Naskah diterima: 31 Agustus 2017; direvisi: 1 Desember 2017; disetujui: 14 Desember 2017
Abstrak
Penelitian cerita rakyat sebagai pengungkap budaya masyarakat yang mengandung kearifan
lokal masih penting dilakukan. Apalagi, cerita rakyat yang berkembang di wilayah bekas
Kerajaan Mulawarman, Kerajaan Hindu tertua di Indonesia belum diungkap secara detil. Dengan
menggunakan metode studi sastra lisan dan pendekatan tipe-motif, Stith Thompson, penelitian
ini berusaha mengungkap Kerajaan Mulawarman, menguraikan cerita rakyat yang berkembang
di wilayah tersebut, memaparkan motif tabu yang terdapat dalam keempat cerita rakyat, yaitu
“Legenda Patung Batu Desa Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang Kudungga”,
dan “Kisah Baung Putih”, serta menguraikan konsep tabu pada masyarakat sekarang. Metode
pengumpulan data menggunakan studi pustaka, sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan
teknik wawancara informan, pengamatan, perekaman, dan pencatatan. Metode analisis data
menggunakan kritik teks, sedangkan teknik analisis data menggunakan klasifikasi motif Thompson.
Hasil dan pembahasaan penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya fakta-fakta historis Kerajaan
Mulawarman melalui kajian keempat cerita tersebut serta terkuaknya beragam motif tabu yang
terdapat di dalam masyarakat Kutai. Pemaknaan konsep tabu ini masih berlangsung di masyarakat
Kutai. Dari keempat cerita yang telah dianalisis, yaitu “Legenda Patung Batu Desa Pantun”,
“Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang Kudungga”, dan “Kisah Baung Putih” terlihat bahwa
tabu masih berlangsung sampai dengan saat ini, sedangkan yang lain sudah tidak berlaku lagi
karena pengaruh perkembangan zaman dan permasifan globalisasi.
Abstract
Folklore’s research as society cultural revealer that contains of local genius is still very important
to be done. Moreover, folklore that spreads in the exregion Mulawarman Kingdom, the oldest
of Hindu kingdom in Indonesia hasn’t been explored details yet. By using oral studies method
and type-motive approach, Stith Thompson, this research tries to reveal Mulawarman Kingdom,
describe folklore that spreads in that region, explain taboo motives that contain in the forth folklore,
“Legenda Patung Batu Desa Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang Kudungga”,
and “Kisah Baung Putih”, and also describe taboo concepts in Kutai’s society nowadays. Data
collecting method uses book study, whereas data collecting technique uses informan’s interview,
observation, recording, and writing. Data analysis method uses critical text, whereas data
ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 197
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210
analysis technique uses classification of Thompson motive. The result shows that there emerges
Mulawarman Kingdom’s historical facts toward the forth stories and appears many taboo motives
in Kutai’s society. The meaning of this taboo concept still continues in Kutai’s society. From the
forth folklore, “Legenda Patung Batu Desa Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang
Kudungga”, and “Kisah Baung Putih” that have been analized can be shown that taboos still
happen nowadays, meanwhile the other taboos haven’t continued because of the influence of era
expansion and massive globalization.
198 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...
yang membangun cerita tradisional. Motif-motif dalam penelitiannya yang berjudul “Tipe dan
yang ada dalam klasifikasi Thompson sangat Motif dalam Sastra Lisan di Provinsi Maluku”.
banyak, antara lain motif pencipta, binatang, Penelitian itu mengkaji sastra lisan di Provinsi
kekuatan magis, raksasa, orang bodoh, masyarakat, Maluku berdasarkan tipe Aerene dan motif Taum.
hukuman, kekejaman, sifat manusia, dan lain-lain. Selain itu, penelitian Riana dkk. (2015, hlm.
