Proposal Skripsi
Oleh:
FIQRI
Nim. 1906101010015
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................................4
1.5 Definisi Oprasional...........................................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA..................................................................................................6
2.1 Makna Bunge Sumbu.....................................................................................................6
2.1.1 Makna........................................................................................................................6
2.1.2 Bunge Sumbu.............................................................................................................7
2.2 Teori Simbolik.................................................................................................................8
2.2.1 Teori Konvergensi Simbolik......................................................................................8
2.2.2 Teori Interpretatif Simbolik.......................................................................................9
2.2.3 Teori Interaksionalisme SImbolik..............................................................................9
2.3 Pakaian Adat Pernikahan............................................................................................13
2.3.1 Pakaian Adat............................................................................................................13
2.3.2 Pernikahan...............................................................................................................14
2.3.3 Pakaian Adat Pernikahan.........................................................................................14
2.4 Kerangka Pemikiran....................................................................................................15
BAB III METODELIGI PENELITIAN.............................................................................17
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian.....................................................................................17
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................................................17
3.3 Sumber Data (Subjek Penelitian)...................................................................................17
3.4 Instrumen Penelitian.......................................................................................................18
3.5 Teknik Pengumpulan Data..............................................................................................19
3.6 Teknik Analisis Data.......................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara (Azhar, 2008: 9). Suku Alas
merupakan salah satu suku yang berdomisili di Aceh Tenggara. Penduduk Aceh
Tenggara terdiri dari beberapa suku seperti suku Alas, Gayo, Aceh, Minang, Jawa dan
Batak. Bahasa Alas mirip dengan bahasa Batak (Karo, Tapanuli dan pak- pak).
Sebutan populer untuk daerah Aceh Tenggara di sebut “Tanoh Alas” kata “Alas”
bermakna “Tikar”. Hal tersebut berkaitan dengan wilayah Aceh Tenggara yang
Aceh, Suku Tamiang, Suku Gayo, Suku Alas, Suku Kluet, Suku Julu, Suku Pakpak,
Suku Aneuk Jamee, Suku Sigulai, Suku Lekon, Suku Devayan, Suku Haloban, dan
Suku Nias. Dari ke 13 suku yang ada di Aceh suku Aceh merupakan kelompok
terbesar yang ada di provinsi Aceh. Dari daerah wilayah pesisir, salah satunya yang
ada di daerah barat dan selatan, mereka telah berbaur dengan orang-orang dari suku
yang lain. Hal ini terbukti dalam penggunaan bahasanya penerpan corak ragam hiasan
yang mendalami budaya dan bahasa yang mereka gunakan berbeda satu dengan
1
2
anggota masyarakat. Pada upacara pesta pernikahan memiliki ciri khas tersendiri di
setiap daerahnya, tergantung pada kondisi serta kebudayaan yang dimiliki seperti
pada kawasan Aceh Tenggara pada suku Alas banyak menggunakan motif flora
seperti Bunge Empat, Bunge waluh, Bunge sumbu dengan menggunakan motif
lainnya seperti Putekh tali, Embun bekhangkat, Smeut Beriring, Papan Catukh, Gajah
Numpak, Tupay Mekhindu, Jekhjak Pantemkan, dan gellombang anak. Adat dan
istiadat suku Alas sangatlah unik pada saat upacara tradisional yaitu pada upacara
perkawinan yang merupakan salah satu budaya dalam masyarakat yang memiliki
biasa disenandungkan pada acara-acara adat seperti tepung tawar, penyambutan, dan
perkawinan, serta motif ragam hias dikombinasikan menjadi sebuah motif ragam hias
yang indah sehingga di sulam pada pakaian adat suku Alas di Aceh Tenggara.
Sebuku adalah ratapan atau tangisan yang dilakukan oleh seorang mempelai
wanita pada upacara perkawinan yang mengandung unsur nasehat atau petuah yang
lahir dari perasaan pelaku (Kamaril, 2002). Namun ada sedikit perbedaanya baik dari
segi pelaku maupun tata cara proses pelaksanaanya. Pada sebuku ratapan yang
dilakukan oleh pengantin perempuan dilakukan pada saat setelah akad nikah sebelum
masuknya waktu shubuh dan sebelum akad nikah dan sebuku juga dilakukan pada
Bunge Sumbu Pada Pakaian Adat Pengantin Suku Alas di Gampong Lawe Sumur
3
Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten Aceh Tenggara selain itu pemerintah juga harus
mempromosikan budaya ini sebagai bentuk budaya khas suku Alas yang dimana
ketidaktahuan masyarakat Aceh dan generasi muda tentang suku Alas yang membuat
harga tradisi nenek moyang tidak mendapat apresiasi yang baik di masa sekarang.
