Anda di halaman 1dari 77

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR HEMATOKRIT METODE


MIKROHEMATOKRIT DAN OTOMATIS

Oleh :
RAHMAN. P,A.Md.AK
NIP. 19880218 2011111001

INSTALASI LABORATORIUM
BIDANG PENUNJANG DAN PENGENDALIAN PELAYANAN MEDIK
RSUD.Prof.Dr.H.M.ANWAR MAKKATUTU BANTAENG
2022

36
KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR HEMATOKRIT METODE


MIKROHEMATOKRIT DAN OTOMATIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syaratuntuk


Kenaikan Pangkat

Oleh :

RAHMAN.P,A.Md.AK
NIP. 19880218 2011111001

INSTALASI LABORATORIUM
BIDANG PENUNJANG DAN PENGENDALIAN PELAYANAN MEDIK
RSUD.Prof.Dr.H.M.ANWAR MAKKATUTU BANTAENG
2022

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Halaman Pengesahan Karya Tulis Ilmiah

Karya tulis ini telah disahkan oleh

kepala bidang penunjang dan pengendalian pelayanan

RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng.

Pada Tanggal, 10 Januari 2023

Mengetahui

Kepala Bidang Penunjang dan Pengendalian Pelayanan Medik

DR (c). MUHAJIR,.SKM,.M.Kes
NIP. 19730719 199803 1 001

iii
ABSTRAK

Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Pemeriksaan jumlah trombosit dan
nilai hematokrit menjadi indikator diagnosis DBD. Nilai hematokrit akan
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah, sedangkan
jumlah trombosit akan menurun (trombositopenia) akibat supresi sumsum tulang
dan munculnya antibodi terhadap trombosit. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada penderita demam
berdarah dengue.
Metode penelitian ini bersifat deskriftif. Mengukur jumlah trombosit dan nilai
hematokrit penderita DBD pada 36 responden yang dirawat inap di RSUD Curup.
Data yang diambil adalah hasil pemeriksaan darah penderita DBD dan dianalisis
menggunakan alat otomatis Sysmex XN 450.
Hasil jumlah trombosit dan nilai hematokrit dari 36 responden ini didapatkan
jumlah trombosit menurun sebanyak 31 orang, trombosit masih dalam jumlah
normal sebanyak 5 orang, diantaranya 2 orang pada fase demam dan 3 orang pada
fase penyembuhan, sedangkan nilai hematokrit tidak ada yang meningkat.
Kesimpulan dari hasil penelitian jumlah trombosit pada fase demam rata-rata
120,56±39,8/µL dan nilai hematokritnya rata-rata 41,11±4,4%. Jumlah trombosit
pada fase kritis diperoleh rata-rata 71,08±26,96/µL dan nilai hematokritnya rata-
rata 40,12±3,04%. Dan jumlah trombosit pada fase penyembuhan diperoleh rata-
rata 161,33±6,02/µL dan nilai hematokritnya rata-rata 38,6±2,8%.
Kata kunci : demam berdarah dengue, jumlah trombosit, nilai hematokrit.

iv
ABSTRACT

Background Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the major public health
problems in Indonesia. Examination of platelet counts and hematocrit values is an
indicator of the diagnosis of DHF. The hematocrit value will increase
(hemoconcentration) due to decreased blood plasma volume, while the platelet
count will decrease (thrombocytopenia) due to bone marrow suppression and the
appearance of antibodies to platelets. This study aims to determine the description
of platelet count and hematocrit value in dengue hemorrhagic patients.
Research method is descriptive. Measuring the number of platelets and hematocrit
values of DHF patients in 36 respondents who were hospitalized in Curup hospitals.
The data is taken the result of blood test of DHF patient and analyzed by automatic
tool Sysmex XN 450.
The result of thrombocyte count and hematocrit value from 36 respondents was
found the number of platelets decreased by 31 people, platelets still in the normal
amount of 5 people, including 2 people in the phase of fever and 3 people in the
healing phase, while the hematocrit value no increase.
Conclusions from the research of platelet counts in the fever phase averaged 120.56
± 39.8 / μL and hematocrit values averaged 41.11 ± 4.4%. The number of platelets
in the critical phase obtained an average of 71.08 ± 26.96 / μL and the hematocrit
value averaged 40.12 ± 3.04%. And the number of platelets in the healing phase
obtained an average of 161.33 ± 6.02 / μL and the hematocrit value averaged 38.6
± 2.8%.
Keywords: dengue hemorrhagic fever, platelet count, hematocrit value.

v
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr.Wb

Puji syukur kehadiran Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta

kemudahan yang diberikan-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah ini dengan judul “Gambaran Pemeriksaan Jumlah Trombosit Dan

Nilai Hematokrit Pada Penderita Demam Berdarah Dengue Yang Dirawat

Inap Di RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Banteng” sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Karya Tulis Ilmiah Dasar.

Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, penyusun telah mendapatkan

masukkan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan

terima kasih kepada teman sejawat di Intalasi Laboratorium RSUD.Prof.Dr.H.M.

Anwar Makkatutu Banteng.

Penulis sadar akan kekurangan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

dan tidak lupa pula penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Bantaeng, 10 Januari 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….……. iii

ABSTRAK………………………………………………………………………. iv

KATA PENGANTAR……………………………………………..…………… vi

DAFTAR ISI……………………………………………………………………. vii

DAFTAR BAGAN……………………………………………………………… x

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xi

DAFTAR TABEL………………………………………………………………. xii

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang………………………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………….. 6

C. Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 6

D. Manfaat Penelitian………………………………………………………. 7

E. . Keaslian Penelitian………………………………………………………. 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 9

A. Penyakit Demam Berdarah Dengue………………………………………….. 9

1. Defenisi……………………………………………………………… 9

2. Vektor………………………………………………………………… 10

3. Morfologi dan siklus hidup Aedes aegypti……………………………… 12

4. Epidemiologi………………………………………………………… 15

5. Cara penularan……………………………………………………….. 16

6. Dampak penyakit……………………………………………………... 18

7. Gejala…………………………………………………………………. 18

vii
8. Patofisiologi………………………………………………………….. 21

9. Patogenesis…………………………………………………………… 23

10. Diagnosis……………………………………………………………… 26

11. Diagnosis laboratorium……………………………………………….. 27

12. Penanganan pasien DBD……………………………………………… 32

BAB III. METODE PENELITIAN 34

A. Desain Penelitian………………………………………………………… 34

B. Variabel Penelitian………………………………………………………. 34

C. Definisi Operasional………………………………………………………35

D. Populasi dan Sampel…………………………………………………….. 35

E. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………… 37

F. Pengumpulan dan Analisa Data…………………………………………. 37

G. Alat dan Bahan Penelitian……………………………………………….. 37

H. Prosedur Penelitian………………………………………………………. 38

1. Pra Analitik……………………………………………………………38

2. Analitik………………………………………………………………. 38

3. Post analitik………………………………………………………….. 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 40

A. Jalannya Penelitian………………………………………………………. 40

B. Hasil Penelitian…………………………………………………………... 41

C. Analis Data………………………………………………………………. 42

D. Pembahasan……………………………………………………………… 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 47

A. Kesimpulan………………………………………………………………. 47

viii
B. Saran…………………………………………………………………….. 48

Daftar Pustaka 49

LAMPIRAN

ix
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Variabel Penelitian .................................................................. 34

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Karakteristik Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus.......................... 11

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ............................................................... 35


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden.......................... 41
Tabel 4.2 Gambaran rata-rata hasil pemeriksaan hematokrit dan trombosit
Pasien rawat inap DBD ............................................................ 42

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam

akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan pada manusia

melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti dan

Aedes albopictus. (Loho T, 2002). Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan

sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat

penanganan yang terlambat. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ini

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih sering terjadi di

Indonesia.

Sebelum tahun 1970 hanya 9 negara yang mengalami wabah

Demam Berdarah Dengue (DBD), namun sekarang DBD menjadi penyakit

endemik pada lebih dari 100 negara diantaranya adalah Afrika, Amerika,

Mediterania Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan

Pasifik Barat memiliki angka kasus tertinggi Demam Berdarah Dengue

(DBD). Pada tahun 2012 terjadi 2000 lebih kasus DBD di 10 negara di

Eropa. Setidaknya 500.000 penderita harus menjalani rawat inap setiap

tahunnya, dimana penderita sebagian besar adalah anak-anak dan 2,5%

dilaporkan meninggal dunia (WHO : 2014). Pada tahun 2014 di laporkan

terdapat sebanyak 2.35 juta kasus di Amerika di mana 37.687 kasus

merupakan Demam Berdarah Dengue (DBD) berat (WHO : 2014).