Motif cerita dari cerita rakyat di Kabupaten 66) berjudul “Sastra Lisan di Kabupaten Kutai
Kutai Kartanegara sangat beragam walaupun Kartanegara” juga sudah mengkaji motif cerita
dulu pernah ditempati dua kerajaan besar, yaitu yang ada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kerajaan Kutai Martadipura dan Kerajaan Kutai. yaitu motif cerita yang berkembang di wilayah,
Cerita rakyat tidak hanya berkaitan dengan yaitu tentang kerajaan, penciptaan manusia,
kerajaan, tetapi juga berkaitan dengan motif-motif penciptaan binatang, konsep tabu/larangan,
yang lain, yaitu tentang penciptaan manusia, suatu tokoh tertentu, sosok gaib, dan lain-lain.
penciptaan binatang, konsep tabu/larangan, suatu Akan tetapi, dalam penelitian tersebut belum
tokoh tertentu, sosok gaib, dan lain-lain. Penelitian secara detail mengkaji motif cerita, khususnya
ini lebih fokus pada satu motif cerita yang dominan motif tabu dari cerita rakyat yang berkembang di
muncul di dalam cerita yang berkembang di wilayah bekas Kerajaan Hindu tertua, tepatnya
wilayah bekas Kerajaan Kutai Martadipura, yaitu di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai
motif tabu/larangan unik (unique forbidden) sesuai Kartanegara. Padahal, di balik cerita-cerita
dengan klasifikasi indeks motif Thompson. rakyat yang berkembang di wilayah itu mampu
Motif tabu dalam bahasa Kutai bisa disebut mengungkap sejarah Kerajaan Mulawarman
juga tuhing yang berarti sebuah larangan/pantangan pada masa lalu sebagai kerajaan Hindu tertua
jika tetap dilakukan akan mendatangkan musibah/ di Indonesia, baik sistem pemerintahan maupun
bencana. Motif tabu ini banyak dijumpai dalam adat dan budaya masyarakat pada saat itu, sangat
cerita-cerita rakyat di Indonesia, sehingga banyak penting tidak hanya bagi perkembangan sejarah
dijumpai berbagai kearifan lokal kelompok- kebudayaan di Kutai Kartanegara, tetapi juga
kelompok etnis (Taum, 2011, hlm. 89). Motif kebudayaan Indonesia.
tabu ini juga ada di wilayah Kalimantan Timur, Penelitian ini menjawab empat permasalahan,
khususnya Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten yaitu sejarah singkat Kerajaan Mulawarman,
Kutai Kartanegara merupakan wilayah bekas Kerajaan Hindu tertua, uraian cerita rakyat
Kerajaan Mulawarman. Dalam kehidupan sehari- yang berkembang di bekas wilayah Kerajaan
hari pada zaman dulu, bahkan sekarang selain Mulawarman, motif tabu apa saja yang terdapat
percaya pada roh, dewa-dewa, dan kekuatan gaib, dalam keempat cerita rakyat di wilayah Kerajaan
masyarakat Kutai juga banyak dipengaruhi oleh Mulawarman, yaitu “Legenda Patung Batu Desa
kepercayaan menurut adat, misalnya tabu, adat- Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan
istiadat peninggalan nenek moyang, dan tanda- Sang Kudungga”, dan “Kisah Baung Putih”, dan
tanda alam (Soetoen, 1979, hlm. 71—72). konsep pemaknaan masyarakat terhadap konsep
Berbagai penelitian mengenai motif cerita tabu yang masih hidup dan berkembang pada
sudah banyak dilakukan karena penting untuk saat ini. Penelitian ini bertujuan memaparkan
melihat versi dan varian motif cerita dari berbagai sejarah singkat Kerajaan Mulawarman, kerajaan
daerah di Indonesia sehingga terjalin jejaring Hindu tertua, menguraikan cerita rakyat
motif antara cerita dari daerah satu dan daerah yang berkembang di bekas wilayah Kerajaan
yang lain, serta mengungkap fakta-fakta sejarah Mulawarman, mengungkap motif tabu yang
di balik cerita tersebut. Penelitian motif pernah terdapat dalam keempat cerita rakyat di wilayah
dilakukan oleh Kastanya dkk. (2017, hlm. 37) bekas Kerajaan Mulawarman, dan memberikan
ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 199
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210
200 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...
ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 201
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210
wilayah Muara Kaman berkembang cerita rakyat petinggi. Ketika baru saja pulang dari pesta dan
yang mengangkat sejarah kerajaan dan keadaan melihat istrinya seperti itu, sang suami pun ingin
sosial budaya pada saat itu. Motif yang menonjol membalas dendam. Ia pun melakukan beberapa
dalam cerita-cerita rakyat tersebut adalah motif ritual setelah meminta petunjuk kepada dewata.
tabu. Cerita rakyat yang pertama berjudul Tidak selang berapa lama setelah melakukan ritual
“Legenda Patung Batu Desa Pantun”. Cerita ini itu, cuaca pun berubah drastis. Hujan deras, petir
mengisahkan sepasang suami-istri yang tinggal menggelegar, dan angin puting beliung langsung
di daerah pedalaman Muara Kaman, tepatnya menghantam tempat pesta. Di tengah suasana
Desa Pantun. Pasangan ini selalu hidup dalam yang mencekam itu tubuh orang-orang yang
kemiskinan. Walaupun sudah bekerja keras untuk mengikuti pesta mulai membeku dan akhirnya
memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu dengan berubah menjadi patung. Malapetaka yang terjadi
bertani dan berburu, mereka tetap kekurangan. di Desa Pantun itu disebabkan oleh pelanggaran
Ketika ada pengumuman akan diadakan Pesta terhadap tuhing.
Erau sebagai ungkapan syukur masyarakat Cerita rakyat yang kedua adalah “Legenda
setempat, pasangan ini merasakan dua perasaan Gua Kombeng”. Cerita ini masih mengambil
sekaligus, yaitu antara gembira dan bingung. lokasi di wilayah Muara Kaman, tepatnya di
Mereka, khususnya sang istri bingung hendak wilayah Pantun (Sabintulung) menurut Johansyah
memakai baju yang mana untuk mengikuti Balham dalam buku Cerita Rakyat Kalimantan
perhelatan besar itu. Selama ini ia hanya memiliki Timur. Cerita “Legenda Gua Kombeng” ini
baju terbatas dan sudah compang-camping karena merupakan kelanjutan dari cerita tadi yang
dipakai tiap hari. berjudul “Legenda Patung Batu Desa Pantun”.
Sang suami pun merasa iba dan ingin Cerita berjudul “Legenda Gua Kombeng” ini
melakukan apa pun untuk membelikan baju mengisahkan perburuan harta karun, termasuk
sang istri. Ia pun berinisiatif untuk mencari uang patung batu manusia di Desa Pantun yang masih
dengan berburu ke hutan. Dengan berburu itulah, ada kaitan dengan cerita rakyat “Legenda Patung
ia berharap mendapatkan hewan buruan sehingga Batu Desa Pantun” dan benda-benda berharga
dapat dijual. Selama berhari-hari berada di hutan bekas Kerajaan Kutai Martadipura, yang dilakukan
sang suami tidak mendapatkan satu pun hewan oleh Pangeran Cina yang bernama Lo Kong Beng
buruan. Karena menunggu suaminya tidak di wilayah Sabintulung, Muara Kaman. Lo Kong
pulang-pulang ke rumah sementara Pesta Erau Beng beserta ratusan anak buahnya setibanya di
sudah dimulai, sang istri pun berinisiatif pergi Muara Kaman langsung mengangkut seluruh harta
ke pesta itu sendirian dengan memakai baju dari karun tersebut walaupun sudah diperingatkan
pohon bamban untuk menutupi bajunya yang oleh penduduk setempat kalau harta karun itu
compang-camping. Walaupun langsung ikut berbahaya. Setelah semua harta karun selesai
membaur ke dalam Pesta Erau itu, kehadirannya diangkut ke perahu/wangkang, mereka pun
tidak diharapkan oleh orang-orang karena merayakannya dengan minum-minuman keras
bajunya yang sangat bau. Ia pun dicemooh dan sampai mabok. Pada saat itu pula bumi tiba-tiba
diusir dari tempat pesta. Padahal, sang petinggi bergetar. Angin beliung mulai muncul dan air
sudah memperingatkan orang-orang di tempat danau bergolak kencang kemudian menghantam
pesta itu bahwa semua orang boleh mengikuti wangkang Cina tersebut. Kong Beng, seluruh
Pesta Erau. Jika ada yang melakukan tindakan awak kapal, dan harta karun pun tenggelam. Akan
semena-mena, akan terkena tuhing. Akan tetapi, tetapi, secara ajaib seluruh harta karun yang telah
mereka tidak menghiraukan perkataan sang diangkut ke dalam kapal itu bisa kembali ke tempat
202 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...
