Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Bagi umat muslimin, Alquran adalah verbum dei (kalam
Allah) yang diwahyukan kepada nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه وسلم‬melalui perantara malaikat jibril
selama kurang lebih 23 tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan luar biasa yang kekuatannya diluar
kemampuan apapun. Alquran diturunkan secara berangsurangsur kepada nabi Muhammad ‫صلى هللا عليه‬
‫ وسلم‬yang setiap ayatnya miliki sebab turunnya masing-masing walaupun di dalam Alquran tidak semua
ayat terdapat Asbab alNuzul nya (Muh. Sayyid Thantawi & AL-Ghazali, 2001, hal. 38-39). Pada masa itu
diyakini oleh umat islam sebagai masa turunnya wahyu yang berisi tentang segala macam petunjuk dan
pelajaran tentang seluruh aspek kehidupan. Misalnya aqidah dan kepercayaan, akhlak yang murni,
petujuk syariat dan hukum yang dijelaskan secara mendasar mengenai yang wajib diikuti oleh umat
manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan atau hubungannya dengan sesama manusia ataupun
makhluk Tuhan lainnya (Shihab M. Q., 1998, hal. 40). Sebab turunnya ayat adakalanya berbentuk
peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Satu ayat atau beberapa ayat yang turun untuk
menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberikan jawaban terhadapan
pertanyaan tertentu. Untuk mengetahui Asbab al-Nuzul haruslah berdasarkan periwayatan yang shahih,
sebab dengan periwayatan yang shahih dapat diketahui sebab turunnya ayat. Untuk itu Azbab al-Nuzul
yang diriwayatkan dari hadis yang mursal tidak dapat diterima, kecuali apabila diperkuat oleh hadis
mursal yang lain yang perawinya belajar dari para sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah, Said bin Zubair
(Anwar A. , Ulumul Quran, 2002, hal. 29-31) Karena Alquran bercerita tentang sejarah-sejarah yang telah
lalu, menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi sekarang, serta dapat meprediksikan hal-hal yang akan
datang. Akan tetapi yang terpenting disini yang perlu dicatat adalah pada masa Rasulullah bersama para
sahabat ketika memberikan ajaranajaran islam untuk pertama kali kepada masyarakat Arab pada waktu
itu sering kali mengalami dan menyaksikan berbagai macam peristiwa sejarah. Bahkan para sahabat
kadangkala menemui suatu peristiwa khusus atau berhadapan pada suatu persoalan yang masih kabur
hukumnya. Kejadian ini menjadikan mereka harus meminta petunjuk kepada Rashulullah untuk
mendapat jawaban atas peristiwa khusus tersebut atau untuk mendapat kepastian hukum atas
persoalan-persoalan yang terjadi dan setelah itu turunlah ayat-ayat alquran untuk menjelaskan dan
menjawab pertanyaan tersebut. (al-Qaththan, 1994, hal. 106). Untuk menjawabnya menurut para pakar
Ulum Alquran ilmu Asbab alNuzul dipandang mempunyai urgensi yang besar dalam usaha penafsiran
ayar-ayat alquran. Oleh sebab itu, bagi siapa saja yang belum mengetahui sebab turunnya ayat (Asbab
al-Nuzul) atau bahkan tidak tahu sama sekali tidak akan mampu memahami makna alquran.
Sebagaimana pendapat yang disampaikan oleh alWahidi, seperti yang dikutip oleh Al-Suyuti bahwa tidak
mungkin mengetauhi tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasan sebab turunnya. Sementara
Ibnu Daqiqi Id berpendapat bahwa penjelasan mengenai sebab turunya ayat adalah cara yang tepat
untuk memahami alquran. Pendapat senada juga disampaikan oleh Jalaluddin al-Suyuti bahwa
mengetaui sebab turunnya ayat akan membantu dalam memahami ayat, karena mengetahui sebab
maka akan menimbulkan pengetahuan mengenai akibat (al-Suyuthi, 1951 M, hal. 27). Pendapat ulama
tersebut mengisyaratkan bahwa mengetahui mengenai latar belakang atau sebab turunnya ayat sangat
diperlukan dalam memahami makna Alquran. Atas dasar ini, dengan sendirinya perlu juga melakukan
analogi konseptual antara Muhammad sebagai penerima wahyu dengan dunia Tuhan sebagai pemberi
wahyu dan melakukan analogi historis kontekstual dunia masyarakat Arab dengan dunia Islam yang
hidup di Zaman dan wilayah yang sama sekali berbeda (Hidayat, 1996, hal. 9). Kedua hal ini termasuk ke
dalam satu mata rantai yang tidak bisa dipisah pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Maka
pemahaman tentang konteks kesejarahan alquran tidak saja sangat berfaedah dalam mencari prinsip
prinsip atau nilai-nilai yang mendasari ketentuan-ketentuan alquran melainkan dapat pula menentukan
secara akurat alasan-alasan yang ada dibalik pernyataan-pernyataan, dan komentar-komentar serta
perintah-perintah alquran (Amal, 1993, hal. 158). Asbab al-Nuzul yang memiliki hubungan dialogis dan
dialektis dengan fenomena kultural masyarakat itu, bukan berarti sama persis dengan hubungan yang
berlaku seperti hukum kausalitas, yaitu adanya keharusan (sebab akibat) hubungan yang sangat erat
antara asbab al-Nuzul dengan materi yang ada dalam masyarakat. Untuk itu, jelas tidak bisa dibenarkan
pernyataan, jika suatu sebab itu tidak ada maka ayat Alquran tidak akan turun. Mengenai ini, al-Ja'bari
membagi tentang turunnya Alquran menjadi dua bagian. Pertama, berupa prinsip-prinsip yang tidak
terikat dengan sebab akibat khusus melainkan murni petunjuk bagi manusia ke jalan Allah. Kedua,
berdasarkan sebab tertentu, baik berupa peristiwa atau lainnya (al-Suyuthi, 1951 M, hal. 27). Asbab al-
Nuzul berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Nabi Muhammad ‫ صلى هللا عليه وسلم‬,maka informasi
atau sumber asbab al-Nuzul tidak boleh ditentukan dengan jalan ijtihad, akan tetapi harus diperoleh
melalui periwayatan yang shahih dari mereka yang mengalami masa turunnya alquran atau mereka yang
mengkaji atau mencarinya (al-Suyuthi, 1951 M, hal. 31). Karena sumber pengetahuan asbab al-Nuzul
diperoleh dari periwayatan maka mempunyai nilai sama dengan berita-berita yang lain yang
menyangkut kehidupan Nabi dan kerasulaNya, yaitu berita-berita hadis (Majid, 1995, hal. 26). Jelasnya,
kalau dalam hadis terdapat perbedaan kualitas maka dalam riwayat-riwayat Asbab alNuzul pun demikian
juga, seperti kualitas shahih dan dha'ifnya, serta kuat atau lemahnya, serta otentik atau palsu kualitas
hadis. Para ulama salaf sangat hati-hati dalam menerima periwayatan asba alNuzul. Kehati-hatian ini
dititikberatkan pada seleksi pribadi orang yang membawa berita (perawi), sumber-sumber riwayat, dan
materi hadis (matan). Mengenai pribadi perawi ulama memilih dari mereka yang paling tinggi tingkat
keshahihannya dan tingkat kezuhudannya (al-Shalih, 1998, hal. 89). Sedangkan ulama tafsir berbeda
pendapat dalam memahami teks, jika terjadi kesesuaian antara ayat yang turun dan sebab turunnya
dalam hal keumuman keduanya maka diterapkanlah yang khusus menurut kekhususannya. Tetapi jika
ayat itu turun bersifat umum dan sebabnya bersifat khusus maka akan menimbulkan masalah apakah
yang harus diperhatikan dan dijadikan pedoman, keumuman lafdznya atau kekhususan sebabnya.
Sedangkan mayoritas ulama menggunakan kaidah : "alibrah bi umum al-lafdz la bi khusus al-
sabab"(digunakan dalam memahami ayat alquran yaitu ayat yang redaksinya bersifat umum dan bukan
khusus terhadap kasus yang menjadi sebab turunnya). Sedangkan dasar ulama yang dipegangi minoritas
ulama : "al-ibrah bi khusus al-lafdz la bi umhm al-sabab" (memahami ayat adalah khusus yang menjadi