Oleh karena itu hal tersebut menjadi alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian
ini yang berjudul Makna Bunge Sumbu Pada Pakaian Adat Pengantin Suku Alas
Dari latar belakang yang sudah penulis paparkan, maka didapatkan rumusan
1. Apa makna bunge sumbu pada pakaian adat pengantin suku Alas di Gampong
suku Alas di Gampong Lawe Sumur Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten Aceh
Tenggara?
Terkait dengan rumusan masalah yang diuraikan peneliyi maka tujuan dari
1. Untuk mengetahui apa makna bunge sumbu pada pakaian adat pengantin suku
Tenggara.
adat pengantin suku Alas di Gampong Lawe Sumur Kecamatan Lawe Sumur
a. Manfaat Teoritis
penelitian yang berkaitan dengan makna bune sumbu pada pakaian adat
b. Manfaat Praktis
1) Bagi pihak tokoh adat, penelitian ini menjadi bahan evaluasi terkait upaya
selanjutnya.
lanjut terkait Makna Bunge Sumbu Pada Pakaian Adat Pernikahan Suku
1. Makna.
maksud yang terkandung dalam suatu bentuk bahasa oleh seorang penutur atau
penulis. Menurut Ferdinand de Saussure yang dikutip oleh Abdul Chaer, makna
5
adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terkandung dalam suatu tanda
2. Bunge Sumbu
Bunge sumbu adalah salah satu elemen yang khas dalam pakaian adat
pengantin suku Alas. Secara harfiah, "bunge" berarti "sumbu" atau "tali" dalam
bahasa Alas. Bunge sumbu merujuk pada tali yang digunakan untuk mengikat atau
menjahit bagian-bagian pakaian adat pengantin suku Alas, terutama pada bagian
Bunge sumbu umumnya terbuat dari bahan yang kuat dan elastis, seperti
benang atau tali sutra. Biasanya, bunge sumbu dihiasi dengan hiasan-hiasan
berupa manik-manik, payet, atau hiasan kain yang disematkan pada tali tersebut.
Bentuk, warna, dan pola hiasan pada bunge sumbu dapat bervariasi tergantung
Pakaian adat pernikahan adalah semua kelengkapan yang dipakai pada upacara
pernikahan selain itu pakain adat pernikahan juga digunnakan pada acara adat,
dengan adanya pakaian adat akan menunjukkan etnis (suku) suatu masyarakat dan
2.1.1 Makna
psikolog,sosiolog, dan antropolog, sejak 200 tahun lalu. Setiap usaha untuk
memberikan jawaban apa arti makna secara langsung telah gagal (Fisher, 1986).
Upaya untuk menjelaskan makna misalnya terlihat dari terbitnya dua buku Meaning
of Meaning dan Understanding, tapi isinya menurut fisher, lebih sedikit dari apa yang
dari pada menjelaskan, Masalah makna memang persoalan yang pelik, seperti dikutip
konsep yang ditujukan oleh istilah itu. Misalnya, istilah kendaraan merunjuk
kata itu dulu digunakan untuk menjelaskan proses pembakaran suatu benda
3) Makna intensional, yakni arti suatu istilah atau lambang tergantung pada apa
yang di maksudkan oleh pemakai dengan arti lambang itu. Makna inilah yang
melahirkan makna individual dari segi ini, maka tak akan ada dua buah
6
7
amat mirip. Ini merupakan makna yang disebabkan oleh tindakan mental
Dari ketiga corak makna tersebut, yang menarik adalah proses pemaknaan.
Kapankah makna itu muncul? Fisher menyatakan bahwa makna muncul ketika
sebuah sign yang mengacu pada suatu objek, dipakai oleh pengguna sign. Saat itulah
terjadi proses pembentukan makna didalam bentuk hubungan segitiga. Seorang ahli
yang menyusun teori segitiga adalah Charles S. Pierce. Menurutnya sebuah sign yang
mengacu pada sesuatu diluar dirinya, yaitu objek yang akan mempunyai pengaruh
pada [ikiran pemakainya karens adanya hubungan timbal balik antara ketiga elemen
tersebut. Hasil hubungan timbal balik antara ketiga elemen tersebut. Hasil hubungan
timbal balik itulah yang menghasilkan makna suatu objek, dan di lambangkan oleh
pemakainya dengan suatu simbol antara lain kata-kata, gambar atau isyarat.