semula, yaitu di Gua Kombeng. berikut ini. Pada zaman dahulu Raja Mulawarman
Cerita rakyat yang ketiga adalah cerita senang sekali makan usus ayam. Setiap hari tukang
rakyat berjudul “Kutukan Sang Kudungga”. masak raja harus menyediakan usus ayam di meja
Cerita “Kutukan Sang Kudungga” mengisahkan makannya. Jika tidak disediakan, sang raja akan
pemerintahan pada zaman Kerajaan Martadipura marah. Pada suatu hari tukang masak sedang
yang dipimpin oleh Ratu Kudungga. Ratu membersihkan usus ayam di jamban. Ketika
Kudungga pertama kali datang di Kalimantan, sedang asyik mengerjakan yang lain, ternyata
tepatnya di daerah Muara Kaman. Kedatangannya semua usus dicuri oleh baung putih. Ia pun kaget,
itu membawa dua barang berharga, yaitu kalung takut, dan katanya dalam hati “Apa yang harus
uncal dan kura-kura emas. Di daerah Muara kuberikan pada sang raja? Jika tidak ada usus ayam
Kaman inilah Ratu Kudungga mendirikan kerajaan di meja makannya, ia pasti akan murka.” Sesaat
dan mengangkat orang untuk menduduki jabatan setelah berkata demikian, ia pun melihat ke atas
untuk membantu menjalankan roda pemerintahan. tanah. Di situ itu ia melihat beberapa cacing sedang
Sang ratu memimpin kerajaan dengan sangat menggeliat-geliat. Cacing-cacing itu pun diambil,
bijaksana dan adil. Namun demikian, masih ada dibersihkan, dan dimasak setiap hari sebagai
saja yang orang yang memanfaatkan kebaikan hati pengganti usus ayam karena bentuknya yang
sang ratu. Ia adalah salah satu menteri kerajaan hampir mirip. Tidak disangka-sangka ternyata
yang berani melakukan kecurangan di belakang Raja Mulawarman justru sangat menggemari
sang ratu. Sang menteri memperkaya dirinya cacing yang telah dianggap sebagai usus ayam.
dengan menimbun kekayaan milik kerajaan, yaitu Sang raja pun berkata, “Usus ini lebih enak dari
secara terang-terangan melakukan pungutan liar biasanya, masakkan lagi yang lebih banyak.”
kepada para pedagang dan pengusaha. Ketika Akan tetapi, lama-kelamaan tukang masak itu
mengetahui kenyataan itu, sang ratu tidak langsung susah juga mencari cacing karena telah diambil
menghukum menteri kerajaannya. Terlebih dahulu setiap hari. Akhirnya, pada suatu saat, ia bertemu
ia memanggil sang menteri untuk meminta dengan raja cacing. Raja cacing itu pun diambil,
pertanggungjawaban atas perbuatannya itu. Sang dimasak, dan tidak lama setelah itu dihidangkan
ratu pun meminta agar seluruh harta milik kerajaan kepada sang raja. “Wah, enak sekali ususnya.
yang telah diambil untuk dikembalikan, baik ke Rasanya, ini usus terenak yang pernah kumakan!”
