Anda di halaman 1dari 23

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

Dosen: Muh. Saleh S, S.Pd, M.Pd, M.M

DIsusun Oleh:

JESIKA INDRIANA (2216017)


EMILIA (2216010)
ARWINI NUR IKHWAN (2216007)
TENRI HANY SALSABILA (2216036)
RISNA DARU (2216003)
MUH ASWAR AMINUDIN (2216166)

DIPLOMA III AKADEMI KEPERAWATAN


MAPPAOUDDANG MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Korupsi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak

Makassar, 28 September 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................2
B.Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C.Tujuan.................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................4
A.Pengertian korupsi............................................................................................... 4
B. Gambaran umum korupsi di indonesia................................................................6
C. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi..............................................................17
D. Fenomena Korupsi di Indonesia.......................................................................17
E. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi.....................................19
F. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi Ada...................19
BAB III PENUTUP.....................................................................................................22
KESIMPULAN....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi
setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan
terhadap sarana dan prasarana yang diperlukan guna menopang
pembangunan di bidang hukum. Dalam upaya untuk mencapai
keberhasilan pembangunan bidang hukum perlu didukung adanya
peningkatan sarana dan prasarana serta peningkatan
pendayagunaannya, pemantapan, kedudukan dan perananan badan-
badan penegak hukum merupakan pihak yang berhubungan langsung
dengan proses penegak hukumnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa antara pembangunan dan kejahatan atau pelanggaran hukum ada
hubungan yang erat. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus
meliputi juga perencanaan perlindungan masyarakat terhadap
pelanggaran hukum.

Dalam hukum pidana itu terkandung aturan-aturan yang


menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dengan
disertai ancaman berupa pidana (nestapa) dan menentukan syarat-syarat
pidana dapat dijatuhkan. Sifat publik yang dimiliki hukum pidana
menjadikan konsekuensi bahwa hukum pidana itu bersifat nasional.
Dengan demikian, maka hukum pidana Indonesia diberlakukan ke seluruh
wilayah negara Indonesia.

Di samping itu, mengingat materi hukum pidana yang sarat dengan


nilai nilai kemanusian mengakibatkan hukum pidana seringkali
digambarkan sebagai pedang yang bermata dua. Satu sisi hukum pidana
bertujuan menegakkan nilai kemanusiaan, namun di sisi yang lain
penegakan hukum pidana justru memberikan sanksi kenestapaan bagi
manusia yang melanggarnya.

Pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh Polri


dalam khususnya dalam hal penyidikan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat
(1g) UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Penyidikan tindak pidana
korupsi tidak hanya dimiliki oleh Polri, namun Kejaksaan dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memiliki kewenangan penyidikan.
B.RUMUSAN MASALAH
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah
sebagai berikut:

a) Apa yang dimaksud dengan korupsi?


b) Apa sajakah Bentuk, jenis, ciri-ciri, sebab-sebab, dampak serta
langkah-langkah pemberantasan korupsii?
c) Bagaimana gambaran umum tentang korupsi di indonesia?
d) Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi?
e) Bagaimana fenomena korupsi di indonesia?
f) Bagaimana peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi?
g) Upaya apa yang ditempuh dalam pemberantasan korupsi?

C.TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a) Mengetahui pengertian dari korupsi.
b) Mengetahui bentuk,jenis,ciri-ciri,sebab-sebab,serta langkah-langkah
pemberantasan korupsi.
c) Mengetahui gabaran umum tentang korupsi yang ada di indonesia.
d) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
e) Mengetahui fenmena korupsi di indonesia.
f) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
g) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan
korupsi.
BAB II

PEMBAHASAN

Abstrak
Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi, tidak hanya
merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga
tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Selain itu, untuk
lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran
hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas
tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

A.Pengertian korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin corruption yaitu dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok.secara haflah, korupsi diartikan sebagai perilaku pejabat publik,
baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalah gunakan publik yang dipercayakan kepada
mereka.

1.Bentuk dan jenis korupsi

korupsi Mochtar Lubis membedakan korupsi dalam tiga jenis yaitu


sebagai berikut:

A. Penyuapan, apabila seorang pengusaha menawarkan uang atau


jasa lain kepada seseorang atau aparat negara untuk suatu jasa
bagi pemberi uang.
B. Pemerasan,apabila orang yang memegang kekuasaan menuntut
membayar uang atau jasa lain sebagai ganti atas timbal balik
fasilitas yang diberikan.
C. Pencurian,apabila orang yang berkuasa menyalahgunakan
kekuasaan dan mencari harta rakyat,langsung atau tidak langsung.

