Ramdana/2021010110005
Institut Agama Islam Negeri Kendari
Email:dana90443@gmail.com
Abstrak
Artikel ini membahas tentang Azbabun Nuzul Al-Qur'an. Membincang di
seputar asbabun nuzul berarti berusaha memahami keadaan yang sebenarnya
menyangkut peristiwa yang meliputi ayat al-Quran ketika diturunkan kepada
Nabi SAW. Sehingga untuk memahaminya, tidak ada jalan lain kecuali
menelaahnya secara historis lewat pendekatan riwayat yang sampai di hadapan
kita, yang tersebar luas dalam berbagai kitab hasil karya para ulama
Pengetahuan tentang asbabun nuzul mempunyai banyak manfaat. Secara umum
manfaatnya adalah mampu mengantarkan seorang mufassir pada pemahaman
yang benar dengan memahamai kandungan teks dan keadaan yang menyertai
peristiwa yang terjadi ketika Al-Quran diturunkan. Apabila ayat yang diturunkan
sesuai dengan sebab yang umum (‘am) atau sebab yang khusus (khash), maka
yang umum harus diterapkan dengan keumumannya, dan yang khusus dengan
kekhususannya.
Kata Kunci: Asbabun nuzul, wahyu, ayat.
1
2
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Asbabun nuzul merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi Ilmu-ilmu
al- Qur’an. Ilmu ini memberikan peranan yang sangat penting dalam menafsirkan
al- Qur’an, bukan hanya untuk memahami suatu ayat, mengetahui hikmah dibalik
penetapan suatu hukum, tetapi juga menginformasikan realitas sosial-budaya
masyarakat pada masa turunnya al-Qur’an. Kajian asbabun nuzul memberikan
kesadaran akan pentingnya konteks sejarah dalam memahami al-Qur’an, dimana
concern kajian ini adalah menelaah latar belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an,
disamping sangat membantu untuk melacak makna dan semangat suatu ayat, juga
berguna dalam upaya memahami al-Qur’an untuk waktu dan tempat yang
berbeda.
Kekeliruan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an adalah dikarenakan tidak
memahami asbabun nuzul ayat tersebut. Hal ini, misalnya, pernah dialami oleh
Khalifah Marwan bin Hakam dan ‘Utsman bin Mazd’un. Dalam masyarakat
Indonesia misalnya, ada sebagian masyarakat kita yang memahami ungkapan
yang sangat populer “fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan” berdasarkan ayat
al- Fitnatu Asyaddu min al-Qatl, atau al-Fitnatu Akbaru min al-Qatl yang
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 191 dan 217. Kesalahan itu terjadi, karena
di samping memahami arti kata “al-fitnah” dalam ayat itu semakna dengan arti
fitnah dalam bahasa Indonesia, juga disebabkan mengabaikan asbabun nuzul
yang menjadi latar belakang tuturnnya ayat tersebut.
Mengingat begitu pentingnya ilmu ini, penulis tertarik untuk membahasanya
lebih jauh lewat tulisan ini, agar pengertian asababun nuzul dan pembahasan yang
berkaitan dengannya dapat di ketahui masyarakat luas.
2.Tujuan Penulisan
2
2
3. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah dengan metode Kualitatif.
Metode kualitatif adalah metode yang berupa deskripsi atau gambaran tertulis
mengenai objek tertentu yang menjadi bahan yang diamati atau dikaji oleh peneliti,
yang bersumber dari beberapa referensi buku dan media internet.
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Asbabun Nuzul
6
2
1. Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-
nuzul
a. Sarih (jelas)
7
2
ﻓﻨﺰﻟ ﺔ ﺍﻵﻳ
2. Dilihat dari sudut pandang terbilangnya/jumlah sebab dan ayat yang turun,
asbabun nuzul dapat dibagi menjadi dua:
a. Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat
(ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid)
b. Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat (ta’addud al-
nazil wa alsabab wahid )
c. Cara Mengetahui Riwayat Asbab an-Nuzul
Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah saw.
Oleh karena itu, tidak boleh tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya selain
berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql as-shalih) dari orang-
orang yang melihat dan mendengar langsung turunnya ayat al-Qur’an. Pedoman
Mengetahui Asbabun Nuzul
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat
sahih yang berasal dari Rasulullah SAW atau dari sahabat. Itu disebabkan
pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini, bila jelas, maka hal itu
bukan sekedar pendapat ( ra’y ), tetapi ia mempunyai hukum marfu’ (disandarkan
pada Rasulullah).