kerajaan maupun langsung ke rakyat yang dimintai katanya. Ia terlihat sangat lahap menyantap raja
upeti. Namun, ketika panggilan tersebut tidak cacing yang dikira usus ayam itu. Ia tidak tahu
digubris dan harta jarahan milik kerajaan malah bahwa sebenarnya usus yang disantap itu adalah
dibawa kabur, Ratu Kudungga pun telah habis raja cacing. Setelah mengetahui bahwa rajanya
kesabaran. Ia pun murka dan mengutuk, serta telah disantap oleh Raja Mulawarman, tidak
meminta kepada dewata bahwa siapa pun yang lama kemudian rakyat cacing tidak terima dan
membawa/mengambil harta dan kekayaan secara merasa sangat marah terhadap perilaku sang raja.
tidak halal akan terkutuk. Kutukan Ratu Kudungga Mereka pun berbondong-bondong mendatangi
itu pun membuahkan hasil. Tidak lama setelah Raja Mulawarman. Namun, tanpa bersalah Raja
kutukan diucapkan perahu milik sang menteri Mulawarman bertanya kepada mereka, “Ada
hancur berkeping-keping dan harta yang dibawa apa ini? Mengapa kalian berbondong-bondong
tenggelam ke dasar laut. datang kepadaku?” kata sang raja. Karena merasa
Cerita rakyat yang keempat adalah cerita tertekan, sang raja pun melarikan diri ke Matapura.
rakyat berjudul “Kisah Baung Putih”. Cerita Ia meminta rakyatnya untuk membuat rakit yang
lengkap “Kisah Baung Putih” dapat disimak dapat digunakan untuk berlayar ke Matapura.
ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 203
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210
204 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...
unik/khas karena belum tentu di wilayah lain juga hanguskan dan wanita-wanita cantiknya akan
terdapat hal yang sama, ini terlihat pada kutipan dirampas untuk meramaikan pesta keberhasilan
memperoleh harta karun (Balham, 2010, hlm. 61).
berikut.
ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 205
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210
Perbuatan ini tentu saja dilarang oleh Ratu keturunannya, serta rakyatnya menganggap ikan
Kudungga karena telah merugikan kerajaan dan baung putih sebagai ikan keramat.
rakyat. Awalnya sang ratu masih mengampuni sang
menteri jika mau bertobat dan mengembalikan Pemaknaan Konsep Motif Tabu yang Masih
semua yang telah dirampas dari kerajaan dan Hidup dan Berkembang di Masyarakat Kutai
masyarakat. Setelah diperingatkan berkali-kali dan Pada Saat Ini
tidak digubris, larangan yang dilontarkan oleh sang Tabu yang berkembang di masyarakat Kutai
ratu itu pun berdampak pada kutukan. Kutipan Kartanegara, terutama Muara Kaman, bekas
yang menggambarkan kutukan Ratu Kudungga Kerajaan Martadipura ini cukup unik dan khas
akibat larangan telah dilanggar oleh sang menteri karena belum tentu daerah lain juga ada larangan
kerajaan terlihat dalam kutipan ini. semacam ini. Misalnya, tabu untuk mengusir orang
di sebuah pesta dalam cerita “Legenda Patung
Mendengar kabar si menteri kabur, Ratu Kudungga Batu Desa Pantun”. Secara tersurat pada saat itu
murka. Ratu merasa sangat direndahkan, bahkan
pesta Erau melibatkan seluruh rakyat untuk ikut
merasa terhina. Sudah diberi pengampunan, malah
kabur. Dalam kemurkaannya Ratu bersupata serta dalam merayakannya karena pesta ini sebagai
kepada dewata: wujud ucapan syukur kepada Sang Pencipta.
