Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah salah satu bentuk

penyelenggaraan pendidikan formal yang terstruktur dan membentuk sebuah

sistem yang saling terkait antara satu komponen dengan komponen yang lain.

Setidaknya ada tiga komponen penting di dalam sistem penyelenggaraan

pendidikan di sekolah yakni: input, proses, dan out put (Rivai dan Murni, 2009).

Ketiga komponen tersebut bekerja bersama membangun sebuah jaringan

kesatuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Sekolah yang efektif adalah

sekolah yang mampu memaksimalkan komponen input yang mereka miliki

sehingga mampu menciptakan proses penyelenggaraan pendidikan yang efektif

di sekolah tersebut. Out put yang dihasilkan sebuah lembaga pendidikan

merupakan cerminan hasil kerja input yang dimiliki dalam sebuah proses yang

ditentukan jangka waktunya.

Rivai dan Murni (2009) menyebutkan beberapa input sekolah yang

efektif meliputi: (a) memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas, (b)

sumber daya tersedia dan siap, (c) staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, (d)

memiliki harapan prestasi yang tinggi, (e) fokus pada pelanggan, (f) input

manajement. Berdasarkan pandangan tersebut input sebuah sekolah tidaklah

cukup berupa sumber daya manusia dan manajemen yang kuat tetapi kejelasan

kebijakan, tujuan dan adanya harapan yang tinggi. Idealisasi harapan yang tinggi

dan realisasi dari harapan inilah yang sering disebut dengan istilah visi dan misi

sekolah.
2

Visi dan misi merupakan fondasi sekaligus jalan penunjuk bagi

penyelenggaraan pendidikan. Visi misi menunjukkan kebutuhan dan harapan

masyarakat (stakeholder) terhadap sekolah dan sistem pendidikan negara. Visi

dan misi seharusnya dipahami dan dijalankan oleh seluruh pelaksana pendidikan

pada tingkat individu, sekolah, masyarakat. Bagi seorang pengelola lembaga

pendidikan (kepala sekolah) penyusunan visi dan misi sekolah merupakan bagian

paling menentukan. Faktanya, pentingnya pengembangan visi misi sekolah belum

sepenuhnya disadari oleh para pengelola pendidikan. Pekerjaan menyusun visi

misi sekolah ini lebih sering dihindari dan hanya dilakukan sebagai pemenuhan

formalitas belaka.

Komponen selanjutnya adalah proses. Sekolah yang efektif menurut

Rivai dan Murni (2009) adalah sekolah yang memiliki sejumlah karakteristik

proses berikut: (a) proses belajar mengajar yang efekitfitasnya tinggi, (b)

kepemimpinan yang kuat, (c) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (d)

pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (e) budaya mutu, (f) teamwork

yang kompak, cerdas, dan dinamis, (g) memiliki kewenangan (kemandirian), (h)

partisipasi tinggi dari warga sekolah, (i) transparansi manajemen, (j) evaluasi dan

perbaikan secara berkelanjutan, (k) responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan,

(l) komunikasi yang baik, (m) memiliki akuntabilitas, (n) menjaga sustainabilitas.

Komunikasi yang baik antara elemen di dalam sekolah, responsif dan antisipatif

terhadap kebutuhan, partisipasi tinggi dari warga sekolah, dan evaluasi serta

perbaikan secara berkelanjutan merupakan beberapa karakteristik yang biasanya

terwadahi dalam sebuah kebijakan dan diimplementasikan sekolah dalam

bentuk program yakni kebijakan komunikasi sekolah dengan orang tua siswa.
3

Komponen ketiga adalah output, diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

output berupa prestasi akademik (academic achievement) dan output berupa

prestasi non-akademik (non-academic achievement), (Rivai dan Murni 2009).

Output non-akademik, adalah output di luar prestasi akademik. Rivai dan Murni

(2009) menyebutkan beberapa contoh prestasi non akdemik misalnya:

keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerja sama yang baik, rasa kasih

sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi,

kedisiplinan, prestasi olah raga, kesenian, dan kepramukaan. Beberapa contoh

yang diajukan Rivai dan Murni (2009) tersebut adalah out put berupa nilai-nilai

yang sulit diukur dan bersifat dinamis, tidak segera dapat dilihat hasil akhirnya.

Nilai-nilai inilah yang sesungguhnya lebih utama dan bertahan lama yang akan

dibawa peserta didik sepanjang mereka belajar dan menjalani kehidupan dalam

masyarakat. Output inilah yang sekarang ditawarkan oleh beberapa lembaga

pendidikan alternatif, salah satunya lembaga pendidikan Islam terpadu.

