar Pustaka............. ..........................................................................................15

2
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. R.R
Usia : 21 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Nama Suami : Tn D
Usia : 24 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai
Tanggal Masuk : 22 September 2017
Tanggal Periksa : 23 September 2017

II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Gerakan Janin tidak terasa
Anamnesis Khusus :
Seorang wanita berusia 21 tahun, G1P0A0 datang dengan keluhan tidak
merasakan gerakan janin sejak + 1 hari yang lalu, sehingga pasien memeriksakan ke
klinik. Keluhan juga disertai perut yang dirasakan tidak semakin membesar. Keluhan
tidak disertai dengan adanya mulas, rasa tidak nyaman di perut maupun perut menjadi
keras.
Sebelumnya pasien sempat merasa sedikit demam dan nyeri saat BAK, dan BAK
menjadi sedikit-sedikit namun sering. Suami pasien diketahui perokok aktif.
Riwayat trauma, keluar air-air di jalan lahir sebelumnya, darah tinggi, dan
penyakit gula tidak ada.
Riwayat Menstruasi
 Menarch : 15 tahun
 Siklus haid : teratur, 28 hari

3
 Lamanya haid : 7 Hari
 Banyaknya : 2-3x ganti pembalut/hari
 Dismenorrhea : tidak ada
 HPHT : 15 April 2017
 Taksiran Persalinan : 22 Januari 2018
 Usia Kehamilan : 24-25 minggu
Riwayat Obstetrik
G1P0A0
Riwayat KB
Tidak ada
Riwayat Pernikahan
Status pernikahan : Menikah
Pernikahan ke :1
Usia suami saat menikah : 20 tahun
Usia istri saat menikah : 23 tahun
Lama pernikahan : 1 tahun
Riwayat Sosial Ekonomi
Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan : Baik
Jumlah keluarga dirumah yang dapat membantu ibu : 1 orang
Pembuat keputusan keluarga pertama : Suami

III. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 88 x/m
 Respirasi : 18 x/m
 Suhu : 36,6 oC

4
Kepala
 Mata : Konjungtiva Anemis -/-
Sklera Ikterik -/-
 Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
 Thoraks : Bentuk gerak simetris
Cor : BJ 1,2 murni regular
Pulmo : VBS kanan = kiri, Rh -/- Wh -/-
 Abdomen : Cembung
Hepar : sulit dinilai
Lien : sulit dinilai
 Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
Pemeriksaan Luar
 TFU: 22 cm
 Pemeriksaan Leopold
Belum bisa dilakukan
 DJJ : ( - )

IV. Pemeriksaan Penunjang (06/09/17)


Hemoglobin : 12,0 g/dL
Eritrosit : 5,24 juta/dL
Leukosit : 12,7 ribu/dL
Hematokrit : 37,7 %
Trombosit : 162 ribu/dL
Segmen : 75,6 %
Limfosit : 18,3 %
Monosit : 6,1 %
Golongan darah :O
Waktu perdarahan : 2 menit

5
Riwayat Persalinan
Pada tanggal 23 September 2017 Pukul 10.00 dilakukan pemeriksaan dalam pada pasien dan
didapatkan telah terjadi pembukaan 1cm namun tidak maju hingga pukul 20.00, sehingga
dilakukan pemasangan balon kateter pada pasien, dan pembukaan lengkap terjadi pada tanggal
24 September 2017, pada pukul 06.30 bayi dilahirkan.