1
Menurut Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (2015), penderita demam berdarah di 34 propinsi sebanyak

129.179 orang, dimana 1.240 dinyatakan meninggal dunia. Di Indonesia

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit endemis

dan hingga saat ini angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD)

cenderung meningkat. Kejadian Luar Biasa (KLB) masih sering terjadi di

berbagai daerah di Indonesia.

Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia tahun 2014

tercatat sebanyak 71.668 orang di 34 propinsi dan 641 orang diantaranya

meninggal dunia. Tahun 2015 tercatat kasus DBD sebanyak 126.675 kasus,

dan 1.229 orang dinyatakan meninggal dunia. Penyakit ini merupakan salah

satu masalah kesehatan di Indonesia sejak tahun 1968 yang terjadi di Jakarta

dan Surabaya. Untuk informasi kasus DBD di Indonesia tahun 2016

meningkat di 4 Propinsi yaitu, Jawa Timur (340 kasus), Jawa Barat (270

kasus), Jawa Tengah (270 kasus) dan Kalimantan Timur (103 kasus). (Di

tahun 2016 Indonesia kasus DBD berjumlah 202.314 orang dengan angka

meninggal dunia 1.593 orang sedangkan di tahun 2017 terhitung Januari

sampai Mei tercatat 17.877 kasus, dengan angka meninggal dunia 115 orang

(Kemenkes RI, 2017). Jumlah kasusnya cenderung meningkat dan

penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini terjadi dikarenakan

peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya

hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus dengue dan nyamuk

penularnya di berbagai wilayah Indonesia (Ditjen P2P Kemenkes RI, 2016).

2
Infeksi virus dengue pada manusia menimbulkan spektrum penyakit

yang sangat beragam dari demam ringan hingga pendarahan yang berat dan

fatal. Oleh karena beragamnya gejala klinik Demam Berdarah Dengue

(DBD) maka penyakit ini pada fase awal demam yaitu hari 1-3, fase kritis

yaitu demam hari ke 4-5 dan fase penyembuhan yaitu hari ke 6-7. Karena

sulit dibedakan dari penyakit infeksi lain seperti demam tyfoid, malaria,

hepatitis virus akut, leukemia akut dengan infeksi, dan lain-lain. Maka perlu

sekali untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) dilakukan

pemeriksaan trombosit dan hematokrit sedini mungkin agar penanganan

yang cepat tepat dapat segera diberikan untuk mencegah penderita masuk

ke dalam fase syok yang angka mortalitasnya tinggi (Depkes, 2015).

Pada penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) biasa dilakukan

pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara berkala sesuai dengan derajat

keparahan penderita ( WHO : 2014). Pemeriksaan hematokrit bertujuan

untuk mengetahui adanya hemokonsentrasi yang terjadi pada penderita

DBD. Pemeriksaan trombosit bertujuan untuk menghitung trombosit secara

kuantitatif dan mengukur kemampuan fungsi trombosit secara kualitatif.

Trombositopenia dan hemokonsentrasi (penurunan jumlah trombosit

<100.000/uL dan peningkatan hematokrit >20% dari nilai normal)

merupakan tanda khas kelainan hemostatis dan kebocoran plasma. Kedua

perubahan ini terjadi simultan ketika demam mulai menurun sebelum

terjadinya syok. Karena itu kedua pemeriksaan ini penting untuk diagnosis

(WHO : 2014).

3
Pemeriksaan penunjang Complete Blood Count (CBC) menjadi

salah satu prosedur tetap yang dilakukan di rumah sakit untuk

mengkonfirmasi diagnosa DBD. Dari pemeriksaan ini hematokrit dan

trombosit adalah indikator penting untuk diperhatikan. Trombosit dapat

menggambarkan ada tidaknya disfungsi pembekuan darah dan nilai

hematokrit dapat menggambarkan permeabilitas vaskuler. Pada penelitian

yang dilakukan ditemukan gambaran yang bermakna antara trombosit dan

hematokrit dengan penderita DBD. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa semakin besar nilai hematokrit maka jumlah trombosit

semakin menurun Amrina Rasyada, et al (2014).

Propinsi Bengkulu pada awal Januari tahun 2017 dalam satu bulan

pertama warga Bengkulu terjangkit DBD sebanyak 132 orang. Dari jumlah

penderita DBD itu, terbanyak berada di Kota Bengkulu, yakni 60 kasus.

Sedangkan sisanya tersebar di sembilan kabupaten di Bengkulu antara lain:

Muara Bangkahulu 18 kasus, Ratu Agung 16 kasus, Selebar 14 kasus, dan

kecamatan Gading Cempaka sebanyak 12 kasus. Ini merupakan salah satu

kota yang terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD) yang

cukup fantastis. Data dari Dinas Kesehatan Propinsi , sepanjang Januari

sampai dengan Maret 2017 saja pasien penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) menembus angka 877 orang dan 12 orang dinyatakan meninggal

dunia. Angka tersebut belum termasuk bulan April dimana Kota Bengkulu

terdapat 386 kasus. Banyaknya kasus penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) membuat masyarakat resah (Dinkes, Bengkulu 2017).

4
Rumah Sakit Umum Daerah Curup (RSUD Curup) adalah satu-

satunya rumah sakit rujukan yang ada di Kabupaten Rejang Lebong. Selain

masyarakat Rejang Lebong, masyarakat dari dua Kabupaten baru

(pemekaran) yaitu Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Lebong juga

merujuk pasiennya ke RSUD Curup. Pada tahun 2016 kasus DBD di Rejang

Lebong berjumlah 306 orang dan 273 orang diantaranya berdomisili di

Rejang Lebong dan selebihnya berasal dari Kabupaten Kepahiang dan

Lebong. Namun tahun 2017 ada penurunan kasus menjadi 259 kasus namun

1 orang dinyatakan meninggal dunia (Dinkes, RL 2017).

Pemeriksaan hematokrit dan trombosit merupakan salah satu

pemeriksaan awal yang dilakukan untuk penderita DBD yang tentunya telah

diiringi dengan gejala klinis. Hasil pemeriksaan selama ini sering terjadi

variasi, dimana tidak semua penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)

mengalami peningkatan nilai hematokrit dan penurunan nilai trombosit.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka saya tertarik untuk mengetahui sejauh

mana gambaran pemeriksaan nilai hematokrit dan jumlah trombosit pada

penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSUD Curup dengan

pertimbangan pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan awal bagi

penderita DBD, dengan biayanya relatif murah dan terjangkau bagi

masyarakat dan berdasarkan WHO menjadi kriteria diagnosis laboratorium

Demam Berdarah Dengue ( WHO, 2014).

Pada saat ini pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui infeksi

virus dengue dapat di kelompokkan menjadi 3 yaitu: isolasi dan identifikasi

5
virus, deteksi antigen dan tes serologi. Isolasi dan identifikasi virus

merupakan pendekatan yang paling menentukan, namun masih jarang

dilakukan karena mempunyai nilai ilmiah yang tinggi, waktu yang

diperlukan sekitar 7-14 hari, biaya relatif mahal dan hanya bisa dilakukan

pada laboratorium tertentu saja ( Depkes, RI 2015).

Selain jenis pemeriksaan di atas uji serologi dasar yang umum

digunakan untuk mendiagnosis infeksi dengue yaitu: Uji hambatan

hemaglutinasi ( Hemaglutinasi inhibition = HI), Uji Fiksasi komplemen

(Complemen fixation = CF), Uji Netralisasi (Neutralization test = NT), IgM

Capture enzymelinked immunosorbent assay (MAC ELISA) dan Indirect

IgG ELISA dan non-struktural protein 1(NS 1) (Depkes, RI 2015).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan

masalahnya yaitu: Bagaimana gambaran kadar hematokrit dan jumlah

trombosit pada penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat

inap di RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk diketahuinya gambaran kadar hematokrit dan jumlah

trombosit pada penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang di

rawat inap di RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng.