ﺒﺎﺏ------ ﺍﺳJﺰﻭﻝ- - ﻧJﺎﺏ-------- ﺍﻟﻜﺘJّ ﺍﻻJﺔ-------- ﺑﺎﻟﺮﻭﺍﻳJﻤﺎﻉ---- ﻭﺍﻟﺴJ ﻣﻤﻦJﺎﻫﺪﻭﺍﺍﻟﺘﻨﺰﻳﻞ Jﺷ
8
2
As- Suyuti berpendapat : bahwa bila ucapan seorang tabi’in secara jelas
menunjukkan asbabun nuzul, maka ucapan itu dapat diterima. Dan
mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabi’in itu benar
dan ia termasuk salah seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari
para sahabat, seperti mujahid, Ikrimah dan Said bin Jubair, serta
didukung oleh hadis mursal yang lain(as-Suyuthi. Jalaluddin,Asbabun
Nuzul. Alih Bahasa oleh Tim Abdul Hayyie).
Sejalan dengan itu, al-Hakim menjelaskan dalam ilmu hadits bahwa apabila
seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan al-Qur’an diturunkan,
meriwayatkan tentang suatu ayat al-Qur’an bahwa ayat tersebut turun tentang
suatu (kejadian). Ibnu al-Salah dan lainnya juga sejalan dengan pandangan ini.
Berdasarkan keterangan di atas, maka sebab an-nuzul yang diriwayatkan
dari seorang sahabat diterima sekalipun tidak dikuatkan dan didukung riwayat
lain. Adapun asbab an-nuzul dengan hadits mursal (hadits yang gugur dari
sanadnya seorang sahabat dan mata rantai periwayatnya hanya sampai kepada
seorang tabi’in). riwayat seperti ini tidak diterima kecuali sanadnya sahih dan
dikuatkan hadits mursal lainnya.
9
2
Pada bagian ini ada pendapat yang mendasari tentang hubungan Asbab Al-
Nuzul dengan penerapan hukum yang terkandung dalam satu ayat Al-Qur’an
kaidah tersebut adalah:
3. Kandungan ayat dengan Asbabun Nuzul tidak hanya dapat berlaku pada
kasus yang menjadi Asbabun Nuzul. Kaidah tersebut berbunyi:
ﺒﺮﻩ-------ﻮ ﺍﻟﻌ-----ﻆ ﺑﻌﻤ-------ﻮﺹ ﻻ ﺍﻟﻔ------ﺍﻟﺴ ﺒﺐ ﺑﺨﺼ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “haidh itu adalah
suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Sebab turunnya ayat diatas adalah khusus yaitu Hadits yang bersumber dari
Anas tentang istri orang Yahudi dalam keadaan haidh maka dikeluarkan dari
rumah, suami dan keluarga tidak mau makan dengannya dan tidak mau bergabung
dengannya dalam satu rumah. Hal tersebut ditanyakan kepada Rasul, maka
turunlah ayat diatas. Rasul menjelaskan bahwa istri tersebut diperlakukan dengan
baik, dan tinggal dalam satu rumah yang dilarang adalah melakukan hubungan
suami istri.
Dapat dilihat bahwa ayat di atas berlafazh umum tetapi sebabnya khusus.
Pada kontek ini para ulama sepakat penetapan hukumnya berdasarkan umumnya
lafazh tidak dengan khususnya sebab sehingga berlaku untuk semua orang.
4. Kandungan ayat dengan Asbabun Nuzul tertentu atau khusus hanya
berlaku pada kasus yang menjadi sebab turunya ayat itu, pendapat ini berdasarkan
kaidah:
ﻊ---ﺮﺓﺍﻟ----ﻮﺹ ﺑ------ﺒﺐ ﺑﺨﺼ--------ﻮﻡ ﻻ ﺍﻟﺴ-----ﻆ ﺑﻌﻤ ﺍﻟﻠﻔ
10
2
Artinya: Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling Takwa dari neraka itu.
Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. Padahal
tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya. Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan
Tuhannya yang Maha tinggi. Dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan. (QS.
Al-Lail: 17-21)
Tujuh hamba sahaya sebelum dibebaskan mereka disiksa dalam menegakkan
ajaran Islam. Riwayah yang ada bersumber dari Urmah menyatakan: Bahwa Abu
Bakar Shidiq telah memerdekan mereka, dalam hal ini turunlah ayat diatas (dan
akan dijauhkan dari mereka orang yang paling bertakwa sampai akhir surat).
Menurut Asbab Al-Nuzul ayat tersebut ditujukan untuk Abu Bakar, pendapat ini
menurut Jumhur Ulama.
Berdasarkan kaidah di atas dapat difahami bahwa yang harus diperhatikan
adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafaz, pendapat ini dipegang oleh
minoritas ulama.
yaitu:
11
2
antara lain:
a. Judi, riba, memakan harta anak yatim diharamkan oleh Allah dalam Al-
Qur’an.
b. Bagaimana mula-mula allah mensyariatkan Shalat khauf (shalat yang
dilakukan sewaktu situasi sedang gawat/perang)
c. Kenapa tidak boleh melakukan Shalat Jenazah atas orang Musyrik.
12
2
13
2
C. PENUTUPAN
1. KESIMPULAN
14
2
DAFTAR PUSTAKA
15