Anda di halaman 1dari 9

Filsafat Ilmu

S2-Teologi
Dosen Pengampuh:
Dr. Heldy Jerry Rogahang M.Th
Dr. Netanel Fredriek Kaunang M.Pd
Satria Mahardhika
(230402025)
NO. Indikator Filsafat Filsafat Ilmu
1. Definisi Mempertanyakan asal-usul, Mempertanyakan dasar, metode,
makna, dan sifat realitas. dan sifat pengetahuan ilmiah.
2. Objek kajian Holistic Partikularilistik
3. Konteks Nilai dan Moral Objektif (Bebas Nilai)
4. Tujuan Mencari pemahaman yang
mendalam tentang Menganalisis struktur dan sifat
pertanyaan-pertanyaan pengetahuan ilmiah.
filosofis.
5. Metode Argumentasi, refleksi, Analisis logis, observasi,
pemikiran kritis, dan eksperimen, dan pengujian
pemahaman konsep hipotesis.
6. Sampel Tokoh Plato, Aristoteles, Immanuel Karl Popper, Thomas Kuhn,
Kant. Ludwik Fleck.

Matrix
Filsafat dan Filsafat Ilmu

Sinopsis Filsafat Ilmu


Data Buku

Judul Buku Filsafat Ilmu

Penulis Dr. Cecep Sumarna

Penerbit CV. Mulia Press, Bandung

Tahun Terbit 2008

Tebal Buku 271 halaman

Isi Buku
Mengapa Filsafat Ilmu
Sebelum membahas lebih jauh tentang filsafat ilmu, maka penulisan dalam buku ini
diawali dengan pertanyaan mengapa filsafat ilmu ? Tentu saja dari maksud diawali dengan
pertanyaan tersebut, bahwa penulis berusaha mengajak pembacanya untuk lebih tertarik
guna mengenal dan mendalami filsafat ilmu, serta membenarkan beberapa kekeliruan
pandangan terhadap filsafat ilmu, dan menyatakan bahwa filsafat ilmu bukanlah ilmu
filsafat.

Filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi lainnya, juga dapat
menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi lainnya juga dapat berfungsi sebagai cara kerja
akhir ilmuwan . ”Sombongnya”, filsafat sering disebut sebagai induk ilmu (mother of
science) dan sekaligus menjadi pamungkas keilmuan yang dalam beberapa hal tidak dapat
diselesaikan oleh ilmu.

Kenapa demikian ? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan


dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai
pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukkan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu
pun yang lepas dari filsafat atau serendahnya tidak tidak terkait dengan persoalan filsafat.
Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat yang
khusus mengkaji ilmu pengetahuan. Rumusan ilmu dimaksud disebut filsafat pengetahuan,
yang berkembang dalam cabang baru yang disebut sebagai filsafat ilmu.

Sejarah Ilmu Pengetahuan

Sejarah ilmu pengetahuan yang dimulai dari cara berpikir manusia yang berbau
mistik. Yunani Kuno memiliki peranan penting dalam melakukan proses perubahan
paradigm berpikir manusia dari sesuatu berbau mistik ke dunia ilmu, dunia logika, dunia
factual, dunia terukur. Para filosof besar Yunani Kuno seperti Socrates, Plato, dan
Aristoteles, mampu membalikkan mitos atau mistik menjadi ilmu. Yunani kuno didukung
kuat dan luasnya aspek mitos di kalangan masyarakat. Harus pula diakui, bahwa mitos
dapat menjadi perintis filsafat. Melalui mitos, manusia mampu melakukan percobaan untuk
mengerti tentang sesuatu secara filosofis-spekulatif,

Mite (kata besar dari mitos) dapat mencari keterangan tentang asal usul alam
semesta dan kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite mampu memberikan jawaban
atas sejumlah pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta. Jawaban yang diberikan
mite atas pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta ini, secara teoretik kemudian
disebut dengan kosmogonis. Ketika sudah menjadi kajian kosmogonis, tentu tidak lagi
murni mistik Tetapi sedikit banyak sudah filosofis sekaligus sedikit banyak ilmiah, dan
lahirlah ilmu pengetahuan.

