Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia

(HAM) dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat

pada manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi

meningkatkan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan

serta keadilan. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya

seperti Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain

itu pula, Indonesia telah mengesahkan berbagai perjanjian internasional yang

berkaitan dengan HAM seperti International Convention of Civil and Political

Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 dan International

Convention of Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) melalui Undang-

Undang No. 11 Tahun 2005.

Menurut sejarah Indonesia, perjuangan perempuan di Indonesia telah ada

sejak abad ke-9 Masehi. Tokoh-tokoh pejuang perempuan yang terkenal dalam

sejarah misalnya: Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Din, Cut Meutia, R. A.

Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, dan Haji

Rasuna Said. Setelah memasuki abad ke-10, perjuangan perempuan di Indonesia

tidak hanya berlangsung secara individual, melainkan telah mulai membentuk

kelompok-kelompok atau organisasi. Dalam sejarah Indonesia, pergerakan


perempuan dibagi ke dalam tiga periode, yaitu: kebangkitan (1908-1942), periode

transisi (1942 1945), dan setelah proklamasi kemerdekaan (setelah tahun1945)1.

Membahas mengenai pergerakan organisasi perempuan di Indonesia

berarti kita sedang membahas suatu gerakan yang mempunyai keterkaitan dengan

sejarah. Rekam sejarah mencatat, sejak sebelum Indonesa merdeka kita sudah

menyaksikan bagaimana perempuan Indonesia telah berorganisasi dan

mengadakan berbagai aksi. Pergerakan perempuan yang muncul serta berkembang

di Indonesia erat kaitannya dengan masa kolonialisme (penjajahan) yang

dilakukan Indonesia sehingga secara tidak langsung juga mulai berdiri

organisasiorganisasi perempuan yang menentang para penjajah.

Menurut Syahfitri Anita dalam artikelnya berjudul “Gerakan Perempuan:

Kajian Teoritis”, wacana gerakan perempuan di Indonesia yang dihadirkan pada

awalnya merupakan suatu usaha untuk mengangkat posisi derajat perempuan.

Dapat dikatakan demikian, karena berangkat dari asumsi bahwa peran perempuan

dalam kehidupan masyarakat atau ranah kebijakan publik di berbagai belahan

dunia dari waktu ke waktu terus berkembang, khususnya di Indonesia.

Perkembangan ini tentunya mengarah kepada terciptanya ruang yang memberikan

kesetaraan bagi perempuan baik secara individual maupun perempuan sebagai

komponen masyarakat2.

Dalam perkembangannya perjuangan kemerdekaan Indonesia disebutkan

beberapa nama perempuan yang disebutkan sebagai tokoh-tokoh perempuan yang

ikut berjuang bersama rakyat dalam memperjuangkan dan merebut kemerdekaan

1
M. C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004, alih bahasa Satrio Wahono, dkk.
(Jakarta: Serambi, 2005)
2
Artikel Syahfitri Anita, Gerakan Perempuan: Tinjauan Sejarah Sebagai Pengantar Diskusi
Lingkar Studi Perempuan, (Jakarta, Jumat 7 April 2006), hlm. 3.
Indonesia dari tangan kolonial. Sosok R.A Kartini umumnya disebut-sebut

sebagai tokoh perempuan pada zamannya, dan yang paling terkenal. Perempuan

ini dinilai sebagai salah satu perintis kemerdekaan Indonesia, karena

pemikirannya dalam melawan kolonialisme Belanda yang dianggapnya sebagai

sumber penderitaan rakyat. Selama hidupnya, Kartini dikenal sebagai seorang

tokoh yang berjuang memajukan kaum perempuan3.

Pemikiran Kartini banyak mengilhami gerakan perjuangan perempuan

sesudahnya. Kartini mempunyai cita-cita untuk membebaskan perempuan dari

keterbelakangan dan kemiskinan. Kartini melihat pendidikan perempuan adalah

jalan untuk pembebasan itu. Namun menurut Kartini, titik tolak kemerdekaan

perempuan bukanlah dengan melihat perempuan sebagai sosok mandiri yang

terpisah dari lingkungannya, melainkan sebagai pribadi yang terkait dengan

kemajuan masyarakatnya. Kartini menulis: ''Kecerdasan pikiran penduduk

bumiputera tidak akan maju pesat bila perempuan ketinggalan dalam usaha itu,

yaitu perempuan jadi pembawa peradaban”4 Hingga saat ini, Kartini menjadi

simbol gerakan perempuan Indonesia dan hari lahirnya, 21 April selalu dirayakan

oleh organisasi-organisasi perempuan dewasa ini.

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942, semua organisasi

perempuan dilarang kecuali Fujinkai. Organisasi bentukan Jepang ini

beranggotakan istri pegawai negeri dan memiliki kemiripan dengan Dharma

Wanita (organisasi-organisasi istri para pejabat sipil). Kegiatan yang dilakukan

oleh Fujinkai yaitu kegiatan sosial salah satunya dibidang pemberantasan buta

3
Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain: Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi Bangsa,
(Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2005), hlm. 33.
4
Ibid., hlm. 35
huruf5. Keikutsertaan kaum perempuan Indonesia di sektor publik telah

berlangsung lama sejak zaman pra kolonial yang antara lain ditandai oleh

tampilnya beberapa tokoh perempuan sebagai penguasa kerajaan baik di Jawa

maupun luar Jawa. Demikian juga pada masa perang kemerdekaan Indonesia

tahun 1945-1949, kaum perempuan Indonesia secara langsung dan tidak langsung

ikut berperan aktif di medan peperangan6.