V. Diagnosis
Diagnosis Awal
G1P0A0 gravida 24-25 minggu + kala 1 fase laten memanjang + IUFD
Diagnosis Akhir
P1A0 + IUFD

VI. Penatalaksanaan
 Diagnosis IUFD ditegakan
 Informasi dan Konseling mengenai kondisi dan tindakan
 Pemasangan infus dan mengosongkan kandung kemih. Perut bawah dan lipatan paha
pasien dibersihkan dengan air dan sabun dan pasien sudah dalam posisi litotomi.
 Dilakukan tindakan persalinan pervaginam melalui induksi menggunakan oksitosin drip,
namun tidak ada kemajuan
 Dilakukan tindakan pemasangan balon kateter pervaginam hingga pembukaan menjadi
lengkap.
 Lakukan vulva hygiene
 Masukan speculum DTT kedalam vagina, pastikan ukurannya tepat sesuai dengan berat
badan ibu
 Masukan balon kateter secara perlahan-lahan kedalam serviks ibu dengan menggunakan
forceps DTT atau klem panjang atau venster klem. Pastikan ujung balon kateter telah
melewati ostium uteri internum (OUI)
 Gembungkan balon kateter dengan memasukan cairan sebanyak 10 steril (aqua
bidestilata) sebanyak 10 ml-20ml
 Gulung sisa kateter diplester pada paha ibu bagian dalam

6
 Diamkan selama 12 jam sambil diobservasi hingga timbul kontraksi uterus atau
maksimal pemasangan 12 jam.
 Kempiskan balon kateter sebelum kateter dikeluarkan
 Jika sudah ada pembukaan lebih besar dari balon yang dibuat, kateter akan keluar
dengan sendirinya
 Setelah itu ditunggu hingga ibu siap untuk melahirkan, pada pukul 06.30WIB bayi
lahir dengan jenis kelamin laki-laki

Prognosis
Prognosis Ibu
 Quo ad vitam : Ad bonam
 Quo ad functionam : Ad bonam
Prognosis Bayi
 Quo ad vitam : Ad malam
 Quo ad functionam : Ad malam

7
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari
ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah
dipisahkan dari ibunya janin tidak bernapas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti
denyut jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot.(1)

Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist yang disebut
kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau
kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan
hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.(2).

Kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu:(1)

Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh;

Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu;

Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late fetal death);

Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas.

2.2 ETIOLOGI
Untuk mengetahui sebab kematian perinatal diperlukan tindakan bedah mayat. Karena bedah
mayat sangat susah dilakukan di Indonesia, sebab kematian janin dan neonatus hanya didasarkan
pada pemeriksaan klinik dan laboratorium. Dengan dasar pemeriksaan itu sebab utama kematian
perinatal di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ialah: (1) infeksi; (2) asfiksia
neonatorum; (3) trauma kelahiran; (4) cacat bawaan; (5) penyakit yang berhubungan dengan
prematuritas dan dismaturitas; (6) imaturitas; dan (7) lain-lain.(1)

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Penyebab dari kematian
perinatal dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu yang berasal dari fetal, plasenta dan
maternal. Penyebab yang berasal dari fetal (sekitar 25%-40%) dapat berupa anomali
kromosomal, defek nonkromosomal pada kelahiran, hidrops nonimun, dan infeksi baik yang

8
berasal dari bakteri, virus maupun protozoa. Penyebab yang berasal dari plasenta (25%-35%)
yaitu berupa abruptio plasenta, perdarahan fetal-maternal, insufisiensi plasenta, asfiksia
intrapartum, plasenta previa, twin to twin transfusion, dan korioamnionitis. Sedangkan penyebab
dari maternal (5-10%) adalah antibodi antifosfolipid, diabetes, hipertensi, trauma, persalinan
abnormal, sepsis, asidosis, hipoksia, ruptura uteri, kehamilan posterm serta obat-obatan. Selain
ketiga kategori tersebut, terdapat penyebab yang tidak dapat dijelaskan ( 25%-35%).(3)

Disamping itu, terdapat juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kematian perinatal,
diantaranya ada faktor dari ibu dan juga dari janin sebagai berikut:(1)

Faktor Maternal 2,4


 Kehamilan post-term (≥ 42 minggu).  Hemoglobinopati
 Diabetes Mellitus tidak terkontrol  Penyakit rhesus
 Systemic lupus erythematosus  Ruptura uteri
 Infeksi  Antiphospholipid sindrom
 Hipertensi  Hipotensi akut ibu
 Pre-eklampsia  Kematian ibu
 Eklampsia  Umur ibu tua

