Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Identitas Artikel


Jurnal : Microchemical Journal
Judul : Screening and greenness profiling of oxidative-coupling and electrophilic
aromatic substitution reactions for determination of three phenolic drugs
Nama Penulis : Mohammed Idaan Hassan Al Majidia, Rania El-Shaheny, Yasser El
Shabrawy dan Mahmoud El-Maghrabey.
Halaman :
Tahun Terbit : 2015
Volume : 149

2.2. Pendahuluan
Salbutamol sulfat dan Terbutaline sulfate merupakan golongan agonis β2 adrenergik
bekerja sebagai bronkodilator paling efektif sebagai pilihan pertama penanganan serangan
asma (Sukandar, et.al, 2009). Obat tersebut juga digunakan untuk penyakit paru obstruktif
kronik. Obat ini memiliki efek tokolitik, sehingga digunakan untuk pencegahan persalinan
prematur. Berikut struktur salbutamol Sulfat dan Terbutaline Sulfat:

Salbutamol Sulfat Telbutaline Sulfat

Thymol yang secara kimia dikenal sebagai 2-isopropil-5-metil fenol adalah fenol
monoterpen kristal tidak berwarna. Ini adalah salah satu unsur makanan terpenting dalam
spesies thyme. Selama berabad-abad, telah digunakan dalam pengobatan tradisional dan telah
terbukti memiliki berbagai sifat farmakologi termasuk antioksidan, pembasmi radikal bebas,
antiinflamasi, analgesik, antispasmodik, antibakteri, antijamur, antiseptik, dan aktivitas
antitumor. Berikut struktur Thymol:
Spektrofotometri masih merupakan teknik yang banyak digunakan dalam analisis
farmasi karena kemampuan analisisnya yang cepat, akurat dan mudah serta throughput yang
tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini memanfaatkan sifat fenolik dari ketiga obat
tersebut untuk mengembangkan metode spektrofotometri yang sederhana, ekonomis, sensitif,
dan akurat untuk penentuannya dalam obat-obatan yang berbeda melalui dua metode. Metode
I, yaitu penggandengan oksidatif. Metode ini dilakukan untuk penentuan Salbutamol Sulfat
dan Terbutiline Sulfat melalui reaksi oksidasi P-fenilendiamin (PPD) menjadi P-
benzoquinone diimine diikuti oleh penggandengan dengan obat fenolik yang ada sebagai
anion fenoksida dalam media basa. Produk yang dihasilkan adalah pewarna indoanilin
dengan warna yang khas.
Metode II, yaitu reaksi substitusi elektrofilik aromatik melalui reaksi substitusi aromatik
elektrofilik THY dengan natrium nitroprusida dan hidroksilamina hidroklorida dalam media
basa membentuk anion 2-isopropil-4-nitroso-5-metil fenolat dengan dimerisasi natrium
nitroprusida secara bersamaan memberikan karakteristik produk berwarna hijau.

2.3. Reaksi Penggandengan Oksidatif


Reaksi kopling oksidatif adalah suatu reaksi penggabungan antara dua molekul fenol atau
lebih melalui proses reaksi oksidasi. Penggabungan dari dua residu fenolat dapat terjadi
secara inter-molekular dan intra-molekular dari dua radikal yang dibentuk melalui oksidasi
elektron tunggal pada masing-masing senyawa fenol.