Perempuan pada masa kolonial tidak mendapatkan kedudukan yang berarti

khususnya di wilayah Jawa karena pada dasarnya sistem hirarki Jawa mengatur

perempuan sebagai kelas di bawah laki-laki sehingga peranan perempuan di luar

rumah sangat kecil, sehingga gerakan-gerakan yang berkembang di Indonesia

hanya didominasi oleh kaum Adam. Namun pada masa akhir kekuasaan Belanda

pergerakan perempuan mengalami tahap kematangan yakni tumbuhnya kesadaran

bahwa mereka merupakan individu yang memiliki kesamaan dengan kaum pria

untuk memperoleh hak dan kewajiban. Jika dicermati sejarah gerakan kaum

perempuan dapat dikemukakan bahwa pada mulanya lebih tertuju pada bidang

pendidikan. Hal ini tampaknya didasari oleh kesadaran bahwa pendidikan dapat

membawa pengaruh yang besar pada perubahan dan kemajuan. Beberapa contoh

organisasi yang bergerak dibidang pendidikan antara lain, Organisasi Putri

Mardika (tahun 1912 di Jakarta), Putri Budi Sejati (Surabaya), Keutamaan Istri

(Jawa Barat), Sarekat Kaum Ibu Sumatera (Bukit Tinggi) dan PIKAT

(Minahasa)7.

5
Saskia E. Wieringa, op. cit., hlm. 5
6
Nana Nurliana, dkk, Peranan Wanita Indonesia di Masa Perang Kemerdekaan 1945-1950,
(Jakarta: Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1986), hlm.1.
7
Nana Nurliana, op.cit., hlm. 7-8.
Pada masa Jepang yang mengusung ”Perang Asia Timur Raya” untuk

mengusir Belanda di Indonesia, ternyata sangat didukung oleh Bangsa Indonesia

yang telah merasa jenuh dengan penjajahan bangsa Belanda. Rakyat Indonesia

dengan segenap tenaga dan harta membantu Jepang dalam Perang Asia Raya.

Untuk membantu Perang Asia Raya, pemerintah militer Jepang di Indonesia

membentuk organisasi-organisasi yang bertujuan sebagai penopang dari militer

Jepang sendiri.

Dalam berbagai kajian dan pengaturan dari instrumen hukum nasional dan

hukum internasional, perempuan dimasukkan ke dalam kelompok rentan

(vulnerable) bersamasama dengan kelompok rentan lainnya seperti anak-anak,

kaum minoritas, pengungsi dan lainnya. Masuknya perempuan sebagai salah satu

kelompok rentan dalam HAM adalah karena berbagai kondisi sosial, budaya,

ekonomi ataupun secara fisik yang menyebabkan perempuan sebagai kelompok

yang lemah dan tak terlindungi dan karenanya berada dalam resiko dan bahaya

mengalami kekerasan atau pelanggaran hak oleh kelompok lainnya8.

Hak perempuan sendiri mencakup berbagai jenis hak yang cakupannya

cukup luas seperti:

a. Hak-hak di bidang politik

b. Hak-hak kewarganegaraan

c. Hak atas pendidikan dan pengajaran.

d. Hak atas pekerjaan

e. Hak di bidang kesehatan.

f. Hak untuk melakukan perbuatanperbuatan hukum.

8
Krisnalita, L.Y. (2018). Perempuan, HAM dan Permasalahannya di Indonesia. Binamulia
Hukum, 7 (1). 71-81.
Dalam kenyataannya, seringkali perempuan diposisikan tidak setara

dengan laki-laki. Perbedaan biologis, munculnya stereotype, dominasi sosiologis

laki-laki terhadap perempuan (budaya patriarki) dan bahkan praktik-praktik

keagamaan telah melahirkan diskriminasi yang membuat perempuan sebagai

kelompok rentan terhadap pelanggaran HAM. Munculnya kesadaran bahwa

perempuan merupakan manusia yang memiliki derajat yang sama dengan laki-laki

telah memicu melahirkan konseptualisasi terhadap hak-hak khusus sebagai bagian

dari HAM yaitu hak perempuan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kesetaraan Gender

2.1.1 Pengertian gender

Kata gender berasal dari bahasa inggris berarti jenis kelamin 9. Dalam

Webseter’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang

tampak antara lakilaki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku 10.

Dalam Woman’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu

konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distiction) dalam hal peran,

prilaku, mentalitas, dan krakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan

yang berkembang dalam masyarakat11. Sedangkan Hilary M. Lips mengartikan

gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan

(cultural expectation for women and men) 12. Pendapat ini sejalan dengan pendapat

kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat

perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk

bidang kajian gender (What a given society defines as maskuline or feminin is a

component of gender)13.

Perspektif gender dalam al-Qur’an tidak sekedar mengatur keserasian

relasi gender, hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, tetapi lebih

dari itu al-Qur’an juga mengatur keserasian pola relasi antara mikro-kosmos
9
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1983, Kamus Inggeris Indonesia, Cet. I; Jakarta: Gramedia,
cet. XII
10
Neufeldt, Victoria (ed.), 1984, Webster's New World Dictionary,New York: Webster's New
World Cleveland.
11
Tierney (Ed.), Helen Women's Studies Encyclopedia, Vol. I, NewYork: Green Wood Press.
12
Lips, Hilary M. 1993, Sex & Gender an Introduction, California, London, Toronto: Mayfield
Publishing Company.
13
Lindsey, Linda L. 1990, Gender Roles a Sociological Perspective, New Jersey: Prentice Hall.
(manusia), makrokosmos (alam), dan Tuhan. Konsep berpasang-pasangan (azwâj)

dalam al-Qur’an tidak saja menyangkut manusia melainkan juga binatang QS. al-

Syura: 11, dan tumbuh-tumbuhan QS. Thaha: 53. Bahkan kalangan sufi

menganggap makhluk-makhluk juga berpasang-pasangan14. Langit diumpamakan

dengan suami yang menyimpan air QS. al-Thariq: 11 dan bumi diumpamakan

isteri yang menerima limpahan air yang nantinya melahirkan janin atau berbagai

tumbuh-tumbuhan QS. alThariq: 12. Satu-satunya yang tidak mempunyai

pasangan ialah Sang Khaliq Yang Maha Esa QS. al-Ikhlas: 14.

