Anda di halaman 1dari 14

PEMAKNAAN MOTIF TABU DALAM CERITA RAKYAT

DI WILAYAH BEKAS KERAJAAN MULAWARMAN,


KERAJAAN HINDU TERTUA DI INDONESIA

THE MEANING OF TABOO MOTIVE IN THE EXREGION OF MULAWARMAN


KINGDOM, THE OLDEST OF HINDU KINGDOM IN INDONESIA

Derri Ris Riana


Balai Bahasa Kalimantan Selatan
Jalan Jenderal Ahmad Yani Km 32,2, Loktabat, Banjarbaru, Kalsel, Indonesia
Telepon (0511) 4772641, Faksimile (0511) 4772641
Pos-el: derririsriana@yahoo.co.id

Naskah diterima: 31 Agustus 2017; direvisi: 1 Desember 2017; disetujui: 14 Desember 2017

Abstrak
Penelitian cerita rakyat sebagai pengungkap budaya masyarakat yang mengandung kearifan
lokal masih penting dilakukan. Apalagi, cerita rakyat yang berkembang di wilayah bekas
Kerajaan Mulawarman, Kerajaan Hindu tertua di Indonesia belum diungkap secara detil. Dengan
menggunakan metode studi sastra lisan dan pendekatan tipe-motif, Stith Thompson, penelitian
ini berusaha mengungkap Kerajaan Mulawarman, menguraikan cerita rakyat yang berkembang
di wilayah tersebut, memaparkan motif tabu yang terdapat dalam keempat cerita rakyat, yaitu
“Legenda Patung Batu Desa Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang Kudungga”,
dan “Kisah Baung Putih”, serta menguraikan konsep tabu pada masyarakat sekarang. Metode
pengumpulan data menggunakan studi pustaka, sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan
teknik wawancara informan, pengamatan, perekaman, dan pencatatan. Metode analisis data
menggunakan kritik teks, sedangkan teknik analisis data menggunakan klasifikasi motif Thompson.
Hasil dan pembahasaan penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya fakta-fakta historis Kerajaan
Mulawarman melalui kajian keempat cerita tersebut serta terkuaknya beragam motif tabu yang
terdapat di dalam masyarakat Kutai. Pemaknaan konsep tabu ini masih berlangsung di masyarakat
Kutai. Dari keempat cerita yang telah dianalisis, yaitu “Legenda Patung Batu Desa Pantun”,
“Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang Kudungga”, dan “Kisah Baung Putih” terlihat bahwa
tabu masih berlangsung sampai dengan saat ini, sedangkan yang lain sudah tidak berlaku lagi
karena pengaruh perkembangan zaman dan permasifan globalisasi.

Kata Kunci: motif tabu, Kerajaan Mulawarman, tuhing

Abstract
Folklore’s research as society cultural revealer that contains of local genius is still very important
to be done. Moreover, folklore that spreads in the exregion Mulawarman Kingdom, the oldest
of Hindu kingdom in Indonesia hasn’t been explored details yet. By using oral studies method
and type-motive approach, Stith Thompson, this research tries to reveal Mulawarman Kingdom,
describe folklore that spreads in that region, explain taboo motives that contain in the forth folklore,
“Legenda Patung Batu Desa Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang Kudungga”,
and “Kisah Baung Putih”, and also describe taboo concepts in Kutai’s society nowadays. Data
collecting method uses book study, whereas data collecting technique uses informan’s interview,
observation, recording, and writing. Data analysis method uses critical text, whereas data

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 197
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210

analysis technique uses classification of Thompson motive. The result shows that there emerges
Mulawarman Kingdom’s historical facts toward the forth stories and appears many taboo motives
in Kutai’s society. The meaning of this taboo concept still continues in Kutai’s society. From the
forth folklore, “Legenda Patung Batu Desa Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang
Kudungga”, and “Kisah Baung Putih” that have been analized can be shown that taboos still
happen nowadays, meanwhile the other taboos haven’t continued because of the influence of era
expansion and massive globalization.

Keywords: taboo motive, Mulawarman Kingdom, tuhing

PENDAHULUAN baik itu dalam bentuk tulisan maupun tuturan


Kerajaan Kutai Martadipura/Kerajaan yang disampaikan melalui mulut itu disebut cerita
Mulawarman merupakan Kerajaan Hindu tertua rakyat (Thompson, 1977, hlm. 4). Cerita rakyat
di Indonesia. Kerajaan yang terletak di Muara merupakan media untuk mengungkap sejarah
Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu masa lalu. Keingintahuan tentang masa lalu selalu
Sungai Mahakam ini menyimpan nilai sejarah dan membawa hasrat pendengar untuk dikisahkan
budaya sebagai kekayaan identitas kultural, baik cerita masa lalu yang disampaikan oleh orang yang
daerah maupun nasional. Untuk itu, perlu adanya berpengetahuan luas tentang sejarah bangsanya.
upaya untuk menggali dan merevitalisasi kembali Cerita yang kebanyakan termasuk ke dalam
fakta-fakta sejarah Kerajaan Mulawarman. legenda ini, tumbuh dan berkembang dengan
Pengungkapan nilai sejarah dan budaya ini penceritaan yang seringkali berkisah mengenai
tidak hanya melalui penemuan benda-benda cerita kepahlawanan masa lalu yang disusun untuk
peninggalan sejarah oleh para arkeolog, tetapi juga memberikan kepuasan terhadap kewibawaan
tidak kalah penting berasal dari penuturan cerita dan kebanggaan suku (Thompson, 1977, hlm.
rakyat yang dituturkan secara turun-menurun dari 5). Sementara itu, cerita rakyat yang merupakan
generasi satu ke generasi yang lain. Mitologi dan bagian dari folklor ini mempunyai dua fungsi,
cerita-cerita rakyat dapat memberi indikasi ke yaitu (1) memperkuat rasa persatuan kelompok
arah fakta-fakta sejarah dari suatu suku bangsa dan (2) menyimpan kearifan lokal (local wisdom)
yang hidup secara lisan. Kalau suku bangsa yang kecendekiaan tradisional (traditional scholarly)
bersangkutan mengenal tulisan tradisional, fakta- pesan-pesan moral, dan nilai sosial dan budaya
fakta sejarah tersebut akan terkuak secara tertulis (Amir, 2013, hlm. 20—21).
(Koentjaraningrat, 1983, hlm. 344). Motif teks suatu cerita rakyat adalah unsur
Menurut Tol dan Pudentia (dalam Sudikan, dari cerita yang menonjol dan tidak biasa sifatnya.
2013, hlm. 269) tradisi lisan sebagai produk Unsur-unsur itu dapat berupa benda, hewan
kultural yang kreatif tidak hanya berupa mite, luar biasa, suatu konsep (larangan/tabu), suatu
legenda, dan cerita-cerita lainnya, tetapi juga perbuatan, penipuan terhadap suatu tokoh, tipe
mengandung berbagai hal yang menyangkut orang tertentu, atau sifat struktur (Danandjaya,
hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya, 1997, hlm. 53). Pada penelitian ini merujuk pada
misalnya kearifan lokal (local wisdom), sistem indeks motif Thompson untuk menelaah motif
nilai, pengetahuan lokal (local knowledge), sistem dalam cerita rakyat di Kecamatan Muara Kaman,
kepercayaan dan religi, kaidah sosial, etos kerja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Thompson (1955,
sistem pengobatan, mitologi sejarah, dan berbagai hlm. 11) menyatakan bahwa tujuan penggolongan
hasil seni. Cerita yang disampaikan secara turun- cerita rakyat adalah untuk menyusun sebuah
temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, klasifikasi tunggal yang logis dari unsur-unsur