2.Ciri-ciri korupsi
Korupsi Menurut Syed Hussein Alatas, ciri-ciri korupsi adalah
sebagai berikut:
A. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
B. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
C. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal
balik.
D. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya
berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung
dibalik pembenaran hukum.
E. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan
keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk
memengaruhi keputusan-keputusan itu.
F. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada
badan publik atau masyarakat umum.
G. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianat kepercayaan.

3.Sebab-sebab korupsi
Menurut Syed Hussein Alatas antara lain :
a. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku antikorupsi.
b. Kemiskinan.
c. Kurangnya pendidikan.
d. Tiadanya tindak hukum yang tegas.
e. Struktur pemerintah.
f. Perubahan radikal.
g. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
h. Keadaan masyarakat.

4.Langkah-langkah pemberantasan korupsi


Upaya yang dapat dilakukan dengan langkah-langkah :

A. Pemberlakuan berbagai UU yang mempersempit peluang


korupsi.
B. Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk
mencegah korupsi.
C. Pelaksanaan sistem rekruitmen aparat secara adil dan terbuka.
D. Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga independen
masyarakat untuk memantau kinerja para penyelenggara
negara.
E. Pemberian gaji dan kesejahteraan pegawai yang memadai.

Cara yang kedua yang ditempuh untuk menindak lanjuti


korupsi adalah :

A. Pemberian hukum secara sosial dalam bentuk isolasi kepada


para koruptor
B. Penindakan secara tegas dan konsisten terhadap setiap aparat
hukum yang bersikap tidak tegas dan meloloskan koruptor dari
jerat hukum
C. Penindakan secara tegas tanpa diskriminasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap para
pelaku korupsi
D. Memberikan tekanan langsung kepada pemerintah dan lembaga-
lembaga penegak hukum untuk segera memproses secara
hukum para pelaku korupsi.

Salah satu langkah nyata dalam upaya pemberantasan


korupsi secara represif adalah dengan ditetapkannya UU No. 46
Tahun 2003 tentang Pengendalian Tindak Pidana Korupsi.
Hakim dalam pengadilan tindak Pidana Korupsi terdiri dari hakim
ad hoc yang persyaratan dan pemilihan serta pengangkatannya
berbeda dengan hakim pada umumnya. Keberadaan hakim ad
hoc diperlukan karena keahliannya sejalan dengan kompleksitas
perkara tindak pidana korupsi, baik yang menyangkut modus
operandi, pembuktian, maupun luasnya cakupan tindak pidana
korupsi yang antara lain di bidang keuangan dan perbankan,
perpajakan, pasar modal,pengadaan barang dan jasa
pemerintah.

B. Gambaran umum korupsi di indonesia


Korupsi di Indonesia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun
1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti
dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228
Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum
membuahkan hasil nyata.

Para Era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971


dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib),namun dengan kemajuan iptek,
modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-
Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya


sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia
semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik,
sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi
krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim
Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan
pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).Tuntutan tersebut
akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 &
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.

Dasar Hukum :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang

Dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana;

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Negara yang Bebas dari Korupsi

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

5. UU ini mengatur tentang :Beberapa ketentuan dan penjelasan

pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut:

6. Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga

rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi

Pasal angka 1 Undang-undang ini;


7. Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,

Pasal 11, dan Pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu

pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi

langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-

masing pasal Kitab Undang- undang Hukum Pidana yang diacu;

8. Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni

Pasal 12 A, Pasal 12 B, dan Pasal 12 C;

9. Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal baru

menjadi Pasal 26 A;

10. Pasal 37 dipecah menjadi 2 (dua) pasal yakni menjadi Pasal 37

dan Pasal 37 A;

11. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 ditambahkan 3 (tiga) pasal baru

yakni Pasal 38 A, Pasal 38 B, dan Pasal 38 C;

12. Di antara Bab VI dan Bab VII ditambah bab baru yakni Bab VI A

mengenai Ketentuan Peralihan yang berisi 1 (satu) pasal, yakni

Pasal 43 A yang diletakkan di antara Pasal 43 dan Pasal 44;

13. Dalam BAB VII sebelum Pasal 44 ditambah 1 (satu) pasal baru

yakni Pasal 43 B.

Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yang


diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
pada tahun 1999, telah diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab
korupsi di Indonesia terdiri atas 4 (empat) aspek, yaitu:

Aspek perilaku individu


faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi
seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan,
penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar,
kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau
tidak mau bekerja keras, serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama
secara benar ;
Aspek organisasi
kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang
tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem
pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi perbuatan
korupsi yang terjadi dalam organisasi ;
Aspek masyarakat
berkaitan dengan lingkungan masyarakat di mana individu dan
organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif
untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling
dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka
sendiri terlibat dalam praktik korupsi, serta pencegahan dan
pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut
berperan aktif. Selain itu adanya penyalahartian pengertian-pengertian
dalam budaya bangsa Indonesia.

