Anda di halaman 1dari 12

MEMAHAMI DAN MENGETAHUI OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah PPN dan PPnBM

Dosen Pengampu: Maya Aresteria. S.E., M.Si., Akt., CA., CPA.

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

1. Hensel (40011422650090)
2. Yohana Nathania (40011422650010)
3. Aliya Rahma (40011422650034)
4. Rahma Faiza (40011422650064)
5. Tri Wahyu Hidayati (40011422650074)
6. Anisa Aulia Zahrani (40011422650082)
7. Sania Indah Dwi Lestari (40011422650088)
8. Nanda Qothrunnada Shobihah (40011422650092)
9. Remelda Putri Nurdianty (40011422650102)
10. Rachel Rafifah Firdaus (40011422650114)

PRODI D4 AKUNTANSI PERPAJAKAN


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Objek Pajak Secara Umum

Objek pajak adalah penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang


diterima wajib pajak. Secara sederhana objek pajak adalah Penghasilan yang
dikenakan pajak. Arti penghasilan sendiri adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

B. Macam-Macam Objek Pajak:


1) Imbalan
Imbalan atau penggantian berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diperoleh atau yang diterima termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya.
2) Hadiah
Hadiah yang didapat dari undian atau pekerjaan atau kegiatan maupun
penghargaan. Misalnya hadiah yang diterima sehubungan penemuan benda
benda purbakala.
3) Laba usaha
Laba usaha adalah laba dari hasil usaha. Terdapat pendapat lain tentang
laba usaha adalah pendapatan perusahaan dikurangi biaya eksplisit atau biaya
akuntansi perusahaan. Berikut beberapa teori berusaha untuk menjelaskan
perbedaan tersebut, yaitu :
- Teori laba dalam menghadapi resiko.
- Teori laba karena pergesekan.
- Teori laba inovasi.
- Teori laba efisiensi manajerial.
4) Keuntungan
Keuntungan terdapat karena berjualan atau pengalihan harta, termasuk
diantaranya:
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu
atau anggota yang diperoleh perseroan, di persekutuan dan badan
lainnya.
- Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama
dalam bentuk apapun.
- Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.

5) Penerimaan pembayaran pajak


Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6) Bunga
Bunga yang termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang, yaitu:
- Premium terjadi karena apabila obligasi dijual diatas nilai nominalnya.
Sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli dibawah nilai
nominalnya.
- Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan
obligasi, sedangkan diskonto adalah penghasilan bagi pihak yang
membeli obligasi.
7) Dividen
Dividen dalam nama dan bentuk apapun, termasuk dividen hasil dari
perusahaan asuransi terhadap pemegang polis dan pembagian hasil sisa usaha
koperasi.
8) Royalti
Royalti atau pengembalian atas penggunaan hak.Royalti adalah suatu
jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apapun
baik dilakukan secara berkala maupun tidak. Contohnya hak paten, hak cipta
atau sumber alam.
9) Sewa
Sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak maupun
harta tak bergerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, sewa
gudang dan lain lain.
10) Pembayaran berkala
Penerimaan perolehan pembayaran berkala, misalnya elementasi atau
tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang ulang dalam jangka
waktu tertentu.
11) Utang
Keuntungan yang didapat dari pembebasan utang, kecuali apabila telah
sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
12) Mata uang asing
Keuntungan juga bisa didapat dari adanya selisih kurs pada mata uang
asing.
13) Aktiva
Selisih yang juga lebih karena adanya penilaian kembali aktiva.
14) Premi asuransi
Premi asuransi merupakan sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh
setiap nasabah yang terdaftar kepada perusahaan asuransi sebagai
penanggung. Jumlah uang yang harus dibayarkan setiap bulannya sudah
ditentukan oleh perusahaan asuransi dengan memperhatikan keadaan pihak
nasabah.
15) Iuran
Iuran yang juga diterima atau diperoleh dari perkumpulan anggotanya
yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16) Neto
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
17) Usaha syariah
Penghasilan yang didapat dari adanya usaha yang tentunya berbasis
syariah.
18) Imbalan bunga
Imbalan bunga yang dimaksud dalam undang undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19) Surplus Bank Indonesia
Surplus Bank Indonesia adalah selisih antara penerimaan dan
pengeluaran Bank Indonesia. Dalam konteks perpajakan, perlakuan atas
surplus (laba) Bank Indonesia mengalami perubahan perubahan yang cukup
berarti. Perubahan-perubahan ini berhubungan dengan fungsi dan kedudukan
Bank Indonesia sebagai lembaga.

C. Pengertian PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas pajak konsumsi barang dan
jasa di dalam daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat dalam setiap jalur
produksi dan distribusi .PPN merupakan pajak tidak langsung karena pembayaran nya
disetorkan oleh pihak lain yang bukan penanggung jawab.