Mengenal Filsafat

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philosophos, terstruktur dari
kata philos dan Sophia atau philos dan shopos. Philos berarti cinta, dan sophia atau shopos
berarti kebijaksanaan, pengetahuan tertinggi, hikmah. Dalam arti yang agak umum, filsafat
dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam pikiran manusia
tentang berbagai kesulitan yang dihadapinya, serta berusaha untuk menemukan solusi yang
tepat. Misalnya ketika kita menanyakan : “Siapa kita? Darimana kita berasal ? Mengapa
kita ada di suatu tempat ? Kemana kita akan pergi dan berlalu ? Apa yang dimaksud dengan
kebenaran dan kebathilan ? Dan apakah yang dimaksud dengan kebaikan dan kejahatan ?
Filsafat dapat juga diartikan dalam arti yang khusus. Dalam arti ini, kata filsafat
biasanya bersinonim dengan sistem dari sebuah madzhab tertentu dalam filsafat. Misalnya,
filsafat dirangkaikan dengan salah seorang filosof, seperti filsafat Aristoteles atau filsafat
Plato. Rangkaian kata filsafat dengan nama seorang filosof tertentu mengindikasikan
bahwa setiap filosof dengan aktivitas filsafat yang dilakukannya bermaksud membangun
suatu bentuk penafsiran yang lengkap dan menyeluruh terhadap segala sesuatu yang
diyakini kebenarannya oleh filosof tertentu itu.

Ciri berpikir filsafat dengan ciri-ciri sebagai berikut : radikal, sistemik, universal
dan spekulatif. Berpikir radikal artinya berpikir sampai ke akar persoalan. Sistemik adalah
berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah, penuh kesadaran, berurutan dan
penuh rasa tanggung jawab. Universal artinya berpikir secara menyeluruh tidak terbatas
pada bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek, yang konkret dan abstrak
atau yang fisik dan metafisik. Terakhir, spekulatif, karena seorang filosof memiliki cara
berpikir yang spekulatif, maka seorang filosof terus melakukan ujicoba dan memberikan
pertanyaan terhadap kebenaran yang dianutnya.

Metafisika

Dalam filsafat ilmu, metafisika perlu dibahas, karena memiliki nilai guna sebagai
bahan studi atau pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari
keadaan atau kenyataan yang tampak nyata dan variatif. Melalui pengkajian dan
penghayatan terhadap metafisika, manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan
moralitas hidup.

Hubungan antara metafisika dengan filsafat ilmu dapat diibaratkan seperti hubungan
dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan meski gampang dibedakan. Filsafat ilmu
membincangkan persoalan metafisika lebih karena hampir tidak ada ilmupun yang terlepas
dari persoalan metafisika. Bahkan dalam banyak hal, ilmu dan pengkaji ilmu (ilmuwan)
yang kering makna metafisika akan berakibat pada keringnya makna ilmu itu sendiri. Tentu
ini subjektif, tetapi kelihatannya sangat sulit ditolak.
Sumber Ilmu Pengetahuan

Sumber ilmu pengetahuan yang menjadi kajian adalah aspek-aspek yang mendasari
lahirnya ilmu. Aspek-aspek tadi, mungkin telah memperlihatkan perkembangan yang ada
atau mungkin muncul di tengah kehidupan manusia. penekanan tentang pentingnya
mengkaji sumber ilmu pengetahuan didasarkan atas : 1) Adanya perbedaan pandangan di
kalangan filosof dan saintis tentang apa yang menjadi sumber ilmu ; dan 2) Perbedaan ini
ternyata berkonsekwensi pada perbedaannya paradigma yang dianut masing-masing
komunitas masyarakat dalam memandang dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan.

Dilihat dari sejarah, lahirnya sumber ilmu pengetahuan seperti terlihat dalam corak
ilmu pengetahuan Barat kontemporer, namun sebenarnya berakar dari tradisi dialektis
filosof Yunani pada abad kelima dan keempat sebelum masehi. Perlu diketahui pula, ada
cara lain yang juga dapat disebut sebagai sumber pengetahuan, yaitu intuisi dan wahyu.
Kelompok yang menganggap bahwa intuisi dan wahyu dapat menjadi sumber pengetahuan
adalah mereka yang masih menjunjung tinggi peranan wujud tertentu di laut dzat atau
benda fisik yang tampak dan dapat dibuktikan oleh alat indera manusiawi. Intuisi dapat
juga dianggap dapat menjadi sumber pengetahuan karena melalui intuisi manusia
mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tidak melalui proses penalaran tertentu.

Penalaran : Sarana Berpikir Ilmiah

Seseorang telah melakukan pentalaran dengan benar, dan karena tidak disebut telah
memiliki ciri berpikir nalar, apabila ia memperlihatkan pemikirannya yang logic dan
analytic. Logika adalah suatu kegiatan berpikir dengan menggunakan suatu pola tertentu
atau menurut logika tertentu, ketidak konsistenan dalam menggunakan alur logika, dapat
menyebabkan kekacauan penalaran. Sedangkan analitik adalah kegiatan berpikir yang
menyandarkan diri kepada logika ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu
dalam bingkai ilmiah tadi. Cara berpikir tertentu baru termasuk ke dalam suatu penalaran
yang benar, apabila ia menggunakan penalaran yang logis dan analitik.
Dalam praktisnya, serendahnya terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui
cara kerja logika. Dua cara itu adalah : induktif dan deduktif. Logika induktif diartikan
sebagai penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang
bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal
yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di
lapangan. Dalam implementasinya, kedua cara penarikan kesimpulan ini memiliki
implikasi yang amat luas, yang secara perlahan-lahan akan terurai.

Metode Berpikir Ilmiah

Metode berpikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan.
Meski tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode atau pendekatan ilmiah, tetapi
apa yang disebut dengan ilmu, harus didapatkan melalui pendekatan dan metode ilmiah.
Kaidah filsafat ilmu, bahkan disebut bahwa suatu pengetahuan, baru dapat disebut sebagai
ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui kerangka kerja ilmiah. Salah satu cara
kerja ilmiah dimaksud disebut metode ilmiah.

Dengan menggunakan metode berpikir ilmiah, manusia terus menerus


mengembangkan pengetahuannya. Dengan metodenya manusia terus memperoleh
kenikmatan dan kebahagiaan hidup. Perspektif ini oleh sang penulis buku ini dikatakan
hanya akan terwujud sikap ingin tahu manusia dan itu semua dilakukan melalui metode
berpikir tertentu yang disebut dengan metode berpikir ilmiah. Manusia memiliki sifat
ketergantungan yang luar biasa terhadap pengetahuan. Sifat ingin tahu yang melekat pada
diri manusia, telah mendorong manusia untuk mengungkapkan pengetahuan, meski dengan
berbagai cara dan pendekatan yang digunakan.

Yang perlu kita ketahui dalam hal ini, bahwa secara historis, ada empat cara
manusia memperoleh pengetahuan, yaitu : 1) Berpegang pada suatu yang telah ada (metode
keteguhan); 2) Merujuk kepada pendapat ahli (metode otoritas); 3) Berpegang pada
intuisi (metode intuisi), dan ; 4) menggunakan metode ilmiah.

Menyusun Proposal Penelitian


Kegiatan ilmiah, biasanya dilakukan melalui penelitian. Sebuah penelitian biasanya
diawali dari penyusunan proposal atau rencana penelitian Langkah-langkah dimaksud
adalah : latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, menyusun kerangka teoritis, metode penelitian, menyusun laporan penelitian,
dan menyusun kesimpulan. Selain susunan di atas, dalam penelitian juga dilengkapi oleh
abstrak, daftar pustaka dan riwayat hidup peneliti.

Etika

Etika adalah salah satu unsure penting yang terdapat dalam teori nilai. Kata teori
nilai yang terdiri dari dua suku kata, yakni teori dan nilai itu, tampaknya merupakan
terjemahan dari bahasa Yunani, logos (akal dan teori) dan aksios (nilai atau suatu yang
berharga). Para ahli filsafat sering menyebut teori nilai sama dengan aksiologi. Seperti
diketahui bahwa aksiologi merupakan bagian dari tiga cabang besar filsafat ilmu, yakni :
ontology, epistemology dan aksiologi. Aksiologi sering disebut sebagai ilmu yang
melakukan penyelidikan mengenai kodrat, criteria dan status metafisik dari nilai.

Nilai disebut aksiologi, karena cabang filsafat ini menyelidiki hakikat nilai ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan. Louis O. Kattsoff menyebutkan beberapa cabang
pengetahuan yang terkait dengan masalah nilai, atau setidaknya berkeperluan terhadap
nilai. Nilai dimaksud seperti ekonomi, etika, estetika, filsafat agama dan epistemology
kebenaran. Bidang –bidang ini menurut Kattsoff, mesti dibingkai dalam kaidah nilai. Sebab
betapapun tingginya capaian fisik yang dihasilkan dari basis keilmuan di atas, ia tetap akan
kehilangan nilai substantifnya, tanpa nilai yang mengidealisir system bangunannya.

Bagaimana nilai harus diterapkan ketika berhadapan dengan wilayah keilmuan?


Apakah nilai dapat disusun dalam rumusan tunggal sehingga diakui bahwa nilai itu
mengandung makna universalnya atau tidak ? Lalu bagaiman ilmuwan dan kita semua
bersikap ketika fakta menunjukkan bahwa penilaian terhadap nilai itu subjektif? Sebatas
mana pula subjektivitas itu ditoleransi?

Estetika
menarik tidak untuk tertarik, mencintai tidak untuk memiliki, memiliki tidak untuk
mencintai, memiliki tidak untuk menikmati, bahkan menikmati tak berarti harus mencintai
dan memiliki. contoh-contoh penilaian estetika dari kaum adam terhadap kaum hawa yang
di dalam penilaian tersebut tidak terlepas dari penilaian yang subjektif. Namun, yang perlu
kita perhatikan dalam estetika adalah bahwa estetika merupakan bagian dari tritunggal,
yakni teori tentang kebenaran (epistemologi), kebaikan dan keburukan (etika) dan
keindahan itu sendiri (estetika). Estetika misalnya berbicara mengenai hakikat keindahan.
Selain itu, estetika juga berbicara tentang teori mengenai seni. Seni yang melukiskan
bahasa perasaan.

Dengan demikian, estetika berarti suatu teori yang meliputi : 1) Penyelidikan


mengenai yang indah; 2) Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni; dan
3) Pengalaman yang bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau
perenungan terhadap seni.

Bahasa & Notasi Ilmiah

Di lautan yang teduh, setiap orang kemungkinan dapat menjadi nakhoda perjalanan.
Kalimat ini menjadi awal tulisan dalam bab ini, yang pada hakekatnya penulis buku ini
ingin mengutarakan tentang fungsi bahasa dalam komunikasi. Setiap komunikasi, pasti
menggunakan bahasa. Bahasa adalah sarana berpikir. Bahasa berguna untuk menjadi alat
komunikasi dalam menyampaikan jalan pikiran dirinya kepada orang lain. Melalui bahasa,
manusia tidak mungkin berpikir secara sistematis. Bahasa memiliki peranan penting dalam
kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia mampu melakukan abstraksi sekaligus
simbolisasi dari realitas faktual empiris ke dalam dunia ide.

Bahasa dapat mendorong manusia melakukan proses transformasi. Melalui bahasa,


manusia dapat melakukan proses berpikir dengan cara menarik realitas factual ke dalam
dunia ide, meski objek-objek faktual dimaksud tidak lagi factual-empiris dan telah berada
di luar jangkauan dirinya. Melalui bahasa manusia dapat melakukan komunikasi apa saja
dari satu subjek kepada objek lain. Bahasa itu sendiri kadang tertuang dalam bentuk tulisan.
Sehingga penulis buku ini, Di dalam tulisan ilmiah, mensyaratkan adanya notasi ilmiah. Ia
berfungsi untuk menjadi alat ukur penegakkan prinsip kejujuran ilmiah. Prinsip dasarnya,
setiap pemikiran tidak pernah berdiri sendiri, sebagai sesuatu yang benar-benar baru.
Setiap pengetahuan selalu dan pasti merupakan tumpukan dan lanjutan dari satu item
kepada item lain.

Ada tiga bentuk sistem notasi ilmiah. Ketiga bentuk dimaksud adalah : Pertama,
harus teridentifikasi dari siapa penulis melakukan rujukan. Kedua, media atau alat
komunikasi yang dijadikan oleh mereka yang pikirannya disadur. Ketiga, juga harus jelas
lembaga yang menerbitkan tulisan mereka yang oleh penulisan pikirannya disadur. Masuk
dalam ranah ini, termasuk tahun penerbitan dan halaman berapa mereka menulis.

Referensi

Hasan, Erliana. 2011. Filsafat Ilmu Dan Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia: Bogor

Juneman dan Yosef Dedy Pradipto. Filsafat Ilmu sebagai Landasan Holistis Pengembangan
Ilmu Psikologis. Jurnal Humaniora, Vol.4 No.1 April 2013: 539-546

Osborn Richard, 2001, (terj), Filsafat untuk Pemula, Yogyakarta, Penerbit Kanisius

Rapar, Jan Hendrik. 2000. Pengantar Filsafat. Kanisius: Yogyakarta

Salam, Burhanuddin. 2012. Pengantar Filsafat. PT Bumi Aksara: Jakarta

Semiawan, Setiawan, Yufiarti. 2005. Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan


Ilmu Sepanjang Zaman. Teraju: Jakarta

Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. CV. Mulia Press: Bandung

Surajiyo. 2007. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. PT. Bumi Aksara: Jakarta

------------. 2016. Filsafat Ilmu Dan Perkembangan Di Indonesia. PT Bumi Aksara: Jakarta,

Anda mungkin juga menyukai