sebab turunnya dan bukan redaksionalnya yang bersifat umum) (Shihab M. Q., 1998, hal. 89). Kedua
kaidah itu dipegangi oleh para ulama dalam memahami teks dan mengeluarkan dalalah dan makna
diturunkannya ayat suci. Maka dari itu pada penelitian kali ini penulis akan membahas tentang “Validitas
Asbabun Nuzul pada Tafsir Al-Mizan Karya Thabathaba‟i ” karena riwayat-riwayat yang digunakan dalam
sebuah penafsiran tidak semua menggunakan riwayat yang shahih maka penulis merasa perlu untuk
melakukan penelitian ini agar kita dapat mengetahui validitas asbabun nuzul yang digunakan dalan
sebuah penafsiran, akan tetapi pada penelitian ini penulis hanya akan fokus kepada Ayat-ayat Teguran
Allah kepada Rasulullah dalam Tafsir Al-Mizan saja. Kerena meskipun demikian Rasulullah sekalipun
adalah manusia biasa sebagaimana firman Allah didalam Qs. Al-Kahfi ayat 110, dan meskipun Nabi
Muhammad adalah manusia yang sempurna, tetapi beliau pernah mendapatkan teguran dari Allah
terhadap sikapnya, sebagaimana firmanNya daan Qs. Abasa ayat 1-4. Pada ayat tersebut ada dua
pandangan yang berbeda diantara para mufassir. Pertama, mufassir ahusunah memaparkan bahwa
sebagian dari pembesar Quraisy berada disisi Nabi Muhammad dan beliau sedang sibuk menyampaikan
dakwahnya kepada mereka dan beliau berharap dapat memberikan pengaruh ke dalam hati mereka.
Diwaktu yang sama tampak seorang buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum yang terlihat fakir
memski majelis dan meminta kepada Rasulullah saw untuk membacakan beberapa ayat Alquran
untuknya dan mengajarkan pedanya dan ia mengulang ulang ucapannya sehingga berkali kali menylang
percakapan Rasulullah dan hal itu membuat beliau marah yang kemarahannya tampak terlihat di raut
wajahnya dan berkata dalam hati mungkin para pembesar Aran ini berkata dalam hati mereka pengikut
Muhammad adalah orang-orang buta dan para budak. Kemudian beliau berpaling dari Abdullah dan
meneruskan percakapannya dengan kelompok itu. Kemudian ayat ini turun menegur Nabi saw. Setelah
peristiwa itu, Nabi senantiasa membesarkan kedudukan Abdullah dan berkata “Selamat atas seseorang
yang karenanya Allah menegurku” (Thabari, 1412 H, hal. 33) Kedua, mufassir Syiah memaparkan
ayatayat ini turun berkaitan dengan seorang lelaki dari Bani Umayyah yang duduk disamping Rasulullah
saw. Disaat itu Abdullah bin Maktum memasuki majelis dan disaat mata lelaki tersebut melihat
kedatangan abdullah, ia langsung berdiri merapikan keadaanya, seakan-akan khawatir dirinya tercemar
olehnya dan sambil mengerutkan wajahnya, diapun berpaling darinya. Lalu Allah swt menegurnya
dengan menurunkan ayat-ayat ini. Sebab penurunan ini dinukil dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Shadiq as (Thabarsi, 1372 H, hal. 664). Sebagian besar ulama Syiah seperti Sayid Murthada
dan Allamah Thabathabai tidak menerima sebab penurunan yang pertama. Allamah Thabathabai
meyakini bahwa ayat-ayat surah ini tidak menunjukkan secara jelas dan gamblang bahwa yang dimaksud
dengan orang yang kena teguran itu adalah Nabi Muhammad saw, akan tetapi malah sebaliknya,
terdapat bukti-bukti yang dimaksud adalah orang lain. Sebagaimana dengan orang kafir saja Nabi tidak
cemberut apalagi dengan kaum mukmin. Selain itu, Allah swt dalam surah alQalam yang turun sebelum
surah „Abasa, akhlak Nabi dihitung sebagai akhlak yang agung (Thabathaba'i A. M., al-Mizan, jilid 20,
1925 H, hal. 331-332). Kemudian terdapat beberapa ayat-ayat serupa teguran Allah kepada Rasulullah
yang menarik untuk diteliti validitas asbabun nuzulnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti
lebih jauh dalam skripsi ini mengenai hal tersebut yang berjudul “ Validitas Asbabun Nuzul pada Tafsir
Al-Mizan Karya Thabthaba’i (Studi Dakhil Naqli Ayat-ayat Teguran Allah kepada Raulullah) ” B. Rumusan
Masalah Dari latar belakang masalah dan pemaparan diatas, penelitian ini berangkat dari permasalahan
yang terangkum dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana sumber riwayat Asbab al-nuzul? 2.
Bagaimana bentuk Dakhil Naqli dari riwayat Asbab al-Nuzul ayat-ayat teguran Allah kepada Rasulullah?
3. Bagaimana pendapat Thabathaba‟i mengenai ayat-ayat teguran kepada Rasulullah? C. Tujuan dan
Kegunaan Penelitan Pada umumnya penelitian memiliki tujuan untuk menambah wawasan keilmuan
terhadap objek yang dikaji, begitu juga dengan penelitian yang akan dibahas melalui skripsi ini. Tujuan
penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sumber riwayat Asbab al-nuzul. 2. Untuk mengetahui bentuk
Dakhil Naqli dari riwayat Asbab al-Nuzul ayatayat teguran Allah kepada Rasulullah. 3. Untuk mengetahui
bagaimana pendapat Thabathaba‟i mengenai ayat-ayat teguran kepada Rasulullah. Adapun kegunaan
penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, sebagai berikut: 1. Secara teoritis a. Hasil
penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang sarjana pada Jurusan Ilmu Alquran
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. b. Untuk
mengembangkan cakrawala intelektual dalam massalah keislaman khususnya dalam bidang tafsir quran.
c. Diharapkan menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat menambah Khazanah intelektual 2. Secara
praktis a. Untuk menambah wawasan keilmuan khususnya dalam studi ilmu alquran tentang persoalan
validitas Asbab al-Nuzul ayat-ayat teguran Allah kepada Rasulullah. b. Diharapkan bisa menjadi motivasi
bagi semua orang untuk terus belajar mengenai hadits dan quran ditengah kesibukan-kesibukan yang
dimiliki. D. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka sangat penting untuk dilakukan oleh seorang peneliti
sebelum melakukan penelitian, agar peneliti mengetahui apakah objek penelitian yang akan dilakukan
sudah pernah diteliti oleh orang lain ataukah belum samasekali ada yang meneliti. Dalam beberapa
karya ilmiah ditemukan karya yang berhubungan dengan penelitian ini, misalnya; Pertama, peneliti
menemukan skripsi yang membahas tentang “Teguran Al-Quran(Al-„Itab) kepada Nabi Muhammad
dalam Tafsir Al-Tabari dan Tafsir Fi Zilal Al-Quran” yang disusun oleh M. Nuryasin Asyafi‟i mahasiswa
jurusan Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013. Dalam skripsinya M. Nuryasin mengkaji
tentang teguran Alquran (Al-„Itab) kepada Nabi Muhammad dalam tafsir al-Tabari dan Tafsir Fi zilal
Alquran ini berusaha untuk mengetahui perbedaan maupun persamaan penafsiran al-Tabari dan Sayyid
Qutb, yang seting kehidupannya berbeda, terhadap ayat teguran kepada Nabi Muammad saw. Dengan
menggomporasikan kedua penafsiran tersebut, maka dapat diketahui persamaan dan perbedaan antara
keduanya, baik dari segi metode ataupun substansi penafsirannya. Dari sisi metode penafsirannya
keduanya sama-sama menggunakan metode Tahlili dan berusaha menggabungkan bentuk tafsir bi
alma’sur dan bi al-ra’y. Dari sisi substansinya keduanya sama-sama mengakui bahwa munculnya ayat
„itab tersebut berkaitab dengan kesalahan yang dilakukan Nabi Muhammad saw (Asyafi'i, 2013, hal. xiii).
Kedua, skripsi tentang “Teguran Allah terhadap Rasulullah dalam AlQuran” yang ditulis oleh Rima Anisa
mahasiswa Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh Tahun 2018. Dalam