2.4. Reaksi Substitusi Elektrofilik


Reaksi substitusi melibatkan penggantian satu kelompok gugus fungsional dalam suatu
molekul oleh suatu gugus fungsional yang lain. Reaksi substitusi dalam kimia organik dapat
diklasifikasikan sebagai reaksi substitusi elektrofilik atau nukleofilik, tergantung pada reagen
yang terlibat. Reaksi substitusi nukleofilik biasa terjadi pada senyawa jenuh, seperti alkana
dan turunannya, semisal alkil halida, sedangkan substitusi elektrofilik sering terjadi pada
senyawa aromatik.
Pada umumnya, reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada senyawa- senyawa aromatik,
seperti benzena atau benzena tersubstitusi. Reaksi ini sangat penting dalam kimia organik,
baik dalam industri maupun di laboratorium. Reaksi ini memungkinkan pembuatan senyawa-
senyawa aromatik tersubstitusi oleh berbagai gugus fungsional. Pada reaksi substitusi
elektrofilik, umumnya sebuah atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatik
digantikan dengan suatu elektrofil. Benzena memiliki rumus kimia C6H6 yang terdiri atas
enam atom karbon yang membentuk cincin dengan masing-masing atom karbon mengikat
satu atom hidrogen. Berdasarkan hasil analisis, elektron-elektron  yang terdapat pada
benzena dapat terdelokalisasi (tidak terlokasi atau tidak menempati satu posisi tertentu yang
tetap). Adanya delokalisasi elektron pada benzena ini menyebabkan ikatan pada benzena
menjadi stabil. Adanya delokalisasi elektron juga mengakibatkan benzena menjadi kaya akan
elektron sehingga cincin benzena dapat diserang oleh elektrofil. Pada reaksi substitusi
elektrofilik, sistem delokalisasi elektron tetap dapat dipertahankan. Secara umum, substitusi
elektrofilik pada senyawa aromatik (benzena) dapat digambarkan sebagai berikut.

Beberapa contoh reaksi substitusi elektrofilik yang terjadi pada benzena, seperti nitrasi,
sulfonasi, halogenasi, alkilasi, dan asilasi, dapat dilihat pada tabel berikut:
Reaksi-reaksi tersebut juga dapat berlangsung pada benzena tersubstitusi. Akan tetapi,
substituen yang terikat pada cincin benzena dapat memengaruhi reaktivitas cincin dalam
reaksi substitusi elektrofilik serta menentukan posisi terikatnya elektrofil. Substituen
umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang mengaktifkan dan mendeaktifkan
cincin aromatik.
Kelompok substituen pengaktif cincin dapat menyumbangkan elektron ke dalam sistem
cincin benzena dengan efek induksi atau efek resonansi. Hal ini membuat cincin menjadi
lebih kaya elektron sehingga lebih reaktif terhadap reaksi substitusi elektrofilik. Beberapa
substituen pengaktif cincin (gugus pendorong elektron) adalah gugus –OH, –OR, –NR2, dan
sebagainya. Kepadatan elektron yang disumbangkan ke dalam sistem cincin tidak
didistribusikan secara merata di seluruh cincin benzena, tetapi terkonsentrasi pada atom 2, 4,
dan 6. Oleh karena itu, elektrofil akan menempati posisi orto atau para dari substituen
pertama. Contoh cincin aromatik aktif adalah toluena, anilin, dan fenol.
Kelompok substituen yang mendeaktifkan cincin menarik kerapatan elektron dari cincin
aromatik dengan efek induksi atau resonansi. Dengan demikian, cincin menjadi kekurangan
elektron sehingga menurunkan laju reaksi substitusi elektrofilik. Beberapa substituen yang
mendeaktifkan cincin (gugus penarik elektron) adalah gugus –COOH, –CHO, –halida, dan
sebagainya. Gugus yang menarik kerapatan elektron dengan resonansi menurunkan kerapatan
elektron terutama pada posisi 2, 4, dan 6, meninggalkan posisi 3 dan 5 sebagai yang memiliki
reaktivitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu, elektrofil akan menempati posisi meta dari
substituen pertama; terkecuali pada substituen berupa gugus halida, elektrofil akan
menempati posisi orto atau para meskipun gugus halida merupakan gugus penarik elektron.