“Kepada siapa pun, apakah dia pendatang atau Barang siapa yang secara sengaja mengusir orang
penduduk asli Martadipura yang telah meminum dalam pesta itu akan terkena tuhing. Kenyataan
air Mahakam, maka terkutuklah ia dengan suatu
ini berkorelasi dengan situasi pada saat ini.
bala bila membawa harta dan kekayaan yang
didapat secara tidak halal. Kutukan ini berlaku
Pesta Erau yang diselenggarakan setiap tahun di
jika ia ke hilir melalui Kutai Lama, sedangkan Kabupaten Kutai Kartanegara ini turut melibatkan
jika ke hulu sebatas Pinang Sendawar” (Balham, seluruh masyarakat, bukan hanya di wilayah
2010, hlm. 62). Kutai Kartanegara melainkan juga di seluruh
provinsi Kalimantan Timur, bahkan negara-
Terakhir, motif tabu yang terdapat dalam negara lain. Sejak tahun 2013 pesta Erau ini turut
cerita berjudul “Kisah Baung Putih” terlihat melibatkan negara lain. Hadirnya negara-negara
pada keyakinan/kepercayaan rakyat di Kerajaan itu dimaksudkan, tidak hanya ikut memeriahkan
Mulawarman pada saat itu untuk tidak makan pesta, tetapi juga turut memromosikan pesta yang
ikan baung putih. Jika tetap makan ikan ini, rakyat menjadi tradisi di Kabupaten Kutai Kartanegara.
dipercaya akan terkena musibah. Musibah itu Seluruh rakyat ikut terlibat dalam pesta
biasanya berupa penyakit kulit yang tidak dapat rakyat ini karena banyak kegiatan yang bertujuan
disembuhkan. Kenyataan ini sangat berkaitan menghibur dan melestarikan adat budaya warisan
dengan janji yang sebelumnya telah diucapkan leluhur. Erau yang diselenggarakan tiap tahun ini
oleh Raja Mulawarman bahwa siapa pun yang melaksanakan beberapa peristiwa budaya, antara
telah membantu untuk menyingkirkannya dari lain upacara adat beluluh sultan, menjamu benua,
serangan cacing, akan selalu dihormati dan merangin, mendirikan ayu, upacara adat bepelas,
tidak dijadikan musuh. Ikan baung putih inilah beseprah, lomba ngapeh atu bercerita, lomba
yang muncul dan memakan cacing-cacing yang tarsul, tari jepen, pembacaan barjanji, prosesi
mengikuti dan menyerang sang raja ketika mengulur naga, merebahkan ayu, dan sebagainya
menyeberang menuju Matapura melalui sungai. (Haryanto dkk., 2014, hlm. 7). Kegiatan Erau yang
Akhirnya, sang raja pun begitu menghargai cukup unik, karena menunjukkan kebersamaan
bantuan ikan baung putih. Sejak saat itu raja dan dan kekeluargaan adalah beseprah. Beseprah
206 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...
adalah suatu tradisi makan bersama yang dilakukan pelestarian benda-benda peninggalan Kerajaan
oleh masyarakat Kutai. Kegiatan yang biasa Martadipura. Siapa saja yang ingin mengambil
diselenggarakan sepanjang jalan di depan Museum harta karun kerajaan di wilayah Sabintulung,
Mulawarman ini, dilakukan dengan cara duduk Muara Makam akan terkena tuhing yang berakibat
bersama-sama di atas tikar yang telah disediakan. pada musibah bagi pelanggar, sehingga tidak ada
Beragam makanan khas Kutai yang disediakan lagi yang berani bertindak sewenang-wenang
oleh berbagai pihak, baik instansi pemerintah terhadap harta itu. Seandainya masyarakat
maupun swasta ini dihampar di sepanjang sekarang bukan hanya di wilayah Muara Kaman,
jalan. Seluruh masyarakat pun dengan semarak melainkan juga di wilayah lain memahami hal
mengikuti kegiatan ini. ini, pelestarian alam dan budaya akan tetap
Konsep tabu yang berasal dari cerita “Legenda terjaga. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak
Gua Kombeng” juga masih dirasakan pada pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan
masyarakat sampai dengan saat ini, walaupun penjarahan yang semena-mena. Tabu merupakan
pemaknaannya berbeda pada saat ini. Dalam salah satu kearifan lokal masyarakat yang penting
cerita itu konsep tabu menggambarkan larangan untuk dilestarikan.
masyarakat Sabintulung kepada Lo Kong Beng Konsep tabu yang berasal dari cerita “Kutukan
untuk tidak menjarah harta bekas Kerajaan Sang Kudungga” juga sudah mulai luntur di
Martadipura yang sangat berharga, Pada saat tengah masyarakat, tidak hanya Kutai tetapi
ini tabu jika menjarah harta bekas kerajaan juga masyarakat pada umumnya. Tabu dalam
sudah terlihat mulai luntur. Harta kekayaan cerita ini terlihat pada perbuatan merugikan
bekas Kerajaan Mulawarman masih banyak orang lain, khususnya memperkaya diri sendiri
terpendam di wilayah Muara Kaman. Ketika dengan menimbun kekayaan milik kerajaan dan
ditemukan/digali, baik secara sengaja maupun melakukan pungutan liar kepada rakyat. Pada saat
tidak sengaja oleh masyarakat setempat atau itu memang tabu bagi seseorang yang melakukan
pihak-pihak yang berminat, barang-barang kecurangan seperti itu karena akan mendapatkan
peninggalan itu seringkali dimanfaatkan secara kutukan yang berdampak pada musibah pada si
tidak bertanggung jawab. Sebenarnya masih pelaku. Jika kearifan lokal ini berlaku sampai
banyak pihak yang masih peduli merawat barang sekarang, pasti sikap memperkaya diri sendiri
peninggalan kerajaan Mulawarman dengan dengan tidak halal menjadi hal yang tabu, sehingga
menyerahkan kepada pihak yang berwenang, tidak ada seorang pun yang berani melakukannya.
baik itu ke Dinas Pariwisata maupun Museum. Akan tetapi, pada saat ini walaupun tidak semua
Akan tetapi, sering kali masyarakat setempat orang berlaku curang, memperkaya diri sendiri
juga menjual barang-barang itu dengan harga atau sekarang biasa disebut dengan istilah korupsi
yang tidak setimpal bila dibandingkan dengan sudah menjadi hal yang wajar. Kearifan lokal
nilai historisnya karena faktor ekonomi. Upaya inilah yang seharusnya menjadi filter untuk tidak
untuk melestarikan barang-barang peninggalan melakukan kecurangan bagi masyarakat.
itu dengan memperbaiki ekonomi masyarakat dan Konsep tabu dalam Cerita “Kisah Baung
menanamkan pemahaman terhadap pentingnya putih” termasuk ke dalam legenda, karena dianggap
menjaga dan melestarikan kekayaan budaya benar-benar terjadi, diperkuat dengan keyakinan
bangsa. masyarakat Muara Kaman yang sampai saat ini
Tabu yang ada di tanah Kutai, khususnya tidak mau makan ikan baung putih. Menurut
Muara Kaman, sebenarnya sangat berguna bagi cerita yang berkembang di masyarakat, ikan inilah
ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 207
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210
yang telah membantu Raja Mulawarman pada perbuatan yang merugikan orang lain pada saat
saat menyingkirkan serangan cacing. Masyarakat Pesta Erau, yaitu mengusir orang dari pesta
sekarang pun meyakini bahwa orang yang makan Erau, mengambil harta kekayaan kerajaan,
ikan baung putih, akan terkena penyakit kulit memperkaya diri sendiri dengan merampas dari
dan tidak bisa diobati oleh dokter. Kenyataan ini kekayaan kerajaan dan melakukan pungutan liar
menjadikan kepercayaan untuk tidak makan ikan kepada masyarakat, dan memakan ikan baung
baung putih semakin lama tertanam di benak putih. Jika tetap dilakukan, semua tabu tersebut
masyarakat penganut cerita ini, yaitu di daerah akan menimbulkan bencana/musibah bagi yang
Muara Kaman. Jadi, bagi masyarakat Muara melanggarnya.
