Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEBIJAKAN TENTANG PENCEGAHAN DAN


PEMBERANTASAN KORUPSI

DOSEN PENGAMPUH : BERTHYNA ADHERLINE TUKKENG S. Pd.,M.M

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 :
1. YUNITA PONGLAYUK
2. YUSPIN
3. ANDI’ WIWIL HARIMURTI
4. SRIYENI YANTI SUANGLANGI’
5. TRIMEIKE ANDAI
6. MEUNIKE SURI SONGLO
7. VELENTINO ADIPRATAMA
8. SISILIA NOVITA BATE

AKADEMI KESEHATAN SINAR KASIH TORAJA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMI 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
penyertaannyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kebijakan Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi”. Kami sadar bahwa
makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami harap kritik
dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun dan memotifasi agar menjadi
pengembangan dimasa depan.

Makale 18 september 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................
DAFTAR ISI.............................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.........................
1.2 Rumusan Masalah................................
1.3 Tujuan.........................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi..............................
2.2 Gambaran Umum Korupsi di Indonesia..............
2.3 Persepsi Masyarakat tentang Korupsi.............
2.4 Fenomena Korupsi di Indonesia...................
2.5 Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
2.6 Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak
dipublikasikan di media massa maupun maupun media cetak. Tindak
korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara
yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan
kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini
tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat
yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak
korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan membahas tentang
korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai
berikut :
a) Apa yang dimaksud dengan korupsi?
b) Apasajakah Bentuk, jenis, ciri-ciri, sebab-sebab, dampak serta
c) langkah-langkah pemeberantasan korupsi?
d) Bagaimana gambaran umum tentang korupsi di Indonesia ?
e) Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
f) Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
g) Bagaimana peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi ?
h) Upaya apa yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut :
a) Mengetahui pengertian dari korupsi.
b) Mengetahui Bentuk, jenis, ciri-ciri, sebab-sebab, dampak serta
c) langkah-langkah pemeberantasan korupsi
d) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di
e) Indonesia.
f) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
g) Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
h) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
i) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan
korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin corruption yaitu dari kata


kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok.secara haflah, korupsi diartikan sebagai
perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawi
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memeperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahguakan publik yang dipercayakan kepada mereka.

1. Bentuk dan jenis korupsi


Mochtar Lubis membedakan korupsi dalam tiga jenis yaitu sebagai
berikut
a. Penyuapan, apabila seorang pengusaha menawarkan uang
atau
b. jasa lain kepada seseorang atau aparat negara untuk suatu jasa
c. bagi pemberi uang
d. Pemerasan, apabila orang yang memegang kekuasaan
menuntut
e. membayar uang atau jasa lain sebagai ganti atas imbal balik
f. fasilitas yang diberikan.
g. Pencurian, apabila orang yang berkuasa menyalahgunakan
h. kekuasaan dan mencuri harta rakyat, langsung atau tidak
langsung.
Adapun Syed Hussein Alatas menyebutkan tiga tipe fenomena dalam
korupsi yaitu penyuapan, pemerasan dan nepotisme.

2. Ciri-ciri Korupsi
Menurut Syed Hussein Alatas, ciri-ciri korupsi adalah sebagai
berikut.
a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang
b. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal
balik
d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya
berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung
dibalik pembenaran hukum.
e. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang
menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka
yang mampu untuk memengaruhi keputusan-keputusan itu.
f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya
pada badan publik atau masyarakat umum.
g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan
kepercayaan.

3. Sebab-sebab Korupsi
Menurut Syed Hussein Alatas antara lain :
a. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku
antikorupsi
b. Kemiskinan
c. Kurangnya pendidikan
d. Tiadanya tindak hukum yang tegas
e. Struktur pemerintah
f. Perubahan radikal
g. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika
h. Keadaan masyarakat.

4. Dampak Korupsi
Bidang Kehidupan
 Hukum
Dampak Korupsi
a. Sistem hukum tidak lagi berdasarkan pada prinsip-prinsip
keadailan hukum
b. Besarnya peluang eksekutif mencampuri badan peradilan.
c. Hilangnya kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat
d. Sistem hukum dan peradilan dapat dikendalikan dengan uang
e. Hilangnya perlindungan hukum terhadap rakyat terutama
rakyat miskin
f. Peradilan dan kepastian hukum menjadi bertele-tele karena
disalahgunakan oleh aparat penegak hukum.

 Politik
a. Terpusatnya kekuasaan pada pejabat negara tertentu
(pemeritah pusat)
b. Daerah dan pemerintah daerah sangat bergantung pada
pemerintah pusat.
c. Lemahnya sikap dan moralitas para penyelenggara negara
d. Terhambatnya kaderisasi dan pengembangan sumber daya
manusia indonesia.
e. Terjadinya ketidakstabilan politik karena rakyat tidak percaya
terhadap pemerintah.
f. Diabaikannya pembangunan nasional karena penyelenggara
negara disibukkan dengan membuat kebijakan popilis bukan
realistis.