Aspek peraturan perundang-undangan


yaitu terbitnya peraturan perundang-undangan yang bersifat
monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni
penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang
memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang
terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta
lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi
adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi
komitmen seluruh rakyat secara konkrit, Lembaga Tertinggi Negara,
serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut telah diwujudkan
dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan di
antaranya sebagai berikut:

Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara


Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme:
1) Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme;
2) Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
3) yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20
tahun 2001.
4) Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 31
5) tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
6) Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
7) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999
tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara. Disamping itu Pemerintah dan
DPR sedang memproses penyelesaian Rancangan Undang-
undang tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan


komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi
bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus
diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk
meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah
dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif,
detektif dan represif, yang dilaksanakan secara intensif dan terus
menerus. BPKP dalam buku SPKN yang telah disebut di muka, telah
menyusun strategi preventif, detektif dan represif yang perlu dilakukan,
sebagai berikut :

1. Strategi Preventif
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi
dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor
penyebab atau peluang korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan
dengan:
a) Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;
b) Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di
bawahnya
c) Membangun kode etik di sektor publik ;
d) Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan
asosiasi bisnis
e) Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
f) Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM)
dan peningkatan
g) kesejahteraan Pegawai Negeri ;
h) Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan
akuntabilitas
i) kinerja bagi instansi pemerintah;
j) Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian
manajemen;
k) Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara
(BKMN)
l) Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;
m) Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara
nasional;

2. Strategi Detektif
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya
perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan :
a) Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari
masyarakat;
b) Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan
tertentu;
c) Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi
publik;
d) Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti
pencucian uang di masyarakat internasional ;
e) Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ;
f) Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak
pidana korupsi.

3. Strategi Represif
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses
perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :
a) Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ;
b) Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman
koruptor besar (Catch some big fishes);
c) Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang
diprioritaskan untuk diberantas ;
d) Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ;
e) Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara
korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus ;
f) Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak
pidana korupsi secara terpadu ;
g) Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta
analisisnya;
h) Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas
penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS
dan penuntut umum.

Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi KPK untuk Visi


Indonesia Bebas dari Korupsi
Memberantas korupsi di Indonesia bukan pekerjaan mudah dan
perlu kerja berkelanjutan yang melibatkan semua pihak. Ada tiga
strategi pemberantasan korupsi yang tengah dijalankan di
Indonesia, KPK menyebutnya: Trisula Pemberantasan Korupsi
Layaknya trisula yang memiliki tiga ujung tajam, Trisula
Pemberantasan Korupsi memiliki tiga strategi utama, yaitu
Penindakan, Pencegahan, dan Pendidikan.
Sula Penindakan menyasar peristiwa hukum yang secara
aktual telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi sesuai
undang-undang. Sula ini tidak hanya mengganjar hukuman
penjara dan denda bagi para pelaku korupsi, tapi juga
memberikan efek jera bagi para korupsi dan masyarakat.
Sementara Sula Pencegahan adalah perbaikan sistem untuk
menutup celah-celah korupsi, dilengkapi oleh sosialisasi dan
kampanye antikorupsi melalui Sula Pendidikan.
Trisula Pemberantasan Korupsi ini selalu digaungkan oleh
para Pimpinan KPK dalam berbagai kesempatan. Harapannya,
Trisula akan membantu menyukseskan Visi Indonesia 2045 —
yaitu negara dengan PDB terbesar ke-5 (PDB $ 7 triliun dan
pendapatan per kapita $ 23.199) dan mengurangi kemiskinan
hingga mendekati nol.
Mari kita bahas satu per satu Trisula Pemberantasan Korupsi
KPK:

1. Sula Penindakan
Sula Penindakan adalah strategi represif KPK dalam
menyeret koruptor ke meja hijau, membacakan tuntutan,
serta menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti yang
menguatkan. Strategi ini terdiri dari beberapa tahapan,
yaitu penanganan laporan aduan masyarakat,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi.
Pengaduan masyarakat merupakan sumber informasi
yang sangat penting bagi upaya pemberantasan korupsi.
Karena itulah, KPK memperkuat whistleblowing system
yang mendorong
masyarakat mengadukan tindak pidana korupsi.
Pengaduan masyarakat atas dugaan tindak pidana
korupsi bisa dilakukan di situs KPK.
KPK akan melakukan proses verifikasi dan penelaahan
untuk memastikan apakah sebuah aduan bisa
ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan. Di tahap
penyelidikan, KPK akan mencari sekurang-kurangnya dua
alat bukti untuk melanjutkan kasus ke proses penyidikan.
Pada tahap ini, salah satunya ditandai dengan
ditetapkannya seseorang menjadi tersangka.
Selanjutnya adalah tahap penuntutan dan pelimpahan ke
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Tahapan berikutnya
adalah pelaksanaan putusan pengadilan. Eksekusi yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dilakukan oleh
jaksa.

2. Sula Pencegahan
peluang terjadinya korupsi. Misalnya, rumitnya
prosedur pelayanan publik atau berbelitnya proses
perizinan sehingga memicu terjadinya penyuapan dan
penyalahgunaan kekuasaan. Sistem dengan celah korupsi
juga kerap terjadi pada proses pengadaan barang dan
jasa yang sarat konflik kepentingan.
Sula Pencegahan mencakup perbaikan pada sistem
sehingga meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi.
Pada strategi ini, KPK akan melakukan berbagai kajian
untuk kemudian memberikan rekomendasi kepada
kementerian atau lembaga terkait untuk melakukan
langkah perbaikan.
Di antara perbaikan yang bisa dilakukan misalnya,
pelayanan publik yang dibuat transparan melalui sistem
berbasis online atau sistem pengawasan terintegrasi. KPK
juga mendorong penataan layanan publik melalui
koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah), serta
transparansi penyelenggara negara (PN).
Untuk transparansi PN, KPK menerima laporan atas
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)
dan gratifikasi. Penyerahan LHKPN wajib dilakukan
semua penyelenggara negara. Sedangkan untuk
gratifikasi, penerima wajib melaporkan kepada KPK dalam
jangka waktu 30 hari sejak menerimanya. Jika tidak
melaporkannya, maka pegawai negeri tersebut dianggap
menerima suap.

3. Sula Pendidikan
Sula Pendidikan digalakkan dengan kampanye dan
edukasi untuk menyamakan pemahaman dan persepsi
masyarakat tentang tindak pidana korupsi, bahwa korupsi
berdampak buruk dan harus diperangi bersama.
Harus diakui, masyarakat tidak memiliki pemahaman
yang sama mengenai korupsi. Contoh paling mudah
adalah soal memberi "uang terima kasih" kepada aparat
pelayan publik yang masih dianggap hal lumrah. Padahal
uang terima kasih adalah gratifikasi yang dapat mengarah
kepada korupsi.
Melalui Sula Pendidikan, KPK ingin membangkitkan
kesadaran masyarakat mengenai dampak korupsi,
mengajak masyarakat terlibat dalam gerakan
pemberantasan korupsi, serta membangun perilaku dan
budaya antikorupsi.
Salah satu bentuk konkret edukasi anti korupsi adalah
diterbitkannya Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019
tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti
Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi. Melalui Peraturan
Menteri ini, perguruan tinggi negeri atau swasta wajib
mengadakan mata kuliah pendidikan antikorupsi untuk
para mahasiswanya. Tidak hanya bagi mahasiswa dan
masyarakat umum, pendidikan antikorupsi juga
disampaikan kepada anak-anak usia dini, sekolah dasar
hingga sekolah menengah atas. Salah satu bentuknya
dengan berbagai permainan dan tontonan anak yang
bertemakan integritas. Dengan sasaran usia yang luas
tersebut, KPK berharap, pada saatnya nanti di negeri ini
akan dikelola oleh generasi antikorupsi.

4. Semua Pihak Berperan


Tentunya Trisula Pemberantasan Korupsi tidak akan
berhasil jika hanya dilakukan oleh KPK. Membutuhkan
peran serta semua pihak untuk bisa mewujudkan negara
yang bebas dari korupsi, dari pemerintah hingga
masyarakat.
Butuh komitmen dan political will dari pemerintah dan
publik untuk menuntut standar etis dan norma yang lebih
tinggi, bahwa korupsi bukan hanya soal melawan hukum
tapi juga merusak sendi-sendi kebangsaan.
Pihak swasta yang kerap juga terlibat dalam kasus korupsi
harus juga berperan dalam strategi ini. Karena itulah,
Trisula Pemberantasan Korupsi juga diarahkan ke sektor
swasta secara proporsional.
Masyarakat sipil yang bersemangat antikorupsi dan media
massa yang independen juga menjadi salah satu kunci
memberantas korupsi di tanah air. Sinergitas KPK dengan
aparat penegak hukum lainnya, kementerian atau
lembaga, organisasi pemerintah dan non pemerintah
mesti ditingkatkan untuk mendeteksi dan menindak para
pelaku korupsi.

C. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi


Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan
koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak
acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi
apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh
beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.

Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan


korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Tema yang sering
diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita
rakyat”.Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak
tegas kepada para koruptor. Hal Ini cukup berhasil terutama saat
gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan
manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan
sistem pemerintahan secara menyeluruh,mencita-citakan keadilan,
persamaan dan kesejahteraan yang merata.

D. Fenomena Korupsi di Indonesia


Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang
contohnya Indonesia ialah:
1) Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber
daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
2) Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh
mudahnya “oknum” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan
bisnis/ekonomi, sosial, keagamaan, kedaerahan, kesukuan,dan
profesi serta kekuatan asing lainnya.
3) Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun
sebenarnya banyak diantara mereka yang tidak mampu.
4) Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan
pribadinya dengan dalih“kepentingan rakyat”.Sebagai akibatnya,
terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
a) Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan
ideologinya sering berubah-ubah sesuai dengan kepentingan
politik saat itu.
b) Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi
daripada kepentingan umum.
c) Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan
kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil
dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan
pemupukan harta dan kekuasaan.Dimulailah pola tingkah
para korup.
e) Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi
pada beberapa kelompok kecil yang menguasainya saja.
Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat
besar (rakyat).
f) Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu
sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis.
g) Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin
meningkatnya jabatan dan hirarki politik kekuasaan.
E. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas
korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu
menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN.

Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :


1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan
mewujudkan good governanre.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi
besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

F. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi Ada


Korupsi Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam
memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
A. Upaya pencegahan (preventif).
B. Upaya penindakan (kuratif).
C. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
D. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

1. Upaya Pencegahan (Preventif)


A. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan
mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui
pendidikan formal, informal dan agama.
B. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
keterampilan teknis.
C. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana
dan memiliki tanggung jawab yang tinggi.
D. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai
dan ada jaminan masa tua.
E. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin
kerja yang tinggi.
F. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki
tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang
efisien.
G. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok.
H. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi
pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah departemen
beserta jabatan di bawahnya.

2. Upaya penindakan (Kuratif)


Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang
dilakukan oleh KPK :
A. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk
Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
B. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia
diduga melakukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen
keimigrasian.
C. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway
pada Pemda DKI Jakarta (2004).
D. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang
merugikan keuangan negara Rp.10 miliar lebih (2004).
E. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment
dan placement deposito dari BI
F. kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
G. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit
BPK (2005).
H. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
I. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara
Probosutedjo.
J. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai
tersangka dalam kasus korupsi
K. Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara
sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
L. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa


A. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
B. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
C. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari
pemerintahan desa hingga ketingkat pusat/nasional.
D. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek
hukumnya.
E. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan
berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk
kepentingan masyarakat luas.

4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)


A. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-
pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada publik
mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan
orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi
melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan
praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pada tgl 21 Juni 1998 di
tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki
pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
B. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional
yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai
organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah
yang bergerak menuju organisasi yang demokratik.Publikasi
tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global.
Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota
terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang
dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada
di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia
adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia,Irak,
Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo,
Kenya, Pakistan,Paraguay, Somalia, Sudan, Angola,Nigeria,
Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas
dari korupsi
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang
negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan
pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
“penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran).
2. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun
1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun
sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir
1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemim-
pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi.
3. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan
korupsi dengan emosi dan demonstrasi.
4. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah
selalu muncul kelom-pok sosial baru yang ingin berpolitik,
namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak
mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan
kepentingan pri-badinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
5. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi
ditunjukkan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan
aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-
Undang 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,menanggulangi dan
memberantas korup-si.
6. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas
tindak korupsi di Indonesia,antara lain :upaya pencegahan
(preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi.
DAFTAR PUSTAKA

AN, R. (2012). Makalah Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia.


Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim , 1-13.
Asmoro, Y. (2011). ANALISIS STATUSDAN KEDUDUKAN KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA. Surakarta: Fokus Intermedia.
Atmasamita, R. (2004). Sekitar Malasah Korupsi: Aspek Nasional dan
Aspek Internasional. cet I Bandung: Mandar Maju.
Risnawati, N. (2016). Upayah Pemberantasan Korupsi (Stusi Komparatif
tentang Kinerja Lembaga Anti Korupsi di Indonesia dan Malaysia
Tahun 2013 dan 2014). Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1-97.

Anda mungkin juga menyukai