skripsinya Rima Anisa bermaksud untuk mengungkapkan ayat-ayat yang bersifat teguran terhadap Rasul
dan menjelaskan konteks ayat-ayatnya (Anisa, 2018, hal. 86). Ketiga, skripsi yang ditulis oleh
Muhammad Nur Baden SAM, yang membahas tentang “Penafsiran Wahbah Zuhaili tentang Ayat-ayat
tentang teguran Allah terhadap Rasulullah Saw dalam Tafsir Al-Munir” mahasiswa jurusan Ilmu al-Quran
dan Tafsir UIN SGD Bandung 2017. Dalam skripsinya Nur Baden membahas mengenai bagaimana
penafsiran Wahbah Zuhaili tentang ayat-ayat teguran Allah kepada Rasulullah Saw dalam tafsir al-Munir.
Dalam menafsirkan ayat-ayat teguran ini Wahbah Zuhaili selalu menggunakan riwayat-riwayat sebagai
rujukannya tak kurang dari tiga riwayat beliau jadikan sebagai rujukan, kecuali dan surah Abasa ayat 1-
10 beliau hanya menggunakansat riwayat. Wahbah Zuhaili menyatakan bahwasanya ayat-ayat yang
berkaitan dengan teguran Allah Swt terhadap Rasulullah saw ini tidak ada kaitannya dengan ketidak
ma‟sumannya seorang Rasulullah saw, karena apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw selalu tidak
berkaitan dengan hal-hal yang berbau dosa (Baden, 2017, hal. 83-84). Keempat, skripsi yang ditulis oleh
Asep Mukrom Jamil yang membahas tentang “Penafsiran Thabathaba‟i Tentang Ayat-ayat Teguran
terhadap Rasul” mahasiswa Fakultas Ushuludin UIN SGD Bandung 2015. Pada penelitiannya Asep
Mukrom membahas mengenai bagaimana penafsiran Thabthaba‟i dalam menafsirkan ayat-ayat teguran
kepada Rasul. Mengenai Surah „Abasa ayat 1-10 Thabthaba‟i berpendapat bahwa secara redaksional
tidak secara jelas menyatakan bahwa teguran tersebut ditunjukan kepada Nabi Muhammad Saw. Ayat
tersebut hanya mengandung informasi tanpa menjelaskan pelakunya (Jamil, 2015). Dari beberapa
penelitian sebelumnya mereka hanya menjelaskan mengenai penafsiran tentang ayat-ayat teguran
terhadap Rasulullah menurut beberapa mufassir saja, sedangkan penelitian yang akan saya teliti disini
adalah tentang validitas Asbabun Nuzul yang digunakn Thabathaba‟i dalam menafsrkan ayat-ayat
teguran terhadap Rasulullah. E. Kerangka Pemikiran Setelah melalukan beberapa tinjauan pustaka dari
penelitian-penelitian terdahulu, ternyata ayat-ayat teguran terkenal dengan sebutan ‘Itab. Pada dataran
terminologis, „itab menurut M. Quraish Syihab adalah ayatayata alquran yang berisi teguran Allah
kepada Rasulullah SAW. (Syihab, 1997, hal. 77) maksud dari pengertian ini adalah bahwa terdapat ayat-
ayat dalam kalamAllah yang berisi teguran kepada Rasulullah SAW. Allah Swt diposisikan sebagai
penegur dan Rasulullah SAW sebagai tertegur. lain halnya Jalaluddin alSuyuthi, ia mengartikan ‟itab
sebagai ayat alquran yang digunakan untuk menegur diri sendiri sebagai ungkapan penyesalannya.
Secara etimologi, Wearson Munawwir dalam kamusnya mengartikan „Itab menegur seseorang agar ia
mengetahui kesalahan yang telah dibuatnya, atau menyalahkan sesuatu yang telah dilakukannya.
pengertian ini langsung kepada makna menegur kesalahan. Louis Ma‟luf mendefinisikan „itab dalam
banyak makna, di antaranya meloncat dengan mengankat salahsatu kaki, lewat dari satu tempat
ketempat lain, kilat yang menyambar-nyambar. Makna-makna tersebut bertumpu pada adanya dua
benda yang memposisikan keduanya saling berhubungan. tidak disebutkan didalamnya makna sebuah
ejekan atau teguran. namun jika dicermati secara teliti, makna-makna tersebut mengandung pengertian
bahwa salah satu bagian menjadi lebih tinggi dari bagian yang lain.Pada kamus yang lain seperti Mu‟jam
Al-Wasith diterangkan bahwa „Itab adalah menegur seseorang dengan teguran yang masuk akal agar
orang yang ditegur tersebut berbuat sesuatu yang diinginkannya dan mencamkan sesuatu yang
dibencinya. Pengertian tersebut tidak bedanya dengan pengertian sebelumnya, telah memaknainya
pada satumaksud, yaitu teguran. Teori mengenai konteks penafsiran Asbab al-Nuzul secara umum telah
banyak dijelaskan oleh ulama atau sarjana muslim. Seperti karya al-Zarqani dalam buku Manahil fi Ulum
al-Quran yang mengatakan bahwa Asbab al-Nuzul adalah suatu yang ada pada hari-hari dimana
terjadinya satu ayat atau beberapa ayat dalam alquran turun untuk membicarakan dan menjelaskan
hukumnya (AlZarqani, hal. 106). Sedangkan Nazr Hamid Abu Zaid mengatakan bahwa Ilmu Azbab al-
Nuzul merupakan ilmu yang paling penting dalam menunjukkan hubungan dan dialektika antar teks dan
realitas. Karena ilmu ini dapat memberikan bekal berupa materi baru yang memandang sebuah teks
dapat merespon realitas, baik dengan cara menggunakan ataupun menolak dan menegaskan
hubungannya yang dialogis dan dialetik dan realitas (Zaid, 1990, hal. 69). Sedangkan al-zarqani
berpendapat bahwa Asbab al-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi setelah turunnya ayat (Anwar A. ,
2002, hal. 29). Nurcholis Majid mengatakan bahwa adanya konteks Asbab al-Nuzul itu dapat
memberikan penjelasan tentang implikasi sebuah firman dan meberi bahan melakukan penafsiran dan
pemikiran tentang bagaimana mengaplikasikan sebuah firman itu dalam situasi dan kondisi yang
berbeda (Majid, 1995, hal. 25). T.M. Hasbi AlAhidiqi memaknai kata Asbab al-Nuzul sebagai kejadian
yang karenanya alquran diturunkan untuk menerangkan hukum dihari timbulnya kejadian dan suasana
itu serta membicarakan sebab baik diturunkan langsung sesudah sebab itu terjadi ataupun kemudian
karena suatu hikmah (al-Shiddiqy, 1990, hal. 69). Imam al-Wahidi berpendapat bahwa mengetahui tafsir
suatu ayat alquran tidak akan mungkin bila tidak mengetahui latar belakang peristiwa dan kejadian
turunnya ayat tersebut. Beliau juga mengatakan bahwa membicarakan mengenai Asbab al-Nuzul ayat-
ayat alquran tidak dibenarkan tanpa mengetahui periwayatannya, mendengar langsung dari orang-
orang yang mneyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya serta mendalami ilmunya. Ibnu Daqiqil
„Id berpandangan bahwa mengetahui tentang kejadian turunnya suatu ayat merupakan cara yang paling
baik untuk memahami makna tersebut. Sedangkan Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa mengetahui
Asbab al-Nuzul ayat dapat menolong kita dalam memahami makna ayat tersebut. Pengetahuan Ihwal
Asbab al-Nuzul suatu ayat memberikan dasar yang kuat dan kokoh untuk menyelami makna suatu ayat
alquran (Dahlan, 2000, hal. 4-5). Dari pemaparan diatas sudah tampak jelas bahwasanya para ulama dan
sarjana muda telah sepakat dan mengisyaratkan bahwa Asbab al-Nuzul memang diperlukan oleh
seorang mufassir dalam menginterpretasikan ayat alquran agar dapat menguak arti substansial dari
sebuah teks. Dalam sejarah juga dikemukakan bahwa para ulama salaf pernah mengalami kesulitan
dalam menafsirkan beberapa ayat alquran. Namun setelah mendapatkan Asbab al-Nuzul ayat-ayat
tersebut, mereka tidak lagi mendapatkan kesulitan dalam menafsirkannya. Setelah mengetahui teori-
teori mengenai „Itab dan asbabun nuzul diatas penulis akan melakukan sebuah penelitian dengan
mengumpulkan ayat-ayat tentang „Itab diantaranya: surat Ali Imran: 128, al-Anfal: 67, at-Taubah: 43
dan 113, al-Kahfi: 23-24, al-Ahzab: 37, at-Tahrim: 1, dan Abasa: 1-12. Kemudian setelah mengetahui ayat
Alquran diatas penulis akan mncari validitas dari asbabun nuzul yang digunakan dalam menafsirkan
ayat-ayat tersebut pada tafsir al-Mizan dengan menggunakan pendekatan Dakhil Naqli. F. Metodelogi