 Ekonomi
a. Pembangunan dan sumber-sumber ekonomi dikuasai orang
yang berada di lingkaran kekuasaan.
b. Munculnya para pengusaha yang mengandalkan kebijakan
pemerintah bukan berdasarkan kemandirian.
c. Rapuhnya dasar ekonomi nasional karena pertumbuhan
ekonomi bukan didasarkan pada kondisi sebenarnya
d. Munculnya para konglomerat yang tidak memiliki basis
ekonomi kerakyatan.
e. Munculnya spekulan ekonomi yang menjatuhkan ekonomi
secara keseluruhan
f. Hilangnya nilai moralitas dalam berusaha, yakni
diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang sangat
merugikan pengusaha menengah dan kecil.
g. Terjadinya tindak pencucian uang

 Sosial Budaya
a. Hilangnya nilai-nilai moral sosial
b. Hilangnya figur pemimpin dan contoh teladan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
c. Berkurangnya tindakan menjunjung tinggi hukum,
berkurangnya kepedulian dan kesetiakawanan
d. Lunturnya nilai-nilai budaya bangsa.

5. Langkah-langkah Pemberantasan Korupsi


Upaya yang dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
a. Pemberlakuan berbagai UU yang mempersempit peluang
korupsi
b. Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk
mencegah korupsi
c. Pelaksanaan sistem rekruitmen aparat secara adil dan
terbuka
d. Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga independen
masyarakat untuk memantau kinerja para penyelenggara
negara
e. Pemberian gaji dan kesejahteraan pegawai yang memadai.

Cara yang kedua yang ditempuh untuk menindak lanjuti korupsi


adalah :
a. Pemberian hukum secara sosial dalam bentuk isolasi kepada
para koruptor
b. Penindakan secara tegas dan konsisten terhadap setiap aparat
hukum yang bersikap tidak tegas dan meloloskan koruptor
dari jerat hukum
c. Penindakan secara tegas tanpa diskriminasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap para
pelaku korupsi
d. Memberikan tekanan langsung kepada pemerintah dan
lembaga- lembaga penegak hukum untuk segera memproses
secara hukum para pelaku korupsi.
Salah satu langkah nyata dalam upaya pemberantasan korupsi
secara represif adalah dengan ditetapkannya UU No. 46 Tahun 2003
tentang Pengendalian Tindak Pidana Korupsi. Hakim dalam
pengadilan tindak Pidana Korupsi terdiri dari hakim ad hoc yang
persyaratan dan pemilihan serta pengangkatannya berbeda dengan
hakim pada umumnya. Keberadaan hakim ad hoc diperlukan karena
keahliannya sejalan dengan kompleksitas perkara tindak pidana
korupsi, baik yang menyangkut modus operandi, pembuktian, maupun
luasnya cakupan tindak pidana korupsi yang antara lain di bidang
keuangan dan perbankan, perpajakan, pasar modal , pengadaan
barang dan jasa pemerintah.

2.2 Gambaran Umum Korupsi di Indonesia

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
“Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin
langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata. Pada era Orde
Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi
Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi
korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang- Undang tersebut
gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999. Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan
pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi
di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis
politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya
menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim
Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan
pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut
akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 &
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara
yang Bersih & Bebas dari KKN.
2.3 Persepsi Masyarakat tentang Korupsi

Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan


koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak
acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi
apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-
berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi
dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah
“penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan
saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-
tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun
1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan
koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan
sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan
keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.

2.4 Fenomena Korupsi di Indonesia

Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang


contohnya Indonesia ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber
daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan
oleh mudahnya “ok-num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh
kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan,
kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik,
namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan
pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.

Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai


berikut :
a) Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan
ideologinya sering beru-bah-ubah sesuai dengan kepentingan
politik saat itu.
b) Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi
daripada kepenting-an umum.
c) Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya
berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan
mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan
pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para
korup.
e) Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada
beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan
kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar
(rakyat).
f) Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu
sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis.
g) Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin
meningkatnya ja-batan dan hirarki politik kekuasaan.

2.5 Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan


dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk
mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan
komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi
para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
a. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
b. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector
dengan mewujudkan good governance.
c. Membangun kepercayaan masyarakat.
d. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi
besar.
e. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

2.6 Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas


tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
2.6.1 Upaya Pencegahan (Preventif)

a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan


mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui
pendidikan formal, informal dan agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana
dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai
dan ada jaminan masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin
kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki
tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang
efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi
pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen
beserta jawatan di bawahnya.

2.6.2 Upaya Penindakan (Kuratif)

Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti


melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang
dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk
Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia
diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen
keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway
pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang
merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment
dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group
melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit
BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara
Probosutedjo.
i) Menetapkan SEO rang bupati di Kalimantan Timur sebagai
tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang
diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

2.6.3 Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa

a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik


dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari
pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek
hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan
berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk
kepentingan masyarakat luas.

2.6.4 Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-


pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik
mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan
orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi
melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan
praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di
tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki
pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi
internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan
didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang
menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju
organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang
terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia
yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia
2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di
Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi
keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2
sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan
Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya,
Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari
korups
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain
serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest
(ketidakjujuran).
b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-
an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di
Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami
krisis politik, sosial, kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi krisis multidimensi.
c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi
dan demonstrasi.
d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu
muncul kelom-pok sosial baru yang ingin berpolitik, namun
sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya
ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pri-badinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
e. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan
dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk
mengatasi, menanggulangi dan memberantas korup-si.
f. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya
penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya
edukasi LSM (Lembaga Swada-ya Masyarakat). \

3.2 Saran
a. Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan
korupsi di Indo-nesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
b. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasi-kannya di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

http://wawasanfadhitya.blogspot.com/2012/08/upaya-pemberantasan-
korupsi-di-indonesia.html
http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-
korupsi-di.html

Anda mungkin juga menyukai