198 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...

yang membangun cerita tradisional. Motif-motif dalam penelitiannya yang berjudul “Tipe dan
yang ada dalam klasifikasi Thompson sangat Motif dalam Sastra Lisan di Provinsi Maluku”.
banyak, antara lain motif pencipta, binatang, Penelitian itu mengkaji sastra lisan di Provinsi
kekuatan magis, raksasa, orang bodoh, masyarakat, Maluku berdasarkan tipe Aerene dan motif Taum.
hukuman, kekejaman, sifat manusia, dan lain-lain. Selain itu, penelitian Riana dkk. (2015, hlm.
Motif cerita dari cerita rakyat di Kabupaten 66) berjudul “Sastra Lisan di Kabupaten Kutai
Kutai Kartanegara sangat beragam walaupun Kartanegara” juga sudah mengkaji motif cerita
dulu pernah ditempati dua kerajaan besar, yaitu yang ada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kerajaan Kutai Martadipura dan Kerajaan Kutai. yaitu motif cerita yang berkembang di wilayah,
Cerita rakyat tidak hanya berkaitan dengan yaitu tentang kerajaan, penciptaan manusia,
kerajaan, tetapi juga berkaitan dengan motif-motif penciptaan binatang, konsep tabu/larangan,
yang lain, yaitu tentang penciptaan manusia, suatu tokoh tertentu, sosok gaib, dan lain-lain.
penciptaan binatang, konsep tabu/larangan, suatu Akan tetapi, dalam penelitian tersebut belum
tokoh tertentu, sosok gaib, dan lain-lain. Penelitian secara detail mengkaji motif cerita, khususnya
ini lebih fokus pada satu motif cerita yang dominan motif tabu dari cerita rakyat yang berkembang di
muncul di dalam cerita yang berkembang di wilayah bekas Kerajaan Hindu tertua, tepatnya
wilayah bekas Kerajaan Kutai Martadipura, yaitu di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai
motif tabu/larangan unik (unique forbidden) sesuai Kartanegara. Padahal, di balik cerita-cerita
dengan klasifikasi indeks motif Thompson. rakyat yang berkembang di wilayah itu mampu
Motif tabu dalam bahasa Kutai bisa disebut mengungkap sejarah Kerajaan Mulawarman
juga tuhing yang berarti sebuah larangan/pantangan pada masa lalu sebagai kerajaan Hindu tertua
jika tetap dilakukan akan mendatangkan musibah/ di Indonesia, baik sistem pemerintahan maupun
bencana. Motif tabu ini banyak dijumpai dalam adat dan budaya masyarakat pada saat itu, sangat
cerita-cerita rakyat di Indonesia, sehingga banyak penting tidak hanya bagi perkembangan sejarah
dijumpai berbagai kearifan lokal kelompok- kebudayaan di Kutai Kartanegara, tetapi juga
kelompok etnis (Taum, 2011, hlm. 89). Motif kebudayaan Indonesia.
tabu ini juga ada di wilayah Kalimantan Timur, Penelitian ini menjawab empat permasalahan,
khususnya Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten yaitu sejarah singkat Kerajaan Mulawarman,
Kutai Kartanegara merupakan wilayah bekas Kerajaan Hindu tertua, uraian cerita rakyat
Kerajaan Mulawarman. Dalam kehidupan sehari- yang berkembang di bekas wilayah Kerajaan
hari pada zaman dulu, bahkan sekarang selain Mulawarman, motif tabu apa saja yang terdapat
percaya pada roh, dewa-dewa, dan kekuatan gaib, dalam keempat cerita rakyat di wilayah Kerajaan
masyarakat Kutai juga banyak dipengaruhi oleh Mulawarman, yaitu “Legenda Patung Batu Desa
kepercayaan menurut adat, misalnya tabu, adat- Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan
istiadat peninggalan nenek moyang, dan tanda- Sang Kudungga”, dan “Kisah Baung Putih”, dan
tanda alam (Soetoen, 1979, hlm. 71—72). konsep pemaknaan masyarakat terhadap konsep
Berbagai penelitian mengenai motif cerita tabu yang masih hidup dan berkembang pada
sudah banyak dilakukan karena penting untuk saat ini. Penelitian ini bertujuan memaparkan
melihat versi dan varian motif cerita dari berbagai sejarah singkat Kerajaan Mulawarman, kerajaan
daerah di Indonesia sehingga terjalin jejaring Hindu tertua, menguraikan cerita rakyat
motif antara cerita dari daerah satu dan daerah yang berkembang di bekas wilayah Kerajaan
yang lain, serta mengungkap fakta-fakta sejarah Mulawarman, mengungkap motif tabu yang
di balik cerita tersebut. Penelitian motif pernah terdapat dalam keempat cerita rakyat di wilayah
dilakukan oleh Kastanya dkk. (2017, hlm. 37) bekas Kerajaan Mulawarman, dan memberikan

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 199
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210

