Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu cabang linguistik yang menjadi perhatian para linguis adalah
semantik. Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada
studi tentang makna (arti, Inggris: meaning). Istilah semantik berasal dari bahasa
Yunani, yang mengandung makna to signify atau memaknai. Artinya studi tentang
semantik adalah studi tentang makna yang merupakan bagian dari bahasa.
Dalam bahasa Arab semantik disebut ‘ilm-ad-dalalah. ‘Ilm-ad-dalalah secara
bahasa artinya ilmu pengetahuan yang mengetahui tentang makna. Secara
teminologis, ‘ilm-ad-dalalah sendiri berarti ilmu yang mempelajari makna suatu
bahasa, baik pada tataran mufrodat (kosakata) maupun pada makna dalam tataran
tarokib (struktur atau gramatikal bahasa).
Sedangkan istilah semantik, berpadanan dengan kata semantique dalam
bahasa Perancis. Kata tersebut diserap dari bahasa Yunani dan diperkenalkan oleh
M. Breal. Di dalam kedua istilah itu (semantics, semantique), sebenarnya semantik
belum tegas membicarakan makna atau belum tegas membahas makna sebagai
objeknya, sebab yang dibahas lebih banyak yang berhubungan dengan sejarahnya.
Semantik sendiri merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua
komponen lain adalah sintaksis dan fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan
oleh komponen semantik ini. Menurut Palmer ada hubungan antara ketiga
komponen-komponen tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa (a) bahasa pada
awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-
lambang tertentu, (b) lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang
memiliki tataan dan hubungan tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki
bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, terlihat betapa pentingnya studi semantik
sendiri sebagai subdisiplin linguistik. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan
Chomsky sebagai Bapak Linguistik transformasi yang menyatakan bahwa ilmu
semantik penting sekali dalam studi linguistik. Semantik tidak lagi menjadi objek
periferal, melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidang-bidang studi
linguistik lainnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka agar pembahasan lebih fokus,
terlebih dahulu akan dibuat batasan rumusan dengan mengangkat masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan sejarah semantik Barat?
2. Bagaimana perkembangan sejarah semantik Arab?
3. Bagaimana perkembangan sejarah semantik Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Semantik Barat


Aristoteles, sebagai pemikir Yunani yang hidup pada masa 384-322 SM,
adalah pemikir pertama yang menggunakan istilah “makna” lewat batasan
pengertian kata yang menurut Aristoteles adalah “satuan terkecil yang mengandung
makna”. Dalam hal ini, Aristoteles juga telah mengungkapkan bahwa makna kata
itu dapat dibedakan antara makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom,
serta makna kata yang hadir akibat terjadinya hubungan gramatikal (Ullman
1977:3). Bahkan Plato (429-347 SM) dalam Cratylus mengungkapkan bahwa
bunyi-bunyi bahasa itu secara implisit mengandung makna-makna tertentu.
Coseriu dan Geckeler (1981:8) mengatakan bahwa istilah semantik yang
mulai populer tahun 50-an mula-mula diperkenalkan oleh sarjana Perancis yang
bernama M. Breal pada tahun 1883. Pada halaman yang sama Coseriu dan Geckeler
mengatakan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga istilah yang berhubungan dengan
semantik, yakni (i) linguistic semantics; (ii) the semantic of logicians; dan (iii)
general semantics.
Permulaan adanya sejarah semantik Barat itu dimulai pada tahun 1825, yaitu
seorang berkebangsaan Jerman, C. Reisig, mengemukakan konsep baru tentang
grammar yang menurut Reisig meliputi tiga unsur utama, yakni (1) semasiologi,
ilmu tentang tanda, (2) sintaksis, studi tentang kalimat, serta (3) etimologi, studi
tentang asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna. Pada
masa ini, istilah semantik itu sendiri belum digunakan meskipun studi tentangnya
sudah dilaksanakan. Sebab itulah, masa tersebut oleh Ullman disebut sebagai masa
pertama pertumbuhan yang diistilahkannya dengan underground period.
Masa kedua pertumbuhan semantik telah ditandai oleh kehadiran Michel
Breal (1883), seorang berkebangsaan Perancis, lewat artikelnya berjudul “Les Lois
Intelectuelles du Langgage”. Pada masa itu, meskipun Breal dengan jelas telah
menyebutkan semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan, dia seperti halnya
Reisig, masih menyebut semantik sebagai ilmu yang murni-historis. Dengan kata
lain, studi semantik pada masa itu lebih banyak berkaitan dengan unsur-unsur di
luar bahasa itu sendiri, misalnya bentuk perubahan makna, latar belakang
perubahan makna, hubungan perubahan makna dengan logika, psikologi maupun
sejumlah kriteria lainnya. Karya klasik Breal dalam bidang semantik pada akhir
abad ke-19 itu adalah Essai de Semantique
Masa pertumbuhan ketiga pertumbuhan studi tentang makna ditandai dengan
pemunculan karya filolog Swedia, yakni Gustaf Stern, berjudul Meaning and
Change of Meaning, with Special Reference to the English Language (1931). Stern,
dalam kajian itu, sudah melakukan studi makna secara empiris dengan bertolak dari
satu bahasa, yakni bahasa Inggris. Beberapa puluh tahun sebelum kehadiran karya
Stern itu, di Jenewa telah diterbitkan kumpulan bahan kuliah seorang pengajar
bahasa yang sangat menentukan arah perkembangan linguistik berikutnya, yakni
buku Cours de Linguistique Generale (1916), karya Ferdinand de Saussure.

