Anda di halaman 1dari 23

MINI PROYEK

ABORTUS INKOMPLIT

Pendamping :
dr. Jauhari Assukri Hasibuan

Disusun Oleh :
dr. Nur Indah Sari

PKM RANGKASBITUNG
PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA
SEPTEMBER 2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Dengan ini, dinyatakan bahwa makalah yang diajukan oleh:


Nama : dr. Nur Indah Sari
Judul : Mini Proyek Abortus Inkomplit

Sebagai kelengkapan Program Internsip Dokter Indonesia telah disetujui oleh:

Pendamping,

dr. Jauhari Assukri Hasibuan

Ditetapkan di : Lebak
Tanggal :
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Mini Proyek “Abortus Inkomplit” sebagai
kelengkapan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Rangkasbitung. Bahan-bahan
dalam pembuatan tugas ini didapat dari buku-buku yang membahas mengenai “Abortus
Inkomplit”, internet, dan beberapa sumber lainnya.
Terima kasih kepada dokter pembimbing di Puskesmas Rangkasbitung dr. Jauhari, dr.
Resti dan dr. Maya yang telah membantu dalam terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk para pembaca.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Rangkasbitung, September 2021

  
Penulis
DAFTAR ISI

Menyusul disusun ya dokter daftar isinya


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak
kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan mekanis atau medis disebut
sebagai abortus spontan. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu
akibat dilakukan suatu tindakan mekanis tertentu. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang
dilakukan atas indikasi medik. Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus
komplit, missed abortion, abortus habitualis, dan abortus septik.
Prevalensi abortus meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada wanita berusia 20
tahun adalah 12%, dan pada wanita yang berusia di atas 45 tahun ialah 50%. Delapan puluh
persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan. Penelitian-penelitian terdahulu
menyebutkan bahwa angka kejadian abortus sangat tinggi. Sebuah penelitian memperkirakan
total kejadian abortus di Indonesia berkisar antara 750.000 dan dapat mencapai 1 juta per tahun
dengan rasio 18 abortus per 100 konsepsi. Angka tersebut mencakup abortus spontan maupun
buatan.
Abortus inkomplit merupakan salah satu bentuk dari abortus spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis atau medisinalis, dimana terjadi pengeluaran
sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu. Insiden abortus inkomplit sendiri
belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita
hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan
yang terjadi.
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu karena
adanya perdarahan masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok hipovolemik
apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil
yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis. Komplikasi yang terjadi
tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat
menginginkan anak.
Oleh karenanya, mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi
para pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian memberikan
penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi.
BAB II

STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. M
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : BTN Narimbang
Tanggal masuk RS : Selasa, 7 Agustus 2021

Nama Suami : Tn.Z


Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : BTN Narimbang

2.2 ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Keluar darah dari kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang :
G1P0A0 Hamil 12 minggu mengeluh keluar darah dari kemaluan sejak ± 7 jam SMRS.
Darah yang keluar terus-menerus dan berwarna merah segar yang kemudian diikuti dengan
keluarnya gumpalan-gumpalan seperti daging. Keluar darah pertama kali saat pasien sedang
beristirahat setelah melakukan pekerjaan rumah tangga. Keluhan disertai nyeri perut bagian
bawah. Os juga merasa lemas, kram pada perut dan pusing. Mual dan muntah tidak ada. Riwayat
trauma, demam, dan minum jamu sebelumya tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma, Tuberkulosis, dan riwayat abortus tidak
ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat yang sama.

Riwayat Pengobatan :
OS belum mengkonsumsi obat apapun sejak timbul keluhan.

Riwayat Psikososial :
Pola makan teratur, konsumsi rokok dan alkohol tidak ada. Suami pasien merokok 1 hari
habis 1 bungkus dan alergi tidak ada.

