Anda di halaman 1dari 2

Nama kelompok 6 :

1. Adelia Putri Sandra (2302001)


2. Annisa Awal’lia (2302003)
3. Aulia Tiffany (2302004)
4. M. Mubarok L. I (2302019)
5. Reno Kusmayadi (2301022)
6. Salwaa Saufika (2302024)

Memahami Konsep Islam Rahmatan Lil’alamin


Ajaran Islam Rahmatan Lil’alamin sebenarnya bukan hal baru, basisnya sudah kuat di dalam
al-Qur’an dan al-Hadits, bahkan telah banyak diimplementasikan dalam sejarah Islam, baik
pada abad klasik maupun pada abad pertengahan. Secara etimologis, Islam berarti “damai”,
sedangkan rahmatan lil ‘alamin berarti “kasih sayang bagi semesta alam”.
Islam Rahmatan lil'alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat
mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
Rahmatan lil’alamin adalah istilah qur’ani dan istilah itu sudah terdapat dalam Al-Qur’an ,
yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Anbiya’ ayat 107: ”Dan tiadalah kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan
liralamin)”.

Ayat tersebut menegaskan bahwa kalau Islam dilakukan secara benar dengan sendirinya
akan mendatangkan rahmat, baik itu untuk orang Islam maupun untuk seluruh alam.
Rahmat adalah karunia yang dalam ajaran agama terbagi menjadi dua ; rahmat dalam
konteks rahman dan rahmat dalam konteks rahim. Rahmat dalam konteks rahman adalah
bersifat amma kulla syak, meliputi segala hal, sehingga orang-orang nonmuslim pun
mempunyai hak kerahmanan.

Rahim adalah kerahmatan Allah yang hanya diberikan kepada orang Islam. Jadi rahim itu
adalah khoshshun lil muslimin. Apabila Islam dilakukan secara benar, maka rahman dan
rahim Allah akan turun semuanya. Dengan demikian berlaku hukum sunnatullah, baik
muslim maupun non-muslim kalau mereka melakukan hal-hal yang diperlukan oleh
kerahmanan, maka mereka akan mendapatkanya. Kendatipun mereka orang Islam, tetapi
tidak melakukan ikhtiar kerahmanan, maka mereka tidak akan mendapatkan hasilnya.
Dengan kata lain, kurnia rahman ini berlaku hukum kompetitif. Misalnya, orang Islam yang
tidak melakukan kegiatan ekonomi, maka mereka tidak bisa dan tak akan menjadi makmur.
Sementara orang yang melakukan ikhtiar kerahmanan adalah non-muslim, maka mereka
akan mendapatkan kemakmuran secara ekonomi. Karena dalam hal ini mereka mendapat
sifat kerahmanan Allah yang berlaku universal (amma kulla syak).
Sedangkan hak atas syurga ada pada sifat rahimnya Allah Swt, maka yang mendapat
kerahiman ini adalah orang mukminin. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa
rahmatan lil’alamin adalah bersatunya karunia Allah yang terlingkup di dalam kerahiman
dan kerahmanan Allah.

Dalam konteks Islam rahmatan lil’alamin, Islam telah mengatur tata hubungan menyangkut
aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas. Dalam segi teologis, Islam memberi rumusan
tegas yang harus diyakini oleh setiap pemeluknya, tetapi hal ini tidak dapat dijadikan alasan
untuk memaksa non-muslim memeluk agama Islam (Laa Ikrooha Fiddiin). Begitu halnya
dalam tataran ritual yang memang sudah ditentukan operasionalnya dalam Al-Qur’an dan
As-Sunah.

Namun dalam konteks kehidupan sosial, Islam sesungguhnya hanya berbicara mengenai
ketentuan-ketentuan dasar atau pilar-pilarnya saja, yang penerjemahan operasionalnya se-
cara detail dan komprehensif tergantung pada kesepakatan dan pemahaman masing-masing
komunitas, yang tentu memiliki keunikan berdasarkan keberagaman lokalitas nilai dan
sejarah yang dimilikinya.

Entitas Islam sebagai rahmat lil’alamin mengakui eksistensi pluralitas, karena Islam
memandang pluralitas sebagai sunnatullah, yaitu fungsi pengujian Allah pada manusia, fakta
sosial, dan rekayasa sosial (social engineering) kemajuan umat manusia.

Pluralitas, sebagai sunnatullah telah banyak diabadikan dalam al-Qur’an, di antaranya


firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 22 yang maknanya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-
lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh pada yang demikan itu benar- benar terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”.

Juga firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13 yang maknanya: “Hai manusia, sungguh
kami menciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sungguh orang yang
paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Ayat-ayat tersebut menempatkan kemajemukan sosial sebagai syarat diterminan (conditio


sine qua non) dalam penciptaan makhluk.

Dalam al-Qur’an banyak ayat yang menyerukan perdamaian dan kasih-sayang, antara lain
surat Al-Hujurat ayat 10 yang memerintahkan kita untuk saling menjaga dan mempererat
tali persaudaraan. Allah SWT berfirman, maknanya:
“Sungguh orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu men-
dapat rahmat”.

Anda mungkin juga menyukai