Secara umum tampaknya al-Qur’an mengakui adanya perbedaan

(distinction) antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan tersebut bukanlah

pembedaan (discrimination) yang menguntungkan satu pihak dan merugikan yang

lainnya. Perbedaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung obsesi al-Qur’an,

yaitu terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa kasih sayang (mawaddah

wa rahmah) di lingkungan keluarga QS. al-Rum: 21, sebagai cikal bakal

terwujudnya komunitas ideal dalam suatu negeri damai penuh ampunan Tuhan

(baldatunThayyibatun wa rabbun ghafûr) QS. Saba: 15.

Al-Qur’an juga berobsesi untuk mengalihkan pola hidup yang bercorak

kesukuan (tribalism) yang rawan terhadap berbagai ketegangan dan kezaliman,

menuju ke pola hidup ummah, seperti disebutkan dalam QS. al-Baqarah: 213

artinya sebagai berikut:

Manusia itu adalah ummat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah

mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembiran dan pemberi peringatan, dan

Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan

di antara manusia tentang perkaran yang mereka perselisihkan.Tidaklah berselisih


14
Arabi, Muhyiddin Ibn 1980, Fushûsh al-Hikam, Beirut: Dâr al-Kitab alArabi.
tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab,

Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena

dengki antara mereka sendiri.Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang

beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan

kehendak-Nya.dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya

kepada jalan yang lurus.”

Pola hidup ummah adalah pola hidup yang lebih mendunia dan lebih

menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan. Dalam pola kesukuan, promosi karier

hanya bergulir di kalangan laki-laki, sedangkan perempuan sulit sekali

memperoleh kesempatan itu. Dalam pola hidup ummah, lakilaki dan perempuan

terbuka peluang untuk memperoleh kesempatan itu secara adil.

2.1.2 Prinsip-prinsi Kesetaraan Gender

Nasaruddin Umar mengemukakan bahwa ada beberapa variabel yang

dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan

gender dalam al-Qur’an15. Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba

Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah

kepada Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Zariyat: 56 artinya

sebagai berikut:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”

Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan siapa yang banyak amal ibadahnya, maka

15
Umar, Nasaruddin 1999, Argumen Kesetaraan Gender perspektif alQur’an.Cet. I; Jakarta:
Paramadina.
itulah mendapat pahala yang besar tanpa harus melihat dan

mempertimbangkan jenis kelaminnya terlebih dahulu. Keduanya

mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal.

Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orangorang

bertaqwa (muttaqûn), dan untuk mencapai derajat muttaqûn ini tidak

dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis

tertentu.

b. Laki-laki dan perempuan sebagai Khalifah di Bumi

Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah,

disamping untuk menjadi hamba (âbid) yang tunduk dan patuh serta

mengabdi kepada Allah Swt., juga untuk menjadi khalifah di bumi

(khalifah fî al-ard).Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan

di dalam QS. Al-An’am: 165 artinya sebagai berikut:

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi

dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)

beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya

kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan

sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk kepada salah

satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan

mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan

mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi,

sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba

Tuhan.
c. Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian Primordial

Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan

menerima perjanjian primordial dengan Tuhan. Seperti diketahui,

menjelang seorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih

dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya, sebagaimana

disebutkan dalam QS. Al-A’raf: 172 artinya sebagai berikut:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam

dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka

(seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab:

"Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang

demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata- kan:

"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah

terhadap ini (keesaan Tuhan).

Menurut Fakhr al-Razi tidak ada seorang pun anak manusia lahir di

muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar

mereka disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorang pun yang

mengatakan “tidak”16. Dalam Islam, tanggung jawab individual dan

kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan.

Sejak awal sejarah manusia. Dengan demikian dalam Islam tidak dikenal

adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama

menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.

Dalam kitab Talmud (Eruvin 100b) disebutkan bahwa akibat

pelanggaran hawa/Eva di Surga maka kaum perempuan secara

keseluruhan akan menanggung 10 beban penderitaan:


16
Al-Razi, Fakhr.1990, al-Tafsîr al-Kabîr Beirut: Dâr al-Haya’ al-Turats alArabi.
1. Perempuan akan mengalami siklus menstruasi, yang sebelumnya

tidak pernah dialami Hawa.

2. Perempuan yang pertama kali melakukan persetubuhan akan

mengalami rasa sakit.

3. Perempuan akan mengalami penderitaan dalam mengasuh dan

memelihara anak-anaknya. Anak-anak membutuhkan perawatan,

pakaian, kebersihan, dan pengasuhan sampai dewasa. Ibu merasa

risih manakala pertumbuhan anak-anaknya tidak seperti yang

diharapkan.

4. Perempuan akan merasa malu terhadap tubuhnya sendiri.

5. Perempuan akan merasa tidak leluasa bergerak ketika

kandungannya berumur tua.

6. Perempuan akan merasa sakit pada waktu melahirkan.

7. Perempuan tidak boleh mengawini pada waktu melahirkan.

8. Perempuan masih akan merasakan keingina hubungan seks lebih

lama sementara suaminya sudah tidak kuat lagi.

9. Perempuan sangat berhasrat melakukan keinginan berhubungan

seks terhadap suaminya, tetapi amat berat menyampaikan hasrat itu

kepadanya.

10. Perempuan lebih suka tinggal di rumah17

Adapun kutukan yang ditimpahkan kepada laki-laki, dan ini

menarik untuk diperhatikan, adalah sebagai berikut:

17
Umar, Nasaruddin 1999, Argumen Kesetaraan Gender perspektif alQur’an.Cet. I; Jakarta:
Paramadina.
1. Sebelum terjadi kasus pelanggaran (spiritual decline) postur tubuh

laki laki lebih tinggi daripada bentuk normal sesudahnya.

2. Laki-laki akan merasa lemah ketika ejakulasi.

3. Bumi akan ditumbuhi banyak pohon berduri.

4. Laki-laki akan merasa susah dalam memperoleh mata pencaharian.

5. Laki-laki pernah makan rumput di lapangan rumput binatang

ternak, tetapi Adam memohon kepada Tuhan agar kutukan yang

satu ini dihilangkan.

6. Laki-laki akan makan makanan dengan mengeluarkan keringat

aslinya

7. Adam kehilangan ketampanan menakjubkan yang diberikan oleh

Tuhan kepadanya

8. Ditinggalkan oleh luar yang sebelumnya telah menjadi pembantu

setia laki-laki.

9. Adam dibuang dari taman surga dan kehilangan status sebagai

penguasa jagat raya.

10.Laki-laki diciptakan dari debu dan akan kembali menjadi debu. Ia

ditakdirkan untuk mati dan dikubur18

Kutukan yang ditimpahkan kepada kaum laki-laki, selain lunak

kutukan itu juga langsung atau tidak langsung menimpa juga kaum

perempuan.Sebaliknya, kutukan terhadap perempuan lebih berat dan

permanen, serta hanya dialaminya sendiri, tidak dialami kaum lakilaki.

18
Umar, Nasaruddin 1999, Argumen Kesetaraan Gender perspektif alQur’an.Cet. I; Jakarta:
Paramadina.
Meskipun dalam Kristen dan Yahudi mempunyai banyak persamaan

kultur, tetapi kutukan tersebut tidak umum diakui dalam tradisi Kristen.

Berbeda dengan Al-Qur’an yang mempunyai pandangan lebih positif

terhadap manusia.Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah memuliakan

seluruh anak cucu Adam sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Isra: 70

artinya sebagai berikut:

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut

mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-

baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas

kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”

Kata “ Bani Adama” dalam ayat ini menunjukkan kepada seluruh

anak cucu Adam, tanpa membedakan jenis kelamin, suku bangsa, dan

warna kulit. Dalam al-Qur’an tidak pernah ditemukan satu ayat pun yang

menunjukkan keutamaan seseorang karena factor jenis kelamin atau

karena keturunan suku bangsa tertentu.Kemandirian dan otonomi

perempuan dalam tradisi Islam sejak awal terlihat begitu kuat.Perjanjian,

bai’at, sumpah, dan nazar yang dilakukan oleh perempuan mengikat

dengan sendirinya sebagaimana halnya laki-laki.

Di dalam tradisi Islam, perempuan mukallaf dapat melakukan

berbagai perjanjian, sumpah, dan nazar, baik kepada sesama manusia

maupun kepada Tuhan.Tidak ada suatu kekuatan yang dapat

menggugurkan janji, sumpah, atau nazar mereka sebagaimana ditegaskan

dalam QS. AlMai’dah: 89 artinya sebagai berikut:


“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahsumpahmu yang tidak

dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan

sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah

itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang

biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada

mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup

melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.Yang

demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah

(dan kamu langgar).Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah

menerangkan kepadamu hukumhukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-

Nya).”

d. Adam dan Hawa , Terlibat secara Aktif dalam Drama Kosmis

Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita

tentang keadaan Adam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi,

selalu menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan

kata ganti untuk dua orang (huma), yakni kata ganti untuk Adam dan

hawa, seperti dapat dilihat dalam beberapa kasus berikut ini :

1. Keduanya diciptakan di surga dan menafaatkan fasilitas surga disebutkan

dalam QS. al-Baqarah: 35 artinya sebagai berikut:

“Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga

ini, dan makanlah makananmakanannya yang banyak lagi baik dimana

saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang

menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”


2. Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan disebutkan

dalam QS. Al-A’raf: 20 sebagai berikut:

“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk

menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu

auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan

mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi

malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).”

3. Sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat jatuh ke

bumi, disebutkan dalam QS. al-A’raf: 22 artinya sebagai berikut:

“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan

tipu daya.Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi

keduanya auratauratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan

daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah

Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan

kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi

kamu berdua?”

4. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan, disebutkan

dalam QS. Al-A’raf: 23 artinya sebagai berikut:

“Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami

sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat

kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”.

5. Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan saling

melengkapi dan saling membutuhkan, disebutkan dalam QS. Al-Baqarah:

187 artinya sebagai berikut:


“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan

isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah

pakaian bagi mereka.Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat

menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu”.

6. Laki-laki dan perempuan Berpotensi Meraih Prestasi Peluang untuk

meraih prestasi maksimun tidak ada pembedaan antara laki-laki dan

perempuan, ditegaskan secara khusus di dalam beberapa ayat diantaranya

QS. AliImran: 195 artinya sebagai berikut:

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan

berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyianyiakan amal orang- orang

yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena)

sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang

yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada

jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan

kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam

surga yang mengalir sungaisungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi

Allah. Dan Allah pada sisiNya pahala yang baik”

Ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal

dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang

spiritual maupun urusan karier profesional, tidak mesti dimonopoli oleh

salah satu jenis kelakin saja. Laki-laki dan perempuan berpeluang

memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal. Namun,

dalam kenyataannya dalam masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan


tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama

kendala budaya yang sulit diselesaikan.

Salah satu obsesi al-Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam

masyarakat. Keadilan dalam al-Qur’an mencakup segala segi kehidupan

umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Karena itu al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik

berdasarkan kelompok, etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan,

maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil

pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi

nilainilai luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran

tersebut terbuka untuk diperdebatkan/direinterpretasi.

2.1.3 Implikasi Kesetaraan Gender terhadap Hukum Islam

Pergumulan hukum Islam dengan realitas zaman selalu menuntut

timbulnya pertanyaan ulang terhadap produk-produk pemikiran ulama terdahulu,

terutama jika dikaitkan dengan spektrum masalah dewasa ini yang semakin luas

dan kompleks. Salah satu masalah mendasar yang muncul kemudian ialah apakah

hukum Islam mampu mengantisipasi perkembangan dunia modern atau tidak?