6
2. Tujuan Khusus

a) Untuk diketahuinya distribusi frekuensi kadar hematokrit

berdasarkan fase pada penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) yang di rawat inap di RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar

Makkatutu Bantaeng.

b) Untuk diketahuinya distribusi frekuensi jumlah trombosit

berdasarkan fase pada penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) yang di rawat inap di RSUD Curup-Bengku

RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng

D. Manfaat Penelitian

1) Bagi masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai pemeriksaan kadar hematokrit dan angka

trombosit sebagai gambaran pada pasien Demam Berdarah Dengue

(DBD).

2) Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan ilmu

pengetahuan tentang pemeriksaan kadar hematokrit dan jumlah

trombosit penderita Demam Berdarah Dengue (DBD).

3) Bagi Instansi Rumah Sakit

Sebagai informasi yang dapat digunakan pada penanganan pasien

DBD yang dirawat inap di RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu

Bantaeng dan bermanfaat bagi pemantapan mutu pemeriksaan

7
hematokrit dan trombosit di RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu

Bantaeng

8
9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Demam Berdarah Dengue

1. Defenisi

Demam dengue adalah penyakit infeksi akut yang sering kali

muncul dengan gejala sakit kepala , sakit pada tulang, sendi, dan otot serta

ruam merah pada kulit. Demam ini biasa ditandai dengan demam mendadak

siklus 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas. Penyakit demam

berdarah dengue atau yang disingkat sebagai Demam Berdarah Dengue

(DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini

memerlukan bantuan nyamuk untuk berpindah ke tubuh manusia.

Nyamuknya sendiri harus jenis nyamuk belang-belang hitam putih Aedes,

dan bukan oleh jenis nyamuk lainnya. Nyamuk rumah, nyamuk malaria dan

jenis nyamuk lainnya tidak dapat membawa virus dengue, sehingga bukan

merupakan nyamuk penularnya (Nadesul, 2012).

DBD merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dalam

waktu relatif singkat. Penyakit ini tergolong susah dibedakan dari penyakit

demam lainnya, karena demamnya mempunyai 3 fase. Penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Selain virus

dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning

(yellow fever) dan chikungunya. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod

Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari famili flaviviridae,

10
yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4.

Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan

sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai

daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui

selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4.

DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan

dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang

berat dan penderita banyak yang meninggal (Ni Nyoman Ayu, 2016).

2. Vektor

Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti. Selain itu juga dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes

albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan

vektor yang kurang berperan (Depkes RI, 2015). Karakteristik Aedes

aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor utama virus Demam Berdarah

Dengue (DBD) adalah kedua spesies tersebut termasuk kelompok Aedes

dari Famili Culicidae. Secara morfologis keduanya sangat mirip, namun

dapat di bedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya.

Skutum Aedes aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di

bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih.

Sementara skutum Aedes albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi

satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Sudarto, 2012).

11
Aedes aegypti Aedes albopictus

Garis putih
pada skutum

Gambar: Karakteristik Ae. Aegypti dan Ae. albopictus

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi dan sore hari.

Umumnya nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul 09.00 – 10.00) dan

sore hari (pukul 16.00 – 17.00). Kemampuan terbang nyamuk mencapai

radius 100 – 200 meter. Oleh sebab itu, jika di suatu lingkungan terdapat

pasien DBD, masyarakat yang berada pada radius tersebut dari lokasi pasien

harus waspada karena nyamuk dapat menyebarkan virus Demam Berdarah

Dengue (DBD) dalam jangkauan tersebut. Nyamuk Aedes aegypti bertelur

bukan pada air kotor atau air yang langsung bersentuhan dengan tanah,

melainkan di dalam air tenang dan jernih. Air tenang dan jernih ini sering

terdapat dalam vas bunga, drum, ember, ban bekas dan barang-barang

lainnya yang bisa menampung air hujan (Anggraeni, 2010).

12
3. Morfologi dan siklus hidup Aedes aegypti

Menurut Lestari, et al (2010), Masa pertumbuhan dan

perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat di bagi menjadi 4 tahap yaitu :

telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Sehingga termasuk metamarfosis

sempurna. Stadium telur, larva, pupa hidup didalam air. Pada umumnya

telur menetas menjadi larva dalam waktu kurang lebih 1-2 hari. Stadium

larva biasanya berlangsung hidup selama 6-8 hari, dan stadium pupa

berlangsung 2-4 hari. Pertumbuhan telur menjadi nyamuk dewasa

memerlukan waktu selama 9-10 hari. Aedes aegypti dewasa berukuran lebih

kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex

quinquefasciatus) yang mempunyai warna dasar hitam dengan bintik putih

pada bagian badannya terutama pada bagian kakinya (Depkes RI, 2015).

Adapun morfologi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai

berikut:

a. Telur

Seekor nyamuk betina menghasilkan telur rata-rata 100 butir setiap

kali bertelur dan akan menetas menjadi larva dalam waktu dua hari

dalam keadaan telur terendam dalam air. Telurnya berbentuk ellips

atau oval memanjang, warna hitam dengan panjang 0,80 mm. Telur

Aedes aegypti dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada

keadaan kering. Hal ini membantu kelangsungan hidup spesies

selama kondisi iklim yang tidak memungkinkan. Telur biasa

13
diletakkan pada bagian yang berdekatan dengan permukaan air atau

menempel pada permukaan benda yang terapung (Depkes RI, 2015).

b. Larva

Larva Aedes aegypti selama perkembangannya mengalami 4 kali

pergantian kulit larva instar I,II,III,IV. Umur rata-rata larva hingga

menjadi pupa berkisar 5-7 hari. Bagian kepala dan thorak besar,

antena hampir tak berambut kecuali rambut tunggal yang pendek.

Ada sepasang kait dari chitine di setiap sisi thorak. Setiap sisi ada 8

segmen perut berbentuk bulu-bulu membentuk jajaran garis. Larva

ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, waktu istirahat

membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air

(Depkes RI, 2015).

c. Pupa

Bentuk tubuhnya bengkok dengan bagian kepala sampai dada lebih

besar bila dibandingkan dengan perutnya, sehingga separti tanda

baca koma. Fase ini membutuhkan waktu sekitar 2-5 hari. Pada

bagian punggung dada terdapat corong pernapasan seperti terompet.

Pada ruas perut ke 8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna

untuk berenang. Gerakannya lebih lincah dari pada larva. Pupa tidak

memerlukan makanan dan akan keluar dari dalam air menjadi

nyamuk yang dapat terbang (Depkes RI, 2015).

14
d. Nyamuk Dewasa

Tubuhnya tersusun dari 3 bagian yaitu kepala, dada dan perut. Pada

kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu.

Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-penghisap dan termasuk

lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang, sedangkan

nyamuk jantan bagian mulut lebih merah sehingga tidak mampu

menembus kulit manusia, dan hanya tertarik pada cairan yang

mengandung gula karena itu tergolong lebih menyukai cairan

tumbuhan. Dada tersusun atas 3 ruas, setiap ruas terdapat sepasang

kaki yang terdiri dari paha, betis dan tampak (tarsus). Pada bagian

perut terdiri dari 8 ruas dengan bintik-bintik putih (Depkes RI, 2015).

Nyamuk dewasa biasanya tinggal di daerah yang gelap.

Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya kelompoknya (culicines) lain,

meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur

menetas dalam waktu 1 – 2 hari menjadi larva. Terdapat empat

tahapan dalam perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan

waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah

menjadi pupa kemudian memasuki masa dorman. Pupa bertahan

selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.

Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan

waktu 9-10 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan

yang tidak mendukung (Anggraeni, 2010).

15
4. Epidemiologi

Aedes aegypti merupakan vektor utama penyebab penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) yang tersebar di daerah tropik. Infeksi virus

dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan

oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Aedes aegypti

tersebar di seluruh Indonesia, walaupun spesies-spesies ini ditemukan di

daerah penduduknya yang padat namun spesies ini juga ditemukan di

daerah pedesaan. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai

dengan demam mendadak , perdarahan serta bisa menyebabkan kematian.

Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai

demam lima hari (vijfdaagse koorts). Disebut demikian karena demam

yang terjadi dan menghilang dalam lima hari. Pada masa infeksi virus

dengue hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah

menimbulkan kematian (WHO, 2014).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai sekarang belum

bisa di kendalikan karena setiap tahunnya ada peningkatan kasus Demam

Berdarah Dengue (DBD) di berbagai daerah di Indonesia, kecuali daerah

yang memiliki ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut. Peningkatan

kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) setiap tahunnya berhubungan

dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi

nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng

bekas dan tempat penampungan air yang tidak tertutup).

16
Dari data penderita klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) yang

sering terjadi di Indonesia diperoleh bahwa musim penularan demam

berdarah pada umumnya terjadi pada awal musim hujan (permulaan tahun

dan akhir tahun). Hal ini di karenakan pada musim hujan vektor penyakit

demam berdarah populasinya meningkat dengan bertambah banyaknya

sarang-sarang nyamuk diluar rumah akibat sanitasi lingkungan yang

kurang bersih, sementara pada musim kemarau nyamuk bersarang pada

bejana-bejana yang selalu terisi oleh air ( Depkes RI, 2016 ).

Depkes RI, 2016 ada beberapa faktor yang berkaitan dengan

peningkatan transmisi virus dengue yaitu :

1. Vektor

Perkembang biakan vektor mulai dari telur, larva, pupa dan nyamuk

dewasa, yang biasa menggigit, kepadatan faktor lingkungan,

transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

2. Penjamu

Terdapatnya penderita di lingkungan atau keluarga, mobilisasi dan

paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.

3. Lingkungan

Curah hujan, suhu, sanitasi lingkungan dan kepadatan penduduk.

5. Cara penularan

Depkes RI, 2015 mengatakan bahwa, nyamuk Aedes betina biasanya

terinfeksi virus dengue pada saat menghisap dari seseorang yang sedang

berada pada tahap demam akut (viremia). Setelah melalui periode inkubasi

17
ekstrinsik selama 8 - 10 hari, sehingga kelenjar ludah Aedes akan menjadi

terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan

mengeluarkan cairan ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang lain.

Setelah masa instrinsik selama 13 – 14 hari (rata-rata 4 – 6 hari) timbul

gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai dengan demam,

pusing , nyeri otot, hilang nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala non

spesifik seperti mual, muntah dan ruam pada kulit. Virus ini akan tetap

berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk

Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular

(infektif) sepanjang hidupnya ( Depkes RI, 2015 ).

Nyamuk Aedes aegypti lebih lebih senang berkeliaran di siang hari

selama kurang lebih dari dua jam setelah matahari terbit dan beberapa jam

sebelum matahari terbenam. Nyamuk betina sangat menyukai darah

manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang dan mempunyai

kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah, berkali-kali dari satu

individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada

siang hari manusia yang menjadi sumber makanan dalam keadaan aktif

bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan

tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang

menyebabkan penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

menjadi lebih mudah menyebar pada manusia

18
6. Dampak penyakit

Menurut Dirjen P2PL (2015), orang yang terinfeksi virus dengue,

maka dalam tubuhnya akan terbentuk zat anti (antibodi) yang spesifik

sesuai dengan tipe virus dengue yang masuk. Orang yang terinfeksi virus

dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita demam dengue

(DD sembuh dengan sendirinya dalam waktu 5 hari pengobatan).

7. Gejala

Depkes RI ( 2015 ) menyatakan bahwa Demam Berdarah Dengue

(DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan :

a. Demam dengan 3 fase

Demam siklus 2-7 hari ditandai dengan demam tinggi. Demam

pada hari 1-3 biasanya belum mengalami penurunan trombosit

dan peningkatan hematokrit dan ini di sebut fase demam. Namun

pada hari ke 4-5 demam menurun dan disertai penurunan jumlah

trombosit, dan kadar hematokrit kadang masih normal namun

demam naik kembali. Ini biasa di sebut fase kritis yang bisa

menyebabkan kebocoran pembuluh darah sehingga merembes

ke jaringan sekitarnya dan bisa meningkatkan kadar hematokrit.

Dan pada hari ke 6-7 panas mulai turun fase ini keadaan pasien

mulai membaik dan angka trombosit mulai meningkat dan kadar

hematokrit normal, dan ini di sebut fase pemulihan atau

penyembuhan.

19
b. Tanda-tanda perdarahan

Perdarahan ini bisa terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan

dapat hanya berupa uji Tourniquet (Rumple Leede) positif atau

dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan sebagai

berikut ; petekie, purpura, Ekimosis, perdarahan konjungtiva,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena dan hematuri.

c. Pembesaran hati (hepatomegali)

Sifat pembesaran hati :

1) Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada

permulaan timbulnya penyakit.

2) Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.

3) Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.

d. Renjatan (syok)

Tanda-tanda renjatan :

1) Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung,

jari tangan dan kaki.

2) Penderita menjadi gelisah

3) Sianosis di sekitar mulut

4) Nadi mulai dari cepat, melemah, mengecil sampai tak teraba

5) Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg

atau kurang

20
e. Trombositopenia

1) Jumlah trombosit ≤ 150.000/µL, biasanya ditemukan diantara

hari ke-3 sampai hari ke-5.

2) Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa

jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.

3) Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita

DBD, bila normal maka diulang tiap hari sampai suhu badan

turun.

f. Hemokonsentrasi

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi

yang sering dijumpai pada Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan plasma,

sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala.

Pada umumnya penurunan jumlah trombosit mendahului

peningkatan hematokrit 20%.

g. Gejala klinis lain (Misnadiarly, 2009)

1) Gejala klinis lain yang dapat menyertai penderita Demam

berdarah Dengue (DBD) adalah nyeri otot, anoreksia, lemah,

mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.

2) Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan

penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosa sebagai

ensefalitis.

21
3) Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul

mendahului pendarahan gastrointestinal dan renjatan.

8. Patofisiologi

Anggraeni (2010), menyatakan bahwa fenomena patologis yang

utama pada penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah

meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan

terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstra seluler. Sementara itu,

Depkes RI (2015) menyatakan hal pertama yang terjadi setelah virus

masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan

penderita demam, sakit kepala, mual, nyeri sendi, dan otot-otot, pegal-

pegal pada seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit

(petekie), hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti

pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan

pembesaran limpa (splenomegali).

Peningkatan permeabilitas pada dinding kapiler mengakibatkan

berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi serta

efusi dan renjatan (WHO, 2014). Hemokosentrasi (peningkatan hemotokrit

20%) menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran (pembesaran)

plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan

pemberian cairan intravena. Oleh karena itu pada penderita Demam

Berdarah Dengue (DBD) sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit

darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi yang

terjadi (Ni Luh Candra Mas Ayuni, at al, 2014)

22
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang sering

ditemukan akibat meningkatnya destruksi trombosit dan depresi fungsi

megakariosit. Trombositopenia dangan gangguan trombosit dianggap

sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada kasus Demam

Berdarah Dengue (DBD). Selain trombositopenia kelainan sitem koagulasi

juga berperan dalam perdarahan penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD). Perdarahan kulit pada umumnya terjadi oleh faktor kapiler,

gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia, sedangkan perdarahan

massif terjadi akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek lagi yaitu

trombositopenia, gangguan pembekuan dan kemungkinan besar oleh faktor

Disseminated Intravasculer Coagulation (Niluh A. FK UI, 2011).

Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit

menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan

intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah

terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak

mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan

cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa

mengalami renjatan (syok). Gangguan hematosis pada Demam Berdarah

Dengue (DDB) menyangkut 3 faktor, yaitu : perubahan vaskuler,

trombositopenia, dan gangguan koagulasi darah (Niluh A. FK UI, 2011).

Depkes RI, (2015) menyatakan pada otopsi penderita Demam

Berdarah Dengue (DBD), ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di

23
seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan, dan koagulasi

nekrosis pada daerah sentral atau para sentral lobulus hati.

9. Patogenesis

Menurut Chen.K, et al (2010) virus merupakan mikroorganisme

yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan

hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)

terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut

sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan rendah maka

perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan

kematian. Patogenesis DBD dan DSS (dengue syok sindrom) masih

merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada

Demam Berdarah Dengue (DBD) dan DSS adalah hipotesis antidodi

dependent enhancement (ADE) dan hipotesis infeksi sekunder (teori

secondary heterologous infection).

