DINAS KESEHATAN
Alamat : Jln. Garuda Mopah Lama – Leproseri Merauke
E-mail : dinkes.merauke@gmail.com, Telp : Kadinkes (0971) 324414 Merauke - Papua
A. LATAR BELAKANG
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, termasuk Tindak Pidana
Perdagangan Orang merupakan masalah global yang terkait Hak Asasi Manusia
(HAM) dan ketimpangan gender. Permasalahan ini masih menjadi ‘fenomena gunung
es’, yaitu kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A) dan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO) yang teridentifikasi di pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan serta kepolisian belum menggambarkan jumlah seluruh kasus yang ada di
masyarakat. Hal tersebut disebabkan sebagian besar masyarakat masih menganggap
bahwa kasus KtP/A merupakan “aib” dan masalah “domestik” dalam keluarga, yang
tidak pantas diketahui orang lain. Sedangkan untuk kasus TPPO, sebagian besar
masyarakat belum memahami tentang TPPO sehingga menganggap hal tersebut wajar
dan tidak pantas dilaporkan, terutama jika pelaku merupakan keluarga sendiri,
sehingga diselesaikan secara kekeluargaan.
Menurut World Health Organization (WHO), sedikitnya satu diantara lima
penduduk perempuan di dunia, semasa hidupnya pernah mengalami kekerasan fisik
atau seksual yang dilakukan oleh laki-laki. Kekerasan terhadap Perempuan (KtP)
merupakan penyebab kematian urutan ke-10 terbesar bagi perempuan usia subur pada
tahun 1998.
Data dari cataan tahunan Komisi Nasional Perempuan Indonesia tercatat
peningkatan kasus dari tahun 2011 sebanyak 119.107 kasus menjadi 321.752 kasus
KtP. Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan kasus KtP, KtA
dan trafficking secara bermakna, berdasarkan laporan Lembaga yang terkait.
Kekerasan tersebut, bisa berbentuk kekerasan seksual, kekerasan fisik dan kekerasan
psikis. Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk mengatasi permasalahan
KtP/A termasuk TPPO.
Hal ini dapat dilihat dengan berbagai dukungan kebijakan terkait permasalahan
tersebut, antara lain:
a. Undang-Undang nomor 7 tahun 1984 tentang Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All
Forms of Discrimination Againts Women /CEDAW);
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (PKDRT);
c. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang nomor 21
tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang
mengatur hak korban untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan dan sosial,
pemulangan dan reintegrasi sosial apabila korban mengalami penderitaan fisik dan
psikis.
Pada tahun 2015 BAPENAS telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional
Perlindungan Anak (RAN-PA) 2015-2019 yang didalamnya memuat penjabaran lebih
rinci atas pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015- 2019 untuk mencapai sasaran pembangunan perlindungan anak.
Sejalan dengan hal tersebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak
pada tahun yang sama telah meluncurkan Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan
terhadap Anak 2016-2020 (STRANAS PKTA 2016-2020) untuk mencegah dan
merespon segala bentuk kekerasan terhadap anak secara sistematis, terintegrasi,
berbasis bukti, terkoordinasi, partisipatoris, dan berbasis pada kepentingan terbaik
bagi anak.Kemudian pada tahun 2013, diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi Layanan Kesehatan untuk
Memberikan Informasi atas Adanya Dugaan Kekerasan terhadap Anak.
Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya peningkatan pelayanan
kesehatan bagi korban KtP/A melalui sosialisasi/pelatihan/orientasi secara berjenjang
di 34 provinsi dalam upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap
Perempuan dan Anak (PP-KtP/A). Namun kegiatan tersebut masih dilaksanakan
secara terpisah antara penatalaksanaan korban kekerasan terhadap perempuan dengan
anak. Oleh karena itu sejak tahun 2013 Kementerian Kesehatan berupaya melakukan
integrasi kurikulum dan modul pelatihan KtP dan KtA. Upaya ini sesuai dengan
adanya perubahan struktur organisasi sesuai dengan Permenkes No 64/ Menkes/ Per/
VIII/ 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Hal ini
dilakukan untuk mendukung pengembangan Puskesmas mampu tatalaksana PP-KtP
dan PP-KtA yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dan kedepannya akan
diintegrasikan menjadi Puskesmas mampu tata laksana PPKtP/A. Dengan demikian,
dalam upaya pengembangan Puskesmas PP-KtP/A dan Rumah Sakit yang memiliki
unit Pusat Kesehatan Terpadu/PKT atau Pusat Pelayanan Terpadu/PPT, perlu
dilakukan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan di Puskesmas agar mampu tata
laksana melalui pelatihan pelayanan kesehatan bagi korban KtP/A, termasuk TPPO.
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan tatalaksana kasus
KtP/A termasuk TPO di Puskesmas sesuai dengan standar
b. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti proses pelatihan, peserta mampu:
a) Menjelaskan aspek hukum dan etika KtP/A termasuk TPPO
b) Melakukan deteksi dini terhadap korban KtP/A termasuk TPPO
c) Melakukan tatalaksana korban KtP/A termasuk TPPO sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan
d) Melakukan jejaring dan mekanisme rujukan pelayanan KtP/A termasuk TPPO
e) Melakukan pencatatan dan pelaporan pelayanan KtP/A termasuk TPPO
C. PESERTA
Peserta adalah tenaga kesehatan berjumlah 30 orang (dokter umum, perawat atau
bidan) berasal dari tiap puskesmas di Wilayah Kabupaten Merauke, diutamakan
pegawai tetap dan tidak akan dimutasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun setelah
pelatihan dan bersedia mengikuti pelatihan secara penuh.
Setelah mengikuti Pelatihan akan menjadi Penanggung Jawab Pelayanan Kesehatan
bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk TPPO.
D. NARA SUMBER
a. Kriteria Nara Sumber :
a) Berpengalaman dalam bidang PP-KtP/A termasuk TPPO.
b) Menguasai materi yang akan disampaikan.