Output nonakademik yang lebih berupa pembentukan karakter siswa

inilah sebenarnya yang menjadi inti dari visi pendidikan nasional. Sebagaimana

disebutkan bahwa visi pembangunan pendidikan Indonesia berdasarkan UU

nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah terwujudnya

sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk

memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia

yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang

selalu berubah. Visi tersebut kemudian dijabarkan dalam misi pendidikan

nasional yang dalam beberapa butirnya disebutkan: (a) pembangunan pendidikan

membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh

sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

dan (b) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk

mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.


4

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal paling kecil dan terdekat

dengan masyarakat (keluarga). Sebagai ujung tombak penyelenggaraan

pembangunan pendidikan nasional sekolah tentu memiliki visi dan misi yang

tidak dapat lepas dari visi misi pendidikan nasional. Seluruh proses

penyelenggaraan pendidikan di sekolah dirancang dan disusun untuk

mewujudkan visi dan misi tersebut. Mulai dari penyusunan kurikulum,

pengelolaan pengembangan sekolah, hingga proses kegiatan belajar dan mengajar

di kelas sangat ditentukan oleh visi dan misi sekolah tersebut. Sebagus apa pun

proses pendidikan yang terjadi di sebuah sekolah maka proses tersebut belum

disebut berhasil jika visi dan misi yang disusun belum dapat diwujudkan.

Keberhasilan pencapaian visi dan misi sekolah dapat dilihat salah satunya dari

kualitas keluaran peserta didik (out put) yang dihasilkan. Fenomena yang cukup

menggembirakan terlihat sekarang adalah semakin banyak sekolah yang telah

berani menyatakan ukuran ketercapaian visi misi mereka dalam sebuah standar

kelulusan (quality assurance). Bahkan, bagi sekolah-sekolah swasta pencapaian

jaminan kelulusan ini menjadi tuntutan lebih dibanding sekolah negeri karena

merupakan nilai jual yang ditawarkan kepada orang tua sebagai konsumennya.

Selain melalui sekolah proses pendidikan dapat terjadi dalam banyak

situasi sosial yang menjadi ruang lingkup kehidupan manusia. Secara garis besar

proses pendidikan dapat terjadi dalam tiga lingkungan pendidikan yang terkenal

dengan sebutan: Tri Logi Pendidikan, yaitu pendidikan di dalam keluarga

(pendidikan informal), pendidikan di dalam sekolah (pendidikan formal), dan

pendidikan di dalam masyarakat (pendidikan nonformal). Sebagaimana proses

pendidikan di sekolah (pendidikan formal), proses pendidikan di dalam keluarga

(pendidikan informal) tentu memiliki landasan tertentu. Setiap orang tua tentunya

juga memiliki harapan (visi) dan pola tersendiri dalam pendidikan anaknya. Tidak
5

jarang pola pendidikan tersebut berbeda sekali dengan prinsip pendidikan yang

diterapkan di sekolah.

Perbedaan ini menjadi masalah yang sangat nyata bagi sekolah yang

menerapkan sistem Pendidikan Islam Terpadu. Salah satu bentuk sekolah

alternatif yang mulai banyak muncul di Indonesia pada awal tahun 2000-an.

Sekolah yang menerapkan Pendidikan Islam Terpadu biasanya menerapkan

pendidikan terpadu (integral), yakni keterpaduan kurikulum umum dan agama.

Penerapan pendidikan integral di Sekolah Islam Terpadu didukung dengan

rangkaian kegiatan pembiasaan bagi siswa di sekolah. Nilai-nilai yang diajarkan

di sekolah diterapkan langsung dalam kehidupan keseharian peserta didik baik di

sekolah maupun di rumah. Karenanya dibutuhkan sebuah kebijakan komunikasi

yang baik antara sekolah dan orang tua untuk menyelaraskan visi orang tua di

rumah dengan visi sekolah.

Kebijakan yang diwujudkan dalam bentuk program komunikasi antara

orang tua dan sekolah diharapkan menjadi media penyelaras antara proses

pendidikan terpadu yang dialami siswa di sekolah dengan pendidikan orang tua

yang diterima anak di rumah. Tujuan penerapan pendidikan integral adalah

mewujudkan anak didik yang memiliki kecerdasan seimbang antara kecerdasan

intelektual, emosi, sosial, dan spiritual. Berbeda dengan sistem pendidikan

pesantren, pendidikan integral yang diterapkan di Sekolah Islam Terpadu tidak

menempatkan anak sepenuhnya berada di sekolah dan bimbingan ustadz atau

guru. Oleh karena itu, ketercapaian pendidikan integral dalam Sekolah Islam

Terpadu sangat bergantung pada efektivitas pelaksanaan kebijakan komunikasi

sekolah dengan orang tua siswa.

Konsep pendidikan integral inilah yang juga diterapkan di Lembaga

Pendidikan Islam Terpadu Al-Hikmah (LPIT ) Al-Hikmah, Blitar. Lembaga yang


6

dirintis dari sebuah Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) kecil ini merupakan

salah satu sekolah Islam Terpadu di Kabupaten Blitar yang menerapkan sistem

fullday school untuk menyelenggarakan pendidikan integral bagi siswa. Melalui

sistem fullday school inilah seluruh kegiatan siswa mulai dari program

pembiasaan kegiatan keislaman: seperti doa, tilawah, sholat berjamaah, sholat

sunah, kegiatan kemandirian siswa, keterampilan bersosialisasi, dan materi

pelajaran umum diberikan selama sehari penuh.

Program kegiatan pembiasaan yang dirancang secara khusus disamping

pemberian materi umum diharapkan menghasilkan output siswa yang mandiri,

mampu bersosialisasi dan menerapkan nilai-nilai Islam di dalam diri mereka.

Masalah yang muncul kemudian adalah tidak seimbangnya nilai dan pola

pendidikan yang diterima anak di sekolah dengan di rumah. Salah satu masalah

yang sering terjadi misalnya adalah masalah kemandirian siswa. Jika di sekolah

siswa telah dilatih mandiri melakukan seluruh kebutuhan dasar mereka seperti

makan dengan adab Islam, memakai seragam atau kaos kaki sendiri,

bertanggung jawab di dalam kelompok, bersosialisasi dengan teman sebaya

ternyata ketika di rumah orang tua tidak melakukan pembiasaan yang serupa.

Latar belakang kondisi keluarga yang cenderung berasal dari kelas ekonomi

menengah ke atas adalah salah satu faktor penyebabnya. Orang tua masih belum

dapat menyesuaikan penerapan pola pendidkan yang diterima anak dengan

pembiasaan di rumah yang cenderung belum memandirikan siswa.

Kebijakan komunikasi antara sekolah dan orang tua menjadi sangat

dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. LPIT AL-Hikmah Blitar telah

melaksanakan program komunikasi antara sekolah dan orang tua. Hasil

implementasi dan peran program tersebut dalam mendukung visi misi

pendidikan integral di LPIT AL-Hikmah Blitar adalah informasi yang sangat


7

dibutuhkan demi perbaikan kebijakan tersebut. Masalah landasan bagaimana

kebijakan tersebut dibuat, implementasi, dan evaluasi (efektivitas) kebijakan

komunikasi sekolah dengan orang tua inilah yang menjadi fokus utama penelitian

ini.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka rumusan masalah

penelitian ini adalah:

a. Bagaimana landasan kebijakan komunikasi sekolah dengan orang tua

siswa di LPIT Al-Hikmah Blitar?

b. Bagaimana implementasi kebijakan komunikasi sekolah dan orang tua

siswa di LPIT Al-Hikmah Blitar?

c. Bagaimana efektifitas kebijakan komunikasi sekolah dengan orang tua

siswa dalam mendukung visi misi pendidikan integral di LPIT Al-Hikmah

Blitar?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka secara

khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mendeskripsikan landasan kebijakan komunikasi sekolah dengan orang

tua siswa di LPIT Al-Hikmah Blitar.

b. Menjelaskan implementasi kebijakan komunikasi sekolah dengan orang

tua siswa di LPIT Al-Hikmah Blitar.

c. Menjelaskan bagaimana efektifitas kebijakan komunikasi sekolah dengan

orang tua dalam mendukung visi misi pendidikan integral di LPIT Al-

Hikmah Blitar.
8

1.4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu mengayakan

khasanah kajian analisis kebijakan pengelolaan lembaga pendidikan. Hasil

penelitian tentang hubungan program komunikasi antara wali murid dan sekolah

diharapkan mampu menambah informasi bagi bidang kajian ilmu lain seperti

administrasi pendidikan, manajemen pendidikan, psikologi pendidikan, dan

bidang-bidang ilmu yang lain.

b. Manfaat Praktis

Bagi peneliti, penelitian ini sangat bermanfaat sebagai proses

pembelajaran dan bekal pengalaman penerapan konsep dan teori kebijakan yang

selama ini diterima. Selain itu, aktivitas penelitian ini juga menjadi media yang

efektif bagi peneliti untuk mengevaluasi lembaga tempat peneliti bekerja, artinya

evaluasi terhadap diri peneliti sendiri sebagai bagian dari komponen lembaga

pendidikan tersebut.

Penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak

terutama sekolah, orang tua dan rekomendasi kepada pemerintah khususnya

pengambil kebijakan tentang pentingnya merancang dan mengimplementasikan

kebijakan komunikasi antara sekolah dan keluarga dalam menunjang

keberhasilan penyelenggaraan pendidikan terpadu di sekolah. Hasil penelitian ini

diharapkan juga mampu menjadi rekomendasi awal bagaimana sekolah akhirnya

dapat menentukan bentuk komunikasi yang ideal antara orang tua dan sekolah

dalam menunjang pelaksanaan visi misi sekolah.

1.5. Penegasan Istilah

Berikut ini diberikan penegasan beberapa istilah kunci yang digunakan

dalam penelitian ini.


9

a. Analisis kebijakan, adalah aktivitas menciptakan, secara kritis, menilai, dan

mengomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan, Dunn

(2003). Analisis kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu:

menemukan bagaimana proses perumusan, bentuk dokumen, implementasi,

dan efektitivitas (evaluasi) kebijakan.

b. Kebijakan komunikasi sekolah dengan orang tua siswa adalah kebijakan

yang telah dilaksanakan di LPIT Al-Hikmah Blitar. Kebijakan ini

diwujudkan dalam bentuk: Buku Penghubung, Home Visit, dan Pertemuan

Orang Tua/Komite Orang Tua Siswa.

c. Landasan kebijakan, yang dimaksud adalah proses perumusan dan dokumen

yang menjadi landasan kebijakan. Dunn (2003) membagi proses pembuatan

kebijakan menjadi empat fase yakni: (a) penyusunan agenda, (b) formulasi

kebijakan, (c) adopsi kebijakan, (d) implementasi kebijakan, dan (e)

penilaian kebijakan.

d. Implementasi, Gunn dalam Dunn (2003) menyatakan tahap implementasi

kebijakan sebagai berikut: tahap pertama, terdiri atas kegiatan-kegiatan (a)

penetapan tujuan sebuah program, (b) penentuan standar pelaksanaan, dan (c)

penentuan biaya dan waktu pelaksanaannya, tahap kedua, pelaksanaan

program dengan mendayagunakan struktur, sumber daya, prosedur, biaya dan

metode, dan tahap ketiga, meliputi kegiatan-kegiatan: menentukan jadwal,

melakukan pemantauan, dan mengadakan pengawasan untuk menjamin

kelancaran pelaksanaan program. Fokus implementasi kebijakan yang akan

diteliti dalam penelitian ini hanya meliputi: tujuan, target, kendala, dan

masalah dalam implementasi program.

e. Efektivitas, makna katanya dalam kamus ilmiah populer berarti:

ketepatgunaan, tepat guna, menunjang hasil. Efektifitas dalam konteks


10

penelitian ini dapat diartikan kondisi di mana peran sebuah komponen

(kebijakan) dalam sebuah sistem bekerja menuju pemenuhan hasil yang

sesuai tujuan.

f. Visi adalah daya pandang jauh ke depan, mendalam, dan luas yang

merupakan daya pikir abstrak yang memiliki kekuatan amat dahsyat dan

dapat menerobos segala batas-batas fisik, waktu, dan tempat (Gaffar dalam

Komariah, 2008). Visi lembaga pendidikan dirumuskan dalam beberapa

rumusan kalimat dan menjadi landasan seluruh kebijakan dan

penyelenggaraan pendidikan di lembaga tersebut. Visi mengandung basic

values, mission, dan objectives.

g. Misi adalah tugas pokok yang akan dilaksanakan untuk merealisasikan visi.

Misi juga dapat dimaknai sebagai indikator dan target jangka pendek yang

sedang diusahakan untuk mencapai visi.

h. Pendidikan integral yang dimaksud di sini adalah pendidikan yang

menggunakan pendekatan keterpaduan pengembangan seluruh potensi peserta

didik dengan hasil akhirnya terwujudnya anak yang cerdas secara akademik,

mandiri, kreatif, berakhlak mulia dan mampu bersosialisasi dengan

lingkungannya. Pendidikan integral dalam penelitian ini juga mengacu

kepada keterpaduan proses pendidikan yang dialami anak di sekolah dan di

dalam lingkungan keluarga (rumah).

i. Lembaga Pendidikan Islam Terpadu (LPIT) AL-Hikmah Blitar, adalah

lembaga pendidikan Islam yang menerapkan sistem pendidikan integral

dengan model fullday school. Lembaga ini dirintis dari lembaga nonformal

berupa TPQ yang berkembang menjadi lembaga formal mulai dari Play

Group, TK, SD, hingga SMP.


11

Anda mungkin juga menyukai