2.5. Senyawa Fenolik


Senyawa fenolik mempunyai struktur yang khas, yaitu memiliki satu atau lebih gugus
hidroksil yang terkait pada satu atau lebih cincin aromatik benzena (…..), sehingga senyawa
ini memiliki sifat yang khas, yaitu dapat teroksidasi. Kemampuannya membentuk radikal
fenoksi yang stabil pada proses oksidasi menyebabkan senyawa ini banyak digunakan
sebagai antioksidan. Senyawa fenolik merupakan metabolit sekunder yang ada di alam dan
biasanya berada dalam bentuk polimernya ataupun terikat pada beberapa gugus fungsi
membentuk eter, ester, glikosida serta bagian besar termasuk ke dalam golongan flavanoida.
Senyawa fenolik memiliki banyak manfaat, salah satunya berfungsi sebagai pelindung
terhadap sinar UV-B dan kematian sel untuk melindungi DNA dari dimerisasi dan kerusakan
(Lai & Lim, 2011). Komponen pada senyawa ini diketahui memiliki peranan penting sebagai
agen pencegah dan pengobatan beberapa gangguan penyakit seperti arteriosklerosis, disfungsi
otak, diabetes dan kanker (Garg et al., 2016). Contoh senyawa fenolik ditunjukkan pada
Gambar berikut :

Senyawa fenolik
2.6. Spektrofotometri UV-Vis
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode untuk menghasilkan
dan menganalisis spektrum. Interpretasi spektrum yang dihasilkan dapat digunakan untuk
analisis unsur kimia, meneliti arus energi atom dan molekul, meneliti struktur molekul, dan
untuk menentukan komposisi dan gerak benda-benda langit (Danusantoso, 1995: 409).
Dikenal dua kelompok utama spektroskopi, yaitu spektroskopi atom (emisi) dan spektroskopi
molekul (absorpsi). Dasar dari spektroskopi atom adalah tingkat energi elektron terluar suatu
atom atau unsur yang melibatkan energi elektronik, vibrasi, dan rotasi. sedangkan dasar dari
spektroskopi molekul adalah tingkat energi molekul radiasi yang terabsorpsi.
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar
ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya
tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV Vis biasanya digunakan untuk molekul dan
ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang
lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini
sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Sinar ultraviolet berada pada panjang
gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800
nm. Panjang gelombang (λ) adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak, sedangkan
frekuensi adalah kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang (λ). Bilangan
gelombang adalah (v) adalah satu satuan per panjang gelombang. (Dachriyanus,2004)
Kebanyakan penerapan spektrofotometri UV-Vis pada senyawa organik didasarkan n-
π* ataupun π-π* karena spektrofotometri UV-Vis memerlukan hadirnya gugus kromofor
dalam molekul itu. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum (sekitar 200 ke 700 nm) yang
nyaman untuk digunakan dalam eksperimen. Spektrofotometer UV-Vis yang komersial
biasanya beroperasi dari sekitar 175 atau 200 ke 1000 nm. Identifikasi kualitatif senyawa
organik dalam daerah ini jauh lebih terbatas daripada dalam daerah inframerah. Ini karena
pita serapan terlalu lebar dan kurang terinci. Tetapi, gugus-gugus fungsional tertentu seperti
karbonil, nitro dan sistem tergabung, benar-benar menunjukkan puncak yang karakteristik,
dan sering dapat diperoleh informasi yang berguna mengenai ada tidaknya gugus semacam
itu dalam molekul tersebut. (Day & Underwood, 1986)
Hukum Lambert-Beer (Beer`s law) adalah hubungan linearitas antara absorban
dengan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi dari sampel di dalam larutan bisa ditentukan
dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer. Biasanya hukum Lambert-Beer diyulis dengan :
Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk:
 Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan ausokrom dari
suatu senyawa organik.
 Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu
senyawa.
 Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-
electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi
berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau
tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan
energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton
memungkinkan electron-electron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital
baru yag lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-
tampak karena mereka mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang diskrit
sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda. Spektrum UV maupun
tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Ini
disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-
subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari
keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagi transisi ini
berbeda energi sedikit sekali, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan
menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum itu.
BAB III
METODOLOGI PENELIAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
Pengukuran spektrofotometri dilakukan menggunakan spektrofotometer sinar ganda
Shimadzu UV-210A (Kyoto, Jepang) dengan kuvet kuarsa berukuran 1 cm. Pemanasan
dicapai dengan menggunakan penangas air yang dikontrol secara termostatis dari Grant
Instruments (Cambridge), dan pengukuran pH dilakukan menggunakan pH-meter Philips PW
9420 (India).