Penelitian Penggunaan dan pemilihan metode penelitian memiliki peran yang sangat penting dalam
mempermudah mencapai sasaran yang tepat dan sesuai dengan metode penelitian., oleh karenanya
penulis akan menggunakan beberapa metode untuk mengumpulkan data dalam sebuah skripsi ini,
diantaranya adalah: 1. Metode Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu dengan menguraikan dan menggambarkan masalah
penelitian melalui penafsiran ayat-ayat tentang teguran terhadap Rasulullah SAW, dan menganalisanya
dengan bahan atau data yang sesuai dengan asbabun nuzul yang ada pada ayat-ayat tersebut kemudian
melalui pendektan dakhil naqli penulis akan menemukan kevaliditasan asbabun nuzul pada ayat-ayat
tentang teguran kepada Rasul. Kemudian penjelasan dari data tesebut penulis akan menyimpulkan
secara deduktif, yaitu menyimpulkan dari penjelasan yang umum menjadi khusus agar pembaca bisa
dapat memahami maksud dan isi dari penelitian ini. 2. Jenis dan sifat penelitian a. Jenis Penelitian Jika
dilihat dari jenis penelitiannya, maka penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dan bersifat
kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan macammacam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya
beberapa bukubuku, majalah-majalah, naskah-naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen dan
lain-lain (Kartono, 1996, hal. 33). Untuk memperoleh data ini, penulis mengkaji literatur-literatur dari
perpustakaan yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini dengan cara melakukan lanhgkah-
langkah identifikasi melalui pembacaan, pengumpulan, pengolahn dan pengkajian terhadap data-data
yang telah ada terkait masalah ayatayat teguran terhadap Rasulullah baik berupa data primer ataupun
data sekunder. secara akurat dan faktual (Hadi, 1986, hal. 3). 3. Sifat Penelitian Penelitian ini berisfat
deskriptif analisis, sebuah penelitian setelah memaparkan dan melaporkan suatu keadaan, objek, gejala,
kebiasaan, perilaku tertentu kemudian dianalisis secara lebih tajam (Kartono, 1996, hal. 33). Penelitian
ini berusaha memaparkan dengan cara mendialogkan data yang ada sehingga membuahkan hasil
penelitian yang dapat mendeskripsikan secara komprehensif, sistematis, dan obyektif tentang
permasalahan seputar tjudul skripsi ini. 4. Sumber Data Dalam hal ini, penulis menggunakan dua sumber
data penelitian, yaitu: Sumber data primer dan sekunder (Anwar A. , 1974, hal. 2). a. Sumber data
primer: Sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber dari sumber aslinya yaitu tafsir Al-
Mizan b. Sumber data sekunder: Data yang diperoleh dari literatur-literatur lain, berupa buku-buku
tentang ayat-ayat teguran terhadap Raulullah, kitab-kitab tafsir lainnya, hasil penelitian dan artikel-
artikel yang berkaitan dengan masalah teguran terhadap Rasul guna untuk meperkaya dan melengkapi
sumber primer. 5. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan
membaca, mencatat serta menyusun data-data yang diperoleh itu menurut pokok bahasan masing-
masing. Adapun teknik dari pengumpulan data-data tersebut penulis menggunakan antara lain: a. Kartu
Kutipan Pencatatan dengan sesuai aslinya dan tidak mengurangi dan menambah walaupun satu kata,
huruf, maupun tanda baca. Adapun mempertinggi penelitian kutipan diadakan pengecekan ulang ketika
selesai mengutip, lalu disertai dengan dengan halaman sumber yang terdapat diakhir kutipan. b. Kartu
Kutipan/Ulasan Kartu ini membuat catatan khusus yang datang dari peneliti sebagai refleksi terhadap
suatu sumber data yang dibaca. Komentar atau ulasan tersebut dapat berupa kritik, saran, kesimpulan,
atau berupa penjelasan kembali terhadap sumber data yang bersifat pribadi (Charis, 1990, hal. 3) 6.
Analisis dan Kesimpulan Setelah data-data yng dikumpulkan terkumpul, maka selanjutnya dilakukan
tahapan analisis terhadap data-data tersebut. Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode:
a. Analisis Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori,dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data. Namun di sini Penulis melakukan analisis terhadap data non-statistik,
karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan pengambilan datanya pun diambil dari naskah
yang berupa buku ataupun tulisan yang berbentuk artikel. Dalam melakukan kerja analisis, Penulis
menggunakan cara deduksi-induksi, menguraikan sebuah permasalahan dari hal yang umum ke hal yang
khusus. b. Penarikan Kesimpulan Selanjutnya dalam mengambil kesimpulan ini penulis menggunakan
metode deduktif yaitu suatu cara mengambil kesimpulan dari uraian-uraian yang bersifat umum, kepada
uraian kesimpulan yang bersifat khusus (Charis, 1990, hal. 7). Jadi dalam penelitian ni, dalam
pengambilan kesimpulan, penulis menggunakan metode deduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari yang
bersifat umum ke yang bersifat khusus. c. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan ini merupakan
rangkaian pembahasan yang termuat dalam skripsi ini, dimana antara yang satu dengan yang lainnya
saling berkait sebagai suatu kesatuan yang utuh. Ini ,erpakan deskripsi sepintas yang mencerminkan
urutan dalam setiap bab. Agar penyusunan ini dapat dilakukan secara runtut dan terarah, maka
penyusunan ini dibagi menjadi lima bab yang disusun berdasarkan sistematika sebagai brikut: Bab I,
pendahuluan yang terdiri dari tujuh sub bab. Sub bab pertama,membahas tentang latar belakang
masalah yang merupakan pokok masalah mengapa penelitian/ skripsi ini dibuat. Sub bab kedua,
rumusan masalah yang merupakan pertanyaan yang menjadi titik tolak penelitian selanjutnya. Sub bab
ketiga, tujuan dan kegunaan tentang penelitian ini. Sub bab keempat,kajian atau telaah pustaka adalah
upaya penelusuran atau penelitian pendahuluan yang berkaitan dengan topik utama. Sub bab kelima,
kerangka pemikiran. Sub bab keenam, metode penelitian yang merupakan langkah-langka
pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang ditempuh dalanm penelitian ini. Dan yang terakhir
adalah Sub bab ketujuh, adalah sistematika pembahasan. Bab II, penulis kemukakan Landasan Teoritis.
Bab III, tentang biografi singkat Muhammad Husain al-Thabathab‟i serta latar belakang penulisan tafsir
al-Mizan fi Tafsir al-Quran Pada bab kedua ini terdiri dari dua sub bab. Sub bab pertama, berisi biografis
singkat, keilmuan dan karya-karya Muhammad Husain al-Thabathaba‟i. Sub bab kedua, membicarakan
seputar tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Quran : latar belakang penulisan, sistematika, pendekatan dan
metodologi penafsiran serta ditampilkan beberapa pendapat atau komentar ulama atau cendikiawan
mengenai tafsir al-Mizan. Lalu membahas mengenai konteks ayat-ayat teguran terhadap Rasulullah dan
analisi dakhil alnaqli dalam riwayat asbab al-nuzul ayat-ayat teguran tersebut kemudian dimasukkan
juga pendapat Thabathaba‟i mengenai ayat teguran itu. Bab IV, berisi kesimpulan dan saran. Subbab
kesimpulan adalah intisari dari hasil penelitian sekaligus merupakan jawaban dari rumusan masalah
yang disebutkan dalam bab pendahuluan, sedangkan subbab saran adalah bagian yang memuat
beberapa rekomendasi penelitian lanjutan yang bisa dilakukan dan berkait erat dengan penelitian ini.