Apabila diperhatikan sejarah perkembangan hukum Islam dari masa ke masa,

ditemukan bahwa hukum Islam mampu mengantisipasi setiap problema yang

muncul. Hal ini disebabkan oleh kemampuan mujtahid dalam menggali dan

mengistimbath-kan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis Nabi

SAW, sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan demikian ketika terjadi kesalahan

produk hukum Islam dalam kasus tertentu boleh jadi penyebabnya adalah person

pembuat hukum itu sendiri bukan Islam dan ajarannya yang bersumber dari Allah.
Salah satu bukti perkembangan hukum Islam yang sangat pesat sejak

zaman permulaan Islam dan pengaruhnya terasa hingga sekarang ialah munculnya

berbagai mazhab dalam pemikiran hukum Islam dari kalangan Sunni maupun

Syi’ah, baik yang masih bertahan sampai sekarang maupun yang sudah punah.

Salah satu penyebab munculnya berbagai mazhab tersebut ialah adanya perbedaan

kondisi sosial masyarakat yang dihadapi para pendiri (imam) mazhab

bersangkutan19. Namun dalam kondisi kekinian perlu ditegaskan bahwa kaum

muslimin tidak perlu terpaku pada pendapat salah satu mazhab. Dengan kata lain

bahwa pendapat setiap imam mazhab dapat dijadikan pegangan yang menjadi

tolok ukur dalam memegang suatu pendapat dari mazhab tertentu ialah

kesesuaiannya dengan situasi dan kondisi masyarakat. Bahkan tidak menutup

kemungkinan akan lahir pemikir-pemikir baru (mujtahid) era modern.

Implikasinya kesetaran gender dan dalam hukum Islam antara lain dapat

terlihat pada hal berikut:

1. Terjadinya transformasi pemikiran hukum Islam yang bertalian dengan isu

kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam teks al-Qur’an

maupun hadis. Seperti pada hukum poligami dan kewarisan dalam Islam.

2. Terjadinya Transformasi pemikiran di bidang profesi seperti hakim

perempuan dan profesi lainnya yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-

laki (kepemimpinan).

3. Menjadi sumber inspirasi munculnya peratuan perundangundangan yang

memihak pada kepentingan perempuan.Hal tersebut dimungkinkan karena

selama ini disadari atau tidak masih terdapat produk hukum di negara ini

19
Shihab, Umar. 1996, Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran.Cet. I; Semarang: Dina Utama
yang kurang mengakomodir kepentingan dan keadilan bagi kaum

perempuan.

2.2 Women Right (Hak Perempuan)

Women's rights merujuk pada hak-hak yang diberikan kepada perempuan

dalam masyarakat, hukum, dan kehidupan sehari-hari. Konsep ini didasarkan pada

prinsip kesetaraan gender, yang menegaskan bahwa perempuan memiliki hak

yang sama dengan laki-laki dalam hal akses terhadap pendidikan, pekerjaan,

kesehatan, kebebasan berbicara, dan perlindungan dari diskriminasi dan

kekerasan.

Dalam berbagai kajian dan pengaturan dari instrumen hukum nasional dan

hukum internasional, perempuan dimasukkan ke dalam kelompok rentan

(vulnerable) bersamasama dengan kelompok rentan lainnya seperti anak-anak,

kaum minoritas, pengungsi dan lainnya. Masuknya perempuan sebagai salah satu

kelompok rentan dalam HAM adalah karena berbagai kondisi sosial, budaya,

ekonomi ataupun secara fisik yang menyebabkan perempuan sebagai kelompok

yang lemah dan tak terlindungi dan karenanya berada dalam resiko dan bahaya

mengalami kekerasan atau pelanggaran hak oleh kelompok lainnya20.

Hak perempuan sendiri mencakup berbagai jenis hak yang cakupannya

cukup luas seperti:

1. Hak-hak di bidang politik

Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut serta

dalam perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaan kebijakan; Hak

untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan berkala yang bebas untuk

20
Krisnalita, L.Y. (2018). Perempuan, HAM dan Permasalahannya di Indonesia. Binamulia Hukum,
7 (1). 71-81.
menentukan wakil rakyat di pemerintahan; dan Hak untuk ambil bagian

dalam organisasiorganisasi pemerintahan dan non pemerintahan dan

himpunan– himpunan yang berkaitan dengan kehidupan pemerintahan dan

politik negara tersebut.

2. Hak-hak kewarganegaraan.

Setiap perempuan mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan

kewarganegaraan suatu negara ketika mereka dapat memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan di negara

terkait.

3. Hak atas pendidikan dan pengajaran

4. Hak atas pekerjaan

5. Hak di bidang kesehatan

6. Hak untuk melakukan perbuatanperbuatan hukum

2.3 Hak Pilih

Hak pilih perempuan merujuk pada hak bagi perempuan untuk

berpartisipasi dalam proses pemilihan umum dan memilih wakil-wakil mereka

dalam pemerintahan. Hak ini adalah salah satu aspek penting dari hak-hak politik

dan merupakan bagian integral dari kesetaraan gender.

Sejarah hak pilih perempuan bervariasi di berbagai negara dan telah

melibatkan perjuangan panjang. Banyak negara di seluruh dunia pernah

mengalami periode di mana perempuan dilarang untuk memilih atau terlibat

dalam politik. Namun, berkat perjuangan perempuan dan gerakan hak-hak

perempuan, hak pilih perempuan telah diakui dan diimplementasikan secara lebih

luas. Beberapa tonggak penting dalam sejarah hak pilih perempuan antara lain:
1. New Zealand pada tahun 1893 adalah negara pertama di dunia yang

memberikan hak pilih kepada perempuan dalam pemilihan umum.

2. Di Amerika Serikat, gerakan sufrajet pada awal abad ke-20 memainkan

peran penting dalam memperjuangkan hak pilih perempuan, yang

kemudian diwujudkan dalam Amendemen Ke-19 Konstitusi AS pada

tahun 1920.

3. Di Inggris, Hak Pilih Perempuan diperluas melalui Undang-Undang Hak

Pilih pada tahun 1918 dan kemudian diperluas lagi pada tahun 1928.

Banyak negara lain di seluruh dunia telah mengikuti contoh ini dan

memberikan hak pilih kepada perempuan dalam berbagai periode waktu. Hak

pilih perempuan adalah bagian penting dari demokrasi modern dan prinsip

kesetaraan gender. Ini memungkinkan perempuan untuk memiliki suara dalam

pemilihan umum dan memengaruhi proses pengambilan keputusan politik.

Dengan hak pilih mereka, perempuan dapat memilih perwakilan yang mewakili

nilai-nilai, pandangan, dan kepentingan mereka dalam pemerintahan. Hak pilih

perempuan juga merupakan langkah penting dalam mencapai kesetaraan gender

dalam politik dan masyarakat secara lebih luas.

2.4 Hak Pendidikan

Hak pendidikan perempuan adalah hak dasar yang diberikan kepada

perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki.

Pendidikan adalah kunci untuk pemberdayaan individu dan pengembangan

masyarakat secara keseluruhan. Hak pendidikan perempuan mencakup beberapa

aspek:
1. Akses ke Pendidikan

Perempuan memiliki hak untuk memiliki akses yang sama dengan

laki-laki ke semua tingkat pendidikan, termasuk pendidikan dasar,

menengah, tinggi, dan pendidikan vokasional. Tidak boleh ada

diskriminasi dalam penerimaan atau akses ke lembaga pendidikan.

2. Ketersediaan Pendidikan

Pendidikan harus tersedia dan terjangkau bagi perempuan di semua

wilayah, termasuk di daerah pedesaan atau terpencil. Sumber daya

pendidikan, seperti sekolah, guru, buku teks, dan fasilitas, harus memadai.

3. Kesetaraan dalam Kurikulum

Perempuan memiliki hak untuk belajar kurikulum yang setara

dengan laki-laki, termasuk dalam mata pelajaran ilmiah, teknologi, teknik,

dan matematika. Tidak boleh ada stereotip gender yang membatasi pilihan

pelajaran.

4. Kualitas Pendidikan

Perempuan memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan

berkualitas tinggi yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka. Guru

yang berkualitas dan lingkungan pembelajaran yang kondusif adalah

penting.

5. Perlindungan dari Diskriminasi dan Pelecehan

Perempuan memiliki hak untuk belajar tanpa menghadapi

diskriminasi berbasis jenis kelamin atau pelecehan seksual di sekolah atau

institusi pendidikan.

6. Kesehatan Reproduksi dan Pendidikan Seks


Pendidikan kesehatan reproduksi dan seks harus tersedia dan

diajarkan dengan benar kepada perempuan untuk memberikan pemahaman

yang sehat tentang tubuh mereka sendiri dan hak-hak reproduksi mereka.

7. Penghapusan Praktik Perkawinan Anak

Hak pendidikan perempuan juga berarti menghentikan praktik

perkawinan anak yang dapat menghentikan perempuan dari mendapatkan

pendidikan.

8. Kesetaraan Akses ke Karier dan Pendidikan Lanjutan

Perempuan memiliki hak untuk memiliki akses yang sama dengan

laki-laki ke pendidikan tinggi dan peluang karier yang setara.

Pemberdayaan perempuan melalui pendidikan adalah langkah penting

dalam mencapai kesetaraan gender dan pembangunan yang berkelanjutan. Dengan

memberikan perempuan akses ke pendidikan yang berkualitas, mereka dapat lebih

baik memenuhi potensi mereka, berkontribusi pada ekonomi, dan berpartisipasi

dalam pembangunan sosial dan politik. Oleh karena itu, hak pendidikan

perempuan diakui dan diberikan prioritas dalam banyak konvensi dan deklarasi

hak asasi manusia.

2.5 Kesenjangan upah

Kesenjangan upah antara perempuan dan laki-laki, juga dikenal sebagai

"gender pay gap" dalam bahasa Inggris, merujuk pada perbedaan rata-rata dalam

pendapatan yang diterima oleh perempuan dan laki-laki dalam suatu pekerjaan

atau ekonomi. Kesenjangan upah ini telah menjadi isu yang signifikan di banyak
negara dan merupakan salah satu aspek dari kesetaraan gender yang belum

sepenuhnya tercapai. Berikut beberapa poin penting tentang kesenjangan upah

perempuan:

1. Penyebab Kesenjangan Upah

Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan kesenjangan upah

antara perempuan dan laki-laki. Beberapa di antaranya termasuk

diskriminasi gender dalam penggajian, perbedaan dalam pemilihan karier

dan industri, kurangnya akses perempuan ke posisi kepemimpinan dan

posisi berpenghasilan tinggi, serta tanggung jawab keluarga yang lebih

besar yang sering kali dihadapi oleh perempuan.

2. Diskriminasi Penggajian

Diskriminasi gender dalam penggajian adalah salah satu penyebab

utama kesenjangan upah. Ini dapat terjadi ketika perempuan dibayar lebih

rendah daripada laki-laki yang melakukan pekerjaan yang sama dengan

kualifikasi dan pengalaman yang setara.

3. Pilihan Karier

Beberapa perempuan mungkin memilih pekerjaan atau karier yang

cenderung membayar lebih rendah daripada pekerjaan yang cenderung

dipilih oleh laki-laki. Ini bisa menjadi hasil dari stereotip gender dan peran

sosial yang ditugaskan kepada perempuan dalam masyarakat.

4. Kesetaraan Akses ke Peluang

Kesetaraan dalam akses ke peluang pendidikan, pelatihan, dan

promosi karier juga dapat memengaruhi kesenjangan upah. Jika


perempuan memiliki akses yang terbatas ke posisi manajerial atau

pekerjaan yang membayar lebih tinggi, maka mereka cenderung

mendapatkan pendapatan yang lebih rendah.

5. Tanggung Jawab Keluarga

Perempuan sering kali memiliki tanggung jawab keluarga yang

lebih besar, seperti merawat anak-anak atau anggota keluarga yang sakit.

Ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk bekerja penuh waktu

atau mengejar karier yang menuntut, yang akhirnya dapat mempengaruhi

pendapatan mereka.

6. Tindakan untuk Mengatasi Kesenjangan Upah

Banyak negara dan organisasi telah mengambil tindakan untuk

mengatasi kesenjangan upah perempuan, termasuk mendorong

transparansi gaji, memberlakukan undang-undang yang melarang

diskriminasi gaji berdasarkan jenis kelamin, dan mendukung program

yang mempromosikan kesetaraan gender di tempat kerja.

Kesenjangan upah perempuan adalah isu yang kompleks dan kompleks,

dan solusi untuk mengatasinya melibatkan berbagai faktor, termasuk perubahan

budaya dan struktural dalam masyarakat dan tempat kerja. Upaya untuk

mengurangi kesenjangan upah perempuan adalah langkah penting dalam

mencapai kesetaraan gender yang lebih besar di seluruh dunia.

2.6 Hak Reproduksi

Hak reproduksi perempuan adalah bagian penting dari hak asasi manusia

yang mencakup hak perempuan untuk memiliki kendali atas tubuh mereka sendiri,
membuat keputusan tentang kesehatan reproduksi, dan memiliki akses ke layanan

kesehatan reproduksi yang aman dan berkualitas. Hak ini melibatkan sejumlah

isu, termasuk:

1. Akses ke Informasi

Perempuan memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang

akurat dan jelas tentang kesehatan reproduksi, kontrasepsi, persalinan, dan

masalah-masalah kesehatan seksual lainnya.

2. Akses ke Kontrasepsi

Hak reproduksi perempuan mencakup hak untuk memiliki akses ke

berbagai jenis kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini

memungkinkan perempuan untuk mengambil keputusan yang informasi

dan keputusan yang sesuai dengan keinginan mereka.

3. Akses ke Layanan Aborsi Aman

Dalam banyak negara, perempuan memiliki hak untuk mengakses

layanan aborsi yang aman dan legal, terutama dalam kasus kehamilan yang

tidak diinginkan, masalah kesehatan serius, atau dalam situasi kekerasan

seksual.

4. Perlindungan dari Praktik Kesehatan Reproduksi yang Berbahaya

Hak reproduksi perempuan juga melibatkan perlindungan terhadap

praktik kesehatan reproduksi yang berbahaya, seperti sunat perempuan dan

praktik lainnya yang melanggar hak-hak kesehatan perempuan.

5. Persalinan yang Aman


Perempuan memiliki hak untuk memiliki akses ke layanan

persalinan yang aman dan kualitas tinggi. Ini melibatkan upaya untuk

mengurangi angka kematian ibu dan bayi selama persalinan.

6. Hak untuk Menentukan Jumlah Anak

Perempuan memiliki hak untuk memutuskan berapa banyak anak

yang ingin mereka miliki dan kapan mereka ingin memiliki anak. Ini

melibatkan akses ke pendidikan seksual yang tepat dan kontrasepsi.

7. Penghapusan Diskriminasi Gender dalam Kesehatan Reproduksi

Hak reproduksi perempuan juga berarti menghapuskan

diskriminasi gender dalam sistem kesehatan reproduksi dan memastikan

perempuan mendapatkan perawatan yang sama dengan laki-laki.

Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW), yang

diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Deklarasi Kairo mengenai

Kesehatan Reproduksi dan Hak-Hak Reproduksi, adalah beberapa dokumen

internasional yang mengakui hak reproduksi perempuan. Upaya terus menerus

diperlukan untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak ini agar perempuan

memiliki kendali atas kesehatan reproduksi mereka dan keputusan mereka tentang

tubuh mereka sendiri.

2.7 Legislatif

Legislatif perempuan merujuk kepada partisipasi dan keterwakilan

perempuan dalam lembaga legislatif, seperti parlemen atau dewan legislatif di

suatu negara. Ini mencakup peran perempuan sebagai anggota parlemen atau
wakil rakyat yang terpilih untuk membuat undang-undang dan berpartisipasi

dalam proses pengambilan keputusan politik.

Keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif adalah bagian penting

dari kesetaraan gender dan demokrasi yang inklusif. Dalam banyak negara di

seluruh dunia, perempuan telah lama menghadapi hambatan untuk memasuki dan

maju dalam politik, dan sebagai hasilnya, tingkat keterwakilan perempuan dalam

lembaga legislatif sering kali lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Upaya

telah dilakukan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik,

termasuk:

1. Kuota Gender

Beberapa negara telah mengadopsi kuota gender yang

mengharuskan partai politik atau daerah pemilihan untuk mencalonkan

sejumlah perempuan yang ditentukan sebagai kandidat. Ini bertujuan

untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam parlemen.

2. Kampanye Kesadaran

Kampanye kesadaran dan pendidikan telah diluncurkan untuk

meningkatkan minat dan partisipasi perempuan dalam politik serta untuk

mengatasi stereotip gender yang mungkin menghambat aspirasi politik

perempuan.

3. Pelatihan dan Dukungan

Program pelatihan dan dukungan telah dibuat untuk membantu

perempuan yang tertarik terlibat dalam politik untuk membangun

keterampilan politik mereka, termasuk kampanye politik, komunikasi, dan

kepemimpinan.
4. Penghapusan Diskriminasi

Upaya dilakukan untuk menghapuskan diskriminasi gender dalam

hukum dan regulasi politik, termasuk undang-undang yang mungkin

menghambat akses perempuan ke posisi politik.

Keterwakilan perempuan yang lebih besar dalam lembaga legislatif dapat

membawa perspektif yang beragam ke dalam proses pengambilan keputusan

politik dan memastikan bahwa masalah-masalah yang penting bagi perempuan

diangkat dan diperhatikan dalam perundang-undangan. Ini juga merupakan

langkah penting menuju kesetaraan gender yang lebih besar dalam masyarakat

dan pemerintahan.

4.8

Perubahan peran gender dalam struktur keluarga telah menjadi tren

signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Tradisionalnya, keluarga sering kali

mengikuti pola peran gender yang kuat, di mana laki-laki dianggap sebagai

"tulang punggung" ekonomi keluarga sementara perempuan bertanggung jawab

atas pekerjaan rumah tangga dan perawatan anak. Namun, berbagai faktor sosial,

ekonomi, dan budaya telah menyebabkan pergeseran dalam peran gender di

keluarga, termasuk:

1. Kesetaraan Gender

Kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender telah meningkat di

banyak masyarakat. Semakin banyak pasangan yang menganggap bahwa

pekerjaan domestik, tanggung jawab anak, dan keputusan rumah tangga

harus dibagikan secara adil antara laki-laki dan perempuan.


2. Perubahan Pekerjaan

Perubahan dalam struktur pekerjaan dan pasar tenaga kerja telah

mempengaruhi peran gender dalam keluarga. Banyak perempuan sekarang

bekerja di luar rumah dan memiliki karier mereka sendiri, yang berarti

mereka tidak hanya berperan sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.

3. Peran Ayah yang Lebih Aktif

Ada peningkatan dalam peran ayah yang lebih aktif dalam

perawatan anak dan rumah tangga. Ayah saat ini lebih mungkin terlibat

dalam aktivitas sehari-hari seperti merawat anak, memasak, dan

membersihkan.

4. Pilihan Hidup

Beberapa pasangan mungkin memilih untuk hidup dalam bentuk

keluarga yang berbeda, seperti keluarga dengan dua pendapatan, keluarga

berbasis pada pernikahan yang lebih seimbang, atau keluarga yang tidak

mengikuti konvensi tradisional.

5. Dukungan Sosial

Masyarakat dan dukungan sosial juga telah berkontribusi pada

perubahan peran gender dalam keluarga. Adanya layanan penitipan anak,

cuti orang tua yang fleksibel, dan dukungan sosial lainnya dapat

membantu pasangan untuk membagi pekerjaan rumah tangga dan

perawatan anak dengan lebih baik.

Perubahan peran gender dalam keluarga bukan hanya tentang mengganti

siapa yang melakukan apa, tetapi juga tentang mengakui bahwa setiap anggota

keluarga memiliki keahlian, minat, dan kontribusi yang berharga dalam kehidupan
keluarga. Kesetaraan gender dalam keluarga memiliki potensi untuk

meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan semua anggota keluarga. Meskipun

perubahan ini positif, masih ada tantangan dan hambatan yang perlu diatasi dalam

perjalanan menuju peran gender yang lebih seimbang dalam keluarga dan

masyarakat.

4.9

"Home vs. Work" dalam konteks perempuan merujuk pada perbandingan atau

perbedaan antara peran dan tanggung jawab perempuan dalam kehidupan pribadi

(rumah) dan kehidupan profesional (pekerjaan). Ini adalah isu yang sering

dibicarakan dalam konteks kesetaraan gender dan peran gender di masyarakat.

Berikut beberapa aspek yang relevan:

Peran di Rumah:

Dalam banyak budaya dan masyarakat, perempuan tradisionalnya diharapkan

untuk memiliki peran utama dalam tugas-tugas rumah tangga, seperti merawat

anak, memasak, membersihkan, dan perawatan keluarga.

Dalam beberapa situasi, ini dapat menjadi tanggung jawab tambahan yang

signifikan selain pekerjaan profesional perempuan.

Pekerjaan dan Karier:

Perempuan juga berpartisipasi dalam kehidupan profesional, dan banyak dari

mereka memiliki pekerjaan atau karier yang memerlukan waktu dan usaha.
Pekerjaan perempuan dapat beragam, termasuk di bidang pendidikan, kesehatan,

teknologi, bisnis, dan banyak lainnya.

Keseimbangan Antara Kehidupan Pribadi dan Profesional:

Banyak perempuan berjuang untuk mencapai keseimbangan yang sehat antara

tugas-tugas rumah tangga dan pekerjaan mereka.

Keseimbangan ini dapat mempengaruhi waktu yang tersedia untuk waktu luang,

perawatan diri, dan hubungan sosial.

Isu Kesetaraan Gender:

Ketidaksetaraan gender di tempat kerja, seperti kesenjangan upah dan kurangnya

kesempatan untuk kemajuan karier, merupakan isu yang masih relevan dalam

banyak negara.

Masyarakat dan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender di tempat kerja

dapat membantu mengatasi isu-isu ini.

Pilihan Hidup:

Penting untuk diingat bahwa setiap perempuan memiliki pilihan dalam bagaimana

mereka mengatur peran dan tanggung jawab mereka di rumah dan di tempat kerja.

Beberapa perempuan memilih untuk fokus pada karier mereka, sementara yang

lain mungkin memilih untuk mengutamakan peran sebagai ibu dan pengurus

rumah tangga.

Keseimbangan antara peran perempuan di rumah dan di tempat kerja adalah isu

kompleks yang berkaitan dengan budaya, norma sosial, dan kebijakan. Upaya
terus menerus dilakukan untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dan mendukung

perempuan dalam mencapai keseimbangan yang memadai antara kehidupan

pribadi dan profesional mereka.

Anda mungkin juga menyukai