3.1.2. Bahan
Timol, natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4), natrium hidroksida (NaOH), natrium
karbonat anhidrat, etanol, Hidroksilamina hidroklorida, P-phenylenediamine (PPD), potasium
hexacyanoferrate (K3Fe(CN)6), asam klorida (HCl, 35%), dan natrium metaperiodat (NaIO 4),
natrium nitroprusside. Serbuk murni TBT dan SLB berasal dari Sediaan farmasi, yaitu
Butadin tablet (2 mg SLB/ tablet), produk SDI, injeksi Salbutamol (0,5 mg SLB/mL), larutan
respirator Ventoline (100 mg SLB/ 20 mL), tablet samabutaline (5 mg TBT/tablet), (2.5 mg
TBT/tablet), Mentoral obat kumur (THY 0,063% b/v), dan obat kumur Lastarime (THY
0,06% b/v). PPD (4 × 10-3M) dibuat dalam etanol absolut sementara NaIO 4 (1 × 10-2M),
hidroksilamina hidroklorida (4 ×10-2M), K3Fe(CN)6 (1×10-3M), dan larutan natrium
nitroprusida (0,1 M) dibuat dalam air suling. Larutan natrium nitroprusside dilindungi dari
cahaya untuk menjaga stabilitasnya setidaknya selama 1 bulan. Buffer fosfat 0,1 M (pH 12,0)
dan buffer karbonat 0,05 M (pH 9,0 dan 9,5) disiapkan. Pembuatan larutan standar individu
SLB dan TBT (100,0 μg/mL) dilakukan dengan menggunakan air suling sebagai pelarut,
sedangkan larutan standar THY (100,0 μg/mL) dibuat dengan melarutkan 0,01 g dalam 5 mL
etanol kemudian diencerkan hingga 100 mL dengan air suling.

3.2 Prosedur Untuk Merencanakan Grafik Kalibrasi


3.2.1 Metode IA dan IB
Peningkatan volume SLB dan TBT diukur dan ditambahkan ke dua kelompok labu
ukur 25 mL untuk mendapatkan konsentrasi akhir masing-masing 0,8–40,0 dan 0,6–40,0
μg/mL. 3,0 mL larutan PPD (4 × 10 -3 M) ditambahkan ke semua labu diikuti dengan 3,0 mL
buffer karbonat (pH 9,0 untuk SLB dan pH 9,5 untuk TBT). 2,5 mL NaIO 4 ditambahkan ke
dalam campuran reaksi dalam kasus SLB dan 2,5 mL (K3Fe(CN)6) ditambahkan dalam kasus
TBT. Reaksi dibiarkan berlangsung pada suhu kamar masing-masing selama 50 dan 30 menit
untuk SLB dan TBT. Volume akhir dibuat dengan air suling, dicampur dengan baik, dan
serapannya diukur terhadap reagen kosong pada 552 dan 400 nm untuk SLB dan TBT,
masing-masing. Grafik kalibrasi diperoleh dengan memplot absorbansi terhadap konsentrasi
obat akhir (μg/mL) dan persamaan regresi diturunkan.
3.2.2. Metode II
Peningkatan volume THY diukur dan ditambahkan ke serangkaian labu takar 25 mL
untuk mencakup kisaran konsentrasi akhir 0,1–14,0 μg/mL. 0,5 mL natrium nitroprusside
(0,1 M) dan 0,5 mL hidroksilamina hidroklorida (4 × 10-2 M) ditambahkan diikuti dengan 3,0
mL buffer fosfat (pH 12,0). Setelah waktu reaksi 15 menit pada suhu kamar, larutan dibuat
hingga volume akhir dengan air suling dan diaduk rata. Absorbansi diukur pada 700 nm
terhadap reagen kosong. Grafik kalibrasi diperoleh dengan memplot absorbansi terhadap
konsentrasi obat akhir (μg/mL) dan persamaan regresi diturunkan.