D. Tarif PPN
Menurut UU No 7/2021 :
○ 11% per 1 April 2022
○ 12% Per 1 Januari 2025
● Dasar Pengenaan PPN = DPP X 11%
DPP (Dasar Penggenaan Pajak ) adalah jumlah harga jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai
dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

E. Karakteristik PPN
PPN di Indonesia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pajak Tidak Langsung
Secara ekonomis, beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain.
Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang
menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban
pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak).
2. Pajak Objektif
Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya
objek pajak. Kondisi subjektif Subjek Pajak tidak dipertimbangkan.
3. Multistage Tax
PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi
dan distribusi (dari pabrikan sampai ke peritel).
4. Nonkumulatif
PPN tidak bersifat kumulatif meskipun memiliki karakteristik
multistage tax karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak
Masukan. Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok
barang atau jasa.
5. Tarif Tunggal
PPN di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif (single tariff), yaitu
10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak.
6. Credit Method/Invoice Method/Indirect Substruction Method
Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang
diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada
saat penyerahan barang atau jasa yang disebut Pajak Keluaran (output tax)
dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian barang atau penerimaan jasa
yang disebut Pajak Masukan (input tax).
7. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
Atas impor Barang Kena Pajak dikenakan PPN sedangkan atas ekspor
Barang Kena Pajak tidak dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip
tempat tujuan (destination principle), yaitu pajak dikenakan di tempat bidang
atau jasa akan dikonsumsi.
8. Consumption Type Value Added Tax (VAT)
Dalam PPN di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan
pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang
dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak
(JKP).
BAB II
PEMBAHASAN

A. DASAR HUKUM PPN & PPnBM


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) memiliki dasar hukum yang sama, yaitu UU No. 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). Sebelumnya telah terjadi beberapa perubahan
dasar hukum PPN dan PPnBM, dimulai dari:
● UU no. 8 Tahun 1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah
● UU No. 11 Tahun 1994
● UU No. 18 Tahun 2000
● UU No. 42 Tahun 2009

B. OBJEK PPN
PPN dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi karena beberapa kegiatan
berikut (Pasal 4 UU PP):
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha adalah suatu kegiatan pemberian atau transfer
barang yang dikenakan pajak (seperti pajak pertambahan nilai atau PPN) oleh
pengusaha kepada penerima barang. Dalam konteks pajak, istilah "Daerah
Pabean" mengacu pada wilayah geografis di mana aturan dan ketentuan
perdagangan internasional berlaku, termasuk peraturan mengenai pajak impor
dan ekspor. Kegiatan yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP
meliputi :
a. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.
Perjanjian meliputi jual beli, tukar-menukar, jual-beli secara
angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak
atas barang.
b. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi.
Berarti kegiatan pengalihan hak atas BKP dari pemilik BKP
kepada pihak lain yang dilakukan berdasarkan perjanjian sewa beli
dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi (hak
untuk membeli BKP pada akhir masa sewa dengan harga yang telah
disepakati sebelumnya).
c. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang.
Yang dimaksud dengan pedagang perantara adalah orang
pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan
untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa
tertentu, misalnya komisioner. Sementara juru lelang adalah juru lelang
pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah.
d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP.
Pemakaian sendiri adalah pemakaian untuk kepentingan
pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi
sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sementara pemberian
cuma-cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik
barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti
pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
e. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan. Hal ini disebabkan kondisi tersebut
disamakan dengan pemakaian sendiri
f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antarcabang
g. Penyerahan BKP oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam
rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan
prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP
kepada pihak yang membutuhkan BKP.
h. Penyerahan BKP secara konsinyasi, yaitu kegiatan penyerahan BKP
oleh Pengusaha kepada pihak lain yang dilakukan dengan cara
menitipkan BKP kepada pihak lain untuk dijualkan dengan harga
tertentu dan bagi hasil tertentu.

Kegiatan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP


adalah:
a. Penyerahan barang kena pajak kepada makelar.
Yang dimaksud dengan makelar dalam konteks ini adalah
pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang
oleh Presiden dinyatakan berwenang sebagai makelar. Makelar ini
melakukan kegiatan usaha dengan mengerjakan pekerjaan yang
mendatangkan upah atau provisi tertentu.
b. Penyerahan Barang Kena Pajak Untuk Jaminan Utang-Piutang
Pasalnya, penyerahan barang kena pajak dapat terjadi karena
perjanjian utang-piutang, utamanya sebagai jaminan. Misalkan, jika
seseorang mengajukan permohonan pinjaman ke bank, maka biasanya
bank akan meminta jaminan. Nah, ketika orang tersebut, misalkan
menyerahkan mobil atau motor sebagai jaminan, maka penyerahannya
tidak terutang PPN.
c. Penyerahan Barang Kena Pajak Terkait Pemusatan Tempat Pajak
Terutang
Bentuk penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan barang kena pajak juga berlaku saat PKP melakukan
pemusatan pajak terutang , meski memiliki lebih dari satu tempat
kegiatan usaha. Tempat kegiatan usaha yang dimaksud ini dalam
bentuk kantor pusat dan beberapa kantor cabang. Jika PKP melakukan
pemusatan tempat pajak terutang dan telah melaporkannya kepada
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maka pemindahan barang kena pajak
dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha yang lain,
misalkan dari pusat ke cabang, dianggap sebagai penyerahan yang
tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak.
d. Pengalihan Barang Kena Pajak
Pengalihan barang kena pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha
termasuk dalam penyerahan yang tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan barang kena pajak. Pengalihan barang kena pajak yang
tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak ini
terjadi pada:

● Kesepakatan atau penetapan terjadinya penggabungan,


peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha
atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang tertuang dalam perjanjian
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan
pengambilalihan usaha.
● Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha oleh
notaris.
e. Aktiva Tidak Untuk Diperjualbelikan
Pasalnya, kategori terakhir ini ada kaitannya dengan
pembubaran perusahaan atau likuidasi yang mengharuskan perusahaan
menjual aset-asetnya. Dipandang dari objek pajak, mengacu pada Pasal
16 D UU PPN dan PPnBM, penjualan aset yang tersisa saat likuidasi
perusahaan, dikenakan PPN meski keberadaan aset-aset tersebut sejak
awal tidak untuk diperjualbelikan.

Kegiatan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP


adalah:
a. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
b. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang
c. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
antarcabang dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak
terutang.
d. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP; e.
BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat
dikreditkan (perolehan BKP/JKP tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha dan perolehan: dan pemeliharaan kendaraan
bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang
dagangan atau disewakan).
2. Impor BKP
Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai. Siapa pun yang memasukkan BKP ke dalam Daerah Pabean
dikenakan pajak tanpa memerhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan
usaha atau pekerjaannya ataukah tidak.
3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh PKP.
Penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian JKP, termasuk JKP yang
digunakan untuk kepentingan sendiri dan JKP yang diberikan secara
cuma-cuma.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean oleh siapa pun, dikenakan PPN.
Contoh :
Pengusaha A yang herkedudukan di Jakarta memperoleh hak
menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hong
Kong. Atas pemanfaatan merek di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha A
terutang PPN.
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat
berupa jasa konsultan asing yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik,
dan jasa lain di dalam Daerah Pabean, Pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean oleh siapa pun dikenakan PPN.
Contoh:
Pengusaha C di Surabaya memanfaatkan JKP dari Pengusaha D yang
berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan JKP di dalam Daerah Pabean
oleh Pengusaha C terutang PPN.

C. Pengecualian Objek PPN


Pada dasarnya, pengenaan PPN mencakup semua jenis barang sebagai basis
PPN. Namun, terdapat jenis barang tertentu yang dikecualikan dari PPN atas alasan
tertentu. Barang dan jasa yang tidak dikenai PPN merupakan barang yang
dikecualikan dari pengenaan PPN, hal itu berarti barang dan jasa tersebut memang
telah ditetapkan untuk tidak dikenakan PPN. Biasanya barang dan jasa disebut dengan
BTKP (non-BKP) atau JTKP (non-JTKP). Berdasarkan Pasal 4A UU PPN, terdapat 4
kelompok BTKP dan 17 kelompok JTKP. Namun, kini pemerintah tengah mengkaji
pengurangan atas jumlah BTKP dan JTKP tersebut. Berikut adalah yang termasuk
dalam pengecualian objek PPN:
● Barang Yang Tidak Dikenai PPN (non-BKP)
1) Barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya.
2) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak:
a. beras, gabah, jagung, sagu, kedelai
b. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
c. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah
melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan,
dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur,
diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
d. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang
dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
e. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses
didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan
gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
f. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang
telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris,
di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
g. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci,
ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk
sayuran segar yang dicacah
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau catering.
4) Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi):
a. minyak mentah (crude oil)
b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh Masyarakat
c. panas bumi
d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu
apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar),
garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin,
leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan
kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap
(fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,
yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; dan
e. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel,
bijih perak, serta bijih bauksit.

● Jasa Yang Tidak Dikenai PPN (non-BTKP)


1. Jasa pelayanan kesehatan medis
2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa keagamaan
7. Jasa Pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri
11. Jasa tenaga kerja
a. Jasa perhotelan
b. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum
c. Jasa penyediaan tempat parker
d. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
e. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
f. Jasa boga atau katering
DAFTAR PUSTAKA

. (2022, October 2). . - YouTube. Retrieved August 31, 2023, from

https://fiskal.kemenkeu.go.id/fiskalpedia/2021/07/13/173618726358430-pajak-pertam

bahan-nilai-ppn.

Lathifa, D. (2023, April 10). PPnBM: Dasar Hukum, Objek Pajak, dan Tarif Terbaru yang

Berlaku. OnlinePajak. Retrieved August 30, 2023, from

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/mengenal-ppnbm

Anda mungkin juga menyukai