Simbol bunge sumbu (juga dikenal sebagai bunga sumbu) adalah salah satu
simbol yang sering digunakan dalam hiasan kepala adat Aceh Tenggara, sebuah
wilayah di Provinsi Aceh, Indonesia. Makna simbol ini berkaitan dengan budaya dan
Bunge sumbu adalah sejenis bunga dengan bentuk unik yang tumbuh di daerah
tersebut. Bunga ini memiliki batang yang panjang dan tipis dengan berbagai dahan
kecil yang menjulang keluar di sampingnya, menyerupai sumbu atau sumbu mesiu.
Karena keunikan bentuknya, bunga ini sering dijadikan simbol dalam seni dan hiasan
tradisional.
8
Makna simbol bunge sumbu dalam hiasan kepala adat Aceh Tenggara bisa
memiliki beberapa interpretasi. Salah satu makna yang mungkin adalah bahwa bunga
sumbu melambangkan kekuatan dan keberanian. Bentuknya yang panjang dan tipis
Simbol bunge sumbu juga bisa memiliki makna spiritual atau simbolik yang terkait
dengan keyakinan dan kepercayaan lokal. Dalam budaya Aceh Tenggara, banyak
simbol dan motif yang digunakan dalam hiasan kepala atau pakaian tradisional
Namun, penting untuk dicatat bahwa interpretasi dan makna simbol ini dapat
suatu daerah. Jika Anda ingin mendapatkan informasi yang lebih akurat tentang
makna dan simbolisme spesifik bunge sumbu dalam hiasan kepala adat Aceh
Tenggara, disarankan untuk berbicara dengan ahli budaya atau tokoh masyarakat
tersebut.
menjadi tindakan retoris publik yang lebih besar, bukan hanya pertukaran kecil
(Olufowote, 2017). Konvergensi adalah cara di mana dunia simbolik pribadi dari dua
9
atau lebih individu bertemu, mendekati, atau bertepatan satu sama lain. Sementara
itu, konsep simbolik itu sendiri mengacu pada kecenderungan manusia untuk
sebagai logika kreatif dan diskursif. Teori konvergensi simbolik mengakui bahwa
komunikasi secara kreatif membangun realitas, tetapi juga dibatasi olehnya. Teori
konvergensi simbolik juga dapat berfungsi sebagai kekuatan pemersatu, karena dapat
menerima analisis spesifik dari makna yang dibatasi secara kontekstual dan
fenomena komunikasi yang lebih luas yang melampaui ruang dan waktu, atau
langsung kajian budaya dalam masyarakat atau kajian budaya dalam karya sastra.
Geertz juga menunjukkan bahwa budaya adalah sistem tanda dan dengan demikian
proses budaya harus dipahami, diterjemahkan dan diinterpretasikan. Oleh karena itu,
makna budaya yang berkembang dalam suatu masyarakat harus dimaknai dengan
pendekatan ini dikenal sebagai antropologi semiotik, yang karena fokusnya berbeda,
paradigma konflik sosial berorientasi makro (berkaitan dengan pola skala besar yang
simbolik. Dia percaya bahwa diri dan perilaku manusia dapat dibentuk oleh
lingkungan. Dunia memberikan pengalaman sosial, dan pengalaman sosial ini adalah
semacam simbol, yang memiliki arti tertentu yang dapat dipahami oleh manusia.
Tingkah laku manusia bersumber dari makna simbol-simbol yang pada akhirnya
menurut makna yang dimilikinya, dan yang kedua makna itu dibentuk,
atau diubah melalui proses interpretasi (penafsiran individu dalam setiap situasi)
Fokusnya adalah pada proses interaksi, yaitu tindakan sosial yang dirinci
didasarkan pada konsep interaksi yang menekankan karakter simbolik dari tindakan
sosial.Modus analisis dasar adalah bahwa dalam hubungan sosial seperti itu, tindakan
11
diinginkan, tetapi juga tindakan yang secara bersamaan atau bertahap mengusulkan
berpikir
mereka miliki.
berkomunikasi.
masyarakat.
dimana nama dan klasifikasi memiliki arti bagi para pelaku. Orang belajar
12
3) Pentingnya struktur sosial yang lebih besar, meskipun cenderung seperti para
4) Dalam bertindak, orang tidak hanya menyebut satu sama lain tetapi juga diri
mereka sendiri; yaitu, mereka menerapkan sebutan posisi untuk diri mereka
sendiri. Penunjukan diri ini menjadi bagian dari diri, harapan yang
padanya, pada peserta lain, pada diri mereka sendiri. Definisi ini kemudian
6) Perilaku sosial tidak ditentukan oleh makna sosial, meskipun dibatasi. Orang
7) Struktur sosial juga membatasi sejauh mana peran “dibuat” daripada hanya
yang lain.
perubahan sosial. Perubahan dapat terjadi dalam definisi sosial, dalam nama,
perubahan ini dapat berupa perubahan dalam struktur sosial yang lebih besar.