3.3. Tata Cara Pembuatan Sediaan Farmasi


 Untuk ampul: isi 20 ampul ditampung dalam gelas kimia dan dipindahkan ke
dalam labu ukur 100 mL dan volumenya diisi dengan air suling untuk
menyiapkan larutan SLB 100 μg/mL.
 Untuk larutan respirator: diambil 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar
100 mL dan ditepatkan hingga volume akhir dengan aquades hingga diperoleh
larutan SLB 250 μg/mL. Larutan 100 μg/mL dibuat dengan pengenceran yang
tepat dari larutan ini dengan air suling.
 Sedangkan untuk obat kumur; 20 mL dipindahkan ke labu takar 50 mL dan
diencerkan hingga volume akhir dengan air suling. Larutan ini diencerkan
dengan air suling untuk menyiapkan 100 μg/mL larutan THY.
 Mengenai tablet; berat 20 tablet (Tablet Butadin atau Ataline) atau 10 tablet
(Tablet Samabutaline) ditentukan, diikuti dengan triturasi halus dan
pencampuran, kemudian jumlah yang setara dengan 25 mg obat yang
disebutkan ditimbang dan dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL. Air
ditambahkan hingga volumenya menjadi 250 mL kemudian dilakukan filtrasi
hingga diperoleh larutan SLB dan TBT 100 μg/mL. Volume yang sesuai dari
larutan ini diukur dengan cara yang akurat dan prosedur grafik kalibrasi
diterapkan untuk menentukan konsentrasi bahan aktif dalam setiap sediaan
farmasi dengan menggunakan metode yang sesuai.

3.4. Prosedur Metode Variasi Kontinu Ayub


Volume larutan PPD dan SLB berbeda (dengan konsentrasi molar yang sama, yaitu
1,73 × 10-4M) dicampur bersama sehingga menghasilkan rasio molar yang berbeda dari (0:1)
hingga (1:0) PPD:SLB, dengan tetap menjaga jumlah mol total tidak berubah. Dengan cara
yang sama, percobaan yang sama dilakukan dengan menggunakan volume larutan PPD dan
TBT berbeda yang memiliki konsentrasi molar yang sama (1,0 × 10 -3 M). Buffer dan zat
pengoksidasi ditambahkan dan serapan diukur setelah waktu pendiaman optimum. Grafik
serapan versus fraksi SLB (Metode IA) atau fraksi TBT (Metode IB) diplot. Fraksi volume
dimana serapan tertinggi dicapai ditentukan untuk kedua metode.

3.5. Tata Cara Metode Rasio Mol


Peningkatan volume PPD (1,73×10-4M) ditambahkan ke volume konstan SLB
(1,73×10-4 M). Selain itu, percobaan diulangi dengan menggunakan peningkatan volume PPD
(1,0×10-3 M) dan volume TBT yang konstan (1,0×10-3M). Buffer dan zat pengoksidasi
ditambahkan dan absorbansi diukur setelah waktu pendiaman yang tepat (seperti yang
dijelaskan untuk pembuatan kurva kalibrasi). Grafik serapan versus rasio mol PPD/SLB atau
PPD/TBT diplot. Bagian linier diekstrapolasi dan titik potongnya ke stoikiometri reaksi.
KESIMPULAN

Garg, N., Abdel-Aziz, S.M., & Aeron, A., 2016, Microbes in Food and Health, Springer, Switzerland 42-
45
Lai, Y.H., Lim Y.Y., 2011, Evaluation of Antioxcidant Activities of the Methanolic Extract of Selected
Ferns in Malaysia. IPCBEE 20.
Sukandar, E. Y., Retnosari A., Joseph I. S., I Ketut A., A. Adji P. S., dan Kusnandar. ISO Farmakoterapi.
Jakarta: PT. ISFI Penerbitan; 2009.

Anda mungkin juga menyukai