Anda di halaman 1dari 5

EKSISTENSI MAHASANTRI MA'HAD ALY DALAM MEMBUMIKAN

KITAB TURATS DI ERA MILENIAL


Oleh: Nur Lailatul Charisma
Semester 3
Ma’had Aly An-nur 1

Di zaman sekarang, menjadi Mahasiswa adalah hal yang tak mengherankan.


Mereka saling berebut dengan masuk kampus yang favorit, dan jurusan yang elit.
Tanpa menghiraukan problematika-problematika yang terjadi setelahnya. Sebagian
yang lainya, mereka berkeinginan setelah masuk kuliah mereka pandai berbicara
didepan umum, aktif organisasi, dan mendapatkan nilai IP yang tinggi. Dengan
diiringi pergaulan bebas, kurangnya ilmu agama, dan lemahnya iman menjadikan
mereka tak sampai pada tujuan kuliah yang sebenarnya. Lantas bagaimana kita
menyikapinya? Banyak Mahasiswa memilih jalan kuliahnya dengan mondok
sehingga mereka sering dijuluki dengan Mahasantri. Dengan bermukim di Pondok
Pesantren Mahasiswa dapat membentengi dirinya dari pergaulan bebas, dan
membekali dirinya dengan ilmu-ilmu agama.

Pondok Pesantren kini semakin keren karena adanya Ma’had Aly semacam
“Kampusnya Pesantren”. Ma’had Aly adalah salah satu progam pendidikan yang
didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat pesantren, dan biasanya masih berada
dilingkup komplek Pondok Pesantren, serta sebagai perguruan tinggi Pondok
Pesantren yang menggunakan model pembelajaran sorogan dengan bimbingan
masyayikh yang sudah diakui kapasitas ilmunya secara akademik dan intergritasnya
ditengah-tengah masyarakat. Dengan pengakuan dari negara, Ma’had Aly sudah
dipastikan memiliki legalitas di dalam sistem pendidikan nasional. Selain itu,
Ma’had Aly sudah dianggap setara dengan lembaga pendidikan agama dan lembaga
tinggi umum. Maka tidak diragukan lagi kiat Ma’had Aly dalam mencetak generasi
penerus ulama’.
Semakin sedikitnya penerus ulama di zaman saat ini menyebabkan
kekhawatiran bagi sebagian oknum tertentu terkait dengan punahnya ilmu yang tidak
diwarisinya, maka peran Ma’had Aly disini sangat penting dalam mengambil tindak
untuk membuktikan bahwa ia mampu mencetak generasi penerus ulama. Yang
tentunya akan mewarisi ilmu-ilmunya baik turast ataupun konterporer.

Meski jumlah Pondok Pesantren se-Nusantara ini lebih dari 300 lembaga,
namun yang membuka kampus Mah’ad Aly ini hanya sedikit. Karena tidak semua
lembaga Pesantren itu bisa menfasilitasi dengan adanya Ma’had Aly ini. Perbedaan
Mahasiswa dan Mahasantri sangatlah banyak terutama dibidang keilmuan agamanya.
Mahasantri memang keilmuan agamanya sudah dibekali sejak ia masuk di Pondok
Pesantren sampai ia melanjutkan study belajarnya hingga menjadi Mahasantri.
Sedangkan Mahasiswa ia berasal dari sekolah yang mana mata pelajaran agama
mereka hanya sedikit, selain itu Mahasantri ketika diberi pertanyaan ia tidak hanya
menyebutkan hukumnya, tetapi mereka menyebutkan hukum tersebut beserta dali-
dalil dan alasan kenapa suatu masalah bisa dihukumi seperti itu.

Istilah Mahasantri diberikan pada santri yang mendalami ilmu agama


berkelanjutan dengan sistem perkuliahan di Ma’had Aly setelah menghabiskan
pembelajaran di Pondok Pesantren. Selain kuliah, Mahasantri juga melakukan
kebiasaannya seperti santri pada umumnya seperti: sholat berjamaah, membaca al-
Qur’an, mengkaji dan mendalami kitab-kitab turost lainnya. Hanya saja ada
perbedaaan sedikit dari Mahasantri dan santri biasa, mereka diperbolehkan
membawa alat komunikasi seperti handphone, laptop dan lain-lain. Sedangkan santri
lainnya sangat dijaga ketat untuk tidak membawanya.

Untuk saat ini saya telah menjadi Mahasantri, ada beberapa alasan kenapa
saya lebih memilih menjadi Mahasantri dari pada Mahasiswa. Menjadi Mahasantri
bukan pilihan saya, impian saya dulu ingin menjadi seorang akuntan yang nantinya
akan bekerja dibagian terpenting negara. Tetapi dengan seiring berjalannya waktu,
cita cita itu hilang dengan sendirinya dan saya lebih memilih fokus pada agama. Dan
ternyata menjadi seorang Mahasantri itu banyak kelebihannya dari pada menjadi
Mahasiswa.

Diantara keuntungan menjadi seorang Mahasantri dalam segi keilmuannya,


lebih unggul ilmu agama Mahasantri tinimbang Mahasiswa, karena memang mata
kuliah di Ma’had Aly itu sendiri hanya mencakup ilmu agama dan tidak ada ilmu
selain ilmu agama, dan Mahasantri disini lebih dididik untuk mengetahui hukum dan
cara pengatasan dalam sebuah masalah dengan didasarkan oleh ilmu agama. Agar
ketika mereka nanti sudah menghadapi masyarakat disekitarnya mereka mampu
melandasi sebuah masalah yang terjadi dengan ilmu agama. Dengan begitu maka
terciptalah sebuah kyai-kyai muda yang berpotensi untuk berdakwah.