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Tidaklah tersembunyi bagi siapapun juga bahwa tiap-tiap sesuatu dan ada kadarnya. Demikianlah
sunnatullah didalam alam ini. Sejarah adalah saksi yang benar menetapkan kebenaran ini. Seseorang ahli
sejarah yang hendak menggali sesuatu dari perkembangan sejarah harus mengetahui sebab-sebab
kejadian dan pendorong-pendorongnya, jika dia ingin mengetahui hakikat sejarah itu sebenaranya,
bukan sejarah saja yang memerlukan hal demikian, ilmu-ilmu tabi’at, ilmu-ilmu kemasyarakatan dan
kebudayaan serta kesusastraan juga memerlukan sebab dan musabab.

Turunnya AlQur’an merupakan suatu kejadian yang sangat mengagetkan sekaligus menggembirakan hati
Rasulullah SAW. Sebagaimana turunnya Surat Al-‘alaq(ayat:1-5), Nabi Muhammad SAW dalam
menerimanya sangatlah berat karena karena diturunkan lewat perantara malaikat jibril sesosok yang
membuat Nabi SAW ketakutan. Saat malaikat jibril menyampaikan wahyu tersebut, Rasullullah juga
merasa keberatan karena tidak bisa melaksakan apa yang diperintah malaikat jibril. Tetapi setelah
berkali-kali malaikat jibril mengulang akhirnya Rasullah SAW dapat menerimanya. Begitupun saat
menerima ayat-ayat yang lain, Rasulullah selalu merasa ketakutan dengan segala sesuatu yang
mengiringi ayat-ayat tersebut.