2.3 RIWAYAT OBSTETRI


Riwayat Kehamilan : G1P0A0
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas :

No. Th. Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit BB/ Anak


Partus Partus Hamil Persalinan Persalinan Kel
1 - - - - - - - -
Riwayat Menstruasi dan Kontrasepsi
Menarche : 12 Tahun
Siklus Haid : 28 hari
Lama Haid : 7 hari
Dismenorrhea : Disangkal
HPHT : 7 Mei 2021
Kontrasepsi yang lalu : Belum pernah menggunakan KB

Riwayat pernikahan : Perkawinan ke-1, lama menikah 6 bulan.

2.4 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda- tanda Vital : - TD : 100/70 mmHg
-N : 80 kali/menit
- RR : 18 kali/menit
-S : 36,5oC
Antropometri : TB : 157cm, BB : 49kg, IMT : 19,9 (ideal)

2.5 STATUS GENERALIS


Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Refleks Pupil (+/+)
Isokor ka=ki

Hidung : mukosa kering, deviasi septum (-), secret (-/-), darah (-/-).

Leher : Pembesaran KGB (-/-)


Pembesaran Tiroid (-/-)
Thorax : Normochest
Gerak Simetris

Paru-Paru :
Vesikular (+/+)
Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi I/II murni, regular
Abdomen : Lihat status obstetri
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2D.

2.6 STATUS OBSTETRI


Inspeksi
- Wajah : Chloasma grav. (-)
- Thorax : Mammae simetris
- Abdomen : Cembung, lembut
Nyeri tekan (+)
Luka post. Op (-)
Palpasi
-TFU : -
-DJJ :-
-His :-
-TBJ :-
- Leopold: Tidak dilakukan

Pemeriksaan Luar Genitalia:

-Vulva/Vagina/Perineum: t.a.k

- Perdarahan pervaginam (+)

Pemeriksaan Dalam Genitalia :

Uterus teraba sedikit mengecil dari usia kehamilan, nyeri goyang porsio tidak ada, OUE
terbuka, nyeri dan massa adnexa (-).
2.7 RESUME
Seorang perempuan usia 23 tahun G1P0A0 Hamil 12 minggu datang ke RS dengan keluhan
keluar darah dari kemaluan sejak ± 7 jam SMRS. Darah yang keluar terus-menerus dan berwarna
merah segar yang kemudian diikuti dengan keluarnya gumpalan-gumpalan seperti daging.
Keluar darah pertama kali saat pasien sedang beristirahat setelah melakukan pekerjaan rumah
tangga. Keluhan disertai nyeri perut bagian bawah. Os juga merasa lemas, kram pada perut dan
pusing. Mual dan muntah tidak ada. Riwayat trauma, demam, dan minum jamu sebelumya tidak
ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis, TD: 100/70mmHg, N:
80x/menit, R: 18 x/menit, S: 36,5oC, Status generalis dalam batas normal. Status obstetri didapat:
pada pemeriksaan luar genitalia terlihat perdarahan pervaginam (+), pada pemeriksaan
dalam genitalia uterus teraba sedikit mengecil dari usia kehamilan, nyeri goyang porsio tidak ada,
OUE terbuka, nyeri dan massa adnexa (-).

2.8 DIAGNOSIS
G1P0A0 Hamil 12 minggu + Abortus inkomplit

2.9 PLANNING
- Pro rujuk rencana kuretase
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak
kurang dari 500 gram.

3.2 Faktor Risiko


Faktor risiko abortus yaitu:
1. Bertambahnya usia ibu
Abortus meningkat dengan pertambahan umur. Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19
tahun; 11.1% pada usia 20-24 tahun; 11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34
tahun; 24,6% pada usia 35-39%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke
atas. Baru-baru ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai faktor risiko terjadinya
abortus. Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus
tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita ≥ 35 tahun dan pria ≥ 40 tahun.
2. Riwayat abortus
Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan berikutnya ditentukan dari
frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2
kali berisiko 24%, 3 kali berisiko 30%, dan 4 kali berisiko 40%. Menurut Malpas dan
Easman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang mengalami
abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%.
3. Kebiasaan orang tua
a) Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus
meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi
setiap hari. Asap rokok mengandung banyak ROS yang akan mendestruksi
organel seluler melalui kerusakan mitokondria, nucleus, dan membrane sel. Selain
itu, secara tidak langsung ROS akan menyebabkan kerusakan sperma. Hal ini
menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal maupun ganda sperma. Plasentasi
normal diatur oleh invasi arteri spiral uterina yang diatur oleh genomic tropoblas
yang normal. Pada organogenesis embrionik dalam menjamin invasi tropoblas,
tekanan oksigen rendah, dan metabolisme cenderung anaerob. Oleh karena itu,
produksi ROS biasanya menurun. Keadaan ini diatur aktivitas integrin yang
merangsang tropoblas untuk proliferasi. Tekanan oksigen rendah membantu
implantasi sedangkan tekanan tinggi membantu proliferasi sel tropoblas.
Dengan faktor pemicu asap rokok, stress oksidatif akan semakin buruk. Stress
oksidatif sendiri dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi plasenta
dan abortus dini. ROS akan bereaksi dengan molekul pada berbagai sistem biologi
sehingga dapat terjadi kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel.
Dengan risiko stress oksidatif, pasien tidak pernah mengonsumsi vitamin yang
berperan sebagai antioksidan sehingga meningkatkan risiko abortus. Selain itu,
vural et al. menunjukkan adanya peningkatan radikal bebas superoksida oleh
PMN pada trimester satu kehamilan.
b) Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan
dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alcohol 2x/minggu dan tiga kali
lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alcohol setiap hari. Dalam suatu
penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3 kali untuk setiap gelas
alcohol yang dikonsumsi setiap hari.
c) Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi
pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500 mg kafein) kopi setiap hari
menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.
d) Alat kontrasepsi dalam Rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan
risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.
e) Trauma fisik dan psikologis seperti ansietas dan depresi.

3.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas.
Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang terjadi secara spontan
hampir selalu didahului oleh kematian embrio atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan
berikutnya, seringkali sebelum ekspulsi janin masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh
penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh penyakit dari
ayahnya5.

Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut
mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus lebih
belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi.
Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa
abortus euploidi.
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria
gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek, cytomegalovirus Listeria
monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan
dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari
traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis
yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat
menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan
penyebab utama.
b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus.
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi
keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur. Diabetes maternal
pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi
kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti lainnya.
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes mellitus, dan
defisiensi progesteron. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula dapat
dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut
dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara
teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan
dalam peristiwa kematiannya.
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar kemungkinanya
menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea serta vomitus yang lebih
sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi nutrien yang ditimbulkan,
jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagaian besar mikronutrien pernah dilaporkan
sebagai unsur yang penting untuk mengurangi abortus spontan.
e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.
f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan
yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi anti cardiolipin (ACA)
yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta destruksi plasenta.
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus spontan.
Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi empat
hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan
bahwa gamet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat
menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras
dengan hasil observasi tersebut.
h. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau
kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan kecelakaan
tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi
beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat
spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan
marah ataupun cemas.
i. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul
dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara spontan
atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES). Cacat uterus akuisita yang
berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus
yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi
leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar
kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat dianggap
sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya ternyata negatif dan
histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi
sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan
berikutnya, sebelum atau selama persalinan.
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Asherman) paling sering terjadi akibat
tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortion atau mungkin pula
akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium
yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis
yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk mendukung
implatansi hasil pembuahan.
j.. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi pada
trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta mengalami
ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.

Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses timbulnya
abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma dapat menimbulkan zigot yang
mengandung bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus.
Faktor Fetal
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat.
Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada hamil muda. Faktor-faktor yang
menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan janin antara lain kelainan kromosom, lingkungan
kurang sempurna dan pengaruh dari luar. Kelainan kromosom merupakan kelainan yang sering
ditemukan pada abortus spotan seperti trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan
kromosom seks. Lingkungan yang kurang sempurna terjadi bila lingkungan endometrium di
sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil
konsepsi terganggu. Pengaruh dari luar seperti radiasi,virus, obat-obat yang sifatnya teratogenik.

Faktor Plasenta
Seperti endarteritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan oksigenasi plasenta
terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa
terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi yang menahun.

3.4 Patogenesis dan Patofisiologi


Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang menyebabakn nekrosis jaringan.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut
terlepas dapat menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus kontraksi dan
mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus
dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarka secara in toto, meskipun
sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di kanalis servikalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8-
14 minggu biasanya diawali dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran
janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. jenis ini sering
menimbulkan perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-
kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus
dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit
namun rasa sakit lebih menonjol.
Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai bentuk yaitu
kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda kecil yang bentuknya masih
belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati lama. Plasentasi tidak adekuat sehingga sel
tropoblas gagal masuk ke dalam arteri spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur dari
ibu ke anak.

3.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Jenis Abortus Perdarahan Serviks Hasil Besar Uterus Gejala Lain


Konsepsi
Abortus Sedikit sampai Tertutup Masih di dalam Sesuai usia Kram dan
iminens sedang uterus kehamilan nyeri perut
Nyeri
punggung
bawah
Abortus Sedang sampai Terbuka Masih dalam Sesuai atau Kram dan
Insipien banyak uterus lebih kecil dari nyeri perut
usia kehamilan
Abortus Sedikit sampai Terbuka Keluar Lebih kecil Kram dan
inkomplit banyak sebagian dari usia nyeri perut
kehamilan Keluar jaringan
Abortus Sedikit sampai Tertutup Keluar Lebih kecil Nyeri dan
komplit tidak ada seluruhnya dari usia kram perut
kehamilan tidak dirasakan
atau hanya
sedikit bila
ada. Uterus
agak kenyal
Missed Tidak ada Tertutup Tidak ada Lebih kecil Tanda-tanda
abortion (mati) dari usia kehamilan
kehamilan menghilang.

3.6 Diagnosis
 Anamnesis: riwayat kehamilan dan abortus sebelumnya, jumlah perdarahan, jaringan
yang keluar, riwayat trauma dan penggunaan obat-obatan;
 Pemeriksaan obstetrik dan ginekologik: maneuver leopold, denyut jantung janin, dan
inspeksi ostium serviks;
 Pemeriksaan penunjang:
- Darah perifer lengkap: kadar Hb untuk menilai anemia, leukosit dan laju endap darah
untuk abortus septik,
- Pemeriksaan kehamilan: kadar β-hCG dapat digunakan untuk memeriksa kehamilan,
- Ultrasonografi: melihat kantung gestasi, embrio, denyut jantung, dan sebagainya.

3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus sesuai dengan jenis abortus:
1. Abortus imminens:
a. Pertahankan kehamilan
b. Tidak perlu pengobatan khusus
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubugan seksual
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termsuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu.
Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG, nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.
f. Tablet penambah darah
g. Vitamin ibu hamil diteruskan
2. Abortus insipiens
a. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa tidak nyaman
selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi mengenai kontrasepsi
paska keguguran.
b. Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus; jika evakuasi tidak
dapat dilakukan segera: berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit
kemudian bila perlu)
c. Jika usia kehamilan > 16 minggu: tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara
spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari dalam uterus. Bila perlu berikan infus
oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes
permenit.
d. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam, bila kondisi
baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
e. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
f. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila
kadar Hb > 8 gr/dl dan keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang.

3. Abortus Inkomplit
a. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi)
b. Kuretase

4. Abortus Komplit
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia perlu diberikan
sulfas ferosus dan dianjurkan supaya makanannya mengandung banyak protein, vitamin
dan mineral.
5. Missed Abortion
a. Lakukan konseling
b. Jika usia kehamilan < 12 minggu: evakuasi dengan AVM/sendok kuret.
c. Jika usia kehamilan 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase.
Lakukan evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
d. Jika usia kehamilan 16-22 minggu: lakukan pematangan serviks lalu evakuasi
dengan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NaCl 0,9% RL dengan kecepatan 40
tpm hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Bila dalam 24 jam evakuasi tidak
terjadi, evaluasi kembali sebelum merencanakan evakuasi lebih lanjut.
e. Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.

3.8 Prognosis
Pada abortus iminens, janin biasanya masih dapat diselamatkan, bergantung pada jumlah
perdarahan yang dialami sang ibu. Prognosis ibu pada abortus iminens juga baik. Pada abortus
insipiens, inkomplit, dan komplit, prognosis sang ibu baik.

3.9 Komplikasi
Perdarahan hebat dan persisten, sepsis, infeksi, sinekia intrauterine, infertilitas, perforasi
dinding uterus, serta cedera usus dan kandung kemih.
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada laporan kasus ini terdapat seorang pasien wanita berusia 23 tahun G1P0A0 Hamil
12 minggu datang ke RS dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak ± 7 jam SMRS.
Darah yang keluar terus-menerus dan berwarna merah segar yang kemudian diikuti dengan
keluarnya gumpalan-gumpalan seperti daging. Keluar darah pertama kali saat pasien sedang
beristirahat setelah melakukan pekerjaan rumah tangga. Keluhan disertai nyeri perut bagian
bawah. Os juga merasa lemas dan pusing. Mual dan muntah tidak ada. Riwayat trauma, demam,
dan minum jamu sebelumya tidak ada.
Faktor yang dapat dicurigai sebagai penyebab terjadinya abortus ini adalah faktor lingkungan
yang secara epidemiologi berperan dalam 1-10% kasus abortus. Faktor lingkungan yang
terutama berperan adalah paparan terhadap asap rokok yang diketahui dari anamnesa bahwa
dilingkungan sekitarnya sering terpapar asap rokok karena diketahui suami pasien merokok
sehari habis I bungkus rokok.. Asap rokok mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin
yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, TD: 100/70mmHg, N:
80x/menit, R: 18 x/menit, S: 36,2oC, Status generalis dalam batas normal. Status obstetri didapat:
pada pemeriksaan luar genitalia terlihat perdarahan pervaginam (+). Pada pemeriksaan dalam
genitalia didapatkan uterus teraba sedikit mengecil dari usia kehamilan, OUE terbuka (+).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik pada pasien ini dapat disimpulkan dengan diagnosis
abortus inkomplit. Data tersebut sesuai dengan teori pada kasus abortus inkomplit. Pada pasien
ini dengan diagnosis abortus inkomplit ditatalaksana dengan kuretase (prorujuk rs) dengan tujuan
untuk membersihkan hasil konsepsi. Dan post kuretase diberikan: obat antibiotik, methergin:
obat ini bekerja pada otot polos rahim secara langsung meningkatkan tonus, frekuensi, dan
amplitude dari ritme kontraksi Rahim Peningkatan kontraksi ini berguna untuk mencegah dan
mengontrol perdarahan rahim. Dan SF (sulfas ferrosus): SF ini merupakan zat besi yang
digunakan untuk mengobati atau mencegah kadar zat besi rendah.
DAFTAR PUSTAKA

1. A, Sylvia dan M, Lorraine S. 2013. “Gangguan Sistem Reproduksi”. Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
2. Beckmann, Charles R.B dkk. 2010. Obstetrics and Gynecology. Sixt Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Hoffman, Barbara L dkk. 2016. Williams Gynecology. Third Edition. New York: Mc
Graw Hill.
4. Manuaba, Ida Bagus Gde dkk.2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB edisi
2. Jakarta: EGC.
5. Kementerian kesehatan RI dan WHO. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
6. Saifudin, Abdul Bari dkk. 2014. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai