Anda di halaman 1dari 5

AKU GENERASI UNGGUL KEBANGGAN BANGSA INDONESIA

Oleh: Mutiah Mutiara Qalbu

Dalam pesatnya mobilitas dunia masa kini, menjadi pribadi yang menghargai perbedaan sungguh
menjadi tantangan tersendiri. Karena hal-hal minoritas menjadi semakin tabu dan seakan tak penting
juga berharga. Untuk terus berpegang teguh akan prinsip diri sendiri butuh perjuangan yang cukup
berat. Dunia dan segala pernak-perniknya memang lebih menonjolkan segala bentuk keindahan yang
nampak dipandang mata, dengan melupakan esensi sebenarnya, bahkan bagi mereka yang bersudut
pandang luas pun.

Pembahasan yang akan ditekankan kali ini mengenai agama. Yang pada beberapa dekade terakhir
justru menjadi alat untuk menciptakan permusuhan dengan segala bumbu-bumbu yang diselipkan
dengan begitu apik. Membuat pandangan para pemuda seluruh dunia yang ibaratnya baru saja hendak
maju dan berkembang semakin terombang-ambing sebab maraknya isu ini. Sedangkan agama sudah
disepakati oleh banyak tokoh sebagai pondasi sakral pada diri seseorang, karena ia akan menentukan
pandangan, cara berpikir dan perilaku orang tersebut. Sebut saja isu terorisme yang sudah menjadi
momok islamophobia di negara barat. Padahal pada kenyataannya mereka hanya oknum yang entah
diciptakan oleh siapa, namun jelas sekali tujuannya hanya satu, yaitu memburamkan citra Islam.

Perkenalkan nama saya Mutiah Mutiara Qalbu, anak pertama dari dua bersaudara yang lahir di
kota kecil dimana mungkin banyak orang bahkan belum pernah mendengarnya, yakni Bondowoso, Jawa
Timur. Orang tua saya selalu mendukung segala kegiatan saya yang berkaitan dengan pendidikan,
terutama pendidikan agama karenanya sejak TK hingga perguruan tinggi saya disekolahkan di madrasah.
Puji syukur sejak MI saya kerap mengikuti berbagai lomba akademik, mulai dari matematika, IPS, PAI dan
semacamnya yang semuanya mempunyai peringkat masing-masing. Beranjak MTs dan MA, pencapaian
saya mulai mengerucut dalam lomba-lomba yang lebih mengarah pada agama, seperti MFQ tingkat
kabupaten yang saya juarai untuk tahun 2014 dan 2019.

Bisa dibilang saya merupakan anak yang ambisius, apapun lomba yang ditawarkan kepada saya,
akan saya usahakan dengan sebaik-baiknya entah bagaimana pun hasilnya. Seperti ajang MFQ pada
MTQ kabupaten, PORSENI provinsi dan GBQ yang gagal, namun saya merasa puas sebab sebelumnya
saya sudah mengusahakan yang terbaik. Bukan hanya dalam ajang luar sekolah, dalam peringkat kelas
pun prestasi saya cukup memuaskan, baik MI, MTs bahkan MA yang tidak pernah terlalu jauh dari
rangking 1-10.
Ketertarikan saya bukan hanya pada hal-hal akademis seperti di atas, keinginan untuk menjelajah
banyak hal tentu tumbuh dengan suburnya. Tepatnya sejak MTs, muncul ketertarikan pada bidang lain
seperti teater, fotografi, desain dan kegiatan menulis. Di teater, tim saya telah berhasil meraih juara
kedua pada lomba teater SMP tingkat kabupaten. Untuk fotografi dan desain sedang coba untuk
ditekuni hingga saat ini dengan kerap mengikuti pelatihan mengenai keduanya. Kegiatan menulis sendiri
merupakan hobi lama yang saya salurkan melalui beberapa media, seperti blog sederhana saya dan
cerpen-cerpen yang telah dibukukan.

Dalam berorganisasi, saya berusaha semampu saya untuk tetap aktif dan berdampak bagi sekitar
dengan mengikuti OSIM pada jenjang MTs. Walaupun hanya sebagai anggota, tetapi saya sudah pernah
memimpin sebuah acara. Begitupun menjadi sekertaris pada acara besar yang diadakan oleh sekolah
bagi siswa-siswi jenjang SD se-kabupaten. Sungguh merupakan pengalaman baru yang penuh manfaat
dan kenangan.

Pada jenjang MA saya mulai memfokuskan diri untuk menghafal Al-Qur’an dengan masuk ke kelas
khusus tahfidz. Pada setiap tingkatnya hanya ada satu kelas putri dan satu kelas putra, yang mewajibkan
setiap siswanya untuk lulus dengan tuntas menghafal sebanyak enam juz dan berkat rahmat Allah dapat
saya penuhi. Dalam prosesnya, sungguh penuh halangan dan rintangan, namun berkat ridha Allah dan
orang tua saya percaya tiada yang tidak mungkin.

Dalam proses pembelajaran saat itu, saya menjumpai sebuah mata pelajaran yang menarik hati
saya bahkan selama tiga tahun lamanya, yakni ilmu hadis. Suatu pelajaran yang cukup sedikit
peminatnya, namun saya pilih ketika hendak memasuki perguruan tinggi. Dalam pandangan saya, ilmu
hadis merupakan ilmu yang sangat dibutuhkan pada masa-masa sekarang dan keinginan saya saat itu,
menjadi guru ilmu hadis yang kompeten untuk terus melanjutkan perjuangan guru saya ketika MA.

Pada awalnya, saat mengikuti seleksi SPAN, saya ingin mengambil jurusan tarbiyah bahasa inggris.
Namun dorongan diri akan niat saya sebagai ahli hadis membuat jurusan ini saya tempatkan pada
pilihan pertama. Karena menurut saya, justru karena sedikit peminatnya dan bahkan tidak selalu
tersedia di seluruh universitas, malah semakin memacu ketertarikan saya. Walaupun saya yakin,
menekuninya bukan merupakan hal yang mudah dan cuma-cuma.

Ilmu hadis memang merupakan cabang ilmu yang dianggap sebagian orang merupakan cabang
yang kurang berguna dan tanpa prospek kedepannya. Memang, ini benar terjadi dalam lingkungan saya,
saya kerap diremehkan oleh orang-orang sekitar. Tapi itu bukan masalah, bagi saya justru hal semacam
itu menjadi cambuk agar saya dapat membuktikan alasan sebenarnya saya mengambil keputusan ini.

Tidak dapat dipungkiri, dunia sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, segala aspek
kehidupan mulai campur baur tidak jelas mana yang benar dan mana yang salah. Yang saya bahas disini
berkenaan tentang agama, dengan dua sumber paten yang disepakati seluruh ulama yakni Al-Qur’an
dan Hadis. Hadis sendiri pada masa krisis seperti ini sudah turut dipermainkan oleh pihak yang
mementingkan kepentingan mereka pribadi. Dan saya yang merasa mencintai hadis dan mempunyai
kesempatan untuk ini, merasa bertanggung jawab dan perlu mengambil langkah lebih jauh yaitu dengan
memperdalam ilmu hadis saya.

Selama proses pembelajaran satu tahun ini, saya mulai merasakan kebutuhan untuk terus
menggali wawasan saya. Tidak hanya berkutat dalam hadis dan ilmunya, namun juga keterkaitan antara
ilmu itu sendiri dengan permasalahan sekitar. Sungguh hadis ternyata dapat benar-benar mengubah
bahkan memperbaiki keadaan, seandainya ia dipelajari dengan sumber yang tepat, pandangan yang
luas, dan ketundukan hati akan ilmu.

Memang pada dasarnya, ilmu itu dapat bersifat dinamis. Karena mengikuti kebutuhan pada zaman-
zaman mendatang, yang mana perlu penguasaan yang benar, agar ilmu itu tidak bergeser dari syariat.
Sebagai contoh pengharaman ziarah kubur yang terdapat pada hadis. Hal itu terjadi sebab, pada masa
itu kondisi masyarakat Islam sangat Jahiliyah sehingga ditakutkan akan terjadi kesyirikan. Kemudian
melihat kondisi yang membaik, hal tersebut diperbolehkan untuk mengutamakan kemaslahatan yakni
agar umat Islam dapat senantiasa mengingat kematian dan mempersiapkan diri atasnya.

Maka dari itu, adanya pembelajar ilmu ini termasuk saya, sebenarnya merupakan hal yang
diperlukan. Agar percepatan zaman dapat berjalan beriringan bersama syariat agama. Supaya dasar
hukum kita tetap kokoh dan tidak hilang dimana hal ini akan membuat oknum diluar sana yang
menginginkan keruntuhan umat Islam dapat mengukuhkan singgasana di jagat ini.

Mereka menggerogoti umat dari luar dan dalam. Dari luar mereka menyerang dengan nyata,
mengklaim ajaran Islam sebagai kesesatan dan menyebabkan merebaknya isu-isu yang tidak nyata.
Hanya demi mencoreng citra Islam. Sedangkan dari dalam, mereka menyusupkan oknum yang akan
bertindak sesuai arahan. Juga tidak sedikit kita dapati adanya hadis-hadis palsu yang tersebar di media
sosial yang jelas mengatasnamakan Rasulullah. Tetapi jika diselidik lebih lanjut, sebenarnya ada yang
tidak benar entah itu lafalnya, perawinya atau betul betul keseluruhannya palsu.
Belum lagi masalah aliran yang diselipkan pemahaman-pemahaman barat. Semisal Syiah Ismailiyah
Nizariyah yang telah bercampur dengan Neo Platonisme oleh Plotinus. Dimana menurut beberapa
ulama tidak benar adanya, seperti Al-Ghazali yang menganggap kejadian alam semesta selalu butuh
Tuhan sebagai awal dan penyebab, bukan atas kehendak makhluk itu sendiri seperti yang dikatakan
Plotinus juga para ilmuwan yang menyepakatinya. Ini contoh pada masa lampau, sedangkan pada masa
kini, dapat kita lihat segelintir aliran yang mencolok seperti wahabiyah, baha’iyah dan semacamnya.

Tanpa meneliti dengan tepat dalil yang mereka gunakan, kericuhan akan terjadi dimana-mana.
Apalagi manusia zaman sekarang yang rasanya enggan menelisik kembali apa yang mereka terima.
Dengan keadaan yang seperti ini, sudah saatnya mahasiswi hadis seperti saya turun tangan. Tahap demi
tahap, menuju ahli hadis yang sesungguhnya.

Adanya beasiswa ini, sungguh memotivasi saya di tengah tekanan yang memojokkan ketidak
mampuan saya di masa depan. Mereka berkata itu sebab pilihan yang saya ambil tidak tepat. Tapi
keyakinan saya akan pentingnya ilmu hadis, sebagaimana pentingnya segala ilmu telah meneguhkan
kepercayaan diri saya. Apalagi dorongan dari para dosen di kampus mengenai hal-hal kedepannya yang
dapat dicapai sebagai seorang pembelajar hadis. Juga keadaan yang saya paparkan di atas mendesak
saya untuk terus belajar dengan tekun dan mengeskplor sedemikian banyak pengetahuan. Agar dapat
berjalan beriringan dengan pembaruan permasalahan dunia.

Ketika menerima beasiswa ini nanti, saya akan memaksimalkannya dalam kegiatan perkuliahan
enam semester kedepan. Selain itu saya juga akan memperbanyak sumber referensi untuk mendukung
pembelajaran, wawasan-wawasan yang mendukung yakni perkembangan Islam dari klasik hingga
kontemporer, dan sumber hadis-hadis yang mu’tabarah juga kitab-kitab ilmu hadis sejak zaman
Ramahurmuzi sampai Nuruddin Itr.

Pada tindakan nyata untuk sekitar, saya ingin melestarikan ilmu ini. Juga ingin mengubah
pandangan orang-orang yang menyepelekannya. Pengenalan lebih dini juga pembiasaan pembahasan
yang kaitannya dengan hadis perlu dilanggengkan demi perubahan kedudukan ilmu ini menjadi ilmu
yang tidak tabu. Sehingga mendorong terbukanya pikiran masyarakat dan tumbuh ketertarikan-
ketertarikan baru pada calon penerus bangsa ini.
Mungkin kedengarannya tidak realistis. Tapi saya percaya dengan cara pengenalan yang tepat dan
lebih menyenangkan, selalu ada cara untuk melestarikan ilmu ini. Suatu ilmu yang dijunjung tinggi demi
lestarinya hukum syariat yang benar dan bagi generasi mendatang, agar lebih mengenal Rasul mereka
sendiri. Sehingga tumbuh bibit-bibit kecintaan yang semakin lama akan menjadi pohon lebat ketika
mereka dewasa. Agar dapat terus kuat dihujani cobaan bagi bangsa dan agamanya. Jika bukan melewati
Qur’an dan Hadis, lantas dengan apa mereka dapat mempelajari ilmu yang murni dan bersambung dari
Sang Ahli Ilmu, kekasih Allah, Rasulullah. Tidak mungkin bukan kita membiarkan anak-anak tercinta kita
meraup ilmu dari jalan-jalan yang kurang jelas sumbernya.

Anda mungkin juga menyukai