DIFTERI
Jl. Tanjung jati no. 4
Dumai
1. Pengertian (Definisi) Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang terutama
menyerang tonsil, faring, laring, hidung, dan adakalanya
menyerang selaput lendir atau kulit. Penyakit ini disebabkan
oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.
3. Pemeriksaan Fisik Tanda dan gejala yang digunakan sebagai alat diagnosa
penyakit difteri, yaitu:
Mengalami infeksi pada faring, laring, trakhea, atau
kombinasinya.
Muncul selaput berwarna putih keabu-abuan
(pseudomembran) yang tidak mudah lepas pada
tenggorokan, amandel, rongga mulut, atau hidung.
Pembengkakan kelenjar limfa pada leher (bullneck)
Demam yang tidak tinggi (< 38,5˚C)
Mengeluarkan bunyi saat menarik napas (stidor)
4. Pemeriksan Penunjang
Kriteria konfirmasi laboratorium difteri adalah kultur atau
PCR positif. Untuk mengetahui toksigenisitas difteri,
dilakukan pemeriksaan tes Elek. Pengambilan sampel kultur
dilakukan pada hari ke-1, ke-2, dan ke-7. Media yang
digunakan saat ini adalah Amies dan Stewart, dahulu Loeffler
atau telurit.
5. Kriteria Diagnosis Suspek difteri: adalah orang dengan gejala faringitis,
tonsillitis, laryngitis, trakeitis (atau kombinasi), tanpa
demam atau kondisi subfebris disertai adanya
pseudomembran putih keabu-abuan/kehitaman pada
salah satu atau kedua tonsil yang berdarah bila terlepas
atau dilakukan manipulasi. Sebanyak 94% kasus difteri
mengenai tonsil dan faring.
Kasus probable difteri adalah orang dengan gejala
laringitis, nasofaringitis atau tonsilitis ditambah
pseudomembran putih keabu-abuan yang tak mudah
lepas dan mudah berdarah di faring, laring, tonsil
(suspek difteri) ditambah salah satu dari :
a) Pernah kontak dengan kasus (<2minggu)
b) Status imunisasi tidak lengkap, termasuk belum
dilakukan booster
c) Stridor, bullneck
g) Meninggal.
6. Diagnosis Difteri
7. Terapi Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan
hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut. Pada
umumnya, pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat
tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian
cairan serta diet yang adekuat.
Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri dan
menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria
digunakan eritromisin (40-50 mg/kgBB/hari, dosis terbagi
setiap 6 jam PO atau IV, maksimum 2 gram per hari),
Penisilin V Oral 125-250 mg, 4 kali sehari, kristal aqueous
pensilin G (100.000 – 150.000 U/kg/hari, dosis terbagi setiap
6 jam IV atau IM), atau Penisilin prokain (25.000-50.000
IU/kgBB/hari, dosis terbagi setiap 12 jam IM). Terapi
diberikan untuk 14 hari. Beberapa pasien dengan difteria
kutaneus sembuh dengan terapi 7-10 hari. Eliminasi bakteri
harus dibuktikan dengan setidaknya hasil 2 kultur yang
negatif dari hidung dan tenggorokan (atau kulit) yang
diambil 24 jam setelah terapi selesai. Terapi dengan
eritromisin diulang apabila hasil kultur didapatkan C.
diphteriae.