UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 1. Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya (Huda & Santoso, 2014) Pengembangan wilayah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat harus dilakukan dengan suatu pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam konsep kota berkelanjutan. Semakin tinggi tingkat daya saing suatu kota, maka tingkat kesejahteraan masyarakatnya pun semakin tinggi. Daya saing wilayah menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Adanya perbedaan kemampuan daya saing antara wilayah perkotaan dan kabupaten. Untuk wilayah perkotaan mendominasi sektor SDM & Ketenagakerjaan, Infrastruktur & Sarana-Prasarana, serta sektor yang tidak berasal dari alam, seperti contoh sektor produktivitas sekunder dan tersier. Untuk wilayah kabupaten, memiliki keunggulan yang di sektor yang berhubngan dengan alam, seperti sektor produktivitas primer, dan sumber daya air per kapita. (Huda & Santoso, 2014) 2. Analisis Daya Saing Sektor Unggulan Dalam Sstruktur Perekonomian Kabupaten Mimika (Ali & Bakar, 2018) Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat daya saing adalah sebagai berikut: a. Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan produksi perkapita dalam jangka waktu tertentu. Laju pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian. b. Kontribusi sektor ekonomi peranan atau kontribusi Sector ekonomi menunjukkan struktur perekonomian yang terbentuk disuatu daerah. Struktur ekonomi dinyatakan dalam persentase, menunjukkan besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dinyatakan dalam persentase, menunjukkan besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dalam kemampuan menciptakan nilai tambah, kontribusi tersebut menggambarkan ketergantungan daerah terhadap satu atau beberapa sektor tertentu. (Ali & Bakar, 2018) 3. Analisis Sektor Unggulan Dan Daya Saing Wilayah Komoditas Di Kabupaten Oku Timur (Asngari, 2008) Ada perbedaan temuan menggunakan LQ dan CLI, dimana komoditas yang menurut LQ unggul tetapi tidak selalu memiliki daya saing tinggi jika diuukur dengan CLI. Sebaliknya yang meurut CLI memiliki daya saing belum tentu unggul menurut LQ. Satu-satunya sektor yang dinilai bukan sektor unggulan, dengan daya saing rendah dan tidak efisien adalah sektor perdagangan. (Asngari, 2008) 4. Menciptakan Keunggulan Daya Saing Wilayah Melalui Pembangunan Berkelanjutan Dengan semakin kompleknya fenomena yang dihadapi bangsa Indonesia di masa-masa mendatang, baik berupa perubahan-perubahan internal maupun eksternal, maka dapat dibayangkan bahwa untuk mengelola pembangunan 33 provinsi dan 400-an kabupaten/kota (2010) secara terpusat sungguhlah amat sulit. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa sistem pembangunan terpusat telah gagal menghasilkan keseimbangan kemajuan pembangunan antar wilayah. Karena itu, pilihan yang paling tepat adalah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola pembangunan di wilayahnya sendiri. Pilihan ini sudah dijatuhkan oleh pemerintah pusat dalam bentuk otonomi daerah di tingkat kabupaten/kota dan desa (Undang-undang nomor 22 tahun 1999). Sejak Januari 2001, era otonomi daerah di Indonesia sudah dimulai. Dengan kewenangan yang lebih besar diharapkan pendekatan desentralisasi dapat menghasilkan pola pengembangan wilayah yang sesuai dengan karakteristik sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi yang dimiliki, sehingga pengembangan wilayah dapat berlangsung dalam situasi persaingan yang sehat dan kuat. Meskipun sudah mendapat kewenangan yang cukup luas dalam membangun wilayahnya sendiri, akan tetapi hingga kini – setelah era otonomi daerah berjalan sekian tahun – diperkirakan masih banyak kabupaten/kota yang belum mampu merumuskan visi dan misi, strategi, kebijakan, maupun program seperti apa yang akan ditempuh untuk meningkatkan daya saingnya, baik dalam percaturan persaingan domestik maupun global. Bahkan diperkirakan masih banyak pula kabupaten/kota yang belum tahu, bagaimana caranya mengelola infrastruktur yang mereka miliki, serta bagaimana mengelola perubahan-perubahan (peluang dan tantangan) global. Ini baru pertanyaan mengenai how, belum berkaitan dengan what, who, why, when, dan where. Ketergantungan pada pola sentralistis yang diterapkan selama puluhan tahun ternyata masih menjerat mereka. Apabila kondisi seperti ini tidak segera diatasi, maka cepat atau lambat akan banyak kabupaten/kota yang terancam “tenggelam” di dalam ketidakberdayaan (Mukhtar, 2012). 5. Analisis Pengembangan Ekonomi Lokal Untuk Menguatkan Daya Saing Daerah (Osi Hayuni Putri & Rahayu, 2021) Pembangunan Daerah perlu memperhatikan potensi daerah, yang dilakukan dengan menelaah PDRB untuk melihat adanya potensi basis dan non basis dalam rangka mengoptimalkan hasil pembangunan guna mendapatkan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Jika pemerintah menginginkan daerahnya berdaya saing, maka program pembangunannya harus berasal dari pengembangan potensi ekonomi unggulannya (Osi Hayuni Putri & Rahayu, 2021)