pemaknaan terhadap konsep tabu yang masih HASIL DAN PEMBAHASAN


hidup dan berkembang di masyarakat pada saat ini. Penelitian ini menganalisis sejarah keberadaan
Kerajaan Mulawarman. Sebagai Kerajaan Hindu
METODE tertua di Indonesia, Kerajaan Mulawarman banyak
Penelitian ini menggunakan pendekatan tipe-motif menyimpan kekayaan budaya yang perlu digali
untuk mengklasifikasi beberapa cerita rakyat dan dilestarikan. Walaupun tidak terlalu banyak
yang diperoleh dari lapangan dan pendekatan bukti fisik yang ditemukan tentang keberadaan
sejarah untuk menguak fakta-fakta sejarah dari kerajaan ini, tetapi keberadaannya direkam melalui
cerita-cerita rakyat yang ditemukan karena karya bukti lisan. Dengan menggunakan teori motif
sastra merupakan wakil tradisi zamannya (Ratna, Thompson, penelitian ini menggali motif tabu
2006, hlm. 66). Metode yang digunakan untuk yang terdapat dalam keempat cerita rakyat, yaitu
melakukan studi sastra lisan, khususnya cerita “Legenda Patung Batu Desa Pantun”, “Legenda
rakyat adalah teknik pengumpulan data dan Gua Kombeng”, “Kutukan Sang Kudungga”,
teknik analisis data. Menurut Taum (2011, hlm. dan “Kisah Baung Putih” yang berkembang di
236—239), metode pengumpulan data dapat daerah Kutai Kartanegara. Selain itu, penelitian ini
dilakukan dengan studi pustaka, yaitu dengan juga menguraikan konsep tabu pada masyarakat
mencari referensi buku mengenai sastra lisan, sekarang.
khususnya cerita yang menjadi sasaran studi
dan teknis pengumpulan data lapangan dengan Sejarah Kerajaan Mulawarman, Kerajaan
wawancara informan, pengamatan, perekaman, Hindu Tertua di Indonesia
dan pencatatan. Sementara itu, metode analisis Menurut sumber-sumber sejarah, Kerajaan
data dilakukan dengan kritik teks, yaitu dengan Mulawarman atau juga bisa disebut dengan
meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya Kerajaan Martadipura terbentuk pada abad ke-4
yang tepat sehingga dapat dipertanggungjawabkan Masehi. Fakta sejarah ini dibuktikan dengan
sebagai bahan penelitian, khususnya bahan-bahan ditemukannya tujuh Prasasti Yupa yang beraksara
cerita rakyat, sedangkan teknis analisis data pallawa dan berbahasa Sansekerta. Tujuh prasasti
dilakukan dengan mengklasifikasi motif tabu ini dianggap sebagai tonggak berakhirnya zaman
Thompson dan mentranskripsi, yaitu mengubah prasejarah karena sebagai penanda adanya ”mula
dari bentuk wicara lisan menjadi bentuk tertulis, aksara” yang terdapat dalam data tekstual yang
terutama cerita-rakyat yang dituturkan oleh tercantum di dalam Prasasti Yupa. Keberadaan
informan/penutur cerita rakyat (Taum, 2011, hlm. prasasti ini menandakan bahwa awal sejarah
241—243). Berikut tabel data cerita rakyat yang Kerajaan Kutai mendapat pengaruh dari India
menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Data Selatan. Dari data hasil penelitian dari Balitbang
sekunder diambil dengan langsung mewawancarai Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah meneliti
tokoh masyarakat dari Kecamatan Muara Kaman, keberadaan situs-situs sejarah yang ada di
Kutai Kartanegara.

Tabel 1 Sumber Data Penelitian


Data Primer Data Sekunder
No.
Judul Cerita Sumber Judul Cerita Sumber
1 Kisah Baung Putih Pak Irawan Legenda Patung Batu Desa Pantun Buku Cerita Rakyat
2 Legenda Gua Kombeng Kalimantan Timur
karya Johansyah
Kutukan Sang Kudungga
Balham

200 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...

Kecamatan Muara Kaman ditemukan bahwa sejarah peninggalan Kerajaan Mulawarman.


pendirian yupa ini adalah untuk (1) memperingati Kerajaan yang dipimpin oleh Kudungga ini
peristiwa kenduri (selamatan) yang dilakukan oleh berpengaruh kuat pada penyebaran agama Hindu
Mulawarman, (2) memperingati kebaikan budi karena pada masa itu agama Hindu dibawa oleh
Mulawarman, dan (3) merupakan tugu peringatan para pedagang dan para Brahmana masuk ke
atau monumen (Cahyono dan Gunadi, 2007, hlm. daerah Muara Kaman, tempat Kerajaan Kutai
116). Martadipura berada (Rais, 2002, hlm. 32).
Dari Prasasti Yupa tersebut diketahui bahwa Selanjutnya, sekitar abad ke-13 M, terbentuk
ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja kerajaan baru yang berada di hilir Sungai
Mulawarman, putra dari Raja Aswawarman, cucu Mahakam, yaitu Jahitan Layar. Kerajaan yang
dari Maharaja Kudungga. Nama Mulawarman disebut dengan Kerajaan Kutai Kartanegara ini
dan Asmawarman sangat kental dengan pengaruh dipimpin oleh seorang raja yang memiliki gelar Aji
bahasa Sansekerta bila dilihat dari cara penulisan Bhatara Agung Dewa Sakti. Bekas kerajaan yang
kata Warman. Kata itu biasanya digunakan kini disebut Kutai Lama ini merupakan koloni
sebagai akhiran nama-nama masyarakat/penduduk Hindu Jawa karena nama-namanya terpengaruh
India bagian selatan (Rahmi, 2016). Hal tersebut oleh Kerajaan Hindu Jawa (Rais, 2002, hlm. 16).
menandakan bahwa asal-usul raja yang berasal Di satu wilayah di kawasan Sungai Mahakam ini
dari India secara tidak langung membawa adat ada dua kerajaan yang terbentuk, yaitu Kerajaan
dan budaya India ke wilayah kerajaan ini, yaitu Mulawarman dan Kerajaan Kutai Kartanegara.
wilayah Muara Kaman. Pada masa kepemimpinan Akan tetapi, pada abad ke-16 dua kerajaan besar ini
Raja Kudungga, Kerajaan Martadipura memiliki akhirnya saling berperang untuk memperebutkan
wilayah yang sangat luas. Dengan wilayah yang kekuasaan wilayah. Di bawah kepemimpinan Raja
sangat luas dan subur, rakyat di kerajaan ini hidup Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa, Kerajaan
makmur dan tanpa kekurangan apa pun. Hasil Kutai Kartanegara akhirnya berhasil menaklukkan
hutan dan sungai selalu berlimpah sehingga selalu Kerajaan Mulawarman/Kerajaan Martadipura.
dapat mencukupi kebutuhan hidup rakyatnya. Ketika runtuh, Kerajaan Martadipura dirajai oleh
Pada saat Kerajaan Mulawarman atau tiga bersaudara, yaitu Prabu Darmasetia, Satiaguna,
Martadipura inilah muncul peradaban dan agama dan Satiayuda. Walaupun telah dikalahkan oleh
Hindu—Buddha sehingga rakyat di daerah Kutai Kartanegara, keturunan Mulawarman ini
Kalimantan Timur menjadi penganut ajaran masih memegang teguh keturunan hingga ke-43
Hindu—Buddha tertua di Nusantara (Balham, (2012) yang dipegang oleh Alpiansyah Gelar
2013, hlm. 6). Pengaruh Kerajaan Hindu diperkuat Maharaja Srinala Praditha Alpianyahrechza
dengan ditemukannya selain prasasti yupa, ada Fachlevie (Balham, 2013, hlm. 6). Akhirnya
benda-benda peninggalan Kerajaan Hindu, antara kedua kerajaan ini pun melebur menjadi satu
lain Prasasti Yupa, arca Dewa-Dewa Hindu, dengan nama Kerajaan Kutai Kartanegara Ing
arca kura-kura emas, kalung uncal, dan barang- Martadipura. Setelah mengalami perjalanan yang
barang bersejarah yang lain. Barang-barang cukup panjang, Kerajaan Kutai Kartanegara Ing
bersejarah itu tidak hanya dibuktikan secara Martadipura berubah menjadi Kesultanan Kutai
fisik melalui penggalian para arkeolog, tetapi Kartanegara pada saat ini.
juga melalui cerita-cerita rakyat yang dituturkan
oleh masyarakat, yaitu cerita-cerita rakyat di Cerita Rakyat di Bekas Wilayah Kerajaan
Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Mulawarman, Kerajaan Hindu Tertua
Kartanegara yang sangat berhubungan erat dengan Sebagai wilayah bekas kerajaan Hindu tertua,