Begitu sulitnya Rasulullah dalam menerima wahyu membuktikan kalau peristiwa turunnya Al Qur’an
merupakan suatu kejadian yang sangat luar biasa dan juga merupakan suatu . Dengan turunnya Al
Qur’an berarti banyak hal yang perlu dikaji lebih mendalam lagi, baik dari segi sebab-sebab turunnya
atau yang sering disebut Asbabun Nuzul maupun proses turunnya Al Qur’an itu sendiri.

Dalam Makalah ini pembahasannya hanya terkait tentang proses turunnya Al Qur’an saja atau yang
sering disebut ilmu nuzulul Qur’an. Dengan mempelajari pembahasan masalah tersebut akan diketahui
bagaimana arti sebenarnya nuzulul Qur’an itu sendiri, bagaimana tahapan-tahapan turunnya ayat-ayat
tersebut, serta bagaimana bisa ayat-ayat tersebut diturunkan di Makkah maupun di Madinah.

1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka kami akan merumuskan isi daripada makalah kami
ini sebagai berikut :

1. Apa pengertian Nuzulul Qur’an dan tahap turunnya?

2. Bagaimana cara turun Al-Qur’an kepada Rasulullah Saw?

3. Apa hikmah di turunkannya Al Qur’an secara sekaligus ke langit dunia serta berangsur-angsur
kepada Rasullah ?

4. Tujuan Penulisan

Tujuan merupakan arah terakhir dari suatu kegiatan, tanpa tujuan yang telah ditentukan sebelumnya
makalah ini tidak akan sampai pada tujuan. Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Materi Pendidikan Al-Qur’an dan Ilmu Hadits

2. Dengan mempelajari dan memahami bahan makalah ini yakni tentang masalah Nuzul Al-
Qur’an maka diharapkan kita bisa memahami apa maksud Nuzul Al-Qur’an tersebut, serta
mengetahui hikmah dibalik turunnya Al-Qur’an secara berangsung-angsur.

3. Metode Penulisam

Adapun metode kami dalam menyempurnakan isi makalah ini dengan berbagai cara yang paling utama
adalah dengan metode kepustakaan serta dengan cara mengakses Internet dalam website yang bisa
dipertanggungjawabkan.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Nuzulul Qur’an dan Tahap Turunnya

2. Pengertian Nuzulul Al Qur’an

Dalam kaitan turunnya Al Qur’an sering disebutkan dengan kata-kata seperti nuzul (‫)نزول‬, inzal (
‫)إنزال‬, tanazzul (‫)تنّزل‬, tanzil (‫)تنزيل‬, danmunazzal (‫ )منّزل‬yang masing-masing berati turun, menurunkan, hal
turun, proses penurunan, dan yang diturunkan. Perlu diketahui, bahwa bahwa setiap kata mempunyai
dua fungsi makana, yakni makna dasar (harfiyah, etimologik) dan makna termi-nonlogik (relasional).
Adapun makna-makna di atas merupakan fungsi makna dasar. Sedangkan makna relasionalnya dapat
diikuti uraian berikut ini.

Az Zarqani menjelaskan bahwa kata nuzul mempunyai makna dasar (perpindahan sesuatu dari
atas ke bawah) atau (suatu gerak dari atas kebawah). Menurutnya, dua batasan tersebut memang tidak
layak diberikan untuk maksud diturun-kannya Al Qur’an oleh Allah, karena keduanya hanya lebih tepat
dan lazim dipergunakan dalam hal yang berkenaan dengan tempat dan benda atau materi yang
mempunyai berat jenis (BJ) tertentu. Sedangkan Al Qur’an bukan semacam benda yang memerlukan
tempat perpindahan dari atas ke bawah. Tapi yang benar adalah memahami bahwa kata nuzul itu
bersfat majazi, yakni pengertian nuzul Al Qur’an bukan tergambar dalam wujud perpindahannya Al
Qur’an, atau Al Qur’an itu turun dari atas ke bawah, tetapi harus di pahami sebagai pengetahuan bahwa
Al Qur’an telah diberitakan oleh Allah SWT kepada penghuni langit dan bumi. Di sini terkandung maksud
bahwa nuzul harus di ta’wilkan dengan kata i’lamyang berarti pemberitahuan atau pengajaran.
Maka nuzul Al Qur’anberarti proses pemberitaan atau penyampaian ajaran Al Qur’an yang terkandung di
dalamnya.

1. Tahapan Nuzulul Qur’an

Dipandang dari segi filososfis maupun teologis, Al Qur’an di turunkan melalui tiga tahapan, yaitu:

Pertama : Al Qur’an diturunkan secara keseluruhan ke lauh mahfuzh oleh Allah.

Kedua : Al Qur’an diturukan dari lauh mahfudh ke langit dunia (bait Al ‘izzah) pada lailatul qadr secara
keseluruhan.
Ketiga : Al Qur’an diturunnkan secara berangsur-angsur dari langit dunia (Bait Al ‘izzah) melalui malaikat
jibril as. kepada nabi Muhammad SAW.

Penjelasan :

Pertama :

Lauh mahfuzh adalah suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian
Allah. Proses pertama ini diisyaratkan:

“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, Yang (tersimpan) dalam Lauh
Mahfuzh.“ (Q.A Al-Buruj : 21-22)

Diisyaratkan pula oleh firman Allah Swt :

Artinya :

“Sesungguhnya Al-Quran Ini adalah bacaan yang sangat mulia, Pada Kitab yang terpelihara (Lauhul
Mahfuzh), Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Rabbil
‘alamiin.“ (Q.S Al-Waqi‘ah : 77-80)

Kedua :

Proses kedua ini diisyaratkan Allah dalam :

Artinya :

“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.“ (Q.S. Al-Qadar : 1)

Maksud ayat : Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu
suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.

