Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS EKONOMI WILAYAH

WINDA SRIKANDI PERTIWI


60800120075
TPWK.C

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
1. Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Timur berdasarkan Potensi Daerahnya (Huda & Santoso, 2014)
Pengembangan wilayah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat harus dilakukan dengan suatu pembangunan yang berkelanjutan.
Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam
konsep kota berkelanjutan. Semakin tinggi tingkat daya saing suatu kota,
maka tingkat kesejahteraan masyarakatnya pun semakin tinggi. Daya saing
wilayah menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah
untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap
terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Adanya perbedaan
kemampuan daya saing antara wilayah perkotaan dan kabupaten. Untuk
wilayah perkotaan mendominasi sektor SDM & Ketenagakerjaan,
Infrastruktur & Sarana-Prasarana, serta sektor yang tidak berasal dari alam,
seperti contoh sektor produktivitas sekunder dan tersier. Untuk wilayah
kabupaten, memiliki keunggulan yang di sektor yang berhubngan dengan
alam, seperti sektor produktivitas primer, dan sumber daya air per kapita.
(Huda & Santoso, 2014)
2. Analisis Daya Saing Sektor Unggulan Dalam Sstruktur Perekonomian
Kabupaten Mimika (Ali & Bakar, 2018)
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat daya
saing adalah sebagai berikut:
a. Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan produksi
perkapita dalam jangka waktu tertentu. Laju pertumbuhan ekonomi ini
menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah
perekonomian.
b. Kontribusi sektor ekonomi peranan atau kontribusi Sector ekonomi
menunjukkan struktur perekonomian yang terbentuk disuatu daerah.
Struktur ekonomi dinyatakan dalam persentase, menunjukkan
besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dinyatakan dalam
persentase, menunjukkan besarnya peranan masing-masing sektor
ekonomi dalam kemampuan menciptakan nilai tambah, kontribusi
tersebut menggambarkan ketergantungan daerah terhadap satu atau
beberapa sektor tertentu. (Ali & Bakar, 2018)
3. Analisis Sektor Unggulan Dan Daya Saing Wilayah Komoditas Di
Kabupaten Oku Timur (Asngari, 2008)
Ada perbedaan temuan menggunakan LQ dan CLI, dimana komoditas
yang menurut LQ unggul tetapi tidak selalu memiliki daya saing tinggi jika
diuukur dengan CLI. Sebaliknya yang meurut CLI memiliki daya saing
belum tentu unggul menurut LQ. Satu-satunya sektor yang dinilai bukan
sektor unggulan, dengan daya saing rendah dan tidak efisien adalah sektor
perdagangan. (Asngari, 2008)
4. Menciptakan Keunggulan Daya Saing Wilayah Melalui Pembangunan
Berkelanjutan
Dengan semakin kompleknya fenomena yang dihadapi bangsa
Indonesia di masa-masa mendatang, baik berupa perubahan-perubahan
internal maupun eksternal, maka dapat dibayangkan bahwa untuk mengelola
pembangunan 33 provinsi dan 400-an kabupaten/kota (2010) secara terpusat
sungguhlah amat sulit. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa sistem
pembangunan terpusat telah gagal menghasilkan keseimbangan kemajuan
pembangunan antar wilayah. Karena itu, pilihan yang paling tepat adalah
dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk
mengelola pembangunan di wilayahnya sendiri. Pilihan ini sudah dijatuhkan
oleh pemerintah pusat dalam bentuk otonomi daerah di tingkat
kabupaten/kota dan desa (Undang-undang nomor 22 tahun 1999). Sejak
Januari 2001, era otonomi daerah di Indonesia sudah dimulai. Dengan
kewenangan yang lebih besar diharapkan pendekatan desentralisasi dapat
menghasilkan pola pengembangan wilayah yang sesuai dengan karakteristik
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi yang dimiliki,
sehingga pengembangan wilayah dapat berlangsung dalam situasi
persaingan yang sehat dan kuat. Meskipun sudah mendapat kewenangan
yang cukup luas dalam membangun wilayahnya sendiri, akan tetapi hingga
kini – setelah era otonomi daerah berjalan sekian tahun – diperkirakan masih
banyak kabupaten/kota yang belum mampu merumuskan visi dan misi,
strategi, kebijakan, maupun program seperti apa yang akan ditempuh untuk
meningkatkan daya saingnya, baik dalam percaturan persaingan domestik
maupun global. Bahkan diperkirakan masih banyak pula kabupaten/kota
yang belum tahu, bagaimana caranya mengelola infrastruktur yang mereka
miliki, serta bagaimana mengelola perubahan-perubahan (peluang dan
tantangan) global. Ini baru pertanyaan mengenai how, belum berkaitan
dengan what, who, why, when, dan where. Ketergantungan pada pola
sentralistis yang diterapkan selama puluhan tahun ternyata masih menjerat
mereka. Apabila kondisi seperti ini tidak segera diatasi, maka cepat atau
lambat akan banyak kabupaten/kota yang terancam “tenggelam” di dalam
ketidakberdayaan (Mukhtar, 2012).
5. Analisis Pengembangan Ekonomi Lokal Untuk Menguatkan Daya
Saing Daerah (Osi Hayuni Putri & Rahayu, 2021)
Pembangunan Daerah perlu memperhatikan potensi daerah, yang
dilakukan dengan menelaah PDRB untuk melihat adanya potensi basis dan
non basis dalam rangka mengoptimalkan hasil pembangunan guna
mendapatkan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Jika pemerintah
menginginkan daerahnya berdaya saing, maka program pembangunannya
harus berasal dari pengembangan potensi ekonomi unggulannya (Osi Hayuni
Putri & Rahayu, 2021)

Anda mungkin juga menyukai