Faktor fetal
 Kehamilan ganda Faktor Plasenta
 Intrauterine growth restriction  Cord accident (kelainan tali pusat)
(Perkembangan Janin Terhambat)  Abruptio Plasenta (lepasnya
 Kelainan kongenital plasenta)
 Anomali kromosom  Insufisiensi plasenta
 Infeksi (Parvovirus B-19, CMV,  Ketuban pecah dini
listeria)  Vasa previa
Analisis faktor-faktor yang telah disebut di atas menunjukkan bahwa banyak hal yang
dapat mempengaruhi kematian perinatal dapat diramalkan sebelumnya. Sebagian faktor-faktor
itu dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik.

9
2.3 DIAGNOSIS(4)

Anamnesa

 Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat
berkurang
 Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak
seperti biasanya.
 Wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti
mau melahirkan.

Inspeksi

 Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang
kurus
 Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
 Terhentinya perubahan payudara

Palpasi

 Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-
gerakan janin
 Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.

Auskultasi

Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung
janin. Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.

Rontgen foto abdomen

 Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin (Robert sign)
 Tanda nojoks : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
 Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin
 Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
 Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
 Kepala janin terkulai

10
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) tidak terlihat djj dan nafas janin, badan dan
tunkai janin tidak terliaha bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak
bertambah panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur
janin, terlihat penumpukan tulang tengkorak (spalding sign), dan reduksi cairan yang abnormal.

Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post
prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus,
anticardiolipin antibody.

Pemeriksaan urine dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan
langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab kematian
janin.

Grade Maserasi pada IUFD :

 Grade 0 (durasi < 8 jam)  kulit kemerahan ‘setengah matang’.


 Grade I (durasi > 8 jam)  kulit terdapat bullae dan mulai mengelupas.
 Grade II (durasi 2-7 hari)  kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di
Rongga toraks dan abdomen

 Grade III (durasi >8 hari)  hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh,
Mungkin terjadi mumifikasi.

2.5 KOMPLIKASI(2)

1. Gangguan psikologis ibu dan keluargs


2. Infeksi, apabila ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi sangat
kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama oleh mikroorganisme
pembentuk gas seperti Clostridium welchii.
3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu, dapat
terjadi defibrinasi akibat silent Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Walaupun
terjadinya DIC terutama pada janin mati akibat inkompatibilitas Rh yang tetap dipertahankan,
kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan. Kelainan ini terjadi akibat
penyerapan bertahap dari tromboplastin yang dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke
dalam sirkulasi maternal.

11
4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan post
partum.
2.6 PENCEGAHAN & PENATALAKSANAAN

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah mendekati aterm adalah bila ibu
merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solution plasenta.

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi. Diskusikan
kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya. Rekomendasikan untuk segera
diintervensi. Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan
kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi pada
salah satu dari bayi kembar.

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu,
dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula darah. Diberikan pengetahuan
kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin, rencana tindakan,
dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir
pervaginam.

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umumnya tanpa
komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin
maupun misoprostol. Tindakan perabdominam bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat
dikombinasi oksitosin + misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan uterus pascaseksio sesarea
ataupun miomektomi, bahayanya terjadi ruptura uteri.

Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100
μg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis misoprostol 25
μg pervaginam/6jam. Metode terminasi lainnya berupa embriotomi. Embriotomi adalah suatu
persalinan buatan dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat
lahir pervaginam, tanpa melukai ibu. Embriotomi diindikasikan kepada janin mati dimana ibu
dalam keadaaan bahaya ataupun janin mati yang tak mungkin lahir pervaginam.(1)

12
2.7 INDUKSI PERSALINAN

Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah
kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his.