Dilihat dari segi pergaulan, kita bisa tau dengan sendirinya bahwa
pergaulanan antara Mahasiswa dan mahasiswi diluar sangatlah miris. Semisal dengan
mengerjakan tugas berkelompok dengan lawan jenis, seringnya bersama dalam satu
tempat, hal ini secara tidak langsung mempermudah seseoorang untuk mengambil
cela negatif. Jika dibandingkan dengan Mahasantri sudah sangat berbeda, sisi
pergaulan Mahasantri seperti ruang lingkup santri yang berada dipondok yang dijaga
ketat dengan peraturan sehingga dengan perarturan yang sama seperti santri pada
umumnya Mahasantri dijamin tidak akan bisa melakukan sebebas Mahasiswa
lainnya.

Jika dilihat dari segi keaktifan nya, memang lebih banyak kegiatan yang
diadakan oleh kampus -kampus luar timimbang dari Ma’had Aly itu sendiri. Tetapi
meski kegiatan yang dilakukan di Ma’had Aly sedikit tinimbang Mahasiswa luar,
kegiatan itu pasti sangat bersifat positif dalam keagamaannya. Contoh singkatnya
adalah seringnya Batshul masail (pertukaran pendapat) untuk mendapatkan hukum
yang mampu diterima baik dari pihak lawan ataupun pribadi. Keseruan sering kali
terwujudkan ketika Mahasantri mampu mendebat dosen yang mana dosen
Mahasantri bukanlah dosen biasa yang pada umumnya tetapi dosen Mahasantri ini
yaitu dzuriyyah atau keluarga pengasuh Pondok Pesantren yang mana ketika berada
dilingkup pesantren sangat dihormati. Antara mendebat dengan sungkan, tetapi inilah
yang dinamakan metode kuliah. Tetapi kami mampu mengkodisionalkan dengan
semua keadaan.

Ada tiga istilah yang maknanya sama namun keadaannya yang berbeda:
pertama, siswa yang meneruskan pendidikannya di fakultas umum tanpa
mementingkan ilmu agamanya istilah ini disebut dengan Mahasiswa. Kedua, siswa
yang meneruskan pendidikannya di fakultas umum dan diimbangi dengan ilmu
agama istilah ini disebut dengan Mahasiswa Santri. Sedangkan yang ketiga ini santri
yang masih bermukim dipondok setelah menyelesaikan pendidikannya dipondok,
dan dilanjutkan difakultas yang berbasis agama atau biasa dikenal dengan Ma’had
Aly dan santri yang masuk didalamnya disebut dengan Mahasantri.

Dari pengalaman pribadi yang pernah saya alami keseruan belajar di Ma’had
Aly itu tentang sebuah kajian-kajian yang didalamnya bersumber dengan kitab-kitab
turost. Dengan mendalami dan didasarkan dengan kitab turost, Mahasantri mampu
mengembangkan dan menyelesaikan problematika-problematika yang ada disekitar
mereka, dengan begitu Ma’had Aly dapat membuktikan keseriusannya dalam
mencetak kaderisasi ulama.

Ma’had Aly sebagai bentuk perpaduan antara pendidikan akademik


perguruan tinggi dan pendidikan pesantren, maka dalam aktifitas belajar mengajar
juga mengacu pada dua pendekatan tersebut. Jika mengacu pada pendidikan
diperguruan tinggi, maka di Ma’had Aly menggunakan sistem pembelajaran yang
berpusat pada mahasantri, yakni sebuah jenis pendidikan dimana mahasantri diberi
wewenang penuh untuk mencari, menemukan, dan mengembangkan informasi atau
ilmu yang telah didapat, sementara dosen berperan sebagai motivator, fasilitator, dan
pengaruh dalam aktifiktas belajar mengajar.

Dengan sistem pembelajaran seperti ini, maka kegiatan dikelas lebih


mengarah pada diskusi antar sesama Mahasantri untuk merangkai pola fikir dan
membangun ilmu pengetahuannya. Mahasantri dituntut kritis dalam artian dapat
membedah kitab berdasarkan pendekatan teori-teori dan berusaha mencari pendapat
yang lebih baik. Dengan harapan bahwa Mahasantri mampu menjadi generasi
penerus para ulama.

Dan harapan yang diinginkan ketika Mahasantri itu terjun ke masyarakat


dengan menghadapi masalah-masalah yang kini terjadi, Mahasantri mampu
mengatasi berbagai macam masalah dengan didasari ilmu agama dan mereka patut
dijadikan figur masyarakat. Secara garis besar Mahasantri lebih berpotensi dan lebih
memadai untuk andil dalam kemasyarakatan karena mereka dibekali dengan ilmu
agama yang cukup luas untuk mengatasinya. Dan hal ini berbeda dengan Mahasiswa
yang mereka hanya berpotensi mampu beradaptasi dengan masayarakat tetapi tidak
dilandasi dengan ilmu agama.

Dengan adanya keterangan yang sudah saya jelaskan, kita jadi bisa
membandingkan sisi positif dan negatif dari masing- masing kampus. Tetapi perlu
ditekankan bahwa pentingnya kuliah di Ma’had Aly ini bisa menjadikan pemuda di
zaman milenial ini untuk menjadi generasi penerus para ulama’ yang kian hari
semakin berkurang dan dapat meningkatkan para pemuda masa kini untuk
menjadikan kyai-kyai muda untuk terus berdakwah dengan menghadapi masalah-
masalah yang baru muncul dimasyarakat. Karena mirisnya pemuda pada zaman
milenial ini banyak yang mensia- siakan waktunya bukan untuk belajar,tetapi untuk
menghabiskan uang orang tua, berfoya-foya, pergi kesana kemari tanpa ada tujuan
yang jelas. Semua itu yang dilakukan hanya untuk mencari kebahagiaan yang
sementara.

Anda mungkin juga menyukai