B. Sejarah Semantik Arab


Padanan istilah semantik dalam bahasa Arab ialah ilmu dilalah yang berasal

dari kata- ‫داللة‬ ‫ يدلدل‬yang memiliki arti menunjukkan. Di jazirah Arab,

kemunculan ilmu dilalah ini sudah lama, diperkirakan pada awal-awal abad.
Ditandai dengan adanya perhatian yang besar dari para saintis Arab. Adapun contoh
konkritnya adalah pemberian titik dan baris pada Al-Qur’an. Menurut Anwar hal
tersebut merupakan bagian cakupan dari ilmu dilalah (semantik), dikarenakan Al-
Qur’an pada awalnya hadir tanpa titik dan baris. Dan perubahan suatu kata, baik itu
pemberian titik atau baris menjadikan beralih tugas, kemudian secara otomatis
memiliki makna baru.
Tidak sebatas itu, studi bahasa yang dilakukan oleh para saintis Arab. Al-
Qur’an sebagai kitab yang kaya akan ilmu pengetahuan, ilmu dilalah merupakan
salah satu diantara perangkat untuk mengkaji Al-Qur’an.
Tahun 1883 merupakan masa kebangkitan ilmu ini, dimana seorang saintis
bernama Michelle Breal mengumumkan kelahiran suatu disiplin ilmu baru yang
dalam pembahasannya berfokus pada “makna/arti”. Yang disebut semantik
Abu Hatim al-Razi sebagai perintis perkembangan semantik, telah
mengumpulkan beberapa kata yang mengalami perkembangan semantik.
menurutnya perkembangan semantik mengambil beberapa bentuk yaitu:
1. Makna lama yang diwariskan.
2. Lafal lama yang diberi makna baru setelah datangnya Islam baik dalam bentuk
perluasan makna, penyempitan maupun pergeseran makna.
3. Lafal baru yang diserap dari bahasa Asing.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa sejarah semantik Arab sudah dimulai
dari awal-awal abad. Contoh-contohnya ditandai dengan adanya pemberian titik
dan baris pada Al-Qur’an sebagai tanda memiliki makna baru. Kemudian ilmu
dilalah disini juga sebagai perangkat untuk mengkaji Al-Qur’an. Selanjutnya pada
tahun 1883 Breal mengumumkan kelahiran ilmu semantik. Kemudian Abu Hatim
mengumpulkan beberapa kata yang mengalami perkembangan semantik untuk
diteliti karakteristiknya.
C. Sejarah Semantik Indonesia
Masih sedikit pembahasan tentang semantik sendiri dalam bahasa Indonesia,
bahkan masih terbilang kurang dalam mencari referensi yang menyangkut dengan
sejarahnya. Namun tidak ada salahnya pembahasan ini bisa dimulai dari asal mula
bahasa Indonesia sendiri.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yang secara resmi menjadi
bahasa Indonesia pada saat sumpah pemuda, memiliki perkembangan yang sangat
cepat dan sebuah bahasa daerah yang memang sudah berfungsi sebagai lingua
franca di Nusantara menjadi suatu bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa
Negara.
Studi yang serius mengenai bahasa Indonesia telah banyak dilakukan orang,
baik yang dilakukan sarjana bangsa Indonesia sendiri maupun bangsa asing. Semua
segi dan aspek kebahasaan bahasa Indonesia telah diteliti orang salah satunya
masalah semantik. pembicaraan khusus mengenai semantik bahasa Indonesia
sejauh ini yang ada barulah dari Slamet Mulyana (1964) dan D.P. Tampu Bolon
(1979). Sedangkan yang dibuat Mansur Pateda dan Aminuddin adalah bersifat
umum teoritis ilmiah
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan-pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai


berikut:

1. Sejarah semantik pada awal pertumbuhannya menurut Reisig diistilahkan


dengan underground period. Fase kedua ditandai dengan karya Michael Breal
yang menyebut semantik sebagai ilmu yang murni-historis. Fase ketiga studi
tentang makna ditandai dengan kemunculan karya filolog Gustaf Stern yang
sebelumnya sudah diungkapkan oleh Ferdinand de Saussure bahwa bahasa
merupakan sistem tanda.
2. Sejarah semantik Arab sudah ada sejak awal-awal abad, yang kemudian pada
tahun 1883 oleh M. Breal dinyatakan sebagai kelahiran ilmu semantik.
3. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yang secara resmi menjadi
bahasa Indonesia pada saat sumpah pemuda. Mulai pada saat itulah penelitian
semantik dimulai.

B. Penutup

Akhirnya penulis menyadari bahwa secara mendasar masih banyak kesalahan


dan kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan guna penyempurnaan makalah
kedepan.
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2011. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

___________. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

http://azizwahied.blogspot.com/2013/11/sejarah-semantik.html?m=1. Diakses pada


Kamis, 25 September 2014, pukul 23.00 WIB

http://kesanpertama.wordpress.com. Diakses pada Kamis, 25 September 2014,


pukul 23.34 WIB

Anda mungkin juga menyukai