Kaman hal yang tabu jika makan ikan baung putih. Sampai dengan saat ini, pemaknaan
motif tabu yang berlangsung di masyarakat Kutai
SIMPULAN beragam dan berbeda. Beberapa hal tabu masih
Keempat cerita rakyat yang sudah dibahas, berlangsung sampai dengan saat ini, sedangkan
yaitu “Legenda Patung Batu Desa Pantun”, yang lain sudah tidak berlaku lagi. Hal tabu
“Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang yang masih berlaku sampai sekarang, misalnya
Kudungga”, dan “Kisah Baung Putih” bermotif keberlangsungan pesta Erau sampai dengan saat
sama, yaitu tabu. Cerita-cerita tersebut muncul ini yang melibatkan seluruh elemen masyarakat
dan berkembang di daerah Muara Kaman, bekas dan keyakinan masyarakat Kutai, khususnya
Kerajaan Martadipura, kerajaan Hindu tertua di Muara Kaman untuk tidak makan ikan baung
Indonesia. Dari cerita-cerita yang berkembang putih. Sementara itu, hal yang tidak tabu lagi
inilah, berusaha diungkap fakta-fakta historis dari dilakukan adalah mengambil/memanfaatkan harta
Kerajaan Martadipura yang telah lama terpendam. peninggalan kerajaan secara tidak bertanggung
Karena pengungkapan fakta-fakta historis kerajaan jawab dan memperkaya diri sendiri dengan cara
tidak hanya berasal dari penggalian artefak-artefak tidak halal. Kenyataan ini tentunya terpengaruh
oleh arkeolog, tetapi juga didukung oleh cerita oleh perkembangan zaman dan permasifan
rakyat yang berkembang di masyarakat. Fakta- globalisasi yang terus menggerus generasi
fakta historis yang muncul dari keempat cerita berikutnya.
tersebut adalah keberlangsungan pesta Erau sejak Motif tabu merupakan salah satu kearifan
zaman awal kerajaan, keberadaan harta karun lokal masyarakat Kutai Kartanegara yang perlu
kerajaan di Gua Kombeng, keadaan dan kondisi dilestarikan karena mengandung nilai-nilai yang
sosial masyarakat dan sistem pemerintahan pada sangat bermanfaat. Nilai-nilai ini masih sangat
zaman Ratu Kudungga, serta ketabuan masyarakat relevan pada saat ini. Untuk itu, perlu upaya
pada zaman Kerajaan Mulawarman hingga saat untuk menumbuhkan kecintaan generasi muda
ini, untuk tidak makan ikan baung putih. Fakta- terhadap kelestarian kekayaan budaya setempat
fakta historis inilah yang secara perlahan-lahan karena merupakan modal identitas lokal yang
membuka tabir kerajaan yang cukup besar menyumbang besar terhadap identitas bangsa.
pengaruhnya dalam penyebaran agama Hindu
pada saat itu. DAFTAR PUSTAKA
Dari keempat cerita rakyat tersebut,
terkuak beragam tabu yang terdapat di dalam Amir, A. (2013). Sastra Lisan Indonesia.
masyarakat, yaitu berupa tuhing jika melakukan Yogyakarta: CV Andi Offset.
208 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...
Balham, J. dkk. (2010). Cerita Rakyat Kalimantan Sudikan, S.Y. (2013). “Kebinekaan Nilai-Nilai
Timur: 20 Cerita Rakyat Terbaik. Etika dan Moral dalam Tradisi Lisan
Samarinda: Pustaka Spirit. Nusantara: Perspektif Cultural Studies”.
Dalam Folkore dan Folklife Kehidupan
Balham, J. dkk. (2013). Mutiara Bumi Etam: Modern. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Sebuah Perjalanan Sejarah. Samarinda:
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Taum, Y.Y. (2011). Studi Sastra Lisan: Sejarah,
Teori, Metode dan Pendekatan Disertai
Cahyono, D. dan Gunadi. (2007). Kajian Arkeologi Contoh Penerapannya. Yogyakarta:
Sejarah Kerajaan Kutai Martapura. Penerbit Lamalera.
Tenggarong: Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Kabupaten Kutai Thompson, S. (1955). Motif-Index of Folk
Kartanegara. Literature. Indiana: Indiana University
Press.
Danandjaja, J. (1997). Folklor Indonesia: Ilmu
Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Thompson, S. (1977). The Folktale. Berkeley:
Pustaka Utama Grafiti. University of California.
ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 209
210 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)