13
Menurut Gamrina S, dkk (2017, 13). Pakaian adat merupakan suatu pakaian
yang digunakan masyarakat di suatu daerah tertentu saat melakukan acara, kelahiran,
ritual, penyambutan tamu, pagelaran seni budaya. Pakaian adat juga dijadikan simbol
Dari pakaian adat juga masyarakat dapat menunjukkan nama daerah yang
merupakan asal dari pakaian adat tersebut. Setiap daerah yang berada di Indonesia
memiliki pakaian adat yang berbeda-beda. Pakaian adat tersebut biasanya digunakan
serta hari-hari besar keagamaan. Sebagai simbol, pakaian adat memang dijadikan
ritual, penyambutan tamu, pagelaran seni budaya. Pakaian adat juga dijadikan simbol
kebudayaan dari suatu daerah. Dari pakaian adat juga masyarakat dapat menunjukkan
nama daerah yang merupakan asal dari pakaian adat tersebut. Setiap daerah yang
memperingati hari besar seperti kelahiran, pernikahan, kematian, serta hari-hari besar
14
keagamaan. Sebagai simbol, pakaian adat memang dijadikan penanda dalam suatu
kegiatan.
2.3.2 Pernikahan
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ()النكاح, adapula yang mengatakan
perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj (Kamal
ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi pada
prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar katanya
akad yang sangat jelas dan terangkum atas rukunrukun dan syarat-syarat. Para ulama
fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali) pada
(bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan
(diawali dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua
pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah
telah dikemukakan nampak jelas sekali terlihat bahwa perkawinan adalah fitrah ilahi.
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
daerah tertentu saat melakukan acara, kelahiran, ritual, penyambutan tamu, pagelaran
seni budaya. Pakaian adat juga dijadikan simbol kebudayaan dari suatu daerah. Dari
pakaian adat juga masyarakat dapat menunjukkan nama daerah yang merupakan asal
dari pakaian adat tersebut. Setiap daerah yang berada di Indonesia memiliki pakaian
adat yang berbeda-beda. Pakaian adat tersebut biasanya digunakan dalam kegiatan
memperingati hari besar seperti kelahiran, pernikahan, kematian, serta hari-hari besar
keagamaan. Sebagai simbol, pakaian adat memang dijadikan penanda dalam suatu
kegiatan. Menurut (Nasruddin AS, 2018.8) Pakaian yang digunakan pada acara
perkawinan adalah adat tradisional pada suatu daerah dan bearti pakaian yang sudah
menjadi tradisi pada sebuah suku tersebut. Pakaian adat yang digunakan mengandung
suatu nilai atau pesan-pesan yang ingin dicapai oleh si pengantin, baik yang masih
bagaimana perbandingan satu pakaian adat dengan pakaian adat yang lain. Tidak
mungkin waktu acara perkawinan pengantin hanya menggunakan satu baju saja,
tetapi dari mereka ada yang pakai dua baju atau lebih dan itu menurut permintaan
di Kabupaten Aceh Tenggara merupakan salah satu warisan budaya yang harus
Dari kerangka di atas, peneliti ingin melihat apa makna bunge sumbu pada
pakaian adat pengantin suku Alas di Gampong Lawe Sumur Kecamatan Lawe Sumur
pakaian adat pengantin suku Alas di Gampong Lawe Sumur Kecamatan Lawe Sumur
Kabupaten Aceh Tenggara. Dengan cara bertaya langsung kepada beberapa subjek
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan, maka
Menurut Maleong (2011: 6). Penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan
dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi,
dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Senada dengan itu Maleong (2011:8)
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
Sumur Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten Aceh Tenggara sebagai lokasi penelitian
yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu satu bulan setengah, dimulai sejak
Sumber data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas dua bagian yaitu
18
19
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di
lokasi penelitian atau objek penelitian (Bugin, 2011: 132). Adapun sumber primer
dalam penelitian ini hasil wawancara dengan informan, hasil observasi dan
dokumentasi berupa pakaian pernikahan bunge sumbu suku Alas Aceh Tenggara.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder dari data yang kita butuhkan (Bugin, 2011: 132).Yang termasuk dalam
sumber sekunder berupa buku-buku, majalah, artikel, skripsi, dan jurnal serta sumber
pertimbangan atau ciri-ciri tertentu (Sugion, 2016). Adapun yang menjadi informan
dalam penelitian ini terdiri dari Tokoh adat 1 orang, Masyakarat 4 orang.
data dengan mengajukan pertanyaan. Instrumen selain orang antara lain pedoman
wawancara, pedoman observasi, dan lain-lain. Menurut Gulo (Thalha Alhamdi dan
Budur Anufia, 2019:1). Alat penelitian adalah panduan tertulis untuk wawancara atau
observasi yang disiapkan untuk memperoleh informasi. Alat yang digunakan dalam
“Wawancara adalah pertemuan di mana dua orang bertukar informasi dan gagasan
wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui pertanyaan lisan dan pertanyaan
pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer adalah informasi atau data yang
ditentukan langsung dari sumber subjek penelitian. Data sekunder mengacu pada
data yang dihasilkan oleh lembaga terkait penelitian tertentu (Tokoh adat dan
masyarakat yang ada di Gampong Lawe Sumur, Kecamatan Lawe Sumur, Kabupaten
Aceh Tenggara).
informasi tentang objek atau peristiwa masa lalu, sekarang, dan yang akan datang
dalam bentuk verbal. pertanyaan. Teknik wawancara juga ada dua, yaitu: (1)
yang dimaksud adalah pihak yang diyakini memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang relevan dengan topik yang telah diidentifikasi, sedangkan dalam wawancara
atau kejadian yang terjadi merupakan hal yang kebetulan atau tidak direncanakan.
Dalam penelitian ini peneliti membuat wawancara lebih terstruktur dengan membuat
langsung.
pemikiran induktif berarti peneliti harus terjun jauh ke dalam lapangan, bekerja keras
untuk memperoleh atau mendapatkan data, yang harus berdasarkan fakta, kemudian
dibuat atau diproduksi dalam bentuk catatan, dimana catatan-catatan ini kemudian
dapat diambil dan digunakan sebagai kesimpulan (Sudjana dan Ibrahim, 2001). Ada
Tahap reduksi data adalah untuk memeriksa keakuratan atau penerapan data
yang sebelumnya diperoleh melalui sumber, dan kemudian mereduksi data mentah
menjadi deskripsi. Pada tahap ini juga dapat diartikan sebagai fokus pada
pengambilan atau pemulihan data untuk hal-hal yang penting dan utama.
budaya.
data atau informasi yang telah diperoleh. Serta fokus kepada abstraksi data atau
Agus Budi Wibowo, (2002). Adat dan Upacara Perkawinan Pada Suku Bangsa Alas.
Banda Aceh: Nilai Tradisional.
Alhaid, Thalha dan Budur Anufia. (2019). Indtumen Pengumpulan Data. (Skripsi
Sekolah Tinggi Agama Islam), Sorong.
Al-Jaziri, Abdurrahman. (1986). Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah. Beirut: Dar al-
Fikr
Alwi, (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan Pertama Edisi III.
Jakarta: Balai Pusaka
Basrowi & Suwandi, (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasjmy. A, (2000). Pedoman Umum Adat Aceh. Banda Aceh: Lembaga Adat dan
Kebudayaan Aceh
23
24
Karmila Mila, (2010). Ragam Kain Tradisional Nusantara. Jakarta : Bee Media
Indonesia.
Kamal, Mukhtar. 1974. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan
Bintang
Kamaril Cut, (2002). Pendidikan Seni Rupa/ Kerajianan Tangan. Jakarta: Pusat
Penelitian Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional.
Nasarudin AS. (2018). Pergeseran Budaya Masyarakat Perlak Asan: Studi Kasus
tentag Pakaian Adat. Jurnal Abadiya 20(1). 1-22.
Rusdi Sufi, (2008). Sejarag dan Adat Istiadat Masyarakat Alas Di Aceh Tenggara.
Banda Aceh: Badan Arsip dan Perpustakaan NAD.
Sattu Alang, Muh. Anwar, dan M. Hum. (2007). Hakkar Jaya, Pengantar ilmu
Komunikasi. Makassar:CV.Berkah Utami.
Sudarsono. 1997. Hukum Keluarga Nasional. Jakarta: Rineka Cipt
Suhersono Hery, (2006). Desain Bordir Motif Batik. Jakarta: PT Gramedia Utama.
Wulandari Ari, (2011). Batik Nusantara Makna Filosofis, Cara pembuatan dan
Industri Batik. Yogyakarta : Andi.