Indikasi Induksi Persalinan Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi
kesehatannya atau kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan
mungkin diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang potensial
Universitas berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan
kehamilan membahayakan ibu. (Llewellyn, 2002). Adapun indikasi induksi persalinan yaitu
ketuban pecah dini, kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, preeklampsi
berat, hipertensi akibat kehamilan, intrauterine fetal death (IUFD) dan pertumbuhan janin
terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, perdarahan antepartum, dan umbilical abnormal arteri
Doppler.

Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra indikasi untuk menghindarkan
persalinan dan pelahiran spontan. Diantaranya yaitu: disproporsi sefalopelvik (CPD), plasenta
previa, gamelli, polihidramnion, riwayat sectio caesar klasik, malpresentasi atau kelainan letak,
gawat janin, vasa previa, hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif.

Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa


kondisi/persyaratan sebagai berikut:

a. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD

b. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis, hal
ini dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika kondisi tersebut belum terpenuhi maka
kita dapat melakukan pematangan serviks dengan menggunakan metode farmakologis atau
dengan metode mekanis.

c. Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat kelainan letak janin.

d. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul.

Apabila kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak
memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor Bishop.
berdasarkan kriteria Bishop, yakni:

13
Gambar 2.1 tabel bishop

2.8. PROSES INDUKSI

Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu kimia dan
mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk mengeluarkan zat prostaglandin
yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi.

a. Secara kimia atau medicinal/farmakologis

1). Prostaglandin E2 (PGE2) PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat
dimasukkan intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang digunakan secara lokal
akan menyebabkan pelonggaran kolagen serviks dan peningkatan kandungan air di dalam
jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan merelaksasikan serabut otot
serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2 ini pada umumnya digunakan untuk
mematangkan serviks pada wanita dengan nilai bishop

2). Misoprostol atau cytotec adalah PGE1 sintetik, diakui sebagai tablet 100 atau 200 μg.
Obat ini telah digunakan secara off label (luas) untuk pematangan serviks prainduksi dan dapat
diberikan per oral atau per vagina. Tablet ini lebih murah daripada PGE2 dan stabil pada suhu
ruangan. Sekarang ini, prostaglandin E1 merupakan prostaglandin pilihan untuk induksi
persalinan atau aborsi pada Parkland Hospital dan Birmingham Hospital di University of
Alabama.

3). Donor nitrit oksida Beberapa temuan telah mengarahkan pada pencarian zat yang
menstimulusi produksi nitrit oksida (NO) lokal yang digunakan untuk tujuan klinis diantaranya
yakni, nitrit oksida merupakan mediator pematangan serviks, metabolit NO pada serviks
14
meningkat pada awal kontraksi uterus, dan produksi NO di serviks sangat rendah pada kehamilan
lebih bulan.

Dasar pemikiran dan penggunaan donor NO yaitu isosorbide mononitrate dan glyceryl
trinitrate. isosorbide mononitrate menginduksi siklo-oksigenase 2 serviks, agen ini juga
menginduksi pengaturan ulang ultrastruktur serviks, serupa dengan yang terlihat pada
pematangan serviks spontan. Namun sejauh ini uji klinis belum menunjukkan bahwa donor NO
sama efektifnya dengan prostaglandin E2 dalam menghasilkan pematangan serviks, dan
penambahan isosorbide mononitrate pada dinoprostone atau misoprostol tidak meningkatkan
pematangan serviks pada awal kehamilan atau saat cukup bulan dan tidak mempersingkat waktu
pelahiran pervaginam

b) Secara mekanis atau tindakan

1). Kateter Transservikal (Kateter Foley)

Kateter foley merupakan alternatif yang efektif disamping pemberian prostaglandin untuk
mematangkan serviks dan induksi persalinan. Akan tetapi tindakan ini tidak boleh digunakan
pada ibu yang mengalami servisitis, vaginitis,pecah ketuban, dan terdapat riwayat perdarahan.
Kateter foley diletakkan atau dipasang melalui kanalis servikalis (os seviks interna) di dalam
segmen bawah uterus (dapat diisi sampai 100 ml). tekanan kearah bawah yang diciptakan dengan
menempelkan kateter pada paha dapat menyebabkan pematangan serviks.

Modifikasi cara ini, yang disebut dengan extra-amnionic saline infusion (EASI), cara ini
terdiri dari infuse salin kontinu melalui kateter ke dalam ruang antara os serviks interna dan
membran plasenta. Teknik ini telah dilaporkan memberikan perbaikan yang signifikan pada skor
bishop dan mengurangi waktu induksi ke persalinan.

Penempatan kateter, dengan atau tanpa infuse salin yang kontinu, menghasilkan
perbaikan favorability serviks dan sering kali menstimulasi kontraksi, metode ini menghasilkan
peningkatan yang cepat pada skor bishop dan persalinan yang lebih singkat.

Adapun teknik pemasangan kateter foley yaitu sebagai berikut:

a) Pasang speculum pada vagina

b)Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan cunam


tampon.
15
c) Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum

d) Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml

e) Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina

f) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam

g) Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan dengan


infuse oksitosin

2). Dilator Servikal Higroskopik (Batang Laminaria) Dilatasi serviks dapat juga di
timbulkan menggunakan dilator serviks osmotik higroskopik. Teknik yang dilakukan yakni
dengan batang laminaria dan pada keadaan dimana serviks masih belum membuka. Dilator
mekanik ini telah lama berhasil digunakan jika dimasukkan sebelum terminasi kehamilan, tetapi
kini alat ini juga digunakan untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan. Pemasangan
laminaria dalam kanalis servikalis dan dibiarkan selama 12-18 jam, kemudian jika perlu
dilanjutkan dengan infus oksitosin.

3). Stripping membrane yang dimaksud dengan stripping membrane yaitu cara atau
teknik melepaskan atau mamisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi
persalinan dengan “stripping” membrane merupakan praktik yang umum dan aman serta
mengurangi insiden kehamilan lebih bulan. Stripping dapat dilakukan dengan cara manual yakni
dengan jari tengah atau telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis.

4). Amniotomi pada dilatasi serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan spontan
selama 1 sampai 2 jam, dari 209 perempuan yang menjalani induksi persalinan baik itu
amniotomi dini pada dilatasi 1-2 cm ataupun amniotomi lanjut pada dilatasi 5 cm didapatkan
awitan persalinan yang lebih singkat yakni 4 jam.

5). Hubungan seksual hanya dilakukan apabila ketuban dalam keadaan utuh. Orgasme
pada wanita akan menyebabkan kontraksi uterus. semen atau sperma mengandung prostaglandin,
sehingga dapat pula merangsang kontraksi

6). Minyak Castor Digunakan pada serviks yang telah matang, efektif pada multigravida.
Dosisnya 1-2 ons minyak Castor diminum dengan mencapur atau diikuti dengan jus jeruk atau
minuman lain sesuai pilihan ibu. Namun setelah menggunakan cara ini, ibu dianjurkan untuk
banyak minum.
16
Tanda-tanda induksi baik yaitu: respons uterus berupa aktifitas kontraksi miometrium
baik, kontraksi simetris, dominasi fundus, relaksasi baik (sesuai dengan tanda-tanda his yang
baik/adekuat), dan nilai serviks menurut bishop. Prinsip penting: monitor keadaan bayi, keadaan
ibu, awasi tanda-tanda rupture uteri dan harus memahami farmakokinetik, farmakodinamik,
dosis dan cara pemberian obat yang digunakan untuk stimulasi uterus.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan


Kesembilan. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK
UI : Jakarta.

2. FK UNPAD, 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC

3. Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007. McGraw Hill.
USA.

4. www.emedicine.com. Evaluation of Fetal Death. James F Lindsay. Sept 17, 2004.

18

Anda mungkin juga menyukai