Selanjutnya firman Allah Swt :

Artinya :
“Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah
yang memberi peringatan.“ (Q.S. Ad-Dukhan : 3)

Penjelasan Ayat : Malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia
umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.

Ketiga :

Mengenai proses ketiga ini diisyaratkan dalam firman Allah :

Artinya :

“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah
seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, Dengan bahasa Arab yang jelas.“(Q.S. Asy-
Syu‘ara : 193-195)

Sering pula wahyu diturunkan untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi
atau membenarkan tindakan Nabi Saw. Disamping itu, banyak pula ayat atau surat yang diturunkan
tanpa melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu.

Selanjutnya di dalam buku terjemah Samudera Al-Qur‘an karangan Imam As-Suyuthi menyebutkan
ada 3 pendapat tentang bagaimana turunnya Al-Qur‘an dari lauh Mahfudz yaitu :

Pendapat pertama : inilah pendapat yang apling benar dan paling masyhur, yaitu bahwasanya Al-Qur‘an
ini diturunkan ke langit dunia pada malam bulan purnama langsung secara sekaligus, kemudian setelah
itu diturunkan secara berangsur-angsur selama dua puluh tahun, dua puluh tiga atau dua puluh lima
bulan, sesuai perbedaan pendapat para ulama tentang masa menetapnya Rasulullah di kota Makkah
setelah di utus menjadi Nabi.

Dikemukakan oleh Al- Hakim, Al-Baihaqi dan yang lainnya dari riwayat Manshur dari Said bin Jubair, dari
Abdullah bin Abbas Ra, ia berkata : Al-Qur‘an ini diturunkan saat Lailatul Qadar ke langit dunia secara
sekaligus, dan adalah turunnya itu di tempat beredarnya bintang-bintang, kemudian setelah itu Allah
Swt menurunkannya kepada Nabi Saw sedikit demi sedikit (secara berangsur-angsur).

Juga dikemukakan oleh Ibnu hatim dari riwayat Al-Hakim, Al Baihaqi dan An-Nasai dari riwayat Dawud
bin Abi Hind, dari Ikrimah dari Abdullah bin Abbas Ra, ia berkata : Al-Qur‘an ini diturunkan ke langit
dunia dalam satu malam, yaitu pada malam Lailatul Qadar, kemudian diturunkan lagi sedikit demi
sedikit selama dua puluh tahun, maka sejak itu jika ada suatu peristiwa atau pertanyaan yang datangnya
dari orang-orang musyrik, Allah Swt langsung menyiapkan jawaban untuk mereka.

Dikemukakan oleh Ibnu Marduyah dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma wa Ash-Shifat dari riwayat As-Suddy,
dari Muhammad, dari Ibnu Abil Mujalid, dari Muqsim, dari Abdullah bin Abbas Ra, bahawasanya
Athiyyah bin Al-Aswad berkata kepadanya : dalam hatiku ini terdapat keragu-raguan, yaitu dalam firman
Allah yang berbunyi :

Padahal Al-Qur‘an ini diturunkan di bulan Syawwal, Dzulqa‘dah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar, dan juga
diturunkan di bulan Rabi‘. Maka Abdullah bin Abbas Ra pun berkata kepadanya : Ketahuilah!
Bahwasanya Al-Qur‘an itu diturunkan di Bulan Ramadhan pada Lailatul Qadar secara sekaligus,
kemudian setelah itu diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan tempat beredarnya bintang-
bintang dalam beberapa bulan dan beberapa hari.

Abu Syamah berkata : Maksud dari perkataan Ibnu Abbas berangsur-angsur adalah diturunkan sedkit
demi sedikit, tidak sekaligus, sedangkan maksud tempat beredarnya bintang-bintang yaitu sesuai
dengan peristiwa dan kejadian yang berlangsung.

Pendapat Kedua : bahwasanya Al-Qur‘an ini diturunkan ke langit dunia selama dua puluh, dua puluh
tiga atau dua puluh lima lailatul qadar, yaitu tiap malam yang ditakdirkan Allah dalam setiap tahunnya.
Kemudian setelah itu diturunkan oleh Allah Swt secara berangsur-angsur dalam setiap tahunnya. Ini
adalah pendapat hasil penelitian Fakhruddin Ar-Razi. Ia berkata : “Ini kemungkinan bahwa Al-Qur‘an itu
diturunkan pada setiap lailatul qadar yang manusia saat itu memerlukan jawaban dari Al-Qur‘an. Ia
diturunkan dari Lauh Mahfudz ke langit dunia.

Pendapat ketiga : Bahwa Al-Qur‘an itu turunnya dimulai malam lailatul qadar. Kemudian setelah itu
diturunkan dengan berangsur-angsur dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Dan seperti nil ah
pendapat Asy-Sya‘bi mengemukakan pendapatnya.

Ibnu Hajar berkata dalam syarah sahih Bukhari : “pendapat pertamalah yang shahih dan mu‘tamad“, ia
juga berkata : “Sedangkan Al-Mawardi, ia pernah menghadirkan pendapat keempat, yaitu : Bahwasanya
Al-Qur‘an itu diturunkan dari Lauh Mahfudz secara sekaligus, dan yang menurunkannya secara
berangsur-angsur kepada Jibril As adalah para Hafadlah (malaikat penjaga) selama dua puluh malam,
baru kemudian Jibril As menurunkannya kepada Nabi Saw sedikit demi sedikit selama dua puluh tahun.
Ini juga pendapat yang sangat Gharib. Sedangkan pendapat yang mu‘tamad adalah bahwasanya Jibril As
selalu mengajak Nabi Saw Murajaah Al-Qur‘an setiap malam di bulan Ramadhan pada setiap tahun.
1. Tata Cara Inzal dan Turun Wahyu

Al- Ashfahani pada permulaan tafsirnya berkata : Ahlusunnah Wal-Jama‘ah bersepakat bahwa kalam
Allah adalah munazzal (diturunkan). Tapi mereka berbeda pendapat tentang makna inzal itu sendiri.

Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa makna Inzal adalah menampakkan bacaan.

Ada pula yang berkata bahwa maknanya adalah Allah Swt mengilhamkan kalam-Nya kepada Jibril As
saat berada di langit, dimana Allah Swt berada di suatu sangat tinggi mengajari jibril cara membacanya,
baru setelah itu Jibril membawanya turun ke bumi dan menyampaikannya kepada Nabi Saw.

Dalam proses pewahyuan ini ada dua cara, yang pertama : Nabi Saw terlepas dari bentuk kemanusiaan
beliau dan beralih ke bentuk malakiyah. Lalu mengambil kalam tadi dari Jibril.

Yang kedua : bahwa malaikat Jibril berubah bentuknya menjadi seorang manusia, lalu Rasulullah Saw
memperoleh kalam Allah ini darinya. Dari kedua pendapat ini yang lebih diterima adalah pendapat yang
kedua, sedangkan pendapat yang pertama adalah pendapat yang sulit dipercaya.