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 201
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210

wilayah Muara Kaman berkembang cerita rakyat petinggi. Ketika baru saja pulang dari pesta dan
yang mengangkat sejarah kerajaan dan keadaan melihat istrinya seperti itu, sang suami pun ingin
sosial budaya pada saat itu. Motif yang menonjol membalas dendam. Ia pun melakukan beberapa
dalam cerita-cerita rakyat tersebut adalah motif ritual setelah meminta petunjuk kepada dewata.
tabu. Cerita rakyat yang pertama berjudul Tidak selang berapa lama setelah melakukan ritual
“Legenda Patung Batu Desa Pantun”. Cerita ini itu, cuaca pun berubah drastis. Hujan deras, petir
mengisahkan sepasang suami-istri yang tinggal menggelegar, dan angin puting beliung langsung
di daerah pedalaman Muara Kaman, tepatnya menghantam tempat pesta. Di tengah suasana
Desa Pantun. Pasangan ini selalu hidup dalam yang mencekam itu tubuh orang-orang yang
kemiskinan. Walaupun sudah bekerja keras untuk mengikuti pesta mulai membeku dan akhirnya
memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu dengan berubah menjadi patung. Malapetaka yang terjadi
bertani dan berburu, mereka tetap kekurangan. di Desa Pantun itu disebabkan oleh pelanggaran
Ketika ada pengumuman akan diadakan Pesta terhadap tuhing.
Erau sebagai ungkapan syukur masyarakat Cerita rakyat yang kedua adalah “Legenda
setempat, pasangan ini merasakan dua perasaan Gua Kombeng”. Cerita ini masih mengambil
sekaligus, yaitu antara gembira dan bingung. lokasi di wilayah Muara Kaman, tepatnya di
Mereka, khususnya sang istri bingung hendak wilayah Pantun (Sabintulung) menurut Johansyah
memakai baju yang mana untuk mengikuti Balham dalam buku Cerita Rakyat Kalimantan
perhelatan besar itu. Selama ini ia hanya memiliki Timur. Cerita “Legenda Gua Kombeng” ini
baju terbatas dan sudah compang-camping karena merupakan kelanjutan dari cerita tadi yang
dipakai tiap hari. berjudul “Legenda Patung Batu Desa Pantun”.
Sang suami pun merasa iba dan ingin Cerita berjudul “Legenda Gua Kombeng” ini
melakukan apa pun untuk membelikan baju mengisahkan perburuan harta karun, termasuk
sang istri. Ia pun berinisiatif untuk mencari uang patung batu manusia di Desa Pantun yang masih
dengan berburu ke hutan. Dengan berburu itulah, ada kaitan dengan cerita rakyat “Legenda Patung
ia berharap mendapatkan hewan buruan sehingga Batu Desa Pantun” dan benda-benda berharga
dapat dijual. Selama berhari-hari berada di hutan bekas Kerajaan Kutai Martadipura, yang dilakukan
sang suami tidak mendapatkan satu pun hewan oleh Pangeran Cina yang bernama Lo Kong Beng
buruan. Karena menunggu suaminya tidak di wilayah Sabintulung, Muara Kaman. Lo Kong
pulang-pulang ke rumah sementara Pesta Erau Beng beserta ratusan anak buahnya setibanya di
sudah dimulai, sang istri pun berinisiatif pergi Muara Kaman langsung mengangkut seluruh harta
ke pesta itu sendirian dengan memakai baju dari karun tersebut walaupun sudah diperingatkan
pohon bamban untuk menutupi bajunya yang oleh penduduk setempat kalau harta karun itu
compang-camping. Walaupun langsung ikut berbahaya. Setelah semua harta karun selesai
membaur ke dalam Pesta Erau itu, kehadirannya diangkut ke perahu/wangkang, mereka pun
tidak diharapkan oleh orang-orang karena merayakannya dengan minum-minuman keras
bajunya yang sangat bau. Ia pun dicemooh dan sampai mabok. Pada saat itu pula bumi tiba-tiba
diusir dari tempat pesta. Padahal, sang petinggi bergetar. Angin beliung mulai muncul dan air
sudah memperingatkan orang-orang di tempat danau bergolak kencang kemudian menghantam
pesta itu bahwa semua orang boleh mengikuti wangkang Cina tersebut. Kong Beng, seluruh
Pesta Erau. Jika ada yang melakukan tindakan awak kapal, dan harta karun pun tenggelam. Akan
semena-mena, akan terkena tuhing. Akan tetapi, tetapi, secara ajaib seluruh harta karun yang telah
mereka tidak menghiraukan perkataan sang diangkut ke dalam kapal itu bisa kembali ke tempat

202 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...

semula, yaitu di Gua Kombeng. berikut ini. Pada zaman dahulu Raja Mulawarman
Cerita rakyat yang ketiga adalah cerita senang sekali makan usus ayam. Setiap hari tukang
rakyat berjudul “Kutukan Sang Kudungga”. masak raja harus menyediakan usus ayam di meja
Cerita “Kutukan Sang Kudungga” mengisahkan makannya. Jika tidak disediakan, sang raja akan
pemerintahan pada zaman Kerajaan Martadipura marah. Pada suatu hari tukang masak sedang
yang dipimpin oleh Ratu Kudungga. Ratu membersihkan usus ayam di jamban. Ketika
Kudungga pertama kali datang di Kalimantan, sedang asyik mengerjakan yang lain, ternyata
tepatnya di daerah Muara Kaman. Kedatangannya semua usus dicuri oleh baung putih. Ia pun kaget,
itu membawa dua barang berharga, yaitu kalung takut, dan katanya dalam hati “Apa yang harus
uncal dan kura-kura emas. Di daerah Muara kuberikan pada sang raja? Jika tidak ada usus ayam
Kaman inilah Ratu Kudungga mendirikan kerajaan di meja makannya, ia pasti akan murka.” Sesaat
dan mengangkat orang untuk menduduki jabatan setelah berkata demikian, ia pun melihat ke atas
untuk membantu menjalankan roda pemerintahan. tanah. Di situ itu ia melihat beberapa cacing sedang
Sang ratu memimpin kerajaan dengan sangat menggeliat-geliat. Cacing-cacing itu pun diambil,
bijaksana dan adil. Namun demikian, masih ada dibersihkan, dan dimasak setiap hari sebagai
saja yang orang yang memanfaatkan kebaikan hati pengganti usus ayam karena bentuknya yang
sang ratu. Ia adalah salah satu menteri kerajaan hampir mirip. Tidak disangka-sangka ternyata
yang berani melakukan kecurangan di belakang Raja Mulawarman justru sangat menggemari
sang ratu. Sang menteri memperkaya dirinya cacing yang telah dianggap sebagai usus ayam.
dengan menimbun kekayaan milik kerajaan, yaitu Sang raja pun berkata, “Usus ini lebih enak dari
secara terang-terangan melakukan pungutan liar biasanya, masakkan lagi yang lebih banyak.”
kepada para pedagang dan pengusaha. Ketika Akan tetapi, lama-kelamaan tukang masak itu
mengetahui kenyataan itu, sang ratu tidak langsung susah juga mencari cacing karena telah diambil
menghukum menteri kerajaannya. Terlebih dahulu setiap hari. Akhirnya, pada suatu saat, ia bertemu
ia memanggil sang menteri untuk meminta dengan raja cacing. Raja cacing itu pun diambil,
pertanggungjawaban atas perbuatannya itu. Sang dimasak, dan tidak lama setelah itu dihidangkan
ratu pun meminta agar seluruh harta milik kerajaan kepada sang raja. “Wah, enak sekali ususnya.
yang telah diambil untuk dikembalikan, baik ke Rasanya, ini usus terenak yang pernah kumakan!”
kerajaan maupun langsung ke rakyat yang dimintai katanya. Ia terlihat sangat lahap menyantap raja
upeti. Namun, ketika panggilan tersebut tidak cacing yang dikira usus ayam itu. Ia tidak tahu
digubris dan harta jarahan milik kerajaan malah bahwa sebenarnya usus yang disantap itu adalah
dibawa kabur, Ratu Kudungga pun telah habis raja cacing. Setelah mengetahui bahwa rajanya
kesabaran. Ia pun murka dan mengutuk, serta telah disantap oleh Raja Mulawarman, tidak
meminta kepada dewata bahwa siapa pun yang lama kemudian rakyat cacing tidak terima dan
membawa/mengambil harta dan kekayaan secara merasa sangat marah terhadap perilaku sang raja.
tidak halal akan terkutuk. Kutukan Ratu Kudungga Mereka pun berbondong-bondong mendatangi
itu pun membuahkan hasil. Tidak lama setelah Raja Mulawarman. Namun, tanpa bersalah Raja
kutukan diucapkan perahu milik sang menteri Mulawarman bertanya kepada mereka, “Ada
hancur berkeping-keping dan harta yang dibawa apa ini? Mengapa kalian berbondong-bondong
tenggelam ke dasar laut. datang kepadaku?” kata sang raja. Karena merasa
Cerita rakyat yang keempat adalah cerita tertekan, sang raja pun melarikan diri ke Matapura.
rakyat berjudul “Kisah Baung Putih”. Cerita Ia meminta rakyatnya untuk membuat rakit yang
lengkap “Kisah Baung Putih” dapat disimak dapat digunakan untuk berlayar ke Matapura.

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 203
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210

Setelah rakit selesai dibuat, mereka pun mulai


menyeberang menuju Matapura. Akan tetapi, Namun, pakaiannya yang tidak lazim dan
rakyat cacing tetap mengejar dengan berpegangan menerbitkan bau tak sedap, membuat semua
orang menatapnya. Semua orang di dekatnya
pada tali. Namun, ketika sampai di tengah sungai,
sontak menjauh sambil menutup hidung. Mereka
rakyat cacing itu dimakan oleh baung putih. semua menganggap kehadiran perempuan ini
Sebelum kejadian ini, sang raja bermunajad merusak pesta. Maka, sang istri pun beramai-
bahwa “Barang siapa dapat membantu aku, aku ramai didorong ke luar lamin. Petinggi berusaha
bersumpah tidak akan menjadikannya musuh”. mencegah dan mengingatkan bahwa semua warga
Oleh karena itu, ketika tahu yang membantunya berhak mengikuti Erau, tanpa kecuali (Balham,
2010, hlm. 56).
adalah baung putih, sang raja pun bersumpah
bahwa ia dan keturunannya tidak akan makan
Orang yang diusir dari Pesta Erau itu adalah
baung putih karena telah menyelamatkannya.
seorang perempuan miskin yang memakai baju
tidak layak ke Pesta Erau. Padahal, perempuan
Motif Tabu dalam Cerita Rakyat di Bekas
itu sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
Wilayah Kerajaan Mulawarman, Kerajaan
memperbaiki bajunya yang compang-camping
Hindu Tertua
dengan menggunakan batang pohon bamban.
Motif tabu ini cukup sering muncul dalam cerita
Karena batang pohon bamban itu menimbulkan
rakyat di bekas wilayah Kerajaan Martadipura
bau yang tidak sedap, perempuan ini pun diusir
ini. Secara tersirat kenyataan ini mengindikasikan
dari Pesta Erau. Ketika mengetahui adanya
bahwa masyarakat pada saat itu sangat meyakini
pengusiran terhadap warganya pada saat Pesta
keberadaan larangan ini. Motif tabu tepatnya
Erau, petinggi di Pesta Erau itu pun akhirnya
larangan yang unik dan khas sesuai klasifikasi
melarang mereka mengusir perempuan itu karena
Thompson sangat terlihat dalam keempat cerita
sudah melanggar tuhing. Pernyataan itu dibuktikan
rakyat ini, yaitu “Legenda Patung Batu Desa
pada kutipan yanga ada di bawah ini.
Pantun”, “Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan
Sang Kudungga”, dan “Kisah Baung Putih”.
Istrinya memang ada di sana. Tapi, bukan sedang
Secara tersurat di dalam cerita “Legenda berpesta. Dilihatnya istrinya tengah menangis
Patung Batu Desa Pantun” bahwa di suatu daerah dengan tubuh basah dan kotor. Sementara dari
yang bernama Desa Pantun (sekarang Sabintulung) atas lamin terdengar orang-orang menghina dan
terdapat sebuah larangan yang disebut dengan mencaci maki. Terdengar pula suara keras petinggi
tuhing. Tuhing yang mengatur perilaku masyarakat melarang, “Jangan, jangan menghina orang di
saat Erau! Itu tuhing! Pantangan! Kalian sudah
setempat ini memiliki beragam bentuknya. Salah
melanggar tuhing!” teriak petinggi. Tapi tetap tidak
satu bentuk tuhing yang terlihat dalam cerita rakyat ada yang memedulikan (Balham, 2010, hlm. 56).
ini adalah larangan untuk melakukan perbuatan
yang merugikan orang lain, yaitu mengusir orang Larangan yang ada di Desa Pantun itu pun
dari Pesta Erau. Padahal, semua orang berhak diindahkan oleh penduduk desa, walaupun
ikut serta merayakan pesta Erau karena memang mengetahui resikonya. Karena larangan itu tetap
pesta ini adalah pesta rakyat Desa Pantun sebagai dilakukan, terjadilah bencana atau musibah.
wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Musibah itu berupa berubahnya penduduk desa
atas limpahan berkah dan rezeki sepanjang tahun. yang telah melanggar tuhing menjadi batu karena
Tidak adanya larangan bagi semua orang untuk mendapat kutukan dari Dewata melalui ritual
ikut dalam Pesta Erau terlihat dalam kutipan cerita yang dilakukan oleh suami si perempuan itu. Jadi,
berikut. larangan bisa dikategorikan ke dalam larangan

204 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...

unik/khas karena belum tentu di wilayah lain juga hanguskan dan wanita-wanita cantiknya akan
terdapat hal yang sama, ini terlihat pada kutipan dirampas untuk meramaikan pesta keberhasilan
memperoleh harta karun (Balham, 2010, hlm. 61).
berikut.

Namun, malapetaka akibat melanggar tuhing Padahal, sebelumnya ia sudah diperingatkan


belum berakhir. Di tengah suasana hujan lebat dan bahwa jika memindahkan harta karun, terutama
petir menyambar dan hantaman angin kencang, peninggalan Kerajaan Kutai Martadipura, ia
para penduduk kampung mulai merasakan tubuh akan terkena tabu yang berakibat pada datangnya
mereka perlahan-lahan membeku. Semuanya
bencana/ musibah. Akan tetapi, larangan itu
seketika pucat pasi. Isak tangis penyesalan sudah
tak berguna lagi. tidak dihiraukan oleh Lo Kong Beng sehingga
Ketika alam kembali terang benderang, terlihatlah menimbulkan bencana bagi dia dan seluruh awak
kampung itu sudah benar-benar rata dengan tanah. kapalnya. Musibah akibat pelanggaran terhadap
Sementara di gua-gua, semua orang yang tadi turut tabu dapat dibuktikan pada kutipan ini.
erau, sudah menjadi batu (Balham, 2010, hlm. 57).
Rupanya dewata tidak menghendaki harta karun
Selanjutnya, cerita berjudul “Legenda Gua kerajaan Kutai Martadipura dibawa keluar dari
Kombeng” mirip dengan cerita sebelumnya, Kalimantan.
yaitu “Legenda Patung Batu Desa Pantun” bahwa Menjelang tengah malam, bumi tiba-tiba bergetar.
Langit pun gelap tertutup awan hitam. Tiba-tiba
ada sebuah larangan yang dilanggar. Larangan
tertiup angin putting beliung yang dasyat, disertai
yang tersurat dalam cerita itu adalah tidak boleh hujan lebat, dan kilatan petir menakutkan. Air
mengambil harta karun peninggalan Kerajaan danau seperti mendidih, bergolak. Angin putting
Kutai Martadipura yang sangat bernilai harganya. beliung tanpa ampun menghantam wangkang
Pada saat itu wilayah Desa Pantun (sekarang hingga hancur berantakan dan tenggelam. Kong
Beng yang dilindungi beberapa prajurit berenang
Sabintulung) terkenal akan adanya harta karun
ke daratan. Banyak prajurit dan awak kapal tewas
yang sangat bernilai harganya. Kabar tentang harta dalam perubahan cuaca yang tiba-tiba itu. Kong
karun itu telah tersebar ke seluruh penjuru. Banyak Beng sendiri terluka parah karena pecahan kapal.
pihak ingin membuktikan kebenarannya. Salah (Balham, 2010, hlm. 62).
satu pihak yang sangat tertarik untuk membuktikan
dan mendapatkannya adalah pangeran dari Cina Cerita “Kutukan Sang Kudungga” juga
yang bernama Lo Kong Beng. Lo Kong Beng ingin bermotif larangan sesuai dengan indeks motif yang
mengambil dan mengangkut semua harta karun diklasifikasikan oleh Thompson. Motif larangan
yang ada di tanah Kutai, kemudian membawanya ini terlihat pada perbuatan yang dilakukan oleh
ke Cina tanpa mengindahkan larangan rakyat sang menteri kerajaan di bawah kekuasaan Ratu
Kutai. Larangan yang telah diungkapkan oleh Kudungga. Sang menteri ini menumpuk harta
masyarakat setempat itu terlihat pada kutipan kekayaan kerajaan dengan melakukan pungutan
berikut ini. liar kepada rakyat yang dapat dilihat pada kutipan
berikut.
Namun, Kong Beng hanya tertawa. Dianggapnya
itu peringatan kosong. Bahaya apa pun ia siap Salah seorang kerabat bangsawan yang bertugas
hadapi. Buat apa menempuh perjalanan jauh sebagai menteri kerajaan melakukan kecurangan.
melintasi samudra bila tidak berani menghadapi Ia memperkaya diri sendiri dengan cara menimbun
bahaya? kekayaan milik kerajaan. Perbuatannya itu
Kong Beng tetap memerintahkan anak buahnya semakin lama semakin berani. Ia terang-terangan
menjarah gua-gua. Bahkan, Kong Beng berencana melakukan pungutan secara liar pada para
bahwa Kampung Sabintulung akan ia bumi pedagang dan pengusaha (Balham, 2010. hlm. 86).

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 205
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210

Perbuatan ini tentu saja dilarang oleh Ratu keturunannya, serta rakyatnya menganggap ikan
Kudungga karena telah merugikan kerajaan dan baung putih sebagai ikan keramat.
rakyat. Awalnya sang ratu masih mengampuni sang
menteri jika mau bertobat dan mengembalikan Pemaknaan Konsep Motif Tabu yang Masih
semua yang telah dirampas dari kerajaan dan Hidup dan Berkembang di Masyarakat Kutai
masyarakat. Setelah diperingatkan berkali-kali dan Pada Saat Ini
tidak digubris, larangan yang dilontarkan oleh sang Tabu yang berkembang di masyarakat Kutai
ratu itu pun berdampak pada kutukan. Kutipan Kartanegara, terutama Muara Kaman, bekas
yang menggambarkan kutukan Ratu Kudungga Kerajaan Martadipura ini cukup unik dan khas
akibat larangan telah dilanggar oleh sang menteri karena belum tentu daerah lain juga ada larangan
kerajaan terlihat dalam kutipan ini. semacam ini. Misalnya, tabu untuk mengusir orang
di sebuah pesta dalam cerita “Legenda Patung
Mendengar kabar si menteri kabur, Ratu Kudungga Batu Desa Pantun”. Secara tersurat pada saat itu
murka. Ratu merasa sangat direndahkan, bahkan
pesta Erau melibatkan seluruh rakyat untuk ikut
merasa terhina. Sudah diberi pengampunan, malah
kabur. Dalam kemurkaannya Ratu bersupata serta dalam merayakannya karena pesta ini sebagai
kepada dewata: wujud ucapan syukur kepada Sang Pencipta.
“Kepada siapa pun, apakah dia pendatang atau Barang siapa yang secara sengaja mengusir orang
penduduk asli Martadipura yang telah meminum dalam pesta itu akan terkena tuhing. Kenyataan
air Mahakam, maka terkutuklah ia dengan suatu
ini berkorelasi dengan situasi pada saat ini.
bala bila membawa harta dan kekayaan yang
didapat secara tidak halal. Kutukan ini berlaku
Pesta Erau yang diselenggarakan setiap tahun di
jika ia ke hilir melalui Kutai Lama, sedangkan Kabupaten Kutai Kartanegara ini turut melibatkan
jika ke hulu sebatas Pinang Sendawar” (Balham, seluruh masyarakat, bukan hanya di wilayah
2010, hlm. 62). Kutai Kartanegara melainkan juga di seluruh
provinsi Kalimantan Timur, bahkan negara-
Terakhir, motif tabu yang terdapat dalam negara lain. Sejak tahun 2013 pesta Erau ini turut
cerita berjudul “Kisah Baung Putih” terlihat melibatkan negara lain. Hadirnya negara-negara
pada keyakinan/kepercayaan rakyat di Kerajaan itu dimaksudkan, tidak hanya ikut memeriahkan
Mulawarman pada saat itu untuk tidak makan pesta, tetapi juga turut memromosikan pesta yang
ikan baung putih. Jika tetap makan ikan ini, rakyat menjadi tradisi di Kabupaten Kutai Kartanegara.
dipercaya akan terkena musibah. Musibah itu Seluruh rakyat ikut terlibat dalam pesta
biasanya berupa penyakit kulit yang tidak dapat rakyat ini karena banyak kegiatan yang bertujuan
disembuhkan. Kenyataan ini sangat berkaitan menghibur dan melestarikan adat budaya warisan
dengan janji yang sebelumnya telah diucapkan leluhur. Erau yang diselenggarakan tiap tahun ini
oleh Raja Mulawarman bahwa siapa pun yang melaksanakan beberapa peristiwa budaya, antara
telah membantu untuk menyingkirkannya dari lain upacara adat beluluh sultan, menjamu benua,
serangan cacing, akan selalu dihormati dan merangin, mendirikan ayu, upacara adat bepelas,
tidak dijadikan musuh. Ikan baung putih inilah beseprah, lomba ngapeh atu bercerita, lomba
yang muncul dan memakan cacing-cacing yang tarsul, tari jepen, pembacaan barjanji, prosesi
mengikuti dan menyerang sang raja ketika mengulur naga, merebahkan ayu, dan sebagainya
menyeberang menuju Matapura melalui sungai. (Haryanto dkk., 2014, hlm. 7). Kegiatan Erau yang
Akhirnya, sang raja pun begitu menghargai cukup unik, karena menunjukkan kebersamaan
bantuan ikan baung putih. Sejak saat itu raja dan dan kekeluargaan adalah beseprah. Beseprah

206 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...

adalah suatu tradisi makan bersama yang dilakukan pelestarian benda-benda peninggalan Kerajaan
oleh masyarakat Kutai. Kegiatan yang biasa Martadipura. Siapa saja yang ingin mengambil
diselenggarakan sepanjang jalan di depan Museum harta karun kerajaan di wilayah Sabintulung,
Mulawarman ini, dilakukan dengan cara duduk Muara Makam akan terkena tuhing yang berakibat
bersama-sama di atas tikar yang telah disediakan. pada musibah bagi pelanggar, sehingga tidak ada
Beragam makanan khas Kutai yang disediakan lagi yang berani bertindak sewenang-wenang
oleh berbagai pihak, baik instansi pemerintah terhadap harta itu. Seandainya masyarakat
maupun swasta ini dihampar di sepanjang sekarang bukan hanya di wilayah Muara Kaman,
jalan. Seluruh masyarakat pun dengan semarak melainkan juga di wilayah lain memahami hal
mengikuti kegiatan ini. ini, pelestarian alam dan budaya akan tetap
Konsep tabu yang berasal dari cerita “Legenda terjaga. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak
Gua Kombeng” juga masih dirasakan pada pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan
masyarakat sampai dengan saat ini, walaupun penjarahan yang semena-mena. Tabu merupakan
pemaknaannya berbeda pada saat ini. Dalam salah satu kearifan lokal masyarakat yang penting
cerita itu konsep tabu menggambarkan larangan untuk dilestarikan.
masyarakat Sabintulung kepada Lo Kong Beng Konsep tabu yang berasal dari cerita “Kutukan
untuk tidak menjarah harta bekas Kerajaan Sang Kudungga” juga sudah mulai luntur di
Martadipura yang sangat berharga, Pada saat tengah masyarakat, tidak hanya Kutai tetapi
ini tabu jika menjarah harta bekas kerajaan juga masyarakat pada umumnya. Tabu dalam
sudah terlihat mulai luntur. Harta kekayaan cerita ini terlihat pada perbuatan merugikan
bekas Kerajaan Mulawarman masih banyak orang lain, khususnya memperkaya diri sendiri
terpendam di wilayah Muara Kaman. Ketika dengan menimbun kekayaan milik kerajaan dan
ditemukan/digali, baik secara sengaja maupun melakukan pungutan liar kepada rakyat. Pada saat
tidak sengaja oleh masyarakat setempat atau itu memang tabu bagi seseorang yang melakukan
pihak-pihak yang berminat, barang-barang kecurangan seperti itu karena akan mendapatkan
peninggalan itu seringkali dimanfaatkan secara kutukan yang berdampak pada musibah pada si
tidak bertanggung jawab. Sebenarnya masih pelaku. Jika kearifan lokal ini berlaku sampai
banyak pihak yang masih peduli merawat barang sekarang, pasti sikap memperkaya diri sendiri
peninggalan kerajaan Mulawarman dengan dengan tidak halal menjadi hal yang tabu, sehingga
menyerahkan kepada pihak yang berwenang, tidak ada seorang pun yang berani melakukannya.
baik itu ke Dinas Pariwisata maupun Museum. Akan tetapi, pada saat ini walaupun tidak semua
Akan tetapi, sering kali masyarakat setempat orang berlaku curang, memperkaya diri sendiri
juga menjual barang-barang itu dengan harga atau sekarang biasa disebut dengan istilah korupsi
yang tidak setimpal bila dibandingkan dengan sudah menjadi hal yang wajar. Kearifan lokal
nilai historisnya karena faktor ekonomi. Upaya inilah yang seharusnya menjadi filter untuk tidak
untuk melestarikan barang-barang peninggalan melakukan kecurangan bagi masyarakat.
itu dengan memperbaiki ekonomi masyarakat dan Konsep tabu dalam Cerita “Kisah Baung
menanamkan pemahaman terhadap pentingnya putih” termasuk ke dalam legenda, karena dianggap
menjaga dan melestarikan kekayaan budaya benar-benar terjadi, diperkuat dengan keyakinan
bangsa. masyarakat Muara Kaman yang sampai saat ini
Tabu yang ada di tanah Kutai, khususnya tidak mau makan ikan baung putih. Menurut
Muara Kaman, sebenarnya sangat berguna bagi cerita yang berkembang di masyarakat, ikan inilah

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 207
Pemaknaan Motif Tabu Dalam Cerita Rakyat di Wilayah Bekas Kerajaan Mulawarman... (Derri Ris Riana) Halaman 197 — 210

yang telah membantu Raja Mulawarman pada perbuatan yang merugikan orang lain pada saat
saat menyingkirkan serangan cacing. Masyarakat Pesta Erau, yaitu mengusir orang dari pesta
sekarang pun meyakini bahwa orang yang makan Erau, mengambil harta kekayaan kerajaan,
ikan baung putih, akan terkena penyakit kulit memperkaya diri sendiri dengan merampas dari
dan tidak bisa diobati oleh dokter. Kenyataan ini kekayaan kerajaan dan melakukan pungutan liar
menjadikan kepercayaan untuk tidak makan ikan kepada masyarakat, dan memakan ikan baung
baung putih semakin lama tertanam di benak putih. Jika tetap dilakukan, semua tabu tersebut
masyarakat penganut cerita ini, yaitu di daerah akan menimbulkan bencana/musibah bagi yang
Muara Kaman. Jadi, bagi masyarakat Muara melanggarnya.
Kaman hal yang tabu jika makan ikan baung putih. Sampai dengan saat ini, pemaknaan
motif tabu yang berlangsung di masyarakat Kutai
SIMPULAN beragam dan berbeda. Beberapa hal tabu masih
Keempat cerita rakyat yang sudah dibahas, berlangsung sampai dengan saat ini, sedangkan
yaitu “Legenda Patung Batu Desa Pantun”, yang lain sudah tidak berlaku lagi. Hal tabu
“Legenda Gua Kombeng”, “Kutukan Sang yang masih berlaku sampai sekarang, misalnya
Kudungga”, dan “Kisah Baung Putih” bermotif keberlangsungan pesta Erau sampai dengan saat
sama, yaitu tabu. Cerita-cerita tersebut muncul ini yang melibatkan seluruh elemen masyarakat
dan berkembang di daerah Muara Kaman, bekas dan keyakinan masyarakat Kutai, khususnya
Kerajaan Martadipura, kerajaan Hindu tertua di Muara Kaman untuk tidak makan ikan baung
Indonesia. Dari cerita-cerita yang berkembang putih. Sementara itu, hal yang tidak tabu lagi
inilah, berusaha diungkap fakta-fakta historis dari dilakukan adalah mengambil/memanfaatkan harta
Kerajaan Martadipura yang telah lama terpendam. peninggalan kerajaan secara tidak bertanggung
Karena pengungkapan fakta-fakta historis kerajaan jawab dan memperkaya diri sendiri dengan cara
tidak hanya berasal dari penggalian artefak-artefak tidak halal. Kenyataan ini tentunya terpengaruh
oleh arkeolog, tetapi juga didukung oleh cerita oleh perkembangan zaman dan permasifan
rakyat yang berkembang di masyarakat. Fakta- globalisasi yang terus menggerus generasi
fakta historis yang muncul dari keempat cerita berikutnya.
tersebut adalah keberlangsungan pesta Erau sejak Motif tabu merupakan salah satu kearifan
zaman awal kerajaan, keberadaan harta karun lokal masyarakat Kutai Kartanegara yang perlu
kerajaan di Gua Kombeng, keadaan dan kondisi dilestarikan karena mengandung nilai-nilai yang
sosial masyarakat dan sistem pemerintahan pada sangat bermanfaat. Nilai-nilai ini masih sangat
zaman Ratu Kudungga, serta ketabuan masyarakat relevan pada saat ini. Untuk itu, perlu upaya
pada zaman Kerajaan Mulawarman hingga saat untuk menumbuhkan kecintaan generasi muda
ini, untuk tidak makan ikan baung putih. Fakta- terhadap kelestarian kekayaan budaya setempat
fakta historis inilah yang secara perlahan-lahan karena merupakan modal identitas lokal yang
membuka tabir kerajaan yang cukup besar menyumbang besar terhadap identitas bangsa.
pengaruhnya dalam penyebaran agama Hindu
pada saat itu. DAFTAR PUSTAKA
Dari keempat cerita rakyat tersebut,
terkuak beragam tabu yang terdapat di dalam Amir, A. (2013). Sastra Lisan Indonesia.
masyarakat, yaitu berupa tuhing jika melakukan Yogyakarta: CV Andi Offset.

208 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 197 — 210 (Derri Ris Riana) The Meaning of Taboo Motive in the Exregion of Mulawarman Kingdom...

Balham, J. dkk. (2010). Cerita Rakyat Kalimantan Sudikan, S.Y. (2013). “Kebinekaan Nilai-Nilai
Timur: 20 Cerita Rakyat Terbaik. Etika dan Moral dalam Tradisi Lisan
Samarinda: Pustaka Spirit. Nusantara: Perspektif Cultural Studies”.
Dalam Folkore dan Folklife Kehidupan
Balham, J. dkk. (2013). Mutiara Bumi Etam: Modern. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Sebuah Perjalanan Sejarah. Samarinda:
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Taum, Y.Y. (2011). Studi Sastra Lisan: Sejarah,
Teori, Metode dan Pendekatan Disertai
Cahyono, D. dan Gunadi. (2007). Kajian Arkeologi Contoh Penerapannya. Yogyakarta:
Sejarah Kerajaan Kutai Martapura. Penerbit Lamalera.
Tenggarong: Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Kabupaten Kutai Thompson, S. (1955). Motif-Index of Folk
Kartanegara. Literature. Indiana: Indiana University
Press.
Danandjaja, J. (1997). Folklor Indonesia: Ilmu
Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Thompson, S. (1977). The Folktale. Berkeley:
Pustaka Utama Grafiti. University of California.

Haryanto, D. dkk. (2014). Ekspresi dan Makna Sumber Internet


Seni Sastra Tradisional di Kabupaten
Kutai Kartanegara. Samarinda: Kantor
Kastanya. E. (2017). “Tipe dan Motif dalam
Bahasa Provinsi Kalimantan Timur.
Sastra Lisan di Provinsi Maluku”. http://
Koentjaraningrat. (1983). Pengantar Ilmu www.academia.edu/27518175/TIPE_
Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. DAN_MOTIF_DALAM_SASTRA_
LISAN_DI_PROVINSI_MALUKU_
Ratna, N.K. (2006). Teori, Metode, dan Teknik TYPE_AND_MOTIVE_OF_ORAL_
Penelitian Sastra: dari Strukturalisme LITERATURE_IN_MALUKU. Diunduh
hingga Postrukturalisme Perspektif
Jumat, 1 Desember 2017, 09.25 Wita.
Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Rahmi. (2016). “Sejarah Raja-Raja Kerajaan
Rais, S.H. (2002). Kerajaan Kutai Kartanegara. Kutai Martadipura, Abad ke-4”. http://
Tenggarong: Lembaga Kepustakaan dan www.sejarahnusantara.com/kerajaan-
Penerbitan Pustaka Pulau Kumala. hindu-buddha/sejarah-raja-raja-kerajaan-
kutai-martadipura-abad-ke-4-10012.htm.
Riana, D.R. dkk. (2015). “Sastra Lisan di Kabupaten Diunduh Kamis, 30 November 2017,
Kutai Kartanegara”. Samarinda: Kantor
pukul 13.15 Wita.
Bahasa Provinsi Kalimantan Timur.

Soetoen, A. dkk. (1979). Kutai Perbendaharaan


Kebudayaan Kalimantan Timur. Jakarta:
Balai Pustaka.

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 209
210 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Anda mungkin juga menyukai