Hipotesis ADE menyatakan suatu proses yang akan meningkatkan

infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai

tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Hipotesis ini juga menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang

mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang

heterolog mempunyai risiko lebih besar untuk penderita Demam Berdarah

Dengue (DBD). Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan

24
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk

kompleks antigen-antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor

dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi

heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas

melakukan replikasi dalam sel makrofag.

Hipotesis infeksi sekunder yang menyatakan sebagai akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus yang berlainan pada seorang pasien, respon

antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limposit dengan menghasilkan

titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue

terjadi juga dalam limposit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan

terbentuknya virus komplek antigen - antibodi yang selanjutnya akan

mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya

plasma dari ujung intravascular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien

dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30%

dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma ini terbukti

dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium

dan terdapatnya cairan di rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang

tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan

25
anoksia yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat

penting guna mencegah kematian.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks

antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga

menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi

melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah faktor tersebut akan

menyebabkan perdarahan pada penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD). Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks

antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain.

Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endothelial sistem) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit

ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan

terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular

deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation

product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan ( Soedarto, 2012).

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tetapi tidak

berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi

faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu

peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya

syok. Jadi, perdarahan masif pada penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) diakibatkan oleh trombositpenia,

26
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan

kerusakan pada dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan

memperberat syok yang terjadi (Soedarto, 2012).

10. Diagnosis

Menurut Depkes RI (2015), diagnosa klinis Demam Berdarah

Dengue (DBD) ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO

terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini

dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan.

Kriteria klinis :

1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus

menerus siklus selama 2-7 hari.

2) Terdapat manifestasi perdarahan, sekurang-kurangnya uji tourniquet

(Rumple Leede) positif dan salah satu bentuk lain (petekiae, purpura,

efistaksis, perdarahan gusi dan melena)

3) Pembesaran hati.

4) Renjatan yang ditandai nadi melemah, tekanan darah menurun,

penderita gelisah dan timbul sianosis dan syok.

Kriteria laboratorium :

1) Trombositopenia (jumlah trombosit ≤150000/µL)

2) Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit ≥20%.

Manifestasi klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) sangat bervariasi,

menurut WHO (2014), dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :

27
a. Derajat I :

Demam disertai gejala tidak khas atau perdarahan spontan, uji turniket

positif, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II :

Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan

spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari

lain tempat.

c. Derajat III :

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan

manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan

lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita

gelisah.

d. Derajat IV :

Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan

ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak

terukur dan nadi tak teraba.

11. Diagnosis laboratorium

1. Tes hematologi (WHO, 2014)

a. Pemeriksaan trombosit

Menurut Gandasoebrata (2013), pemeriksaan trombosit dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

28
1) Metode langsung (Rees Ecker)

Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung

yaitu dengan mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit cara

Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang

mengandung Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat

biru muda. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar

hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit

tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih

kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma

tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar

16-25%, penyebabnya karena faktor teknik pengambilan

sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol sehingga

sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran

trombosit yang tidak merata.

2) Metode fase-kontras

Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan

ke dalam larutan ammonium oksalat 1% sehingga semua

eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan

menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase

kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan

latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur

dan berwarna biru muda/lila terang. Bila fokus dinaik-turunkan

tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan

29
dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan

metode ini sebesar 8 sampai10%.

3) Metode tidak langsung (Fonio)

Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai

dengan pewarna Wright, Giemsa atau May Grunwald. Sel

trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit

tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih.

Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang

menggunakan sediaan apus dilakukan dalam 10 lp x 2000 atau

20 lp x 1000 memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik

untuk populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosis).

Korelasinya dengan metode otomatis dan bilik hitung cukup

erat. Sedangkan untuk populasi trombosit rendah

(trombositopenia) di bawah 150.000 µL penghitungan

trombosit dianjurkan dalam 10 lp x 2000 karena memiliki

sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Korelasi dengan metode

lain cukup erat.

4) Hitung trombosit otomatis

Menggunakan alat hematologi analizer

Hematologi analizer (Sysmex XN 450), dapat digunakan untuk

melakukan pemeriksaan hematologi lengkap atau hematologi

rutin (Hb, Leukosit, Eritrosit, Hematokrit, Trombosit, Hitung

30
jenis leukosit) dan dapat digunakan untuk mengetahui adanya

kelainan morfologi sel-sel darah maupun flaging malaria.

b. Pemeriksaan hematokrit

Menurut Gandasoebrata (2013), pemeriksaan hematokrit dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1) Metode makrohematokrit

Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA

atau heparin) dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang

berukuran panjang 110 mm dengan diameter 2.5-3.0 mm dan

berskala 0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama 30

menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit

adalah nilai hematokrit dinyatakan dalam %.

2) Metode mikrohematokrit

Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA,

darah heparin atau darah amonium-kalium-oksalat)

dimasukkan dalam tabung kapiler yang mempunyai ukuran

panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang

digunakan ada 2 macam, yaitu yang berisi heparin (bertanda

merah) untuk sampel darah kapiler (langsung), dan yang tanpa

antikoagulan (bertanda biru) untuk darah EDTA atau heparin

amonium-kalium-oksalat.

Prosedur pemeriksaannya adalah : sampel darah dimasukkan ke

dalam tabung kapiler sampai 2/3 volume tabung. Salah satu

31
ujung tabung ditutup dengan dempul (clay) lalu disentrifus

selama 5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Tinggi kolom

eritrosit diukur dengan alat pembaca hematokrit, nilainya

dinyatakan dalam %.

Metode mikrohematokrit lebih banyak digunakan karena selain

waktunya cukup singkat, sampel darah yang dibutuhkan juga

sedikit dan dapat dipergunakan untuk sampel tanpa

antikoagulan yang dapat diperoleh secara langsung.

3) Hitung hematokrit otomatis

Menggunakan alat hematologi analizer

Hematologi analizer (Sysmex XN 450), dapat digunakan untuk

melakukan pemeriksaan hematologi lengkap atau hematologi

rutin (Hb, Leukosit, Eritrosit, Hematokrit, Trombosit, Hitung

jenis leukosit) dan dapat digunakan untuk mengetahui adanya

kelainan morfologi sel-sel darah maupun flaging malaria.

2. Tes kimia klinik

1) SGOT

2) SGPT

3) Elektrolit serum dan analisa gas darah

3. Tes serologis (menurut Depkes RI)

1) Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI)

2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)

3) Uji neutralisasi

32
4) IgM dan IgG Elisa

5) Identifikasi Virus dengan fluorescence antibodi technique test

4. Deteksi antigen

5. Isolasi virus

12. Penanganan pasien DBD

Menurut Anggraeni (2010), penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) memerlukan perhatian dan penanganan yang serius, karena bila

terlambat dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, sebaiknya

penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dirawat dirumah sakit untuk

mendapatkan penanganan yang intensif.

Adapun penanganan yang harus dilakukan oleh rumah sakit terhadap

penderita DBD adalah :

1) Penderita harus cukup beristirahat di tempat.

2) Penderita diberikan makanan yang lunak.

3) Penderita diberikan minum sebanyak 1.5 – 2 liter dalam 24 jam.

Minuman yang dapat diberikan berupa teh manis, sirup, susu dan

oralit. Asupan cairan yang cukup sangat penting untuk penderita

Demam Berdarah Dengue (DBD).

4) Penderita diberikan cairan melalui intravena (pembuluh darah)

lewat pemasangan infus.

5) Penderita harus dipantau kadar hematokrit dan trombositnya.

6) Penderita harus dipantau keadaannya supaya terhindar dari

terjadinya syok, yang disebut dengue syok syndrome.

33
7) Dikompres dengan air dingin supaya suhu tubuhnya tidak terlalu

tinggi.

8) Penderita diberikan transfusi darah apabila diperlukan.

34
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang di gunakan pada penelitian ini adalah metode

deskriftif yaitu suatu penelitian untuk memberikan gambaran atau deskripsi

tentang sesuatu. Yaitu hasil pemeriksaan hematokrit dan trombosit pada

pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) yang di rawat inap di RSUD Curup

pada bulan Maret sampai April pada tahun 2018.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran

tertentu yang dimiliki oleh suatu penelitian tentang suatu konsep tertentu

(Sugiyono, 2010).

Varibel Independen Variabel Dependen

Hematokrit Penderita
Trombosit Demam Berdarah

Bagan 3.1 : Variabel Penelitian

35
C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 : Defenisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Trombosit Trombosit Hematologi µL Rasio
adalah Analizer
fragmen sel
kecil yang
beredar
melalui aliran
darah yang
berfungsi
untuk
menghentikan
pendarahan

Hematokrit Hematokrit Hematologi % Rasio


adalah Analizer
perbandingan
sel darah
merah
terhadap
volume darah

Fase DBD Adalah Data Pasien Fase demam hari :1-3 Nominal
penderita Fase kritis hari :4-5
mengalami Fase pemulihan /
demam penyembuhan :6-7
setelah
terinfeksi
virus DBD

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi adalah seluruh penderita DBD yang dirawat inap di RSUD

selama tahun 2017 sebanyak 239 orang.

2. Sampel dalam penelitian adalah semua populasi pasien DBD yang

dirawat inap di RSUD Curup pada tanggal 15 Maret s/d 15 April tahun

36
2018. Pengambilan sampel dengan metode accidental. Dan jika

subjeknya kurang dari 100 orang, maka semua dijadikan sampel. Jika

subjeknya lebih dari 100 orang maka dapat diambil 10-25%( Suharsimi

Arikunto, 2010). Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak

36 orang.

Kriteria inklusi sampel yang dipilih pada penelitian ini yaitu:

1) Pasien yang dirawat inap dengan penderita DBD di RSUD Curup

2) Pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit yang mempengaruhi

pemeriksaan hematokrit dan trombosit.

Pengambilan besar sampel di dalam penelitian berdasarkan rumus:

%
n= ×N
100

15
n= × 239
100

n = 36 orang.

Keterangan :

% = Banyak Persen

n = Besar sampel

N = Jumlah populasi

Pengambilan besar sampel di dalam penelitian adalah semua populasi.

diambil pada tanggal 15 Maret s/d 15 April 2018 sebanyak 36 orang.

37
E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat pengambilan data dilakukan di RSUD Curup Kabupaten Rejang

Lebong.

2. Waktu penelitian dilaksanakan pada 15 Maret s/d 15 April 2018.

F. Pengumpulan dan Analisis Data

1. Pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini adalah data primer,

yaitu data dari hasil pemeriksaan hematokrit dan trombosit pada pasien

Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat inap di RSUD Curup.

2. Analisis data adalah data yang didapat dari hasil pencatatan pelaporan

pemeriksaan hematokrit dan trombosit pada pasien Demam Berdarah

Dengue (DBD) di olah secara manual, dan dianalisis secara diskriptif

untuk melihat distribusi, frekuensi, dari variabel yang diteliti.

G. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat dan bahan

a) Alat : Hematologi Analizer, tabung vakum, jarum vakum atau spuit,

kapas alkohol, kapas kering, pipet sahli, bilik hitung, tissue.

b) Bahan: Diluent, rees ecker, ammonium oksalat 1%, wright, giemsa,

objek gelas, mikroskop, tabung Wintrobe, emersi oil.

2. Data pasien rawat inap yang melakukan pemeriksaan trombosit dan

hematokrit di laboratorium RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu

Bantaeng.

38
H. Prosuder Penelitian

1. Pra Analitik

a) Usap lengan pasien dengan kapas alkohol 70% dan biarkan sampai

kering.

b) Lengan dibendung dengan tourniquet

c) Kemudian ditegangkan dengan jari telunjuk dan ibu jari diatas

pembuluh darah kemudian ditusuk dengan jarum.

d) Darah masuk ke dalam spuit atau vakum kepalan tangan pasien

dibuka dan tourniquet direnggangkan atau dilepas.

e) Ambil darah pasien sesuai dengan kebutuhan lalu di homogenkan.

f) Letakkan kapas kering pada tusukan, jarum ditarik kemudian tutup

dengan plaster.

2. Analitik

1) Pemeriksaan hematokrit dengan menggunakan mikrohematokrit.

a) Darah EDTA yang dihomogenkan dimasukkan ke dalam tabung

kapiler yang ukuran 75 mm.

b) Kemudian ujungnya diberi dempul lalu centrifus selama 5 menit

kecepatan 15.000 rpm.

c) Baca dengan alat skala hematokrit.

2) Pemeriksaan trombosit dengan metode tidak langsung (Fonio)

a) Buat sediaan hapus darah kemudian difiksasi dengan methanol

kemudian diwarnai dengan giemsa selama 15 menit.

39
b) Bilas dengan air keringkan baca di bawah mikroskop dengan

lensa 100. Sel trombosit di hitung pada bagian sediaan dimana sel

eritrositnya tersebar merata dalam 20 lapangan pandang,

kemudian jumlah trombosit yang ditemukan di kali dengan 1000.

3) Pemeriksaan hematokrit dan trombosit dengan metode Cell Counter

Automatic (Sysmex XN 450). Darah dihomogenkan terlebih dahulu

masukkan ke alat hematologi analyzer sehingga sel-sel masuk ke flow

chamber dengan aliran tegangan listrik dan bercampur dengan

diluent yang telah terpasang pada alat dan dialirkan melalui apetura

yang berukuran kecil sehingga sel-sel darah dipisahkan sesuai dengan

jenis-jenis selnya.

3. Post Analitik

1) Nilai normal hematokrit laki-laki 40-52% dan perempuan 35-47%.

2) Nilai normal trombosit 150.000- 400.000/µL.

40
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jalannya penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah trombosit dan nilai

hematokrit pada penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat inap

di RSUD Curup. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng. Jalannya penelitian karya

tulis ilmiah ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap

pelaksanaan. Pada tahap persiapan dimulai dari penetapan judul dan melakukan

survei awal, pengumpulan data, pengolahan data, penetapan metode penelitian

yang digunakan serta ujian proposal.

Peneliti mendapat izin penelitian dari RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar

Makkatutu Bantaeng, kemudian diserahkan kepada kepala ruangan rawat inap

zaal Anak, zaal Penyakit Dalam dan zaal Raflesia, untuk pengambilan sampel

pasien DBD untuk penelitian dan pemeriksaan darah di

41
laboratorium RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng, dilanjutkan

dengan pengolahan data hasil pemeriksaan.

Pengambilan sampel darah pasien DBD dilakukan di ruangan rawat

inap dengan cara mengisi informed concernt kepada responden atau keluarga

pasien yang dilakukan oleh peneliti sendiri. Darah responden diambil sesuai

untuk kebutuhan pemeriksaan trombosit dan hematokrit, kemudian darah

dibawa ke laboratorium RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng untuk

dilakukan pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit memakai alat

Hematologi Analizer. Data penelitian yang telah terkumpul dicatat dalam

master tabel untuk dianalisis menggunakan komputer. Setelah data diolah

dibuat laporan hasil penelitian serta pembahasan peneletian.

B. Hasil Penelitian

Karakteristik Responden Penderita DBD

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristuik Responden ( N=36 )

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

1 Umur ( Tahun )

< 20 19 52,8 %

20-40 9 25,0 %

> 40 8 22,2 %

2 Jenis Kelamin

Laki- laki 18 50,0 %

Perempuan 18 50,0 %

4 Hasil Trombosit/ uL

42
≥150.000 4 11,1 %

<150.000 32 88,9 %

5 Hasil Hematokrit %

35- 40 21 58,3 %

41-50 15 41,7 %

C. Analisis Data

Uji hipotesis menggunakan data analisis dengan rumus anova dengan

nilai α >0,05 yang menyatakan keseragaman data yang diuji. Analisis data

tersebut dilakukan menggunakan software SPSS. Data penelitian ini berupa hasil

dari pemeriksaan darah penderita DBD yang dirawat inap di

RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng.

Tabel 4.2 Gambaran rata-rata hasil pemeriksaan trombosit dan


hematokrit pasien DBD yang rawat inap di RSUD Curup

Fase Pemeriksaan Pemeriksaan


Trombosit Hematokrit
Demam hari ke 1-3 120,56 ± 39,8 41,11 ± 4,4

Kritis hari ke 4-5 71,08 ± 26,96 40,12 ± 3,04


Pemulihan/penyembuhan 161,33 ± 6,02 38,6 ± 2,8
hari ke 6-7

Berdasarkan tabel 4.2 penderita yang melakukan pemeriksaan

jumlah trombosit pada fase demam hari ke 1 dan 3 rata-rata jumlah

trombositnya sebanyak 120,56±39,8 /µL dan nilai hematokritnya rata-rata

41,11±4,4 %. Sedangkan jumlah trombosit penderita pada fase kritis hari ke

4 dan 5 rata-rata 71,08±26,96 /µL dan nilai hematokritnya rata-rata

40,12±3,04%. Dan jumlah trombosit pada fase penyembuhan atau


43
pemulihan hari ke 6 dan 7 rata-rata jumlah trombositnya 161,33±6,02/µL

dan nilai hematokritnya rata-rata 38,6±2,8%.

D. Pembahasan

Responden pada penelitian ini sebanyak 36 orang yang terdiri dari 18

orang perempuan dan 18 orang laki-laki. Adanya indikasi penurunan jumlah

trombosit pada penderita DBD yang dirawat inap yang melakukan pemeriksaan

trombosit namun tidak ada yang mengalami peningkatan nilai hematokrit.

Penelitian ini yang pernah dilakukan dengan judul “Hubungan nilai

hematokrit dan jumlah trombosit pada pasien DBD yang dirawat inap di RSUP

DR. M. Djamil Padang yang menyimpulkan ” Penilitian ini dilakukan dengan

hasil semakin besar nilai hematokrit semakin menurun jumlah trombosit

(Amirina Rasyada, et al 2014).

Dan penelitian sejenis juga pernah dilakukan dengan judul

“Hubungan pemeriksaan hematokrit dan trombosit pada pasien DBD di RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda” dengan hasil terdapat hubungan antara

nilai hematokrit dan trombosit pada pasiien anak. Perbedaan hasil penelitian

tersebut dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah metode penelitian

dan tempat penelitian (Rosdiana, at al 2015).

Pada infeksi dengue jumlah trombosit sering mengalami penurunan

yang berkaitan fase demam penderita. Trombositopenia merupakan salah satu

kriteria sederhana yang diajukan WHO dan dokter sebagai diagnosis klinis

penyakit DBD. Jumlah trombosit terkadang masih normal namun kebanyakan

pada demam hari ke 1-3 sudah mengalami penurunan jumlah trombosit.

44
Tombositopenia biasa terjadi pada fase kritis yaitu demam hari ke 4-5. Dimana

fase kritis ini apabila penanganan tidak cepat bisa mencapai titik terendah dan

mengalami syok. (Sugiono, 2013).

Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit di dalam

tubuh (darah) penderita DBD karena ada peningkatan agregasi trombosit yang

disebabkan kompleks virus antibody maupun trombosit itu sendiri.

Trombositopenia juga bisa terjadi karena inveksi virus dengue , kompleks

antigen-antibodi selain mengaktivasi system komplemen dan mengaktivasi

system koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah, yang dapat

menyebabkan perdarahan pada penderita DBD. Agregasi trombosit juga bisa

terjadi karena membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP sehingga

trombosit menjadi bergerombol (menyatu) yang bisa dihancurkan oleh

RES(Reticulo endothelial system). Hal ini menyebabkan penurunan produksi

trombosit di sumsum tulang, sementara penggunaan trombosit yang berlebihan

karena adanya antobodi anti trombosit dalam darah (Heatubun. at all, 2013).

Gambaran pemeriksaan nilai hematokrit pada penderita DBD tidak

menunjukkan terjadinya hemokonsentrasi. Pada umumnya penurunan

trombosit mendahului peningkatan nilai hematokrit sebesar 20 %. Nilai

hematokrit biasa meningkat pada hari ke empat atau ke lima dari masa awal

demam. Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi

yang terjadi akibat kebocoran plasma keruang ekstravaskuler disertai efusi

cairan serosa melalui pembuluh kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini

45
volume plasma menjadi berkurang yang bisa mengakibatkan terjadinya fase

kritis.

Pada penelitian ini dari 36 penderita DBD yang dirawat di RSUD

Curup tidak ada yang mengalami hemokonsentrasi ( pengentalan darah ).

Dimana penderita yang dirawat rata-rata masuk ke rumah sakit mulai fase

demam sampai fase penyembuhan tanpa ada yang mengalami syok yang sering

menyebabkan kematian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Pusparini

(2013) dengan judul “Hubungan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada

penderita DBD” yang menyatakan hasil penelitiannya tidak semua nilai

hematokrit meningkat dengan menurunnya jumlah trombosit pada penderita

DBD (Pusparini, 2013).

Pemeriksaan laboratorium sangat penting dan bermanfaat untuk

mengetahui benar tidaknya ada penderita terinfeksi virus dengue, untuk

mengetahui seberapa parah penyakit yang sedang dialami penderita serta untuk

mengetahui fase-fase DBD terhadap penderita yang sedang dirawat di

RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng. Karena gejala DBD sulit

dibedakan dengan penyakit seperti malaria, typoid dan infeksi lainnya.

Sehingga dari hasil pemeriksaan laboratorium dokter bisa cepat mendiagnosa

penderita apakah terinfeksi virus dengue atau virus lainnya (Pusparini, 2013).

Infeksi DBD terbagi menjadi 3 fase yaitu: fase demam , fase kritis

dan fase penyembuhan. Pada fase demam hari ke 1-3, seseorang yang

mengalami DBD kerap tidak nafsu makan dan minum, mual dan lemas diiringi

demam tinggi yang tak kunjung reda walaupun telah minum obat penurun

46
panas. Dimana jumlah trombosit menurun yang kadang bisa menyebabkan

peningkatan nilai hematokrit, sehingga mengalami kekentalan darah akibat

keluarnya cairan melalui pembuluh darah. Disaat darah kental dan semakin

pekat, maka suplai oksigen ke seluruh tubuh lewat darah menjadi berkurang,

yang kelamaan bisa membuat sel dan jaringan menjadi rusak atau mati

(Soedarmo, 2011).

Selain itu, apabila kondisi ini dibiarkan maka sel darah merah

menjadi berkurang ditandai dengan keluarnya bintik merah di bawah kulit.

Sehingga trombosit yang berperan dalam pembekuan darah akan melakukan

fungsinya dalam menangani perdarahan tersebut, yang menyebabkan jumlah

trombosit ikut berkurang. Bila penanganan kasus DBD yang cepat dan tepat,

maka penderita DBD pada fase kritis bisa terlewati sehingga ke fase

penyembuhan dan jumlah trombosit yang menurun kembali berangsur normal

(Soedarmo, 2011).

47
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai

hematokrit pada penderita DBD yang dirawat inap di

RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Distribusi frekuensi karakteristik penderita DBD dengan usia terendah 4

bulan dan usia tertinggi 78 tahun. Usia terbanyak penderita DBD dibawah

umur 20 tahun.

2. Penderita DBD pada fase demam hari ke 1-3 jumlah rata-rata trombositnya

sebanyak 120,56±39,8/µL dan nilai hematokritnya rata-rata 41,11±4,4%.

Penderita DBD pada fase kritis hari ke 4-5 jumlah rata-rata trombositnya

sebanyak 71,08±26,96/µL dan nilai hematokritnya rata-rata 40,12±3,04%.

Penderita DBD pada fase penyembuhan jumlah trombosit pada hari 6-7

jumlah rata-rata trombositnya sebanyak 161,33±6,02/µL dan nilai

hematokritnya rata-rata 38,6±2,8%.

3. Penderita DBD yang mengalami hemokonsentrasi pada fase demam, fase

kritis dan fase penyembuhan 0% ( tidak ada yang mengalami peningkatan

nilai hematokrit > 20%).

48
B. Saran

1. Bagi masyarakaat

Diharapkan masyarakat bisa memahami tentang pentingnya pemeriksaan

darah terutama trombosit dan hematokrit apabila telah mengalami demam

lebih dari satu hari.

2. Bagi peneliti

Diharapkan peneliti lain dapat menambah wawasan dan dapat meneliti

dengan sampel yang lebih banyak dengan varian yang berbeda seperti nilai

hematokrit dan trombosit dengan limfosit plasma biru.

3. Bagi instansi Rumah Sakit

Diharapkan klinisi (dokter) di RSUD dapat memeriksa hematokrit dan

trombosit apabila penderita telah mengalami demam lebih dari dua hari

dan sangat penting dilakukan untuk menunjang diagnosis infeksi dengue

dan dapat meningkatkan mutu pemeriksaan trombosit dan hematokrit di

RSUD.Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Bantaeng.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah wawasan, referensi

perpustakaan dan dapat memberi informasi pengetahuan mengenai

pemeriksaan trombosit dan hematokrit pada penderita DBD.

49
DAFTAR PUSTAKA

Amrina., Nasrul. E., dan Edward. Z, 2014. Gambaran nilai hematokrit dan jumlah
Trombosit yang bermakna pada penderita Demam Berdarah Dengue. RSUP
DR. Djamil Padang.

Anggraeni. S. D., 2010. Stop Demam Berdarah Dengue. Publishing House Bogor.

Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Atlas Parasitologi Kedokteran. Edisi-4.


Jakarta. P 2657

Dirjen P2PL, 2016. Penemuan dan Tata laksana Penderita Demam Berdarah
Dengue. Depkes RI. Jakarta.

Dirjen P2PL, 2015. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. Depkes RI. Jakarta.

Dirjen P2PL, 2015. Survailans Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Depkes RI.
Jakarta.

Dirjen P2PL, 2015. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue.


Depkes RI. Jakarta.

Effendy. C., 2013. Perawatan Pasien DHF. Asih. Y, (Ed.), EGC, Jakarta.

Gandasoebrata. R., 2013. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta

Heatubun CE., Umboh A., Mogan AE., dan Manoppo F, 2013. Perbandingan jumlah
trombosit demam berdarah dengue tanpa syok dan syok di RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandau Manado. Jurnal e-Biomedik(eBM) 1:863-7

KEMENKES RI, 2015. Kelangsungan hidup spesies nyamuk Aedes aegypti. Depkes
RI. Jakarta

KEMENKES RI, 2015. Nyamuk Aedes aegypti menularkan Demam Berdarah


Dengue melalui gigitan nyamuk betina yang telah terifeksi virus DBD.
Depkes RI. Jakarta.

Loho. T., 2002. Diagnosis Laboratorium Demam Berdarah Dengue. Suplemen


Naskah Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. FK. Univ UI.
Jakarta.

Misnadiarly, 2012. Demam Berdarah Dengue (DBD). Ekstrak Daun Jambu Biji Bisa
untuk Mengatasi DBD, Ed. I, Pustaka Populer Obor. Jakarta.

50
Nadesul. H., 2012. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas, Jakarta.

Ni Luh Candra Mas Ayuni., I A Putri Wirawati., dan I W.P. Sutirta Yasa. 2014. Pola
jumlah trombosit dan hematokrit pada demam berdarah. E. Jurnal Medika,
Vol. 6 No.10.

Ni Nyoman Ayu, 2016. Demam Tingkat keparahan pasien Berdarah Dengue.


FK.Univ. Udayana. Denpasar.

Purwanto, 2012. Pemeriksaan Laboratorium Pada Penderita DBD. Media Penelitian


dan Pengembangan Kesehatan. Vol XII No. 1.

Pusparini, 2013. Kadar hematokrit dan trombosit sebagai indkator diagnosis infeksi
Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kedokteran Trisakti. Edisi 2004. Vol23
No2:51-52

Suedarmo. P. S. S.,2011. Demam Berdarah Dengue pada Anak. FKUI. Jakarta.

Suhendro., Naiggolan. L., Chen. K., Pohan. T. H., 2012. Demam Berdarah Dengue.
dalam : Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo. W.A., dkk. (Eds), Jilid III, Ed. IV,
FKUI. Jakarta.

Sudarta. W. I., 2011. Pengendalian Terpadu Vektor Virus DBD, Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Diesnatalis Universitas Udayana. Denpasar.

WHO., 1999. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan


Pengendalian. Asih. Y (Ed), Ester. M.(Ahli bahasa), Ed. 2, EGC. Jakarta.

WHO.,2014. Dengue and Servere Dengue from World Health Oganization :http
://www.who.int/mediacenter/factsheets/fs117/en/.

Widyanti NN.,2014. Hubungan jumlah hematokrit dan trombosit dengan tingkat


keparahan pasien demam berdarah dengue di rumah sakit Sanglah. Bali.
E.Jurnal Medika 2016.P.51-6

51
DATA PENELITIAN

Fase Pemeriksaan Pemeriksaan


Trombosit Hematokrit
Demam hari ke 1-3 120,56 ± 39,8 41,11 ± 4,4

Kritis hari ke 4-5 71,08 ± 26,96 40,12 ± 3,04


Pemulihan/penyembuhan 161,33 ± 6,02 38,6 ± 2,8
hari ke 6-7
itEMENTERIAN KESEHATAN RI
BO€l'9MWA!0¥lD€ l8*Ix DD*I*8U@@A|6Olñ€
PJlWKMKfISEHATAN8ENGXU1U
fiW»|# inM‹m#01FmAxgHinpmKm• m¿2»m5}

00 Januari 2018
N‹›n›‹›r :
L zrnpiran
I lal

Bank 1crhnrmal,
R tin BxCI<N NF.aic•c REcu«o

Schubuflgun denim pcny usunon iiipas ak lair miihasisw:i dalam hcnluk kary:i 'I ulis I lmioh t k4l
hagi Mahesiswu Ptodi Diploma Ill Analis Eesclmian Pollckkcs kerb cubes llengkulu Tahun
Akadenuk 2016/2017. maka dcagan iai kami mutton kiranyn flspak/Ibn dapul mrmberikon
r»komcnda.si izin penj;amhil#n dala. un‹uk Kag a lulis fIn›iah I KITE dimaksud. Nama mahasiswa
‹crscbu‹ adalah
Name : HELMI llr Srbayong
N lM : PO 3l 30017102
Nn Handphnnc : GB I *78199226
Waktu Penelitian : 2 bulan
Tempal Penelitian : RSUD CURUE
Program Studi : Diploma TII Analis Keschatan
Judul GAMBAkAN PEMERIKSAAN NILAI HEMATOKRIT DAN
AJMLAH TROMBOSIT PADA PENDERITA DEMAM BERDARAH
DENGUE YANG DIRAWAT DI RSUD CLrRUI’
Domd anlt atas perfustian dan bantuaa Bapat/Ibu diucapkaa.tcainakasih.

032@ I
Nina ! Hdmi Br Sebpaag
Nim : P 031S00l7l0l
vnum : D III Andis KmMum
ScWfuy•mcmEampmwds liimnyegelmitmyimm dm
memahami dengan benar ymsa w pmcñoaa Sea aa ja4i›l: GAM8ARAN
#I'MFRIKSAAN TIIOMBOSIT DA8 HEMATOXRIT PADA PEND£RITA
DKMAM BfiRDARAI1 DENGU£ YANG DIRA¥/AT DI RSUD CURUP”, ssya

Tid

( Hcla i Br S<taya«g)
NBI: POJIJ/Xlf7l02
FOTO HASIL PENELITIAN

Pengambilan Sampel Pasien Sampel Pasien Hematologi Analyzer

Pembuatan Apusan Darah Pembuatan Apusan Darah Slide Apusan Darah

Menghitung Jumlah Trombosit Sampel Darah Pasien Pengerjaan Sampel

Hasil di Monitor
Hasil di Monitor
BIODATA

Helmi Br Sebayang, lahir di Gunung, 12 Januari 1971 anak


ke 2 dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak Joto Sebayang
dan Ibu Ngiahken Br Tarigan. Penulis bersekolah di SDN
Gunung tahun 1984, di SMPN Tigabinanga tahun 1987, di
SMAK Medan tahun 1991, FIKES Muhammadiyah
Bengkulu tahun 2009. Dan penulis di terima di Politeknik
Kemenkes Bengkulu Jurusan D III Analis Kesehatan pada
tahun 2017.

Penulis pernah bekerja di Laboratorium Yarisu Medan dari tahun 1991 s/d 1993
dan di Rumah Sakit Imelda Medan dari tahun 1993 s/d 1996. Di angkat menjadi
PNS di Puskesmas Batu Bandung dari tahun 1998 s/d 2001. Dari tahun 2001 s/d
sekarang bertugas di RSUD Curup.

Menikah dengan suami :

Nama : Syafri Nur

Anak : Heni Fitrah Auliani

: Fauziah Qudratul Auliani

: Aulia Akbar Rahmatullah

Anda mungkin juga menyukai