Selanjutnya disebutkan pada halaman 248 terjemah Al-Itqon Fi Ulumul Qur‘an : Para ulama telah
menyebutkan bahwa dalam turunnya wahyu, ada beberapa cara :

1. Malaikat mendatangi Nabi Saw seperti gemerincingnya lonceng.

2. Jibril menghembuskan wahyu ini langsung ke dalam dada Rasulullah Saw.

3. Malaikat mendatangi Nabi Saw dengan menjelma menjadi seorang manusia.

4. Malaikat mendatangi Nabi Saw saat beliau tidur.

5. Allah Swt langsung mengajak Nabi Saw berbicara saat beliau sadar.

1. Hikmah di turunkannya Al Qur’an secara sekaligus ke langit dunia dan berangsur-angsur


kepada Rasulullah Saw.
Al-Qur’an sebagaimana telah tersebut turun ke dunia ini dengan berbagai macam cara seperti secara
sekaligus ke langit dunia dan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw. Semua itu tak terlepas
dari berbagai macam hikmah yang terkandung di dalamnya. Kenapa demikian ??? karena Al-Qur’an
merupakan kitab yang begitu mulia sehingga penggaliannya pun tidak akan habis sampai akhir zaman.

Adapaun rahasia diturunkannya Al-Qur’an itu secara sekaligus ke langit adalah karena pengagungan
terhadap Al-Qur’an itu sendiri, dan juga pengagungan terhadap sosok manusia yang bakal menerima Al-
Qur’an tersebut. Dan cara ini berlangsung dengan memberitahu seluruh penduduk langit yang tujuh
bahwa kitab ini adalah kitab Allah Swt terakhir yang diturunkan kepada penutup para Nabi yang diutus
kepada umat yang paling muliadi dunia.

As-Sakhawi dalam Jamlul Qurra’ berkata : “Faedah dari diturunkannya Al-Qur’an ke langit dengan
sekaligus, adalah sebagai pemuliaan kepada Bani Adam dan penghormatan kepada kedudukan mereka
di hadapan para malaikat, juga mengenalkan kepada mereka akan rahmat dan perhartian khusus dari
Allah bagi mereka. Karena makna inilah, Allah Swt mengirim tujuh puluh ribu malaikat yang mengiringi
surah Al-An’am.

Selanjutnya akan kami paparkan mengapa Al-Qur’an itu diturunkan kepada Rasulullah secara berangsur-
angsur bukan secara sekaligus seperti kitab-kitab yang Allah turunkan kepada Nabi sebelumnya.

Turunnya Al Qur’an secara berangsur-angsur tidak hanya disebabkan karena Al Qur’an itu lebih besar
dan kitab-kitab yang diturunkan Allah sebelumnya, melainkan juga karena adanya beberapa hikmah,
sehigga Al Qur’an itu di turunkan secara berangsur-angsur.

Hikmah tersebut antara lain ialah:

1. Bahwa diturunkanya AlQur’an secara berangsur-angsur itu adalah untuk menguatkan dan
mengokohkan hati Rosulullah sendiri.

2. Hikmah lainnya adalah, bahwa dengan turunya Al Qur’an secara berahap itu, juga memudahkan
bagi kaum muslimin yang pada masa itu ummnya masih buta huruf, untuk mempelajari dan
menghafalkan serta menerangkan ayat-ayat Al Qur’an itu dalam kehidupan sehari-hari.

3. Turunnya Al Qur’an secara bertahap itu adalah untuk menyesuaikan degan kepentingan
Rasulullah dan kaum muslimin serta perkembangan yang mereka alami dari masa ke masa.
4. Turunnya Al Qur’an secara bertahap adalah sangat sesuai dengan sunnatulah yang berlaku di
alam ini. Bahwa “segala sesuatu harus terjadi dengan bertahap”. Dari kecil menjadi besar, dari
sedikit menjadi banyak dll.

Sesuatu yang terjadi secara bertahap, akan dapat berjalan dengan lancar, dan dapat di terima dengan
baik, serta mendatangkan faedah yang yang kita harapkan.

Demikianlah Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur karena ia akan membawa perubahan


yang besar. Dia akan membawa bermacam-macam peraturan yang berisi semua perintah-perintah dan
larangan-larangan.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Simpulan

Bacaan, begitulah arti Al-Qur’an secara bahasa. Tapi apa benar seorang muslim dikatakan muslim
apabila sudah membaca tetapi tidak mengamalkannya ??? itu adalah jawaban yang perlu dicari
kebenarannya.

Setelah kami paparkan berbagai macam dari pembahasan tentang Nuzul Al-Qur’an disimpulkan bahwa :

1. Wahyu diturunkan kepada Rasulullah dengan berbagai macam cara :

2. Malaikat mendatangi Nabi Saw seperti gemerincingnya lonceng.

3. Jibril menghembuskan wahyu ini langsung ke dalam dada Rasulullah Saw.

4. Malaikat mendatangi Nabi Saw dengan menjelma menjadi seorang manusia.

5. Malaikat mendatangi Nabi Saw saat beliau tidur.


6. Allah Swt langsung mengajak Nabi Saw berbicara saat beliau sadar.

7. Al-Qur’an itu turun dengan dua cara :

A. Dengan cara sekaligus ke langit dunia.

B. Dengan cara berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw.

8. Selanjutnya hikmah dimana diturunkan Al-Qur’an tersebut secara sekaligus dan berangsur-
angsur adalah : sebagai pembuktian bahwa kitab suci Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling
mulia diantara kitab suci yang lainnya dikarenakan diturunkan kepada orang yang mulia dan
kepada umat beliau yang mulia, dan disana berisi berbagai macam yang mencakup dari semua
kitab yang pernah Allah turunkan. Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim sebaiknya kita bangga
dengan kitab suci kita. Menurut kami bukan hanya bangga sebaiknya yang kita lakukan adalah
membaca kitab tersebut dengan khusu’ dan penuh dengan penghayatan seterusnya kita
amalkan sebagai pembuktian bahwa kitab tersebut adalah kitab umat Islam bukan kitab agama
lain. Inilah kesimpulan dari kami semoga kami pribadi bisa mengamalkan apa yang kami
sarankan dan juga semoga kita mendapatkan taufik dan hidayah. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Syakur Sf, M, ‘Ulumul al-Qur’an, semarang : PKPI2-FAI Universitas Wahid Hasyim, 2007.

Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad, ‘Ulumul Qur’an I, Bandung : CV Pustaka Setia, 2000.

Anwar, Rosihan, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia Bandung, 2000.

As-Suyuthi, Al-Itqan Fi ulumul Qur’an, PT.Bina Ilmu Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai